Anda di halaman 1dari 14

JURNAL

PRAKTIKUM FITOFARMAKA

TUGAS 3

Penetapan Kadar Senyawa Marker Pada Ekstrak Rimpang Kaempferia galanga L.

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK 8

KELAS : D

1. Diva Kharisma Falakh (201810410311203)


2. Eric Sandi Kurniawan (201810410311197)
3. M.Ilham Rizaldi Ilmi (201810410311179)
4. Monike Era Wahyuningati (201810410311178)
5. Padmi Yulianti (201810410311175)
6. Salamatus Riskiyah (201810410311165)

DOSEN PEMBIMBING :

apt. Amaliyah Dina A., M. Farm

apt. Siti Rofida, M. Farm

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia dikenal sebagai negara terbesar kedua dengan sumber daya hayati
yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Di Indonesia terdapat lebih kurang
30.000 jenis tumbuh-tumbuhan, lebih kurang 7.500 jenis diantaranya termasuk
tanaman berkhasiat obat, salah satunya adalah Kaempferia galanga L. Kencur
(Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman Indonesia yang memiliki
khasiat obat. Tanaman kencur memiliki kandungan kimia simplisia kadar minyak
atsiri tidak kurang dari 2,40% v/b dan Etil p-metoksisinamat (Depkes RI, 2017).
Kaempferia galanga memiliki banyak manfaat. Di India, simplisia kencur digunakan
sebagai salah satu bahan dalam praparasi obat-obat Ayurveda, pembuatan parfum, dan
kosmetik. Oleh masyarakat lokal Indonesia, Kaempferia galanga digunakan sebagai
bahan jamu atau yang dikenal dengan jamu beras kencur dan sebagai bumbu masak.
Tanaman kencur juga telah lama digunakan sebagai obat untuk ekspektorant,
karminatif , batuk, rematik, antikanker, kolera, anti mikroba, antioksidan, anti alergi
penyembuhan luka . Walaupun secara etnobotani banyak manfaat dari Kaempferia
galanga, namun mengenai bioaktivitasnya membuktikan aktivitas Kaempferia
galanga sebagai anti kanker, anti oksidan, anti inflamasi, analgesik dan anti bakteri
(Silalahi, 2019).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan,
sedangkan Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes,
2020). Salah satu metode ekstraksi adalah maserasi. Maserasi adalah salah satu dari
metode ekstraksi cara dingin dengan cara merendam simplisia tanaman dengan
menggunakan pelarut di dalam wadah tertutup selama kurun waktu tertentu dengan
diselingi pengadukan dan dilakukan pada suhu kamar (Istiqomah, 2013).

1.2 Tujuan
Mahasiswa mempelajari dan dapat melakukan praktek penetapan kadar
senyawa marker.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kencur (Kaempferia galanga L.)


Kencur atau Kaempferia galanga L. Banyak tumbuh dan ditemukan di India,
Malaysia, dan Indonesia. Tanaman ini dapat ditanam di tempat rendah dan
dipegunungan terutama di daerah tanah yang subur dan gembur (Materia Medika
Indonesia Jilid 1). Kencur dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun pengunungan
sampai ketinggian sekitar 1000 m diatas permukaan laut (mdpl). Namun, tempat
tumbuh yang paling sesuai adalah di dataran rendah dibawah ketinggian tersebut
(Afriastini, 2002). Kencur memiliki nama berbeda di setiap daerah, Sumatra: Ceuko
(Aceh), tekur (Gayo), kaciwer (Batak), kopuk (Mentawai), cakue (Minangkabau),
cokur (Lampung), kencur (Melayu). Jawa: cikur (Sunda), kencur (Jawa), kencor
(Madura), cekor (Kangean). Nusa Tenggara: cekuh (Bali), cekur (Sesak), cekir
(Sumba), sokus (Roti), soku (Bima). Sulawesi: kencur, sukung, sikum (Minahasa),
humo poto (Gorontalo), tukulo (Bual), tadosi (Bari), cakura (Makasar), ceku (Bugis).
Maluku: Asauli, sauleh, sahulu, soul, umpa (Materia Medika Indonesia Jilid 1).

2.2 Klasifikasi Tanaman


Berikut klasifikasi Kaempferia galanga :
Kingdom : Plantae
Division : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Species : Kaempferia galanga L.
(ITIS, 2021)

2.3 Morfologi Tanaman


Kaempferia galanga atau biasa disebut kencur banyak tumbuh di India,
Malaysia dan Indonesia terutama di daerah yang subur dan gembur. Tanaman ini
memiliki dua tipe pertumbuhan, yang pertama berdaun lebar dan terhampar di atas

3
tanah, yang kedua berdaun sempit dan agak tegak. Tanaman kencur tidak berbatang,
rimpang bercabang-cabang, akar-akar berbentuk gelondong, kadang berumbi,
memiliki panjang 1 cm – 1,5 cm. Setiap tanaman berdaun sebanyak 1 – 3 umumnya 2
helai, lebar hampir menutupi tanah, daun berbentuk jorong lebar sampai hampir
bundar. Bunganya memiliki panjang 4 cm dan berbunga 4 – 12 bunga (Depkes RI,
2017). Pemerian Simplisia : Berupa irisan rimpang, pipih, berbentuk hampir bulat
sampai jorong atau tidak beraturan, bagian tepi berkeriput, kasar, bagian tengah
tampak pembatas yang tegas antara korteks dan stele, berserat halus; warna cokelat
hingga cokelat kemerahan, bagian tengah berwarna putih sampai putih kecokelatan;
bau khas; rasa pedas (Depkes RI, 2017). Pembuatan ekstrak kental rimpang kencur
rendemen tidak kurang dari 8,3% menggunakan etanol sebagai pelarut. Pemerian
ekstrak kental rimpang kencur berwarna cokelat tua, ekstrak kental, bau khas, rassa
pedas dan tebal di lidah (Depkes RI, 2017).

2.4 Kandungan dan Manfaat


Tanaman kencur mengandung pati (4,14%), mineral (13,73%) dan minyak atsiri
(0,02%) berupa sineol, asam sinamic, kamphene, asam anisic, alkaloid, flavonoid dan
gom (Putra, S. W., 2016). Kandungan kimia simplisia kadar minyak atsiri tidak kurang
dari 2,40% v/b dan Etil p-metoksisinamat (Depkes RI, 2017). EPMS merupakan
senyawa yang paling banyak jumlahnya di dalam rimpang kencur. Kaempferia
galanga memiliki banyak manfaat. Di India, simplisia kencur digunakan sebagai
salah satu bahan dalam praparasi obat-obat Ayurveda, pembuatan parfum, dan
kosmetik. Oleh masyarakat lokal Indonesia, Kaempferia galanga digunakan sebagai
bahan jamu atau yang dikenal dengan jamu beras kencur dan sebagai bumbu masak.
Tanaman kencur juga telah lama digunakan sebagai obat untuk ekspektorant,
karminatif , batuk, rematik, antikanker, kolera, anti mikroba, antioksidan, anti alergi
penyembuhan luka . Walaupun secara etnobotani banyak manfaat dari Kaempferia
galanga, namun mengenai bioaktivitasnya membuktikan aktivitas Kaempferia
galanga sebagai anti kanker, anti oksidan, anti inflamasi, analgesik dan anti bakteri
(Silalahi, 2019).
2.5 Etil p-metoksisinamat EPMS

Etil p-metoksisinamat merupakan hasil isolasi terbesar metabolit sekunder


rimpang kencur dengan variasi 1,28% – 3% dari berat serbuk rimpang kering. EPMS

4
ini akan mengalami reaksi hidrolisis dalam suasana basa maupun asam menjadi Asam
p-metoksisinamat. EPMS termasuk dalam senyawa ester yang mengandung cincin
benzene dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang
mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat
menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil
asetat, metanol, air dan heksana.

2.6 Ekstrak dan Ekstraksi


Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Depkes, 2020). Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang
dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin terkena panas
(Depkes, 2020)

2.7 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


KLT adalah metode kromatografi paling sederhana yang banyak digunakan.
Kromatografi Lapis Tipis adalah salah satu metode pemisahan kromatografi yang
fleksibel dan banyak digunakan. Keuntungan utama metode analisis kromatografi
lapis tipis dibandingkan metode analisis kromatografi cair kinerja tinggi adalah
analisis beberapa sampel dapat dilakukan secara simultan dengan menggunakan fase
gerak dalam jumlah kecil sehingga lebih hemat. Teknik pemisahannya sederhana
dengan peralatan yang minimal. Pada KLT, identifikasi awal suatu senyawa
didasarkan pada perbandingan nilai Rf dibandingkan Rf standar. Faktor-faktor yang
menyebabkan nilai Rf bervariasi meliputi dimensi dan jenis ruang, sifat dan ukuran
lempeng, arah aliran fase gerak, volume dan komposisi fase gerak, dan metode
persiapan sampel KLT sebelumnya (Wulandari, 2011). Jarak antara jalannya pelarut
bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan perhitungan tertentu untuk memastikan
spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak platnya berbe
da. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf yang digunakan sebagai nilai

5
perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus
berikut:

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖


Rf =
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya
senyawa tertebut pada plat KLT. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam
mengidentifikasi senyawa. Bila indentifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka
senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip.
Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan
senyawa yang berbeda.

2.8 Metode pemisahan kromatografi


Metode pemisahan pada kromatografi terbagi menjadi :
A. Pemisahan Berdasarkan Polaritas
Metode pemisahan berdasarkan polaritas, senyawa-senyawa terpisah karena
perbedaan polaritas. Afinitas analit tehadap fase diam dan fase gerak tergantung
kedekatan polaritas analit terhadap fase diam dan fase gerak (like dissolve like).
Analit akan cenderung larut dalam fase dengan polaritas sama (Wulandari, 2011).

B. Pemisahan Berdasarkan Muatan Ion


Pemisahan berdasarkan muatan ion dipengaruhi oleh jumlah ionisasi senyawa, pH
lingkungan dan keberadaan ion lain. Pemisahan yang disebabkan oleh kompetisi
senyawa-senyawa sehingga terjadi penggabungan ion-ion muatan berlawanan
disebut kromatografi penukar ion. Pemisahan yang terjadi karena perbedaan arah
dan kecepatan pergerakan senyawa karena perbedaan jenis dan intensitas muatan
ion dalam medan listrik disebut elektroforesis (Wulandari, 2011).

C. Pemisahan Berdasarkan Ukuran Molekul


Pemisahan terjadi karena perbedaan difusi senyawa-senyawa melewati pori-pori
fase diam dengan ukuran pori-pori yang bervariasi. Senyawa dengan ukuran
molekul besar hanya berdifusi kedalam pori-pori fase diam yang berukuran besar,
sedangkan senyawa dengan ukuran molekul kecil akan berdifusi ke dalam semua

6
pori-pori fase diam, Metode pemisahan ini biasa disebut dengan kromatografi
permeasi gel (Wulandari, 2011).

D. Pemisahan Berdasarkan Bentukan Spesifik


Pemisahan senyawa berdasarkan bentukan yang spesifik melibatkan ikatan
kompleks yang spesifik antara senyawa sampel dengan fase diam. Pemisahan ini
biasa disebut dengan kromatogafi afinitas. (Wulandari, 2011).

BAB III

7
PROSEDUR KERJA

1.1 Prosedur Kerja


1. Pembuatan eluen (fase ekstrak)
Eluen yang digunakan : n-Heksana - Etil asetat – Asam formiat (90:10:1).
Buatlah eluen sebanyak 101 mL. Masukkan ke dalam chamber.
Homogenkan didalam chamber dengan cara digoyang-goyang. Apabila
volume eluen terlalu banyak, maka kurangi. Jangan sampai totolan awal
pada pelat KLT tercelup di dalam eluen.

2. Pembuatan larutan baku


a. Pembuatan larutan induk
Ditimbang standar EPMS dengan seksama sebanyak 250.0 mg,
ditambah dengan 20 mL etanol 96%, diultrasonik selama 5 menit
kemudian ditambah dengan etanol 96% sampai tepat 50.0 mL.
Diperoleh larutan induk 1 dengan konsentrasi 5000 ppm (LI 1). Dipipet
4.0 mL larutan induk I, dimsukkan ke dalam labu ukur 10.0 mL.
Ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen. Diperoleh
larutan induk 2 dengan konsentrasi 2000 ppm(LI2).

b. Pembuatan baku kerja

Baku Induk atau Baku


Larutan Baku Konsentrasi Jumlah yang digunakan
Kerja yang diambil

Baku 1 200 ppm 5.0 mL Baku 3 Ditambah etanol ad 10.0 mL

Baku 2 300 ppm 5.0 mL Baku 5 Ditambah etanol ad 10.0 mL

Baku 3 400 ppm 5.0 mL Baku 6 Ditambah etanol ad 10.0 mL

Baku 4 500 ppm 5.0 mL LI 1 Ditambah etanol ad 50.0 mL

Baku 5 600 ppm 3.0 mL LI 2 Ditambah etanol ad 10.0 mL

Baku 6 800 ppm 4,0 mL LI 2 Ditambah etanol ad 10.0 mL

8
c. Preparasi sampel
Sampel untuk penetapan kadar EPMS dalam ekstrak kering
Ditimbang sampel sebanyak 20.0 mg masing-masing sebanyak 3 kali,
ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2 ml, diultrasonik selama 5
menit, ditambah etanol 96% sampai 5.0 ml, diultrasonik selama 10 menit.
Kemudian disaring dan ditampung filtratnya.

Sampel untuk penentuan recovery


Ditimbang sampel sebanyak 20.0 mg masing-masing sebanyak 3 kali,
ditambah pelarut masing-masing sebanyak 2 ml, diultrasonik selama 5
menit, ditambah standar EPMS 500 ppm sebanyak 1.0 mL, kemudian
ditambah pelarut sampai 5.0 mL, diultrasonik selama 10 menit. Kemudian
disaring dan ditampung filtratnya.

Penotolan sampel dan standar pada plat KLT


Ditotolkan sampel dan sampel untuk recoveri sebanyak 2 μL, sedangkan
standar EPMS sebanyak 2 μL pada plat KLT

1, 2, 3 dst = standar EPMS

S1, S2, S3 = sampel 1, 2, dan 3

R1, R2, R3 = sampel recovery 1, 2, dan 3

3. Cara kerja analisis dengan Thin Layer Chromatography (TLC) scanner


a. Penentuan panjang gelombang maksimum
Plat KLT yang sudah discan pada panjang gelombang 254 dan 365 nm,
kemudian discan panjang gelombang 200-400 nm. Dari sini dapat
diketahui pada panjang gelombang berapa EPMS memberikan absorban
maksimum. Panjang gelombang maksimum tersebut yang akan digunakan
untuk pengukuran.

9
b. Penentuan linieritas
Linieritas ditentukan dari larutan standar EPMS pada lempeng KLT,
kemudian dianalisis dengan KLT-densitometer pada panjang gelombang
maksimum. Dihitung berapa regresi linier antara kadar dan luas area noda.

c. Penentuan presisi
Untuk menghitung presisi, ditotolkan sampel masing–masing 2 μL dan
larutan standar EPMS masing-masing 2 μL pada plate KLT. Plate ini
kemudian dieluasi dengan fase gerak dan di analisis menggunakan KLT–
densitometer pada panjang gelombang maksimum. Sehingga dapat
dihitung berapa standar deviasi (SD) dan koefisien variasinya (KV).

d. Penentuan akurasi
Untuk menentukan persen rekoveri, ditotolkan sampel recovery masing–
masing 2 μL (lihat preparasi sampel untuk recoveri) dan larutan standar
EPMS masing-masing 2 μL pada pelat KLT. Pelat ini kemudian dieluasi
dengan fase gerak dan di analisis menggunakan KLT–densitometer pada
panjang gelombang maksimum.

Hasil yang diperoleh kemudian dihitung standar deviasi (SD) dan


koefisien variasinya (KV).

10
e. Bagan Alir
1. Pembuatan eluen (fase gerak)

Buat eluen sebanyak 101 mL (n-Heksana-Etil asetat-Asam formiat 90:10:1)

Masukkan ke dalam chamber

Goyang-goyang ad homogen

Bila volume eluen terlalu banyak, maka kurangi. Jangan sampai


totolan awal pada plat KLT tercelum di dalam eluen

2. Pembuatan Larutan Baku


a. Pembuatan Larutan Induk
Larutan Induk 1 (LI 1)

Timbang standar EPMS dengan seksama sebanyak 250,0 mg

Tambahkan 20 mL etanol 96%, lalu diultrasonik selama 5 menit

Tambahkan etanol 96% ad tepat 50.0 mL

Diperoleh Larutan Induk 1 konsentrasi 5000 ppm (LI 1)

Larutan Induk 2 (LI 2)

Dipipet 4.0 mL LI 1, masukkan ke dalam labu ukur 10.0 mL

Tambahkan etanol 96% ad garis tanda, kocok ad homogen

Diperoleh Larutan Induk 2 konsentrasi 2000 ppm (LI 2)

b. Pembuatan Baku Kerja


BK 6 (800 ppm)

Dipipet Larutan Induk 2 sebanyak 4.0 mL, Tambahkan etanol ad 10.0 mL,
masukkan ke dalam labu ukur homogenkan

11
BK 5 (600 ppm)

Dipipet Larutan Induk 2 sebanyak 3.0 mL, Tambahkan etanol ad 10.0 mL,
masukkan ke dalam labu ukur homogenkan

BK 4 (500 ppm)

Dipipet Larutan Induk 1 sebanyak 5.0 mL, Tambahkan etanol ad 10.0 mL,
masukkan ke dalam labu ukur homogenkan

BK 3 (400 ppm)

Dipipet Baku Kerja 6 sebanyak 5.0 mL, Tambahkan etanol ad 10.0 mL,
masukkan ke dalam labu ukur homogenkan

BK 2 (300 ppm)

Dipipet Baku Kerja 5 sebanyak 5.0 mL, Tambahkan etanol ad 10.0 mL,
masukkan ke dalam labu ukur homogenkan

BK 1 (200 ppm)

Dipipet Baku Kerja 3 sebanyak 5.0 mL, Tambahkan etanol ad 10.0 mL,
masukkan ke dalam labu ukur homogenkan

c. Preparasi Sampel
Sampel untuk Penetapan Kadar EPMS salam Ekstrak Kering

Ditimbang sampel sebanyak 20.0 mg masing-masing sebanyak 3 kali,


masukkan ke dalam labu ukur

Ditambahkan pelarut masing-masing sebanyak 2 ml,


lalu diultrasonik selama 5 menit

Ditambahkan etanol 96% ad 5.0 ml, lalu diultrasonik selama 10 menit

Disaring lalu filtrat ditampung

12
Sampel untuk Penentuan Recovery

Ditimbang sampel sebanyak 20.0 mg masing-masing sebanyak 3 kali,


masukkan ke dalam labu ukur

Ditambahkan pelarut masing-masing sebanyak 2 ml,


lalu diultrasonik selama 5 menit

Ditambahkan standar EPMS 500 ppm sebanyak 1.0 mL

Ditambahkan pelarut ad 5.0 ml, lalu diultrasonik selama 10 menit

Penotolan Sampel dan Standar pada Plat KLT


Sampel dan sampel untuk recovery sebanyak 2 μL dan standar EPMS
sebanyak 2 μL ditotolkan pada plat KLT

1, 2, 3 dst = standar EPMS

S1, S2, S3 = sampel 1, 2, dan 3

R1, R2, R3 = sampel recovery 1, 2, dan 3

13
Daftar Pustaka

Afriastini, J.J. 2002. Bertanam kencur. Jakarta. Penebar Swadaya

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Farmakope Indonesia, Jilid VI. Ditjen
POM, Depkes RI : Jakarta

Depkes RI. 1977. Materia Medika Jilid I. Depkes RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan: Jakarta.

Depkes RI (2017). Farmakope Herbal Indonesia. In Farmakope Herbal Indonesia. Edisi II

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Haryudin, W., & Rostiana, O. 2016. Karakteristik Morfologi Bunga Kencur (Kaempferia
galanga L.). Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 19(2), 109-116.

Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ektraksi Maserasi dan Sokletasi Terhadap Kadar
Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus). Skripsi. S1 Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta

Silalahi, M. (2019). KENCUR (Kaempferia galanga) DAN BIOAKTIVITASNYA. Jurnal


Pendidikan Informatika Dan Sains, 8(1), 127.
https://doi.org/10.31571/saintek.v8i1.1178

Wulandari, L. (2011). Kromatografi Lapis Tipis. In Taman Kampus Presindo.

14

Anda mungkin juga menyukai