Bumi Manusia
Pramoedya Ananta Toer
Disusun oleh:
1. Dayu Abidilah / 8
2. Diera Amelinda / 10
3. Fikri Ramadani Prayoga / 13
4. Flavia Salsabila / 14
5. Ibnu Hartowo / 18
6. Miftahul Jannah / 19
Kelas: XII IIS 2
1
1. RINGKASAN CERITA
Cetakan ke : 17
Ukuran : 19,5 cm x 13 cm
2
1.1 Penokohan
1. Minke
Cerdas
Baik
Penyayang
3
2. Annelies
Ramah
Manja
Mandiri
Baik
Mandiri
Pandai
4
[“Nyai Ontosoroh yang pandai menawan dan menggenggam
7)]
Kasar
Tegar
paragraf 2)
2. Robert Mellema
3. Ayah Minke
5
4. Ibu Minke
5. Jean Marais
6. May Marais
7. Darsam
8. Ah Tjong
9. Maiko
Minke adalah seorang Pribumi yang bersekolah di H.B.S Surabaya. Sekolah orang –
orang Eropa dan begitu terkenal di seluruh penjuru tanah air, yang mengajarkan pendidikan
Belanda. Semua guru – gurunya berasal dari tanah Eropa. Minke, Pribumi berdarah Jawa mulai
merasa ada yang berbeda pada dirinya semenjak masuk sekolah H.B.S, sepertinya sedikit demi
sedikit budaya eropa telah masuk pada dirinya. Pribadinya sedikit melenceng menyalahi
Suatu ketika Robert Surhorf masuk kedalam kamar pemondokan Minke tanpa permisi,
tanpa ketok pintu. Robert mendapati Minke sedang mengungkungkan gambar seorang yang di
6
idamkannya, Ratu Wilhelnima. Melihat Minke seperti itu, Robert menertawai Minke, mengejek,
juga mencaci maki. Dia selalu tak senang melihat Minke bahagia. Baginya Pribumi adalah
golongan dibawahnya. Tak terima dengan hinaan Robert, Minke kemudian melawan. Tapi
Robert tak kehilangan akal, dia mengajak Minke pergi kerumah seorang gadis yang mirip dengan
Ratu di fotonya, bahkan lebih cantik darinya. Awalnya Minke tak ingin tapi Robert terus
mendesaknya dan mengatainya. Minke merasa tertantang, dan akhirnya menerima ajakan Robert
Surhoof.
perdagangan, peternakan milik Nyai Ontosoroh (Nyai adalah sebutan bagi gundik-gundik
kompeni). Perkebunan yang begitu luas dengan rumah yang bagai istana, selain perkebunan Nyai
memelihara ternak karena pelataran nya sangatlah luas. Pertemuan kali pertama Minke dengan
Minke begitu terpesona dengan mereka, terutama pada Nyai Ontosoroh, seorang Pribumi
yang tanpa mengenyam bangku pendidikan tapi pengetahuannya begitu luas, mengenai
hal dia tahu. Nyai Ontosoroh yang hanya belajar otodidak dari suaminya Tuan Mellema.
terutama bagi Nyai dan Annelies. Minke yang telah jatuh cinta pada Annelies, dan begitu pula
Annelies, minke yang jatuh cinta pada keluarga itu, anggapan mengenai keluarga Mellema
selama ini yang salah, berbeda dari pemikirannya dan juga yang dipergunjingkan oleh para
manusia.
Minke kemudian pergi kerumah kerabatnya, Jean Marrris, menceritakan apa yang terjadi
padanya sehingga dia berubah menjadi linglung. Jean Marris berpendapat bahwa Minke sedang
7
dalam kesulitan, dia sedang jatuh cinta. Minke berusaha menyangkal pendapat Jean Marrris. Jean
Marris menganjurkan Minke untuk datang kembalai ke rumah Annelies untuk dapat mengetahui
Dari rumah Jean Marris, Minke pulang ke pemondokan. Darsam telah menunngunya
dengan membawa surat dari Nyai Ontosoroh. Minke lalu membaca surat itu, berisi permohonan
agar Minke datang ke Wonokromo, semenjak kepergiannya Annelies sering melamun, tak
makan, pekerjaannya banyak yang terbengkalai, dan salah. Darsam masih menungguinya,
menanti jawaban Minke. Saat itu juga Minke pergi ke Wonokromo bersama Darsam.
Surat Nyai memang tidak berlebihan, Annelies kelihatan susut. Kedatangan Minke
membuat raut wajah Annelies berubah menjadi bahagia. Mulai hari itu juga Minke berpindah
dari Pemondokan tinggal di rumah Nyai, Wonokromo. Kamar untuknya telah dipersiapkan, dan
Annelies yang menata pakaian Minke. Kedatangan Minke yang sangat berarti bagi Annelies.
Annelies sering bercerita pada Minke mengenai keluarganya, dan kehidupannya. Minke menjadi
curhatan Annelies. Dari cerita Annelies mengenai mamanya yang dahulunya seorang Pribumi
yang kemudian dijual oleh ayahnya kepada Tuan Mellema. Mamanya yang kini bernama Nyai
Ontosoroh menjadi gundik Tuan Mellema, papanya sendiri. Dan semua yang mengurus
perusahaan mama dan Arnelies. Arnellies keluar dari sekolah sejak kelas 7. Sejak saat itu pula
mamanya sangat benci kepada papanya. Dia tidak memaafkan apa yang telah diperbuatnya.
Mamanya tak ingin Robert dan Annelies seperti papanya, Tuan Mellema. Dari cerita Annelies
Cerita yang didengar Minke dari Annelies ini dijadikan bahan tulisannya, dengan sedikit
gubahan yang bercampur dengan khayalannya. Minke mengirimkannya pada sebuah majalah,
dan telah dimuat. Nyai datang pada Minke dan Annelies ketika mereka sedang mengobrol.
8
Dengan selembar Koran S.N.v/d D di tangannya. Nyai menunjukkan sebuah cerpen yang
berjudul Buitengewoon Gewoone Nyai die Ik ken. Nyai seperti mengenali tulisan tersebut, nama
pena Max Tollenar. Seketika itu pula wajah Minke berubah pucat. Ia segera mengaku pada Nyai
bahwa tulisan tersebut adalah tulisannya. Mama sudah menduganya, dan bangga pada Minke.
Dari situ mama bercerita mengenai dunia cerita yang ia ketahui pada Minke. Minke
mendengarnya dengan seksama. Dia sering dikejutkan dengan pengetahuan – pengetahuan mama
mengenai dunia cerita dan kepenulisan. Nyai merupakan guru tidak resmi dengan ajarannya yang
cukup resmi.
Pukulan yang keras pada pintu kamar Minke, memaksanya harus bangun dan
membukakan pintu. Minke mendapati mama berdiri di hadapannya, memberitahu Minke bahwa
ada yang menunngunya. Minke menemui orang berada sitje, mereka memberikan surat perintah
untuk membawa Minke. Panggilan dari kantor polisi B. Minke tak mengerti mengapa dia
ditangkap, dia merasa tak pernah melakukan kesalahan, dia berusaha mengingat. Tak sesuatupun
dilakukannya. Minke dan mama memaksa pengantar surat untuk memberitahu duduk perkara,
tapi si pengantar tidak buka mulut, diam. Setelah mandi dan makan pagi, Minke bersama agen
polisi berangkat. Dokar membawa Minke kekantor polisi Surabaya, disana Minke ditinggalkan
oleh agen polisi, entah kemana. Setelah menunggu lama agen polisi itu datang, mengajak Minke
kembali naik dokar menuju ke stasiun. Setelah membeli tiket, mereka naik kereta. Entah akan
dibawa kemana Minke, dia sendiri bingung, hatinya sebal dengan perlakuan yang didapatnya.
Sampai di kota B, mereka turun kembali, meninggalkan stasiun dengan dokar. Minke kenal
dengan suasana di perjalanan tersebut, tidak menuju ke Kantor Polisi B, menuju tempat lain,
memasuki Kantor Kabupaten, terletak didepan sebelah samping gedung bupati. Lalu agen itu
9
menyuruh Minke mencopot sepatu melepas kauskaki. Menyuruh Minke merangkak menapaki
Didepan kursi Minke memberi hormat pada Kanjeng Bupati. Kanjeng Bupati yang tak
lain adalah ayahandanya sendiri. Minke kaget mengetahui bahwa yang dihadapannya adalah
ayahnya sendiri. Ayahnya marah besar atas kelakuan yang diperbuat Minke, tidak pernah
membalas surat darinya, dari Ibu, dan kakaknya. Juga karena kepindahan Minke dari
Pemondokan ke Wonokromo. Ayahandanya marah besar, Minke diberi hukuman pukulan berkali
– kali. Pemaksaan kepulangan Minke dikarenakan akan adanya pesta pengangkatan ayahandanya
sebagai bupati, dan Minke diberi mandat untuk menjadi penerjemah dalam bahasa Belanda.
Setelah menghadap ayahandanya, Minke kemudian menemui Ibunya. Bundanya yang amat
sayang padanya tak marah dan tak menyalahkan. Hanya memberi wejangan agar perbuatannya
jangan di ulangi lagi. Selain itu Ibunya juga mengingatkan agar tidak lupa dengan dirinya,
Pribumi darah Jawa, jangan sampai terlalu terlena dengan budaya Eropa.
Gamelan, para penari, umbul – umbul telah dipasang. Minke didandani ala satria Jawa,
mengenakan baju khas Jawa, ia kelihatan gagah, dan tampan. Malam kebesaran dalam hidup
ayahanda Minke tiba juga. Acarapun dimulai dengan sambutan dari Tuan Assisten Residen B
yang berbicara dengan bahasa belanda. Tuan Asisten Residen B menunjuk Minke sebagai
penterjemah dalam bahasa Jawa. Sejenak Minke gugup, tapi secepat kilat ia bisa mendapatkan
kepribadiannya kembali. Setelah Tuan Asisten Residen B selesai memberi sambutan, giliran
menggunakan bahasa Jawa karena tidak tahu menahu dengan Bahasa Belanda. Dan Minkelah
yang menterjemahkannya kedalam bahasa Belanda. Setelah Ayahanda Minke selesai berpidato,
10
para pembesar banyak yang memberi selamat kepada keluarga mereka. Dan juga banyak dari
Minke mendapat undangan dari Tuan Asissten Residen B, undangan ini telah menjadi
berita penting di kota B. Semenjak pesta pengangkatan ayahanda, Minke banyak mendapat
undangan dari para pejabat. Tapi hanya undangan Tuan Asisten Residen B yang Minke datangi.
Tuan Asisten Residen B sudah menunggu di kebun. Tuan Asissten Residen B mengenalkan dua
putrinya Sarah dan Miriam. Mereka lulusan H.B.S dan lebih tua dari Minke. Tuan Residen B
membiarkan Minke berbincang - bincang dengan putrinya. Mereka berbicara mengenai sekolah
H.B.S, bercerita mengenai pelajaran, bertukar pikiran, berbicara mengenai Jawa, mengenai
Belanda. Mereka begitu berbeda pandangan. Tapi dari perbedaan ini mereka semakin akrab, dan
Selesai dengan urusan di kota B, Minke meminta izin pada ayah dan bundanya untuk
kembali ke Surabaya. Hari itu juga Minke kembali ke Surabaya dengan kereta. Di kereta ada
seseorang yang aneh selalu mengintai Minke, si Gendut agak sipit. Sampai di peron Surabaya
Minke menghampiri Annelies. Si Gendut sipit terus mengintai Minke sembari melirik Annelies.
Minke terus mengawasinya karena curiga. Minke dan Annelies menuju Darsam menaiki dokar
melainkan ke suatu tempat lain. Darsam mampir disebuah warung kecil. Sampai di warung itu
Darsam turun, mengajak Minke turun juga. Dan Annelies menunggu di andong. Di warung
Darsam memberitahu Minke bahwa ada seorang yang jahat sedang mengintai Minke. Dugaan
Darsam adalah Robert, dia iri pada Minke karena Nyai dan Annelies lebih menyayanginya.
Selesai pembicaraan Darsam dan Minke melanjutkan perjalanan. Minke memutuskan untuk
kembali ke Kranggan. Sampai di Kranggan Annelies yang tidak tahu apa - apa protes pada
11
Minke. Minke beralasan ingin tinggal di Kranggan untuk konsentrasi pada ujiannya. Annelies
begitu kecewa dengan keputusan mendadak Minke. Tapi Minke memutuskan ini demi kebaikan
semuanya.
Minke bangun pada jam sembilan pagi dengan kepala pusing. Ada sesuatu yang
mendenyut – denyut diatas matanya. Beberapa kali Meevrouw Telinga mengompresnya dengan
cuka bawang merah. Minke memaksakan tubuhnya untuk bangun dari ranjang, menuju
kebalakang dan mandi dengan air hangat yang telah dipersiapkan oleh Mevroouw Telinga yang
begitu bawel terhadapnya. Perempuan Eropa yang begitu sayang padanya. Setelah selesai mandi,
berpakaian dan bersisir rapi, Minke pergi kerumah Jean Marrais. Jean masih tetap dengan
kesibukannya, melukis. Dan May yang mengetahui kehadiran Minke, langsung mendatanginya,
Minke mendapat surat dari Miriam de la Croix, sedikit mengobati peningnya. Surat dari
Miriam membuat Minke menangis. Surat indah dari Miriam yang sangat berharap Minke untuk
terus maju, berpengharapan atas diri Minke. Miriam yang menghendaki agar Minke berharga
bagi bangsanya sendiri. Minke begitu beruntung mendapatkan sahabat seperti Miriam dan Sarah
yang memperhatikan dan terus memotivasinya. Setelah membaca surat dari Miriam, Minke
melipatnya kembali. Sudah terlihat Darsam, menjemput Minke untuk kembali ke Wonokromo.
Mengabarkan Annelies yang sedang sakit keras. Tanpa fikir panjang Minke menuruti ajakan
Annelies yang terbaring sakit, tak berdaya. Nyai memasrahkan Annelies pada Minke. Minke
berusaha membangunkan Annelies yang tak berdaya. Sedikit demi sedikit mata Annelies
terbuka. Minke yang ditunggu - tunggunya telah berada disampingnya. Minke bak seperti obat
12
bagi Annelies. Obat yang begitu pas hingga sakitnya hilang. Begitupula dengan Minke, mereka
kembali sehat.
Minke kembali bersekolah, sudah lama dia tidak masuk, dan Tuan Direktur Sekolah
memaafkannya. Dia mengejar ketertinggalannya dan sama sekali tak ada kesulitan baginya. Kini
Minke berangkat kesekolah dengan bendi mewah yang telah disiapkan Nyai. Semua terlihat
berubah. Teman - teman sekolahnya banyak yang berubah agak menjauhinya, juga guru - guru
bersikap seperti itu. Minke merasakan bahwa dirinya bukan yang dulu lagi. Kini dia tidak suka
bercanda. Merasa lebih berbobot. Tapi kini keliling disekolah Minke bukan lagi kecerahan
melainkan kesunyian. Satu – satunya orang yang tidak berubah hanyalah guru bahasa dan sastra
Belandanya, Juffrouw Magda Peters. Pelajarannya membahas mengenai sastra dan yang
berkaitan mengenai tulisan, yang tentunya didalamnya terdapat unsur – unsur Belanda. Setiap dia
mengajar semua murid selalu mengikutinya dengan cermat. Dalam pelajaran ini selalu diadakan
diskusi bersama dan ini sangat menarik. Tapi kali ini, Magda Peters mengajak muridnya
membahas mengenai tulisan yang berjudul Uit het schoone Leven van een mooie
Boerin karya Max Tollenaar. Ya, tulisan Minke sendiri dan itulah nama penanya. Tulisan yang
begitu bagus menurut Magda Peters, hanya sayangnya terbit di Hindia. Dalam diskusi yang
begitu mengasyikkan, tiba – tiba Surhorf memotong Magda Peters dan mengolok – olok tulisan
Max Tollenaar. Surhorf telah mengetahui bahwa tulisan itu adalah tulisan Minke. Didalam forum
Terbongkar kedok Minke sebagai pemilik tulisan tersebut. Mengetahui hal itu, tanggapan Magda
Peters justru berbeda dengan yang lainnya. Dia memberi selamat pada Minke dan begitu bangga
padanya. Satu – satunya muridnya yang telah berhasil membuat tulisan yang menarik. Magda
13
Di Wonokromo Minke sudah merasa tenang dan aman. Kini Robert tak lagi ada. Kali ini
sikap Annelies begitu manja pada Minke. Annelies tak ingin tidur bila tak ditemani Minke. Dan
malam ini Minke harus menemaninya juga mendongengkan cerita untuknya. Disela - sela Minke
mendongeng, Annelies tiba – tiba menangis. Annelies menceritakan kejadian buruk selama
hidupnya pada Minke. Annelies begitu takut bila Minke pergi meninggalkannya. Minke begitu
cemburu mengetahui hal itu. Minke bertanya pada Annelies, siapa bajingan yang telah berani
berbuat seperti itu padanya. Annelies hanya menangis dan gagap – gagap menjawab,
menyebutkan nama abangnya, Robert. Annelies menceritakan semuanya. Minke begitu benci
mendengar cerita Annelies, hatinya sakit tak terima. Dipeluknya Annelies dan Minke percaya
Esok pagi hari, Darsam kelihatan gelisah, sedikit – sedikit memunculkan diri dihadapan
Minke, Annelies, juga Nyai Ontosoroh agar setiap saat dapat dipanggil bila diperlukan. Dia
berjaga – jaga dari kemungkinan si Gendut yang telah Minke ceritakan padanya. Darsam juga
sudah mengetahui si Gendut itu sendiri. Ketika Minke, Nyai, dan Annelies sedang duduk diteras,
nampak Darsam berlari membawa parang telanjang ditangan menuju gerbang. Disana nampak
sekilas si Gendut sedang berjalan ke jurusan Surabaya. Melihat Darsam seperti itu Minke
berpekik padan Darsam, memerintah Darsam untuk tidak melakukan apa - apa. Minke berlari
mengejar Darsam. Dan Darsam terus berlari mengejar si Gendut. Ia tak peduli dengan perintah
Minke. Melihat Minke yang berlari mengejar Darsam, Annelies pun mengikuti Minke. Dia
berlari mengejar Minke. Juga Nyai yang mengikuti mengejar Annelies. Si Gendut yang tahu
sedang dikejar, lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Setelah sampai dipelataran Ah
Tjong, si Gendut menghilang. Nyai memerintahkan semuanya untuk tidak masuk pada rumah
plesiran itu, tapi semua tak mempedulikan. Darsam memasuki rumah plesiran itu, disusul dengan
14
Minke dibelakangnnya. Mereka tak menemukan si Gendut. Tapi yang mereka temukan adalah
seorang yang terbaring tak bernyawa, Tuan Mellema. Nyai dan Annelies begitu kaget melihat
keadaan Tuan Mellema. Disini tempat persembunyiannya selama ini. Selang beberapa saat
muncul wanita Jepang dengan pemuda, Robert. Mengetahui Nyai, Darsam, dan Annelies, Robert
melarikan diri. Darsam mengejar namun ia kehilangan jejak Robert. Kemudian datang beberapa
orang polisi, mereka mengusut kasus ini. Juga meminta semua yang ada disitu untuk dimintai
keterangan.
Telah diketahui bahwa kematian Tuan Mellema disebabkan karena keracunan. Kematian
Tuan Mellema menyebabkan berbagai media gencar memberitakannya. Juruwarta banyak yang
berdatangan ke rumah Nyai Ontosoroh untuk mendapatkan keterangan. Tak ada seorangpun
yang memberi jawaban. Diantara Nyai, Darsam, Annelies, Minke tak ada yang ditahan.
Kesempatan ini digunakan Minke untuk menulis laporan yang lebih benar tentang kejadian ini.
Muncul juga berita mengenai si Gendut, mengetahui hal ini polisi kemudian mengusut berita
mengenai berita si Gendut. Miriam dan Sarah de la Croix menyatakan simpati atas kejadian yang
telah menimpa Minke. Mereka yakin bahwa Minke tidak bersalah. Surat Bunda yang
mengibakan menyatakan berduka cita disamping menyatakan murka Ayahanda yang sudah tak
ingin mengakui Minke sebagai anak. Nyai Ontosoroh nampak tenang - tenang saja menghadapi
masalah ini. Sidang pengadilan tak dapat dihindari. Robert Mellema dan si Gendut tak dapat
ditemukan. Maka pengadilan menghadapkan Babah Ah Tjong sebagai terdakwa. Dua minggu
lamanya sidang berlangsung. Motif pembunuhan tetap tidak peroleh dari Ah Tjong. Keputusan
pengadilan mengecewakan orang banyak. Hukuman sepuluh tahun penjara dan kerjapaksa. Ah
Tjong menerima hukuman yang dijatuhkan dan segera masuk penjara. Pembantu – pembantunya
15
Sepuluh hari setelah terbit tulisan Max Tollenar tentang masalah Totok, Indo, dan
Pribumi, Magda Peters datang ke Wonokromo menemui Minke. Tuan Direktur memanggil
Minke dan Magda Peters memaksa Minke untuk menemui. Tuan Direktur menerima Minke
dengan senyum ramah. Semua murid diperintahkan pulang. Semua guru dipanggil berkumpul.
Tuan Direktur membuka peretemuan. Tulisan terakhir Minke mengantarkannya sampai disini.
Tulisan yang menyinggung Humanisme. Membuat banyak orang terharu membacanya. Dan
akhirnya Minke diterima lagi sebagai siswi H.B.S. Pertemuan selesai, semua guru memberi
ucapan selamat dengan wajah angker, kecuali Magda Peters. Ia begitu gembira.
Dirumah keluarga Telinga, Minke telah menunggu surat Bunda, dan tertulis dalam huruf
Jawa. Disetiap bait tulisannya selalu tersirat makna juga nasihat. Bunda yang tak pernah
menghukum Minke. Dan kini dalam suratnya, Bunda menyetujui hubungan Minke dengan
Annelies. Minke terharu pada Bundanya yang begitu pengertian terhadapnya. Sedangkan Minke
selalu mengecewakan Bundanya. Keinginan Bundanya agar Minke punya kemampuan menulis
Pesta lulusan sekolah H.B.S diadakan. Setelah tiga bulan lamanya Minke belajar dan
belajar. Para orang tua dan wali murid duduk bebanjar. Minke mengajak Nyai untuk hadir,
namun Nyai menolaknya. Maka Minke datang bersama Annelies. Dengung sorak ramai pesta
kelulusan begitu terasa. Dibuka dengan sambutan Tuan Direktur yang memberikan ucapan
selamat pada para siswa yang telah lulus, ucapan selamat untuk menempuh kehidupan gemilang
di masyarakat, ucapan selamat untuk para siswa yang hendak meneruskan di Nederland. Setelah
menyampaikan pidato, kemudian di umumkan pelulus nomor satu di sekolah H.B.S. dan siswa
yang disebutkan adalah Minke. Menyadari hal itu Minke hampir tak percaya. Minke gugup naik
keatas panggung. Dia tak menyangka seorang Pribumi bisa berada diatas Eropa. Dan pada saat
16
pesta kelulusan itu juga disampaikan undangan lisan kepada seluruh tamu untuk
menghadiri pesta pernikahan Minke. Hari itu menjadi hari bahagia Minke.
Pesta perkawinan yang direncanakan sederhana diubah menjadi besar karena undangan
saat kelulusan. Beberapa hari sebelum pesta pernikahan Bunda datang sebagai satu – satunya
wakil dari keluarga Minke. Bunda jatuh sayang pada Annelies, calon menantunya yang begitu
cantik. Baju pengantin yang dikenakan Minke dibawakan oleh Bunda, batikan Bunda sendiri dan
sudah bertahun – tahun disimpan dalam peti. Setiap hari ditaburi kembang melati. Satu untuk
Minke dan satu untuk menantunya, Annelies. Bunda juga memberikan keris sebagai pasangan
Sebelum pesta perkawinan, Bunda yang merias Minke. Ini untuk terakhir kalinya Bunda
merumat Minke. Di sela – sela kebersamaan Bunda dengan Minke, Bunda menasihati Minke.
Bunda memberikan wejangan agar Minke selalu mengingat adab dari Satria Jawa yang kelak
disampaikan pada anak – anaknya. Lima syarat yang ada pada satria Jawa : wisma yang berarti
rumah. Tanpa rumah orang tak mungkin satria. Wanitayang berarti tanpa wanita satria
menyalahi kodrat sebagai lelaki. Turangga yang berarti kuda, alat yang dapat membawa kemana
– mana. Kukila yang berarti burung, lambang keindahan, kelanggengan. Dan yang
terkhir curiga yang berarti keris, lambang kewaspadaan, kesiagaan, keperwiraan, tanpa keris
empat yang lainnya akan binasa bila mendapat gangguan. Kesan mendalam yang ditinggalkan
Enam bulan telah lewat. Dan terjadilah apa yang harus terjadi. Annelies dan Nyai
dipanggil bersama Nyai menghadap Pengadilan Putih. Dan Annelies mendapat panggilan utama.
Semuanya terkejut dengan surat panggilan tersebut. Begitupun dengan pernikahan Minke dan
Annelies tidak di akui pengadilan belanda karena tidak ada ijin orangtua sah dari annelies, hak
17
asuh annelies diberikan kepada ibu tirinya di Belanda. Dan Akhirnya secara terpaksa Annelies
harus angkat kaki dari dan pergi ke Belanda. Mendengar kabar tersebut Anneies kembali jatuh
sakit dan selama berhari—hari dia tidak makan dan tidak bicara, kekecewaan yang mendalam
dirasakan annelies, dia akan kehilangan cintanya, ibunya dan semua kenangan-kenangan dari
masa kecilnya. Sementara Minke dan Nyai Ontosoroh tidak tinggal diam melawan ketidakadilan
pengadilan putih belanda, minke dengan kepiawannya menulis pengaduan diberbagai media
cetak telah menyalakan api para pembacanya, pendukung Minke tidak hanya sekedar kerabat-
kerabatnya, kini seluruh masyarakat di wonokromo dan Madura ikut protes terhadap
ketidakadlilan belanda. Namun apalah yang bisa dilakukan oleh seorang Pribumi terhadap
pengadilan tinggi, semuanya tidak ada hasil. Annelies harus pergi ke Belanda dan terpisah dari
pangerannya Minke. Hal tersebut merubah semua pemikiran minke yang semula pengagum
belanda kini dia merasakan ketidakadilan, penjajahan, diskriminasi belanda terhadap pribumi.
Annelies agak normal walau kurus, pucat, matanya mati. Ia meminta Minke untuk
bercerita mengenai negeri Belanda. Dan Minke mulai bercerita. Sekenanya apa yang Minke ingat
diceritakannya. Annelies juga meminta Minke untuk bercerita tentang laut. Sebentar kemudian
datang seorang perempuan Eropa yang mengambil alih kuasa Minke terhadap Annelies. Dia
pada mamanya, ia meminta mamanya agar membawakan koper coklat tua, yang dulu dipakai
mamanya untuk meninggalkan rumah selama - lamanya. Annelies ingin membawa koper
tersebut, dengan koper itu ia akan pergi. Hanya koper itu dan kain batikan Bunda, pakaian
pengantinnya. Sembah sungkem Annelies pada Bunda B. Dan Annelies mempunyai permintaan
18
terakhir kepada mamanya. Annelies ingin mamanya mengasuh seorang adik perempuan yang
manis, yang tidak menyusahkan seperti Annelies, hingga sampai mama merasa tanpa Annelies
lagi. Tangis mama terus menderu, menyesal tak dapat mempertahankan Annelies. Dan
permintaan terakhir Annelies pada Minke, untuk mengenang kebahagiaan yang pernah mereka
alami bersama.
tangga dalam tuntunan orang Eropa. Badannya nampak sangat rapuh dan lemah. Sebuah kereta
Gubermen telah menunggu dalam apitan Maresose berkuda.. Minke berjanji akan menyusul
2.1. Tema
Tema novel ini adalah tentang kisah percintaan seorang pemuda keturunan priyayi Jawa
dengan seorang gadis keturunan Belanda dan perjuangannya di tengah pergerakan Indonesia
2.2.1.Latar tempat
Rumah
paragraf 9)]
19
Jalan Kranggan
[“bingkai besi roda karper itu gemeratak menggiling jalanan baru Jalan
Daerah Wonokromo
Kandang Sapi
[“aku berhenti melangkah. Annelies juga. Aku tatap dia dengan pandang tak
percaya. Ia tarik tanganku dan kami berjalan lagi sampai pada deretan kandang
Kandang Kuda
[“Annelies menarik aku lagi. Kami memasuki kandang kuda yang lebar dan
Kamar
Ranjang
Sekolah
20
2.2.2. Latar waktu
Pagi
[“pagi itu sangat indah memang. Langit biru cerah tanpa awan.” (halaman : 22,
paragraf 1)]
oleh pasukan South African Light Horse Inggris.” (halaman : 328, paragraf 6)]
Sore
Malam
[“maka malam itu aku sulit dapat tidur.” (halaman : 105, paragraf 5)]
Genting
[“waktu dokar yang kutumpangi telah hilang ditelan kegelapan subuh Annelies
Tegang
[“ia menggeram seperti seekor kucing.. pakaiannya yang tiada bersetrika itu
longgar ada badannya. Rammbutnya yang tak bersisir dan tipis itu menutup
Melayu-pasar, kaku dan kasar, juga isinya. (halaman : 64, paragraf 4)]
21
[“kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa
sedikit bicara Belanda lantas jadi Eropa? Tetap Monyet!” (halaman : 64,
paragraf 7)
Sedih
[“mama menolak hadir, maka aku datang bersama Annelies.” (halaman : 444,
paragraf 5)]
2.3. Alur
Alur cerita ini menggunakan alur keras, yaitu akhir cerita tidak dapat ditebak. Pada awal dan
tengah cerita, mungkin pembaca akan berpikir cerita akan berakhir bahagia dengan pernikahan
Minke dan Annelies, tetapi cerita ini diakhiri dengan perpisahan Annelies dan Minke. Annelies
harus pergi ke negaranya, Belanda, sedangkan Minke tetap di Hindia sebagai seorang Pribumi
2.4. Amanat
1. Seorang terpelajar harus sudah berlaku adil, sejak dalam pikiran apalagi dalam perubatan.
Maka fungsi dari pikiran serta hati kita bukan untuk menghakimi orang lain, melainkan
[“Seorang terpelajar juga harus belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam
2. Bahwa hidup adalah perjuangan dimana kekuatan jiwa bertarung dengan segala
22
kemampuan dan ketidak mampuan.
[“Pekerjaan pendidikan dan pengajaran tak lain dari usaha kemanusiaan.” (halaman :
3. Bahwa sebenarnya dunia manusia itu bukan terletak pada jabatan, pangkat, gaji, maupun
kecurangan, tetapi dunia manusia itu adalah bumi manusia dengan segala persoalannya.
[“Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan
haknya.
[“Dalam kehidupan ilmu tak ada kata malu. Orang tidak malu karena salah atau keliru.
Kekeliruan dan kesalahan justru akan memperkuat kebenaran, jadi juga membantu
5. Tak perlu memperdulikan olokan orang, kita hanya perlu membuktikan bahwa kita lebih
[“teman-teman sekolahku kelihatan juga berubah. Artinya: agak dan mungkin memang
menjauhi aku. Aku anggap saja itu sebagai tanda penghormatan pada seorang yang telah
23
3.HUBUNGAN PERISTIWA SEJARAH DALAM NOVEL
1. Pada zaman dahulu, jika ada seorang anak perempuan yang sudah baligh (sudah
megalami menstruasi) maka anak itu sudah mulai dipingit untuk dijodohkan dengan laki-
[“waktu berumur tigabelas aku mulai dipingit, dan hanya tahu dapur, ruang belakang dan
2. Di zaman dahulu, jika seorang (dibawah 17tahun) anak perempuan tidak di nikahkan
golongan perawan tua. Aku sendiri sudah haid dua tahun sebelumnya.” (halaman : 118,
paragraf 4)]
3. Dahulu, semuanya adalah ayah yang menentukan (ibu tidak punya hak tentang masa
[“… ibuku tak punya hak bicara seperti wanita pribumi seumumnya. Semua ayah yang
menentukan. Pernah ibu bertanya pada ayah, menantu apa yang ayah harapkan. Dan ayah
24
4. Dahulu kala, seorang ayah merelakan anaknya dijual demi sebuah harta atau pekerjaan.
penyerahan diriku kepadanya, dan janji ayah akan diangkat jadi kassier setelah lulus
5. Zaman dahulu anak yang dilahirkan tanpa perkawinan secara syah, tidak akan dihargai
[“ salah-salah bisa badan diusir dengan semua anak, anak sendiri, yang tidak dihargai
oleh umum Pribumi karena dilahirkan tanpa perkawinan syah.” (halaman : 128, paragraf
2)]
6. Dahulu, jika seseorang yang dahulunya hanya seperti orang biasa pada umumnya, tiba-
tiba mengalami kenaikan derajat, akan diperlakukan sebagai orang tak dikenal karena
memperlakukan diriku sebagai orang tak dikenal dan sama derajat.” (halaman : 311,
paragraf 1)]
25