Anda di halaman 1dari 7

Analisis Unsur Intrinsik

1. Tema

Tema novel ini adalah tentang kisah percintaan seorang pemuda keturunan
pribumi Jawa dengan seorang gadis keturunan Belanda dan perjuangannya
di tengah pergerakan Indonesia pada awal abad ke 20.

2. Tokoh

a) Minke
b) Annelies Mellema
c) Nyai Ontosoroh
d) Herman Mellema
e) Robert Mellema
f) Ayah Minke
g) Ibu Minke
h) Robert Surhorf
i) Jean Marais
j) May Marais
k) Darsam
l) Ah Tjong
m) Maiko
n) Amelia Hammers Mellema
o) Insinyur Maurits Mellema
p) Magda Petters
q) Mevrow Telinga
r) Miriam Dela Croix
s) Sarah Dela Croix
t) Herbert Dela Croix

3. Penokohan

a) Minke : tokoh utama dalam novel, cerdas, berjiwa pribumi,


keturunan pribumi, siswa HBS, baik, penyayang.
Bukti : (hal. 30)
“Ya, Annelies, siapa tamumu?”
“Ini Mama, Minke namanya. Pribumi Jawa, Mama”
Ia berjalan mengahampiri aku dengan sederhananya. Dan
inilah rupanya Nyai Ontosoroh yang banayak dibicarakn orang,
buah bibir penduduk Wonokromo dan Surabaya, Nyai penguasa
Boerderij Buintenzorg.
“Pelajar HBS, Mama”
“O-ya? Betul itu?” Tanya Nyai padaku.
Dan aku ragu….
b) Annelies : putri dari orang Belanda (Herman Mellema) dan
pribumi (Nyai Ontosoroh), pendiam, manja, labil.
Bukti : (hal. 33)
“Siapa kau maksudkan dewi itu?”
“Kau,” desauku, juga ragu.
“Aku? Kau katakan aku cantik?”
Aku menjadi berani lagi, menegaskan:
“Tanpa tandingan”
“Mama!” pekik Annelies dan menoleh ke pintu belakang.
Celaka! Pekikku mengimbangi-dalam hati tentu saja.
Gadis itu pergi ke pintu belakang. Dia akan engadu pada
Nyai. Anak sinting! Tak sebanding dengan kecantikannya. Dan dia
akan mengadu; aku telah berbuat kurang ajar. Memang rumah
celaka ini….

c) Nyai Ontosoroh : istri simpanan dari Herman Mellema, mandiri,


tegas, bijaksana, pandai, dan tegar.
Bukti : (hal. 34)
Nyai Ontosoroh, menampilkan diri di hadapanku seakan
seorang yang sudah kenal begitu lama dan baik rapi aku terlupa
siap seorang wanita yang seakan pernah melahirkan aku dan lebih
dekat padaku daripada Bunda, sekalipun Nampak lebih muda.
Aku tunggu-tunggu meledaknya kemarahan Nyai karena
puji-pujian itu.
Tapi ia tidak marah. Terdengar peringatan pada kuping
batinku….

d) Herman Mellema : kaku dan kasar


Bukti : (hal. 64)
“Siapa kasih kowe ijin datang kemari, monyet!”
Dengusnya dalam melayu pasar, kaku dan kasar, juga
isinya…

e) Robert Mellema : egois, tidak bermoral.


Bukti : (hal. 210)
Saat Robert memerkosa adiknya sendiri, yaitu Annalise
Mellema.

f) Ayah Minke : masih berpatokan dengan adat istiadat Jawa,


pemarah, keras dalam mnedidik Minke.
Bukti : (hal. 102)
“Kau! Mengapa baru datang?” suaranya makin jelas keluar
dari tenggorokan yang sedang pada akhir selesma.
“Mengapa diam saja? Karena sudah tinggi sekolahmu
sekarang merasa hina membaca suratku?”
g) Ibu Minke : bijaksana, penyayang.
Bukti : (hal. 106)
“Gus,kabarnya sekolahmu maju. Syukur . kadang heran
juga aku bagaimana mungkin sekolahmu maju kalau kau sedang
kalap dengan nyai itu.atau mungkin kau ini memang sangat
pandai? Ya-ya, begitulah lelaki “suaranya terdengar murung.”
Semua lelaki memang kucing belagak kelinci. Sebagai kelinci
dimakannya semua daun, sebagai kucing dimakannya semua
daging. Baiklah, Gus, sekolahmu maju, tetapi tetaplah maju.
Lihat. Bunda tak menyalahkan aku. Tak ada yang perlu ku
bantah memang .

h) Robert Surhorf : pengecut.


Bukti : (hal 275)
“aku tidak menyalahi janji, Minke, aku sangat mengaggumi
lebih daripada yang sudah – sudah” dan ia serahkan kotak keikat
pita jampu kepadaku. “ ini kenang – kenangan untukmu pada hari
perkawinanmu. Semoga berbahagia untuk selama – lamanya.”

i) Jean Marais : penyayang (Ayah May Marais)


Bukti : (hal 155)
“Nah, Minke, ceritakan apa kesulitanmu” Tanya Jean
Marais kepada Minke setelah melihat wajah Minke yang pucat.

j) May Marais : polos


Bukti : ( hal 156)
Minke bertanya pada May mengapa ia tidak bersekolah hari
itu. “papa menuyuruh aku menungguinya melukis” jawab May
Marais tanpa berbohong.

k) Darsam : seorang Madura yang berwatak keras, patuh kepada


tuannya.
Bukti : (hal 127)
“Darsam ini, Tuan muda, hanya setia pada Nyai. Apa yang
disayangi Nyai, disayangi darsam. Apa yang diperintahkan,
Darsam lakukan. Tak peduli macam apa perintah itu.Nyai sudah
perintahkan Darsam menjaga keselamatan Tuan muda. Aku
kerjakan, Tuan muda. Keselamatan Tuan muda jadi pekerjaanku.
Tidak perlu percaya, Tuan muda, hanya ikuti saja nasihatku.”
4. Latar
a) Latar Tempat
 Wonokromo dekat Surabaya, Jawa Timur.
“Dan setiap penduduk Surabaya dan Wonokromo, kiraku, tahu
belaka itulah rumah hartawan…” (hal. 24)

 Ruang Belakang
“Di ruang belakang kudapati Robert sedang menonton kejadian itu
dari tempatnya. Ia hanya menguap…” (hal. 113)

 Surabaya
“Kereta mendesau laju menuju ke Surabaya. Pada jam lima sore
Surabaya telah ada di bawah roda kereta. Kuburan panjang..” (hal.
142)

 Kantor Rumah Plesiran Minke


“Pada waktu itu aku sedang berada di kantor rumah plesirankku.
Kira-kira jam empat sore loncenng dari kamar raja…” (hal. 164)

b) Latar Waktu
 Pagi:
“Pagi itu sangat indah memang. Langit biru cerah tanpa awan.
Hidup muda hanya bernafaskan…” (hal. 23)
“Pagi itu lebih dari hanya sejuk. Grobak-grobak yang mengangkuti
tong…” (hal. 153)
“Pagi itu aku berangkat ke kantor pos. sepnya, entah siapa
namanya, seorang Indo, menjabat tanganku…” (hal. 131)
“Pagi-pagi tepukan tanngan Babah telah meamnggil aku keluar…”
(hal. 162)

 Sore:
“Kereta mendesau laju menuju ke Surabaya. Pada jam lima sore
Surabaya telah ada di bawah roda kereta. Kuburan panjang..” (hal.
142)
“Pada jam empat sore ia baru lepaskan aku dan turun dari
ranjang…” (hal. 163)
“Pada waktu itu aku sedang berada di kantor rumah plesirankku.
Kira-kira jam empat sore loncenng dari kamar raja…” (hal. 164)

 Malam:
“Pada suatu malam Tuan Administratur, Tuan Besar Kuasa itu,
datang ke rumah. Aku sudah mulai cemas…” (hal. 82)
“Hari telah malam dan lampu berpancaran dimana-mana. Hanya
pikiran diri juga…” (hal. 146)
“Di malam hari, dibawah kesaksian Jean Marais, diputuskan: Aku
dan Annelies…” (hal. 275)
c) Latar Suasana
 Tegang dan genting:
“Rasanya ada gendang bermain dalam jantungku. Dia sudah tahu
aku bukan Indo, pengusiran setiap saat bisa…” (hal. 28)

 Terkejut:
“Darsam datang untuk membukai pintu dan jendela. Ia terkejut
melihat tingkah laku noninya…” (hal. 149)

 Panik dan sebal:


“Setelah meninggalkan kandang ia memacu kudanya ke jalan
besar. Kemudian berbelok kanan, kea rah Surabaya. Sesampai di
jalan besar ia hentikan kendaraannya, menengok ke kiri dan ke
kanan dan dipelankannya kudanya sambil menikmati
pemandangan di pagi hari. Boleh jadi ia merasa sebal…” (hal. 152)

 Jengkel dan marah:


“Nyai sudah sedemikian jengkel dan marah pada sulungnya. Ia
perintahkan Darsam…” (hal. 166)
“Nyai berdiri dan meradang. Mukanya merah padam. Telunjuknya
menuding sulungnya, mendesau:
“Penipu!”
“Aku sudah berkeliling kemana mana mencari keterangan.”
…(hal. 167)

 Lengang:
“Pagi ini memang lengang. Kadang saja terdengar lonceng
dokar…” (hal. 169)

 Sunyi, senyap, dan tegang


“Sekarang acara memasuki pemanggilan para pelulus yang telah
lolos dari ujian Negara 1899. Para guru telah berbaris di belakang
Tuan Direktur. Sunyi, senyap, dan tegang…” (hal. 276)

5. Sudut Pandang
Dalam novel “Bumi Manusia” pengarang menggunakan sudut pandang
orang pertama pelaku utama.
“Aku tunggu-tunggu meledaknya kemarahan Nyai karena puji-pujian”
(hal. 34)

6. Alur dan Pengaluran


Alur cerita ini menggunakan alur keras, yaitu akhir cerita yang tidak dapat
ditebak. Pada awal dan tengah cerita, mungkin pembaca akan bepikir
cerita ini akan berakhir bahagia dengan pernikahan Minke dan Annelies,
tetapi cerita ini diakhiri dengan perpisahan Minke dan Annelies. Annelies
harus pergi ke negaranya, Belanda, sedangkan Minke tetap di Hindia
sebagai seorang pribumi.

 Tahapan Alur
a. Perkenalan
Minke, seorang siswa HBS Surabaya, bagaimana adalah
seorang pribumi yang tidak mengaku pribumi-seseorang
yang begitu mengagumi ilmu pengetahuan dan kemajuan
teknologi, tidak mempunyai kepercayaan lagi pada hal-hal
seperti budaya leluhur dan ilmu-ilmu ‘palsu’ seperti
astrologi.

b. Konflik
Konflik awal muncul saat makan malam bersama-Nyai
Ontosoroh, Robert Mellema, Annelies, Robert Suurhof dan
Minke-, tiba-tiba Herman Mellema pulang dan memaki-
maki Minke yang merupakan seorang pribumi dengan
kondisinya yang acak-acakan.

c. Klimaks
Darsam, Minke, Annelies dan Nyai Ontorsoh menemukan
Tuan Mellema tergeletak tewas di lantai, dengan muntahan
di sampingnya. Mereka juga menemukan Robert di sana,
tapi Robert kabur lewat jendela. Kasus kematian Tuan
Mellema jadi buah bibir di masyarakat, masuk ke koran-
koran. Beberapa fraksi di dunia jurnalistik menyerang Max
Tollenar-nama pena dari Minke. Untuk kasusnya sendiri
akhirnya Ah Tjong dan beberapa anggota plesirannya
dijatuhi hukuman penjara.

d. Penyelesaian
Hari terakhir pun tiba. Pengacara yang dikirim Tuan De la
Croix pun tidak bisa melawan hukum kuno yang rasis dan
semena-mena terhadap kaum pribumi ini. Annelies pun
akhirnya harus dikirim ke Belanda. Walau begitu Minke
sudah menyiapkan Jan Dapperste, atau sekarang dengan
nama Panji Darman ke Belanda untuk mengawasi Annelies.
Annelies pun pergi, tapi perjuangan belum berakhir.

7. Gaya Bahasa
 Personifikasi : “Ilmu pengetahuan telah memberikan padaku suatu
restu yang tiada terhingga indahnya, jaringanjalan kereta api
membelah-belah pulau, Jawa. Pandang dan pemuda itu terasa
menusuk punggungkku. Butir-butir air yang kelabu itu merajai
segalanya” (hal. 156)
 Metafora : “Di kejauhan sana samar-samar Nampak gunung
gemunung berdiri tenang dalam keangkuhan seprti pertapa
berbaring membatu” (hal. 76)

Koda atau Amanat

Novel yang dilatar belakangi pergerakan Indonesia di awal


abad 20 ini, menceritakan pergerakan, perjuangan, dan semangat
pemuda Indonesia di masa itu. Pengarang menyerukan agar
pemuda-pemudi sekarang ini tetap mempunyai semangat itu
meskipun sekarang sudah tidak ada penjajahan kolonial. “
Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam
pikiran, apalagi dalam perbuatan”.

Anda mungkin juga menyukai