Bukan itu saja. Annelies yang telah dinikahi Minke secara syah, harus memenuhi
panggilan pengadilan untuk 'kembali' ke tanah leluhurnya, Belanda. Sebuah tindakan yang
jauh dari rasa keadilan.Itulah yang disebabkan oleh para penjajah; perampasan kekayaan,
pertentangan kelas dan penindasan.
Etika dan estetika yang terkandung dalam novel sastra, dapat diperoleh dari bahasa-
bahasa yang tersirat dari sana dapat diperoleh keindahan. Untuk mengetahui etika serta
estetika dalam suatu novel akan lebih mudah jika diruntut melalui unsur intrinsik maupun
ekstrinsik di dalam novel, disini akan dijelaskan seperti berikut :
Annelies : putri dari orang belanda (Herman Mellema) dan pribumi (Nyai Ontosoroh),
pendiam, manja, labil.
Nyai Ontosoroh (Sanikem) : istri simpanan dari Herman Mellema, mandiri, tegas, bijaksana,
pandai, dan tegar.
Herman Mellema : kaku dan kasar {“siapa kasih kowe ijin datang
kemari, monyet!”. Dengusnya dalam melayu-pasar, kaku dan kasar, juga isinya.”}
(hal 64)
Ah Tjong : licik
Mevrow Telinga : seorang yang penyayang (hal 268) {“memvrom telinga telah beberapa kali
mengomopres kepala ku dengan cuka-bawang merah”}
2. Latar
a. Latar tempat: Wonokromo dekat Surabaya di Jawa Timur (hal 24, dan setiappenduduk
3. Sudut Pandang
Dalam novel Bumi Manusia pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama pelaku
utama, seperti pada kutipan novel di bawah ini.
“Aku tunggu-tunggu meledaknya kemarahan Nyai karena puji-pujian”.
4. dan Pengaluran
Alur cerita ini menggunakan alur keras, yaitu akhir cerita tidak dapat ditebak. Pada awal dan
tengah cerita, mungkin pembaca akan berpikir cerita akan berakhir bahagia dengan
pernikahan Minke dan Annelies, tetapi cerita ini diakhiri dengan perpisahan Annelies dan
Minke. Annelies harus pergi ke negaranya, Belanda, sedangkan Minke tetap di Hindia sebagai
seorang Pribumi.
Secara keseluruhan novel ini menggunakan alur maju, tetapi ditengah cerita terdapat kilas
balik.
5.Unsur Ekstrinsik
Nilai Etika yang Terkandung dalam Novel “Bumi Manusia Dalam novel “Bumi Manusia” terlihat
- Contoh etika dalam novel ini adalah di saat Minke sungkem kepada ayahnya.
“... kata mulutku, dan seperti mesin tanganku mengangkat sembah yang kesekian kali....”
Tidak banyak etiket yang terkandung dalam novel ini, karena kebanyakan budaya yang muncul
merupakan penggambaran dari beberapa budaya yang ditonjolkan.
6.Amanat
Novel yang dilatarbelakangi pergerakan Indonesia di awal abad 20 ini, menceritakan
pergerakan, perjuangan, dan semangat pemuda Indonesia di masa itu. Pengarang
menyerukan agar pemuda-pemudi sekarang ini tetap mempunyai semangat itu meskipun
sekarang sudah tidak ada penjajahan kolonial. “Seorang terpelajar harus juga berlaku adil
sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan”.
KESIMPULAN
Tokoh utama dalam novel ini adalah Minke,seorang pribumi asli, namun karena keturunan
ningrat Jawa diperbolehkan bersekolah di HBS Surabaya. Hanya dia pribumi totok yang
bersekolah disana. Selebihnya adalah warga negara kelas 1, orang Eropa, kelas 2 : Indo dan
Tionghoa. Karena ajakan Robert Surhorf (teman
Minke di HBS), dia berkesempatan berjunjung ke sebuah rumah Tuan Belanda, Herman
Mellema. Sebuah kunjungan yang merubah hidup Minke selamanya.
Tidak disangka, Annelies Mellema, putri sang tuan rumah jatuh cinta pada
Minke. Cinta sang putri mendapat dukungan dari sang bunda, Nyai Ontosoroh. Minke
memasuki kehidupan keluarga itu, bahkan dipersilahkan untuk tinggal serumah dengan
mereka. Sejak itulah, banyak pertentangan dan rintangan yang menghampiri hidupnya.
UNSUR-UNSUR EKSTRINSIK
1.Biografi
Pramoedya Ananta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah,
Indonesia. Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara.
Penjara tak membuatnya berhenti sejangkalpun menulis. Baginya,
menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Dan konsekuen terhadap
semua akibat yang ia peroleh. Berkali-kali karyanya dilarang dan
dibakar.
Dari tangannya yang dingin telah lahir lebih dari 50 karya dan
diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Karena kiprahnya
di gelanggang sastra dan kebudayaan, Pramoedya Ananta Toer
dianugerahi pelbagai penghargaan Internasional.
1.Nilai-Nilai
a.Nilai Sosial
“ Memang patut aku minta maaf sebesar-besarnya tak dapat
berbuat sesuatu untuk meringankan penderitaan Nyai. Tak ada
padaku teman-teman dekat orang besar, karena memang tidak
pernah punya keanggotaan sesuatu kamarbola” “ Tapi Tuan merasa
perlakuan terhadap kami ini tak adil, bukan ?” tanya Mama.
kemampuan…”
b.Nilai budaya
kuketuk pelan. Aku tak tahu kamar siapa, membukanya dan
masuk. Bunda sedang duduk bersisir di depan cermin. Sebuah lampu
minyak berkaki tinggi berdiri di atas sebuah kenap di sampingnya.
“Bunda, ampuni sahaya,” kataku mengembik, bersujud dihadapannya
dan mencium lututnya. Tak tahulah aku mengapa tiba-tiba hati
diserang rindu begini pada Bunda
C.Nilai Moral
d.Nilai Estetika
“Yang berasa amat kuat adalah pelukisan karakter tokoh-
tokohnya. Jarang novel Indonesia menyuguhkan watak yang begitu
tajam, terpahami dan begitu beragam. Masing-masing tokoh yang
dikisahkan benar-benar hidup dengan pikiran pribadi dan latar
belakang kehidupan yang utuh, nasib yang menimpa tokoh adalah
akibat logis dari perwatakan mereka sendiri. (Adhi Asmara, 1980; 40)