Penetapan Kadar Sulfametoksazol dan Trimetoprim dalam Suspensi Cotrimoksazol dengan Spektrofotometri Metode Kurva Turunan Pertama (Derivatif)
Asisten : Henry Kurnia Setiawan, M.Si., Apt Golongan : T / E Anggota: Septin Putri A. (2443012061) Florentina Yola (2443012132) Desy Farmawati (2443012188) Maria Novita Dolu (2443012252)
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2014
2
I. DASAR TEORI Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometri UV-Vis (Connors, 1982). Metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk analisis kuantitatif zat dalam campuran dimana spektrumnya mungkin tersembunyi dalam suatu bentuk spektrum besar yang saling tumpang tindih dengan mengabaikan proses pemisahan zat terlebih dahulu. Spektrum yang dialih bentuk ini menghasilkan profil yang lebih rinci yang tidak terlihat pada spektrum normal (Connors,1982; Willard,1988). Kegunaan spektrofotometri derivatif adalah (Mulja, 1995): 1. Apabila menghadapi campuran dua komponen yang spektrumnya saling tumpang tindih, maka analisis kuantitatif cara derivatif menjadi metoda yang terpilih. 2. Analisis kuantitatif campuran dua komponen yang keruh. 3. Analisis kuantitatif campuran dua komponen yang merupakan isomeri (kecuali isomer optis aktif atau rasemik). 4. Spektra derivatif dapat dipakai untuk maksud kualitatif atau sebagai data pendukung. Dalam suatu campuran, pengukuran konsentrasi dalam suatu sampel (analyte) dapat dilihat dalam campuran sehingga dapat membuat pengerjaan ini menjadi lebih mudah atau lebih akurat. Tetapi yang sering menjadi kendala yaitu spektra derivatif tidak dapat mengurangi atau menghindarkan adanya gangguan dari rasio serapan pengganggu yang lain (signal-to-noise ratio ) (Skoog,1992). Konsep derivatif telah diperkenalkan pertama kali pada tahun 1950, dimana terlihat memberikan banyak keuntungan. Aplikasi utama spektroskopi derivatif ultraviolet-cahaya tampak adalah untuk identifikasi kualitatif dan analisis sampel. Metode spektroskopi derivatif sangat cocok untuk analisis pita absorbsi yang overlapping atau terlalu landai (Owen, 1995).
Spektrofotometri Derivatif Ultraviolet (SDUV) Metode SDUV merupakan kombinasi dari spektrofotometri UV konvensional dan kemometrik yang memerlukan peralatan optik, elektronik, dan metode matematika untuk menghasilkan spektrum turunan (Owen 1996). Kelebihan metode SDUV antara lain mampu meningkatkan pemisahan pita serapan dari spektrum yang tumpang tindih, mendeteksi dan menentukan panjang gelombang serapan senyawa target dari spektrum yang kompleks, dan mengurangi gangguan yang disebabkan oleh penghamburan dan serapan senyawa lain (Popovic et al. 2000). Oleh karena karakteristik SDUV tersebut, proses isolasi dan preparasi 3
senyawa aktif yang biasanya diperlukan untuk prosedur analisis kualitatif dan kuantitatif di dalam sistem yang kompleks dapat dihindari. OHaver (1979) menyatakan bahwa spektroskopi derivatif merupakan suatu pengukuran spektrum yang berasal dari rata-rata perubahan absorbans dengan panjang gelombang. Spektroskopi derivatif dirumus-kan sebagai berikut (Skujins 1986): D/dA = 1/1A- 2 /2 A Dengan A adalah absorbans dan adalah panjang gelombang (nm). Plot hubungan antara dA/d terhadap nilai menghasilkan plot spektrum turunan orde pertama, nilai plot spektrum turunan pertama digunakan untuk menentukan d 2 A/d 2 yang apabila di plot terhadap maka akan menghasilkan plot spektrum turunan orde kedua, dan seterusnya. Untuk turunan orde ke-n maka dibuat plot hubungan antara d n A/d n terhadap (Skujins 1986). Hal yang tidak diinginkan dalam spektrum turunan adalah penurunan nisbah sinyal dan noise (S/N). Oleh karena itu, proses smoothing (penghalusan) spektrum dengan menggunakan suatu filter diperlukan untuk meminimalkan noise tanpa mengurangi informasi yang ada. Filter smoothing Savitzky-Golay merupakan filter yang umum digunakan untuk menghilangkan noise (Skujins 1986). Namun, proses penghalusan spektrum yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan penyimpangan spektrum dengan menurunkan intensitas dan pemisahan spektrum (Owen 1996; Brereton 2003). Analisis kuantitatif spektrum turunan sama halnya dengan spektrum UV konvensional, didasarkan pada hukum Lambert-Beer yang dirumuskan sebagai berikut (Owen 1996): Spektrum awal : A = b c Turunan pertama : d/dA = d/d b c Turunan ke-n : d n /dA n = d n /d n b c Dengan A adalah absorbans, adalah panjang gelombang, adalah absorptivitas molar, c adalah konsentrasi, dan b adalah tebal sel. Pada spektrum awal, konsentrasi analat sebanding dengan absorbans pada panjang gelombang tertentu, sedangkan pada spektrum turunan konsentrasi analat sebanding dengan amplitudo. Macam-macam amplitudo dalam SDUV adalah D L (amplitudo puncak ke puncak yang panjang), D s (amplitudo puncak ke puncak yang pendek), D z (amplitudo dari garis nol ke puncak), dan D t (amplitudo tangen). Untuk membuat kurva kalibrasi, maka dipilih amplitudo yang memberikan linearitas terbaik (Skujins 1986). Pada spektrofotometri konvensional, spektrum serapan merupakan plot serapan (A) terhadap panjang gelombang (). Pada metode spektrofotometri derivatif ini perajahan absorbansi terhadap panjang gelombang ditransformasikan menjadi perajahan dA/d terhadap 4
untuk derivatif pertama, dan d 2 A/d? 2 terhadap ? untuk derivatif kedua, dan seterusnya. Panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa pada spektrum normal akan menjadi panjang gelombang zero-crossing pada spektrum derivatif pertama. Panjang gelombang tersebut tidak mempunyai serapan atau dA/d? = 0 (Connors, 1982). Spektra derivatif biasanya digambarkan oleh diferensiasi digital atau dengan modulasi panjang gelombang dari radiasi yang mengenai sel sampel. Interval modulasi panjang gelombang menjadi sangat berkurang dibanding dengan lebar pita dari pita absorbsi apapun dalam spektrum. Penggunaan spektroskopi derivatif adalah untuk menurunkan rasio pengganggu (noise). Metode yang mungkin untuk evaluasi kuantitatif dari spektrum derivatif adalah metode zero crossing, metode tangent, dan metode peak to peak (Laqua, 1988). Spektrofotometri UV-Vis derivatif kedua dapat menampilkan dan memberikan keuntungan dalam pengukuran untuk sediaan formulasi tablet yang terdiri dari zat aktif dan zat tambahan. Pada sediaan farmasi yang terdiri dari zat campuran yaitu zat aktif dan zat tambahan menghasilkan larutan yang keruh sehingga spektrofotometri derivatif metode tangen dapat digunakan untuk larutan yang keruh seperti sediaan tablet anti influenza (Altinoz, 2000). Metode tangen dapat digunakan dengan mudah dalam aplikasi karena lebih mudah, lebih sederhana, dan lebih cepat menganalisis suatu penelitian yang bersifat ilmiah (Ishak, 2000). Spektra derivatif dapat dilakukan dengan menggunakan metode matematika. Keuntungan dari metoda matematika adalah spektra derivatif dapat lebih mudah dihitung dan dihitung kembali dengan parameter yang berbeda yaitu dengan teknik smoothing yang dapat digunakan untuk menghilangkan rasio serapan pengganggu (signal-to-noise ratio ) (Owen, 1995). Menurut Is Fatimah (2003) Metode spektrofotometri merupakan salah satu metode yang cukup sensitif untuk mendeteksi analitfenol dalam konsentrasi yang rendah. Akan tetapi, metode spektrofotometri ini memiliki kelemahan pada pendeteksianan alit jika analit berada pada sampel air yang mengandung banyak ion pengganggu. Interferensi ion dan senyawa pengganggu dalam sampel dapat menyebabkan kesalahan deteksi,s ehingga Zerapan radiasi dapat berasal dari pengganggu.Hal ini tentu akan menyebabkan kesalahananalisis, terutama untuk analisis kuantitatif. Terlebih lagi dalam analisis fenol, sampel terlarut dalam akuades biasanya akan memberikan respon yang kurang bagus karena adanya pengaruh matriks larutan.
5
Untuk meminimalkan kesalahan analisis dalam spektrofotometri, telah dilakukan beberapa pengembangan metode, antara lain dengan penggunaan spektrofotometri derivatif. Spektrofotometri derivatif didasarkan pada penurunan fungsi spectra yang diperoleh dari satu analit dengan tujuan meminimalkan gangguan penyerap spektra. Derivatisasi (penurunan) spektrum ini dapat digunakan untuk meminimalisasi efek matrik dalam analit. Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak (Harianto & yenti, 2006) Spektrofotometer sangat berhubungan dengan pengukuran jauhnya pengabsorbansian energi cahaya oleh suatu sistem kimia sebagai fungsi panjang gelombang dengan absorban maksimum dari suatu unsur atau senyawa. Konsentrasi unsur atau senyawa dapat dihitung dengan menggunakan kurva standar yang diukur pada panjang gelombang absorban tersebut, yaitu panjang gelombang yang diperoleh dari hasil nilai absorbansi yang tertinggi. Spektrum absorban selain bergantung pada sifat dasar kimia, juga bergantung pada faktor-faktor lain. Perubahan pelarut sering menghasilkan pergesaran dari pta absorbansi. Larutan pembanding dalam spektrofotometri pada umumnya adalah pelarut murni atau suatu larutan blanko yang mengandung sedikit zat yang akan ditetapkan atau tidak sama sekali.
II. TUJUAN Untuk menentukan kadar campuran sulfametoksazol dan trimethoprim dalam sediaan suspensi Cotrimoxazol dengan metode derivative.
III. SIFAT BAHAN Sulfametoksazol
- Rumus Struktur : C 10 H 11 N 3 O 3
- Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih, praktis tidak berbau. 6
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam kloroform; mudah larut dalam aseton dan dalam natrium hidroksida encer; agak sukar larut dalam etanol. Air = 1 : 3400 Alkohol = 1 : 50 Kloroform = 1 : 1000 Eter = 1 : 1000
Trimetoprim - Rumus Struktur : - Pemerian : Hablur atau serbuk hablur; putih sampai krem; tidak berbau. - Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; larut dalam benzilalkohol; agak sukar larut dalam kloroform dan dalam methanol, sangat sukar larut dalam etanol dan dalam aseton; praktis tidak larut dalam eter dan dalam karbon tetraklorida Air = 1 : 2500 Etanol = 1 : 300 Kloroform = 1 : 55 Methanol = 1 : 80
IV. ALAT DAN BAHAN Alat: 1. Botol timbang 2. Labu takar 3. Beaker glass 4. Erlenmeyer 5. Gelas ukur 6. Batang pengaduk 7. Pipet volume 8. Filler 9. Sendok tanduk 10. Spektrofotometer 7
Bahan: 1. Sampel yang mengandung Sulfametoksazol dan Trimetoprim 2. Etanol
V. CARA KERJA SULFAMETOKSAZOL Pembuatan larutan baku induk Sulfametoksazol 1. Menimbang 50 mg sulfametoksazol dengan botol timbang menggunakan timbangan analitis 2. Melarutkan sulfametoksazol dalam botol timbang dengan etanol secukupnya 3. Memasukkan larutan sulfametoksazol ke dalam labu takar 25,0 ml 4. Menambahkan etanol hingga tanda (25,0 ml) 5. Menghomogenkan larutan 6. Mengamati dengan spektrofotometer
Sulfametoksazol (AOAC, p.261) Lambda Maximum A 1% 1cm Solvent 255 661 0,25 N NaOH 270 836 95% EtOH
Rancangan kerja dan perhitungan = 836 max = 270 Rentang absorbansi = 0,6 2,0 Batas bawah = Batas atas =
Jadi, range konsentrasi baku yang diinginkan jika absorbansi antara 0,4-2,0 adalah 4,78 - 25 ppm.
8
Konsentrasi Larutan Baku Sulfametoksazol
C 1 (konsentrasi = 5 ppm, volume = 10 ml) C 1
=
C 2 (konsentrasi = 10 ppm, volume = 10 ml) C 2 =
C 3 (konsentrasi = 15 ppm, volume = 10 ml) C 3 =
C 4 (konsentrasi = 20 ppm, volume = 10 ml) C 4 =
C 5 (konsentrasi = 25 ppm, volume = 10 ml) C 5 =
Cara pembuatan larutan baku Sulfametoksazol 1. Memipet masing-masing 0,025; 0,05; 0,075; 0,10; 0,15 larutan baku induk ke dalam 5 labu takar 10,0 ml 2. Menambahkan masing-masing labu takar dengan etanol hingga 10,0 ml 3. Menghomogenkan larutan 4. Mengamati di spektrofotometer
TRIMETOPRIM Pembuatan larutan baku induk Trimetoprim 1. Menimbang 25 mg trimetoprim dengan botol timbang menggunakan timbangan analitis 2. Melarutkan trimetoprim dalam botol timbang dengan etanol secukupnya 3. Memasukkan larutan trimetoprim ke dalam labu takar 25,0 ml 4. Menambahkan etanol hingga tanda (25,0 ml) 5. Menghomogenkan larutan 9
6. Mengamati dengan spektrofotometer Trimethoprim (British National Pharmacope Online 2012) Lambda Maximum A 1% 1cm Solvent 288 250 Metanol
Rancangan kerja dan perhitungan = 250 max = 288 Rentang absorbansi = 0,1 1,5 Batas bawah =
Batas atas =
Jadi, range konsentrasi baku yang diinginkan jika absorbansi antara 0,1-1,5 adalah 4 - 60 ppm.
Konsentrasi Larutan Baku Trimetoprim
C 1 (konsentrasi = 4 ppm, volume = 10 ml) C 1
=
C 2 (konsentrasi = 7 ppm, volume = 10 ml) C 2 =
C 3 (konsentrasi = 10 ppm, volume = 10 ml) C 3 =
C 4 (konsentrasi = 13 ppm, volume = 10 ml) C 4 =
10
C 5 (konsentrasi = 15 ppm, volume = 10 ml) C 5 =
Cara pembuatan larutan baku Trimetoprim 1. Memipet masing-masing 0,04; 0,07; 0,10; 0,13; 0,15 larutan baku induk ke dalam 5 labu takar 10,0 ml 2. Menambahkan masing-masing labu takar dengan etanol hingga 10,0 ml 3. Menghomogenkan larutan 4. Mengamati di spektrofotometer
PREPARASI SAMPEL 1. Menghitung berat jenis suspensi. 2. Menimbang suspensi sebanyak 1500 mg dengan menggunakan beaker glass. 3. Melarutkan dengan etanol secukupnya. 4. Memasukkan larutan sampel ke labu takar 25 mL. 5. Menambahkan etanol sampai 25 mL. 6. Menyaring larutan tersebut sampai jernih. 7. Memipet larutan 0,1 ml dan memasukkan ke labu takar 10 mL 8. Menambahkan etanol sebanyak 10 mL. 9. Mengukur absorbansinya di spektrofotometer
VI. PERHITUNGAN Perhitungan Berat Jenis Zat Berat pikno kosong = 12,3284 gram Berat pikno + zat = 23,4049 gram Berat zat = 23,4049 gram 12,3284 gram = 11,0765 gram dalam 10 mL 1,10765 gram per mL
Penimbangan Baku Murni Sulfametoksazol 51 mg 51 mg / 25 mL 2040 ppm Trimetoprim 25,3 mg 25,3 mg / 25 mL 1012 ppm 11
Penentuan Panjang Gelombang Terpilih
Panjang Gelombang () Abs. Sulfametoksazol Abs. Trimetoprim 235 nm 0 0,011 288 nm 0,039 0 Jadi sulfametoksazol diamati pada panjang gelombang 288 nm dan Trimetoprim pada panjang gelombang 235 nm
Perhitungan Sampel Teoritis SULFAMETOKSAZOL ( = 288 nm)
50,2 mg 50,2 mg / 25 mL 2008 ppm C Konsentrasi Absorbansi 1
0,012 2
0,012 3
0,024 4
0,028 5
0,039
12
Data kedua dihapus, jadi persamaannya berubah menjadi :
d* = 8,955 6,9935 = 1,9615 4d < d* Data yang dicurigai dibuang. Jadi kadar yang diperoleh = 6,9935 % Sehingga kadar sulfametoksazol dalam sampel adalah 6,9935 % b/v 6,9935 gram 100 mL x gram 5 mL
Kadar sulfametoksazol dalam sampel = 349,6 mg / 5 mL Data Rata-rata tanpa * (y) Selisih data dengan y d 4d 8,955* 6,9935 0,0715 0,286 7,065 0,0715 6,922 0,0715 14
TRIMETHOPRIM ( = 235 nm)
25,3 mg 25,3 mg / 25 mL 1012 ppm C Konsentrasi Absorbansi 1
0,003 2
0,007 3
0,011 4
0,013 5
0,011
15
Data kelima dihapus, jadi persamaannya berubah menjadi :
d* = 1,8129 1,667 = 0,1459 4d < d* Data yang dicurigai dibuang. Jadi kadar yang diperoleh = 1,8129 % Sehingga kadar trimethoprim dalam sampel adalah 1,8129 % b/v 1,829 gram 100 mL x gram 5 mL Kadar Trimethoprim dalam sampel = 90,645 mg / 5 mL
VII. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini kami melakukan penetapan kadar Sulfametoksazol dan Trimethoprim dalam sampel suspensi Cotrimoksazol dengan menggunakan metode Spektrofotometri Kurva Turunan Pertama (Derivatif), dimana pada metode ini kadar sulfametoksazol dan trimethoprim dapat ditentukan dengan membaca larutan sampel pada panjang gelombang zero crossing. Kadar larutan campuran dua zat dapat ditentukan dengan metode spektrofotometri tanpa harus dipisahkan lebih dahulu. Digunakan metode spektrofotometri derivatif karena serapan maksimum dari sulfametoksazol dan trimethoprim berapa pada panjang gelombang yang berdekatan. Spektrum yang tumpang tindih menyebabkan kesulitan dalam penetapan kadar trimetoprim karena terganggu oleh serapan sulfametoksazol. Metode spektrofotometri derivatif ini digunakan untuk meningkatkan pemecahan puncak yang saling tumpang tindih tersebut sehingga trimethoprim dapat ditetapkan kadarnya tanpa terganggu oleh serapan sulfametoksazol. Data Rata-rata tanpa * (y) Selisih data dengan y d 4d 1,667* 1,8129 0,0002 0,0016 1,8127 0,0002 1,8131 0,0002 17
Praktikum ini diawali dengan membuat larutan baku sulfametoksazol 2000 ppm dan larutan baku trimethoprim 1000 ppm masing masing sebanyak 25 ml dalam etanol. Dilakukan proses pengenceran sulfametoksazol dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm dengan pelarut etanol sebanyak 10 mL. Kemudian masing masing larutan standart tersebut dibaca absorbansinya pada rentang panjang gelombang 200 300 nm karena panjang gelombang maksimum sulfametoksazol dan trimethoprim terletak pada panjang gelombang tersebut. Berdasarkan pustaka, absorbansi maksimum sulfametoksazol terletak pada panjang gelombang 270 nm dalam pelarut etanol 95% sedangkan absorbansi maksimum trimethoprim terletak pada panjang gelombang 288 dalam pelarut metanol. Dari spektra larutan baku sulfametoksazol dan trimethoprim diturunkan spektrum derivatif dari kurva normal sulfametoksazol dan trimethoprim. Ditentukan derivat pertama untuk absorbansi sulfametoksazol dan trimethoprim. Kemudian didapat derivat yang bernilai nol dari masing masing baku. Pada sulfametoksazol di dapat derivat nol pada panjang gelombang 235 nm dan pada trimethoprim di dapat derivat nol pada panjang gelombang 288 nm. Dalam menentukan zero crossing trimthoprim , berdasarkan nilai derivat yang maksimum pada panjang gelombang maksimum sulfametoksazol. Pada praktikum ini didapatkan absorbansi maksimum sulfametoksazol yaitu 0,039 terletak pada panjang gelombang 288 nm dan absorbansi maksimum trimethoprim yaitu 0,011 terletak pada panjang gelombang 235 nm. Diukur absorbansi dari kelima larutan baku sulfametoksazol tersebut pada panjang gelombang yang menghasilkan panjang gelombang zero crossing yaitu pada panjang gelombang 288 nm dan trimethoprim pada panjang gelombang 235 nm. Selanjutnya menentukan konsentrasi larutan sampel, mula mula menghitung berat jenis sampel dengan menggunakan piknometer. Berat jenis sampel sebesar 1,1076. Kemudian menimbang sampel sebanyak 1500 mg dengan menggunakan beaker glass ditimbangan analitik. Sampel tersebut ditambahkan etanol secukupnya kemudian dipindahkan ke labu takar 25 ml, bilas beaker glass sebanyak 2 kali. Hal ini supaya sampel yang menempel dinding beaker bisa ikut tercampur di labu takar. Menambahkan etanol pada labu takar sampai volume 25 mL. Penggunaan pelarut etanol ini dimaksudkan dapat melarutkan sulfametoksazol dan trimetroprim di dalam sampel, karena kelarutan sulfametoksazol dalam etanol sebesar 1 : 50 sedangkan kelarutan trimethoprim dalam etanol sebanyak 1 : 300. Dengan etanol ini diharapkan zat tambahan pada suspensi sampel tersebut tidak larut sehingga tidak mempengaruhi absorbansi. Setelah ditambah etanol, larutan sampel disaring supaya zat yang tidak 18
larut tidak mempengaruhi absorbansi pengamatan. Dipipet sebanyak 0,1 mL dan ditambahkan etanol sebanyak 10 mL pada labu takar. Kadar yang tertera pada etiket kadar sulfametoksazol dalam 5 ml sampel sebanyak 200 mg dan kadar trimethoprim dalam 5 ml sampel sebanyak 40 mg namun dari hasil praktikum kadar yang didapat lebih besar dari kadar sesunggguhnya. Kadar sulfametoksazol yang didapat sebesar 349,6 mg dalam 5 ml sampel dan kadar trimethoprim sebanyak 90,645 mg dalam 5 ml sampel. Hal ini disebabkan oleh adanya zat tambahan yang ikut terlarut dalam pelarut yang digunakan sehingga mempengaruhi absorbansi yang didapatkan.
VIII. KESIMPULAN 1. Penetapan kadar Sulfametoksazol dan Trimethoprim dalam dilakukan menggunakan spektrofotometer dengan metode kurva turunan pertama (derivatif). 2. Kadar sulfametoksazol dan trimetroprim berdasarkan analisis praktikan sebanyak 349,6 mg dan 90,645 mg dalam 5 ml sampel. 19
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC]. Association Official of Analytical Chemistry. 1993. AOAC Peer-Verified Methods Program. Maryland: AOAC International. Anonymous. 2009. Peralatan Analisis Spektrofotometer. http:// Spektrofotometri- Spektrofotometer-UV-Vis.htm Di Akses Tanggal 16 September 2014. Anonymous. 2010. Spektrofotometri UV-Vis. /Cara Prosedur Umum Penggunaan Spektrofotometer UV dan Sinar Tampak.htm Diakses pada 16 September 2014 Brereton RG. 2003. Data Analysis for the Laboratory and Chemical Plant. Chichester: J Wiley & Sons. Owen T. 1996. Fundamental of UV-visible Spectroscopy. Waldbronn: Hewlett-Packard. O Haver TC. 1979. Potential clinical applications of derivative and wavelength modulation spectrometry. Clin Chem 25:1548-1553. Popovic GV, Pfendt LB, Stefanovic VM. 2000. Analytical application of derivative spectrophotometry. J Serb Chem Soc 65:457-472. Skujins S. 1986. Applications of UV-Visible Derivative Spectrophotometry. Ed ke-1. Steinhauserstrasse: Varian AG.