Anda di halaman 1dari 8

NOVEL

LAUT BERCEIRTA
Sebuah Novel Oleh Leila S. Chudori

NAMA: YOKO SULAEMAN


KELAS: XII MIPA 2

Bahasa Indonesia
SMAN 15 JAKARTA
2024
ANALISIS INTRINSIK
PADA NOVEL “LAUT BERCERITA”
KARYA TRESIA
A. Tema
Tema dalam novel Laut Bercerita karya Leila S.Chudori
bertutur tentang kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang
merasakan kekosongan didada, sekelompok orang yang gemar menyiksa dan
lancar berkhianat, sejumlah keluarga yang mencari kejelasan makam
anaknya, dan tentang cinta yang tak akan lumcur.

B. Tokoh
1. Tokoh Utama
1. Biru Laut
2. Kasih Kinanti
2. Tokoh Pendukung
1. Asmata Jati
2. Sunu
3. Alex
4. Daniel
5. Bapak
6. Gusti
7. Ibu
8. Bu Sumatri
9. Pak Subroto

C. Penokohan
1. Tokoh Utama
1. Biru Laut : Pekerja Keras
Tokoh Biru Laut memiliki karakter pekerja keras. Hal ini dapat kita
lihat pada kutipan :
“sejak peristiwa menghilangnya Ibu Ami, aku mengatakan pada Bapak
bahwa aku tak bisa diam saja melihat keadaan seperti ini. Jawaban
Bapak, itulah sebabnya kita dilahirkan sebagai orang Indonesia.
Kalimat Bapak melekat dalam diriku hingga kini Itu kuartikan bahwa
kita harus selalu mencoba berbuat sesuatu, meyalakan sesuatu,
sekecil apapun dalam kegelapan di negeri ini.” (LB, hlm.35)

2. Kasih Kinanti : Bijaksana


Tokoh Kinanti di ceritakan dalam novel memiliki perwatakan
yang bijak sana. Terbukti pada kutipan berikut:
Kinan menatap wajah Daniel yang tampaknya belum puas
berteater, "justru itu kelebihannya. Karena rumah hantu ini
tersembunyi, kita akan aman. Rasa nya para lalat itu akan sukar
menemukan desa ini. Kita bebas mendiskusi-kan buku siapa saja,
apakah karya Laclau atau Ben Anderson, atau bahkan novel Pak
Pramoedya akan menghirup udara merdeka di sini." (LB, hlm.16)
1. Tokoh Pendukung:

1. Asmara Jati: Cerdas


Aamara Jati memiliki sifat yang cerdas dalam pendidikan. Terbukti
dalam kutipan berikut:

“Bagi Asmara, bahasa dan sastra adalah misteri ciptaan


manusia. Sedangkan sains, fisika, kimia, apalagi biologi dan
ilmu alam me- ngandung misteri yang wajib diungkap
manusia.” (LB, hlm 82)

2. Daniel: Pendiem
Daniel di gambarkan dalam novel, ia memiliki sifat yang pendiem.

“maka gusti yang pendiam itu mengirim rasa misteri, berjarak


dan dingin terhadap subjek yang direkamnya.”

3. Sunu :Pendiam
Sunu memiliki sifat yang pendiam seperti yang digambarkan pada
kutipan berikut:

“mungkin karena sunu juga jarang berbicara maka kami bisa


bersahabat tanpa banyak cingcong.”

4. Alex parazon :Sigap


Alex memiliki watak yang tegas seperti yang digambarkan pada
kutipan berikut:

“sebelum kinan membuka mulutnya, alex segera membalas


dengan sigap lengkap dengan irama dan aksen flores yang
merdu.”

5. Bapak: Pemberani
Bapak yang digambarkan di novel memiliki sifat yang berani dalam
mengahadapi masalah. Terdapat pada kutipan berikut:
“bapak hanya mengatakan mereka semua kawan-kawan kita yang
sudah menjalani hukuman, itu pun tanpa pengadilan. Sama
seperti kita semua, mereka perlu bekerja mencari nafkah.”

6. Ibu :Sosok yang tegas


Ibu adalah sosok yang tegas seperti yang di gambarkan pada kutipan
berikut:

“sedangkan asmara memperoleh kecantikan, kelincahan, dan


ketegasan ibu.”

7. Bu sumantri: Rasional
Bu sumantri memiliki sifat yang rasional, memiliki pertimbangan
yang logis, dan pikiran yang sehat.

“ternyata sang ibu lebih rasional seperti tak punya waktu untuk
sentimental.”

8. Pak Subroto: Tenang tapi was-was


Pak Subroto memiliki sifat yang tenang dalam mengahadapi berbagai
masalah walaupun tak bisa dipungkiri dalam hatinya tetap was-was.

“kata pak subroto mengingatkan. Dia tenang meskipun wajahnya


was-was.”

D. Sudut Pandang
Sudut pandang orang pertama
Dalam novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama karena
menggunakan “Aku” sebagai peran utama. Di buktikan dalam kutipan
berikut:

"Setelah hampir tiga bulan disekap dalam gelap, mereka membawaku


ke sebuah tempat. Hitam. Kelam. Selama tiga bulan mataku dibebat
kain apak yang hanya sesekali dibuka saat aku berurusan dengan
tinja dan kencing." (hlm 2)

Aku mengenal Kasih Kinanti setahun lalu di kios Mas Yunus,


langganan kami berbuat dosa. Di sanalah kawan-kawan sesama pers
mahasiswa diam-diam menggandakan beberapa bab novel Anak
Semua Bangsa dan berbagai buku terlarang lainnya." (hlm 17)

E. Alur
1. Novel ini menggunakan alur maju karna menceritakan secara teratur
peristiwa dari awal hingga akhir cerita.

"Selama ini aku tak mampu membicarakan pesan Laut padamu


karena hal itu mengingatkan hari-hari kami disekap di bawah tanah.
Maafkan cukup lama ini semua kusimpan." Alex menarik kursinya ke
hadapan kursiku. Dia memegang tanganku kan menghela nafas (LB,
hlm.338)

2. Novel ini menggunakan Alur mundur karena satu tokoh mengingat


kejadian masa lalu. Terdapat pada kutipan:

"Aku sudah menceritakan kepada keluargamu ketika kami disekap


dikerangkeng bawah tanah. Ada dua hal yang belum kuceritakan,
karena terlalu mengganggu tidurku... Daniel dan aku halpir tak
pernah membicarakan masa-masa kelam itu bukan karena kami
takut, tapi karena terlalu menusuk. Sudah empat tahun kami
menympan sendiri kisah ini keji ini... Aku rasa sudah waktunya aku
berbagi denganmu."

F. Latar

1. Tempat

1. “aku baru menyadari, bunyi ketukan halus itu datang dari jari-jari
sunu pada pintu calon rumah kami di seyegan, disebuah pojok
terpencil di Yogyakarta.” (BL, hlm. )
2. “aku mengenali kasih kinanti setahun lalu dikios mas yunus,
langganan kami berbuat dosa.
3. “suara daniel semakin nyaring. Ternyata ada 3 buah kamar mandi
kecil dan toilet yang selama ini tampaknya digunakan orang-orang
yang lalu lalang karena mengetahui rumah ini tak ditempati.” (hlm )
4. “kinan menepati janjinya. Keesokan harinya, seusai kuliah sejarah
sastra inggris yang hampir selalu minim mahasiswa, kami bertemu
lagi diwarung bu retno dipinggir selokan mataram. (hlm )
5. “makan malam di hari minggu memang sebuah kebiasaan yang sudah
ditanamkan bapak sejak kami masih kecil di solo.”(hlm )
6. “sejak keluarga kami pindah ke Jakarta dan aku kuliah di yogya, hari-
hari keluarga hanya bisa terjadi sebulan sekali.” (hlm )
7. “Kami tiba di pasir putih ketika matahari merekah dari balik awan”
(hlm )
8. “dimasa-masa kami kos dipelem kecut.” (hlm )
9. “kami berempat nyaris tak terpisahkan dipelem kecut maupun di
bulaksumur.” (hlm )
10. “rombongan mobil kijang dan colt akhirnya tiba di blangguan.(hlm )
11. “pak subroto, seorang pria yang mungkin berusia 60 tahun, berkulit
sawo matang, bertubuh gempal dan berkumis itu adalah tokoh yang
dihormati dan dituakan diarea blangguan. Dengan segera dia
mengajak kami berkumpul dan duduk diatas tikar didalam
rumahnya.”
12. “kami berlari setengah bersijingkat agar tak terlalu berisik menuju
rumah bu sumantri yang hanya diterangi tiga buah lampu teplok.”
13. “ini diruang bawah, laut.

2. Waktu

1. “Kami tiba di pasir putih ketika matahari merekah dari balik awan”
2. “sebelum dzuhur, beberapa mobil jemputan kawan-kawan dari
blangguan meluncur ke pasir putih.”
3. “Dari balik jendela bus, aku hanya melihat kegelapan yang sesekali
diselilngi satu dua lampu jalan menuju Blangguan, di penghujung
jawa timur.”
4. “malam turun perlahan bagai tirai panggung berwarna hitam gelap.”
5. “rombongan mobil kijang dan colt akhirnya tiba di blangguan sekitar
pukul empat sore.
6. “diawal tahun 1993, kami pernah merencanakan sebuah diskusi
terbatas di pelem kecut.”
7. “hari itu, aku tiba tepat pukul lima sore didepan pintu rumah.
Disebuah hari minggu.”
3. Suasana

1. Gelisah
Dalam novel ini menggunakan suasana gelisah. Karna menggambarkan satu
tokoh yang sedang gelisah.

“aku mencoba melihat keluar jendela yang masih gelap dan mencoba
memejamkan mata. Cilaka, yang muncul justru wajah anjani yang
membuatku gelisah dan semakin sulit tidur.”

2. Cemburu
Dalam novel ini menggunakan suasana Cemburu. Karena menggambarkan
suatu suasana cemburu terhadap satu tokoh.

“Aku cemburu pada pasir putih situbondo yang diperbolehkan


memeluk dan mencium kakinya. Aku juga ingin menjadi pasir dan
menempel diantara jari-jari kakinya itu.”
3. Khawatir
Dalam novel ini menggunakan suasana sedang khawatir. Terdapat kutipan
pada berikut:

“sh... sh... aku melirik ke belakang, khawatir ketiga pelukis mural itu
mendengar ocehan monyet-monyet jelek ini.”

4. Bersemangat
Dalam novel ini menggunakan suasana yang semangat karena
menggambarkan satu tokoh yang sedang bercerita dengan bersemangat.

“kami semua bersembunyi dan julius keluar dengan megafon


memberi kode, dan tiba-tiba saja...para petani muncul. Hampir
seribu orang!!” sunu bercerita dengan bersemangat.”

5. Mencekam
Dalam novel ini menggunakan suasana mencekam . Karena terdapat kutipan
yangg menggambarkan suasana mencekam.

“suasana berubah mencekam begitu pak subroto menyampaikan


bahwa beberapa mobil patroli sudah mondar mandir dari kejauhan
sejak tadi siang.”

“ketika terdengar bentakan tentara yang mulai menyisir rumah


petani paling ujung, kinan memberanikan diri mengintip jendela dan
langsung menuju lampu teplok. Dia mematikan nya satu persatu. Kini
kami duduk diatas tikar dalam gelap dan mencekam.”

6. Mendebarkan
Dalam novel ini menggambarkan suasana yang mendebarkan. Terdapat
pada kutipan:

“tentara sudah mulai masuk dan mengecek rumah-rumah para


petani satu per satu. Suara mereka membentak bentak semakin lama
semakin terdengar. Mereka menanyakan dirumah manakah para
mahasiswa menginap dan tentu saja para petani berlagak heran.
Seketika, entah bagaimana aku merasa bisa mendengar debar semua
kawan-kawanku secara serempak.”

7. Menakutkan
Dalam novel ini menggunakan suasana menakutkan. Karena
menggambarkan satu tokoh yang sedang ketakutan.
“sunu terdiam menunduk. Wajah anjani disampingku terkena sinar
lampu teplok dan aku tak bisa mengagumi kecantikannya karena
sesungguhnya kami diserbu rasa takut.”

F. Gaya Bahasa

1. Majas Perumpamaan
Majas asosiasi atau perumpamaan merupakan gaya bahasa yang
membandingkan dua hal yang berbeda tapi sengaja dianggap sama.

"Malam tiba perlahan seperti tirai panggung hitam pekat." (hlm 129)
Kami semua merayap seperti ular

2. Majas Hiperbola
Majas hiperbola adalah pernyataan yang berlebihan dan bahkan
menggelikan yang tidak dimaksudkan untuk dipahami secara harfiah.

“Mati kamu mati, kamu akan dilahirkan berkali-kali." (hlm 196)

3. Majas Personifikasi
Majas personifikasi adalah salah satu gaya bahasa, yang menciptakan
perumpamaan benda mati dengan sifat menyerupai manusia.

Pada saat itu, antara rasa asin darah dan mata bengkak dan sembab,
bayang-bayang maut berkelebat di hadapanku. Dia tersenyum dan
memberi pesan bahwa dia hanya sekedar numpang lewat dan belum
bermaksud mencabut nyawaku." (hlm 56)

G. Amanat
Jangan mudah percaya dengan orang lain walaupun itu teman sendiri
karena bisa jadi orang terdekatkah yang menjadi musuh dalam selimut -
Menghadapi kenyataan yang pahit adalah hal yang sulit, walau bagaimana-
pun juga hal itu harus dihadapi dan diterima dengan lapang dada karena
dibalik kenyataan yang pahit tersebut pasti ada hikmah yang dapat diambil.

Anda mungkin juga menyukai