Anda di halaman 1dari 6

Resensi Novel “Laut Bercerita”

A. Nama Kelompok:
 Mutiara Santoso (08)
 Novia Artika Sari (015)

B. Identitas Buku:
 Judul buku: Laut Bercerita
 Penulis buku: Leila S.Chudori
 Penerbit: PT Gramedia, Jakarta
 Tahun terbit: 2017
 Cetakan ke: Cetakan Pertama
 Tebal halaman: 394

C. Pendahuluan:

Laut Bercerita adalah novel karya penulis asal Indonesia bernama Leila
Salikha Chudori. Ia juga merupakan seorang wartawan di majalah Tempo.
Novel terbitan tahun 2017 ini, mengangkat tema persahabatan, percintaan,
kekeluargaan, dan rasa kehilangan. Dengan berlatarkan waktu di tahun 90-an
dan 2000, novel ini mampu membius para pembacanya untuk menerobos ruang
masa lalu dan kembali melihat peristiwa yang terjadi di tahun yang
bersangkutan.

Dengan kata lain, novel setebal 394 halaman ini, mengingatkan para
pembacanya akan era-era reformasi di tahun 1998 yang bernas akan kepahitan
dan kekejaman bagi para pembela rakyat. Leila selaku penulis memang
menegaskan bahwa novel ini hanya historical fiction, tetapi ia menulis
berdasarkan pada fakta yang ada. Hal itu karena sebelum Leila mulai menulis
novel ini, ia melakukan riset wawancara terlebih dahulu secara langsung pada
korban yang berhasil kembali atau kerabat korban.

D. Ringkasan:

Bagian Pertama: Kisah dan narasi akan diceritakan melalui perspektif Biru
Laut. Laut adalah seorang mahasiswa program studi Sastra Inggris di
Universita Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia sangat menggeluti dunia sastra dan
tentunya tidak sedikit buku sastra klasik yang dimilikinya, baik itu buku sastra
bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
Laut gemar membaca berbagai buku karangan Pramoedya Ananta Toer yang
ketika itu peredarannya dilarang di Indonesia. Hal itu yang menekatkan dirinya
secara diam-diam untuk memfotokopi buku-buku tersebut di salah satu tempat
yang disebut sebagai fotokopi terlarang. Mulai dari sana, dirinya bertemu
dengan Kinan, salah satu mahasiswa FISIP yang memperkenalkan Laut akan
organisasi Winatra dan Wirasena.

Setelah ikut bergabung dengan organisasi Winatra, Laut jadi semakin


menggiatkan aktivitas diskusi buku bersama rekan-rekan seorganisasi nya.
Bukan hanya buku, melainkan beberapa konsep yang hendak mereka lakukan
untuk menentang doktrin pemerintah di negara ini yang telah dipimpin oleh
satu presiden selama lebih dari 30 tahun.

Kegiatan Laut tidak hanya berdiskusi di organisasinya, ia juga gemar menulis.


Laut kerap menuangkan gagasannya ke dalam bentuk tulisan, kemudian tulisan
itu ia kirim agar dapat dimuat oleh media cetak harian. Laut juga beberapa kali
bekerja sebagai translator, misal, penerjemah dari novel bahasa Inggris ke
bahasa Indonesia.

Dalam novel ini, diceritakan bahwa Laut beserta rekan-rekannya melaksanakan


beberapa aksi atau gerakan untuk membela rakyat yang telah diambil haknya
oleh pemerintah, salah satunya “Aksi Tanam Jagung Blangguan”.

Akan tetapi, jauh sebelum mereka melakukan aksi tersebut, Laut bersama
teman-temannya berdiskusi terlebih dahulu yang dikenal sebagai diskusi
kwangju. Dari situlah, awal mula Laut dan rekan-rekannya mengetahui dan
mengenal arti dari sebuah pengkhianatan.

Diskusi kwangju yang semestinya berlangsung baik dan lancar justru terhambat
karena adanya intel yang secara tiba-tiba mendatangi markas mereka. Namun,
tidak ada yang tahu pelaku yang membocorkan diskusi mereka. Beberapa
anggota dari organisasi Winatra sedikit menaruh curiga pada Naratama sebab
dirinya tidak pernah tampak saat penangkapan dilakukan, tetapi itu hanyalah
dugaan mereka. Belum diketahui kebenaran yang sesungguhnya seperti apa.

Sesudah melancarkan aksi tanam jagung di Blangguan, Laut beserta rekan-


rekannya kembali ke terminal. Mereka berpisah-pisah, ada yang ke Pacet,
kemudian ada yang ke Yogyakarta. Saat berada di ruang tunggu bis, terdapat
sekelompok orang mencurigakan yang mengintai mereka. Hingga akhirnya,
Laut, Bram, dan Alex, sementara yang lainnya entah melarikan diri ke mana.

Laut, Bram, dan Alex dibawa ke suatu tempat, semacam markas tentara. Di
markas, sekelompok orang itu menginterogasi Laut, Bram, dan Alex. Tidak
hanya diinterogasi, mereka pun diperlakukan secara tidak manusiawi, seperti
disiksa, diinjak, dipukul, dan disetrum. Pertanyaan sekelompok orang tersebut
tidak lain adalah siapa dalang atas aktivitas yang mereka lakukan.

Setelah kurang lebih dua hari satu malam, penganiayaan dan penyekapan itu
pun berakhir. Laut, Bram, dan Alex dikembalikan ke terminal Bungurasih. Di
terminal Bungurasih, Laut, Bram, dan Alex dijemput oleh kedua kakak dari
Anjani. Mereka bertiga dibawa dan ditempatkan ke sebuah tempat yang aman
di Pacet. Di sana ada Daniel, Kinan, Anjani, beserta teman-teman yang lain
menunggu mereka.

Singkatnya, Laut diringkus lagi oleh sekelompok orang yang tidak dikenal,
tepatnya tanggal 13 Maret 1998. Semenjak mereka menjadi buronan di tahun
1996 sebab organisasi Winatra dan Wirasena dikatakan berbahaya bagi
pemerintah kemudian Sunu, Mas Gala, dan Narendra secara tiba-tiba hilang.
Kemudian, lambat laun beberapa rekan-rekan yang lain pun hilang entah ke
mana. Lalu, sekarang Laut disusul oleh Alex dan Daniel yang menghilang.

Saat penculikan dan penyekapan itu, mereka memperoleh siksaan yang sangat
tidak manusiawi, bisa dikatakan sangat sadis dan biadab. Mereka semua
dipukuli, disiram dengan air es, disetrum, digantung dengan kaki yang berada
di atas dan kepala berada di bawah, ditelentangkan di atas batangan es yang
sangat dingin, serta penyiksaan lainnya.

Di bagian pertama, tidak hanya membicarakan terkait aktivitas Laut dan teman-
temannya dalam pergerakan yang hendak mereka jalani, melain ada pula
sisipan kisah antara Laut dan anggota keluarganya. Saat Laut dan teman-
temannya menghilang, semua kehidupan mereka dan orang-orang terdekat
mereka pun senantiasa berubah.

Sejak Laut kuliah di Yogyakarta, ia dengan bapak, ibu, dan Asmara (adiknya
Laut) semakin jarang berkumpul bersama. Oleh sebab itu, bapaknya
memutuskan bahwa hari Minggu adalah hari bersama untuk keluarga mereka,
tidak boleh ada yang mengganggu. Saat makan malam adalah hal yang paling
menarik bisa dikatakan menjadi sebuah ritual bagi mereka. Di sana adanya
kebersamaan dan kebahagiaan yang terpancar dari wajah-wajah mereka.

Tak hanya itu, novel Laut Bercerita juga menyisipkan kisah antara laut dengan
kegiatan kuliahnya, yakni sebagai seorang mahasiswa Sastra Inggris. Laut
memang aktif di organisasi Winatra itu, tetapi dirinya tidak lupa akan pelajaran
kuliahnya. Hal itu terbukti bahwa dia masih menyusun skripsi dan dapat
menuntaskannya.

Bagian Kedua: Di bagian kedua dalam novel Laut Bercerita, Asmara, adik
dari Laut yang menjadi sudut pandang ceritanya. Asmara dengan Laut, mereka
memiliki visi yang saling berjauhan yang mana adiknya lebih menaruh minat
pada bidang sains, sementara Laut cenderung bidang sastra.

Pada bagian kedua ini, berawal dari tahun 2000, tepat dua tahun sudah Laut
beserta 13 temannya menghilang entah ke mana. Terdapat hal yang
menyesakkan dada, yakni saat mereka melangsungkan acara–atau yang mereka
sebut sebagai ritual–makan malam bersama di setiap hari minggu.

Hal-hal seperti biasanya mereka lakukan, ibu yang menyiapkan makanan, serta
bapak yang mengambil piring untuk wadah mereka makan. Bapak masih
menyisakan satu piring untuk Laut, berharap bahwa Laut kelak pulang ke
rumah dan kembali makan bersama. Akan tetapi, hasilnya selalu sama dan
nihil.

Kemudian, Asmara dan kawan-kawannya memutuskan untuk mendirikan


semacam lembaga khusus menangani orang yang dihilangkan secara paksa,
layaknya Laut, kakak Asmara. Asmara tidak membangun itu dengan kawan-
kawannya saja, ia bekerja sama dengan berbagai orang dan keluarga dari
teman-teman Laut yang belum ditemukan pula. Lembaga itu didirikan dengan
harapan agar Laut beserta rekan-rekannya yang hilang itu, tidak habis dimakan
waktu dan pemerintahan segera menuntaskan perkara ini.

Hingga akhirnya, dirinya mendapatkan informasi mengenai ditemukannya


tulang belulang manusia di Kepulauan Seribu. Ada sebagian yang dikubur,
kemudian sebagian lainnya sedang dilakukan penelitian oleh dokter forensik.

Mereka semua tidak tahu, tulang siapakah itu? Akan tetapi, Asmara tidak
menaruh harap bahwa itu tulang kakaknya sebab ia yakin Laut tidak akan
pulang dan kembali.

Ada satu hal lagi yang terbesit dalam benak, siapakah yang telah melakukan
pengkhianatan tersebut dan menjadi dalang atas kasus penghilangan paksa ini?

E. Analisis

Kelebihan: Keunggulan dalam sebuah karya novel, tentu menjadi kebanggaan


tersendiri bagi si penulis. Hal itu membuktikan bahwa dalam karya tulisnya, ada
sesuatu yang ‘tidak biasa’ di mata para pembaca.

Leila S. Chudori selaku penulis novel Laut Bercerita telah berhasil menetapkan
tema dalam novel ini. Tema yang diusungnya mengenai kemanusiaan pada era
Orde Baru yang mana sepantasnya novel ini memperoleh predikat sebagai novel
dengan genre historical fiction terbaik.
Visualisasi karakter dan suasana dalam novel ini tampak sungguhan alias nyata.
Terlebih, bagian di mana Laut beserta teman-temannya disiksa dan
diperlakukan tidak manusiawi. Lalu, hal yang terpenting adalah novel ini
berdasarkan kisah nyata pengalaman dari para aktivis yang sempat hilang dan
diculik pada Maret tahun 1998 lalu, kemudian 9 berhasil kembali dan 13
lainnya dinyatakan hilang.

Lalu, novel Laut Bercerita bersifat edukatif. Hal itu dibuktikan bahwa di
dalamnya memuat pengetahuan sejarah rezim Orde Baru, sejarah pergerakan
dalam menegakkan keadilan sosial, dan asas demokrasi. Dengan begitu, setelah
selesai membaca novel ini, ada banyak pengetahuan mengenai sejarah yang
akan kalian dapatkan.

Selain itu, di balik suksesnya sebuah novel, tentu ada moral value yang dapat
diterapkan di kehidupan sehari-hari. Dalam novel ini, salah satunya adalah cara
agar seorang manusia dapat memanusiakan manusia dari segala aspek. Tak
hanya itu, novel Laut Bercerita dapat menjadi bahan teguran untuk negeri ini
bahwa masih ada hal yang belum terselesaikan. Mereka, para aktivis atau orang-
orang yang sengaja dihilangkan, layak untuk memperoleh dan mendapatkan
bentuk keadilan.

Adapun cerita yang dihidangkan pun mengandung sedikit teka-teki, hal itu yang
membuat para pembaca menjadi semakin penasaran akan akhir dari cerita novel
ini. Pilihan kata dan penggunaan bahasa terbilang mudah dipahami sebab tak
adanya istilah atau ungkapan asing yang menjadikan para pembaca sukar
memahami isi cerita.

Kekurangan: Laut Bercerita memang bisa dikatakan sebagai novel dengan


genre historical fiction yang sungguh luar biasa. Akan tetapi ada sedikit
kekurangan atau kelemahan dalam novel ini, seperti alur cerita yang digunakan
ialah alur campuran atau maju mundur. Apabila para pembaca yang belum
terbiasa dengan alur tersebut, akan cenderung kesulitan atau bingung. Hal itu
karena dibutuhkannya sikap fokus dan pemahaman secara saksama supaya
dapat mengikuti alur cerita dengan baik.

F. Penutup

Kesimpulan: Meski kisah yang dituangkan dalam novel ini terlihat fiksi, tetapi
nyatanya perjuangan yang dilakukan oleh Laut dan kawan-kawannya adalah
aksi nyata yang mana hal itu sebelumnya terjadi pula di rezim Orde Baru 1998.
Tentunya ada langkah panjang dari para pejuang bangsa ini yang harus mereka
tempuh. Hal itu tidak serta merta dilalui dengan mudah, tentu ada berbagai
kesulitan yang mereka perjuangkan demi bangsa ini serta dipertunjukkan di
masa sekarang.
Para pejuang rela untuk jatuh, lalu bangkit dengan harapan agar kelak di masa
mendatang, semua tidak sama layaknya di zaman mereka. Dari semua
perjuangan itu, banyak yang dapat kita petik dan teladani, serta mensyukuri
dengan kehidupan sekarang ini yang mana lebih baik dari masa sebelumnya.

Dalam novel Laut Bercerita, ada bentuk yang dapat kita nikmati di masa
sekarang ini apabila dibandingkan di masa tokoh Laut, tepatnya di rezim Orde
Baru 1998. Bentuk itu adalah kebebasan berpendapat yang terjamin, tetapi hal
tersebut harus diiringi pula dengan suatu bentuk kontribusi. Suatu bentuk
kebebasan berpendapat itu pun juga tidak dapat dilontarkan begitu saja apabila
tidak ada bukti yang valid.

Selain hal-hal di atas, tentu masih ada banyak amanat yang dapat kalian ambil
dalam novel ini. Maka dari itu, buku Laut Bercerita sangat direkomendasikan
dan sangat layak untuk dibaca. Kisah yang dialami oleh tokoh Laut dan rekan-
rekannya yang hilang di rezim Orde Baru pun tidak akan habis termakan waktu.
Sebab memang kenyataan hal itu terjadi di negeri ini, bahkan hilangnya
beberapa aktivis di masa 1998 tidak ada titik temu hingga saat ini.

Novel fiksi terkait sejarah Indonesia ini, secara implisit menyadarkan kita agar
jangan sekali-sekali melupakan sejarah kelam di negeri ini. Dengan sistem
demokrasi, seharusnya pemerintah siap menerima hak kritik dari para rakyatnya
dengan segala kebijakan yang dibangun. Apabila tidak, tentu banyak terselip
berbagai rahasia dan teka-teki, seperti kejadian di era 1998 yang masih menjadi
sebuah tanda tanya besar.

Anda mungkin juga menyukai