Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN HASIL RESENSI BUKU

LAUT BERCERITA

KARYA LEILA S. CHUDORI

DITULIS OLEH :

NAMA : MUHAMMAD ILHAM ISKANDAR

NIS : 202110489

KELAS : XII RPL 1

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 KATAPANG

KABUPATEN BANDUNG

2022
1

A. Identitas Buku

Judul Buku : Laut Bercerita

Warna Sampul : Biru dan Putih

Penulis : Leila S. Chudori

Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Cetakan : Cetakan Pertama, Oktober 2017

Tebal Halaman : x + 379 Halaman (395 Halaman)

Ukuran : 13,5 cm x 20 cm

ISBN : 978-602-424-694-5

B. Pendahuluan

Buku berjudul Laut Bercerita ini merupakan buku berjenis fiksi yang ditulis oleh
Leila S. Chudori berdasarkan berbagai kejadian nyata yang terjadi saat era reformasi
di tahun 1998.

C. Latar Belakang Pengarang

Penulis novel Laut Bercerita adalah Leila S. Chudori,


seorang penulis sekaligus wartawan yang lahir pada tanggal
12 Desember 1962. Penulis kelahiran Jakarta ini merupakan
salah satu sastrawan terkenal di Indonesia. Mengikuti jejak
ayahnya, Mohammad Chudori, seorang wartawan di Antara
dan The Jakarta Post, Laela juga bekerja sebagai wartawan
di majalah Tempo sejak 1989.
2

Leila S. Chudori sudah aktif menulis sejak usianya remaja. Ia juga kerap
menulis di majalah-majalah remaja seperti, Hai, Kawanku, dan Gadis. Baru setelah
kuliah dia menulis cerpen yang lebih serius dan berhasil diterbitkan oleh berbagai
surat kabar ternama. Pada tahun 1989 Ia juga berhasil membuat kumpulan cerpen
yang berjudul Malam Terakhir yang diterbitkan kembali Gramedia pada tahun 2009.

Kumpulan cerpen Leila S. Chudori Malam Terakhir tersebut juga telah


diterjemahkan dalam bahasa Jerman. Masih banyak karya luar biasa dari Leila S.
Chudori di antaranya yaitu Kelopak-kelopak yang Berguguran (1984), 9 dari Nadira
(2009), Pulang: Sebuah Novel (2012), Dunia Tanpa Koma (2006), Drupadi (2009), dan
Laut Bercerita (2017).

Leila S. Chudori juga banyak meraih penghargaan atas karya-karyanya.


Penghargaan yang didapatkan Leila S. Chudori yaitu Penulis Skenario Drama Televisi
Terpuji (2006) atas skenarionya yang berjudul Dunia Tanpa Koma dan Penghargaan
Sastra Badan Bahasa Indonesia (2011) atas karyanya yang berjudul 9 Dari Nadira.
Sekarang, kamu bisa memesan novel Laut Bercerita karyanya yang terkenal melalui
Blibli.

D. Sinopsis

Biru Laut, seorang mahasiswa program studi sastra inggris di Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

Laut, Sunu, Daniel, Alex, dan Kinan merupakan anggota organisasi Winatra dan
Wirasena. Mereka membuat rencana untuk merenovasi calon rumah yang akan
mereka sewa di sebuah pojok terpencil di Yogyakarta untuk dijadikan markas
organisasi.
3

Setahun sebelumnya, Laut Mengenal Kasih Kinanti di kios Mas Yunus, tempat
para mahasiswa diam-diam menggandakan buku-buku terlarang. Sembari duduk di
sebelah Kinan yang sedang menggandakan buku, mereka berbincang mengenai latar
belakang Kinan dengan masalah yang dialami keluarganya. Kinan mengajak Laut
untuk bertemu lagi di esok hari.

Keesokan harinya seusai kuliah mereka bertemu lagi di suatu warung makan
kecil, tempat mereka bisa mendapatkan makanan enak dengan harga murah.
Disana Kinan memperkenalkan Laut pada seseorang di pojok warung. Naratama,
teman seangkatan Kinan di FISIP.

Setelah makan siang selesai, Kinan memperkenalkan Laut pada Arifin Bramantyo
yang tidak terlihat seperti pemimpin organisasi anak-anak muda. Bram meceritakan
masa kecilnya di Cilacap, dan Awal bagaimana Laut bisa mencintai sastra.

Proses renovasi Rumah Seyegan dimulai. Sunu, Narendra, Dana, dan beberapa
mahasiswa sedang membereskan kama-kamar; sementara Kinan dirubung beberapa
anak muda, mereka adalah seniman Taraka. Kinan memperkenalkan para seniman
tersebut kepada Laut, Abiyasa, Hamdan Murad, dan Coki Tambunan, mereka
berencana mengecat tembok-tembok busuk di Rumah Seyegan dengan mural para
tokoh seni atau politik. Laut dikenalkan pada Ratih Anjani, dengan terpukau pada
wajah Anjani, Laut menggenggam erat tangannya saat berkenalan.

Laut dan rekan-rekannya berencana melakukan aksi Tanam Jagung Blangguan,


untuk membela rakyat Blangguan yang haknya telah diambil oleh pemerintah.
Sebelum melaksanakan aksi tersebut. Laut bersama rekan-rekan Wirasenannya
pernah melakukan ‘diskusi Kwangju’ di Pelem Kecut, mereka mendistribusikan
selebaran ke berbagai pelosok kampus terpillih di Yogya untuk mengundang para
mahasiswa. Entah bagaimana, rupanya selebaran itu jatuh ke tangan intel.
4

Diskusi belum sempat dimulai. Tiba-tiba geromboan intel dan beberapa polisi
melakukan penggerebekan dan menuduh bahwa mereka merencanakan aksi
keonaran buruh di Yogya. Mereka tidak menyangka penggerebekan itu akan terjadi.
Sunu berkesimpulan ada yang membocorkan diskusi tersebut dan dari situlah, awal
mula Laut dan rekan-rekannya mengetahui dan mengenal arti dari sebuah
pengkhianatan.

Kelompok Wirasena, Winatra, dan Taraka dari Yogyakarta, Jakarta, Semarang,


Solo, Surabaya mengirim perwakilan untuk bergabung atas nama Aksi Mahasiswa
untuk Blangguan, melawan pemerintah Orde Baru dengan sajak dan aksi
penanaman jagung yang dilakukan oleh 40 mahasiswa dan aktivis muda. Selama
perjalanan ke Blangguan mereka diikuti mobil intel.

Setelah tiba di Blangguan, para intel menghilang meski menurut Kinan mereka
masih mengikuti. Pak Subroto sebagai tokoh yang dihormati dan dituakan di area
Blangguan menjelaskan teknis bagaimana caranya 40 orang sebaiknya dibagi-bagi
menginap di tempat penduduk dan menunggu saat yang tepat untuk diam-diam
menanam jangung dan menyampaikan kalau mobil patrol mondar-mandir sejak
siang. 40 orang dibagi menjadi lima kelompok untuk disebar ke rumah-rumah
penduduk. Namun hanya dua kelompok pertama yang bisa menumpang di rumah
petani karena beberapa rumah sudah dijaga tentara. Laut, Kinan, Sunu, Alex, Daniel,
dan Anjani menjadi kelompok pertama yang berjalan menuju rumah Bu Sumatri.
Bram, Sang Penyair, Julius, Dana, Narendra, Widi, dan Coki berpisah menuju rumah
Pak Slamet yang letaknya tak jauh.

Tentara memeriksa rumah-rumah petani, termasuk rumah Bu Sumantri, namun


mereka berhasil lolos dari pemeriksaan karena taktik yang dilakukan Bu Sumantri.
Setelah ketegangan mereda, Sang Penyair datang. Hari semakin malam, mereka
memutuskan untuk keluar dari desa dan pergi ke gedung DPRD. Dibawah hujan yang
5

deras para mahasiswa merayap melalui ladang jagung. Setelah berhasil keluar dari
desa mereka berjalan ke titik tempat bus akan berhenti. Menjelang subuh,sebuah
bus menghampiri mereka. Dalam keadaan penuh lumpur mereka menaiki bus
tersebut, namun di perjalanan dua mobil polisi menghadang bus yang mereka
tumpangi.

Supir bus berhasil membuat mereka lolos dari polisi, sesampainya di gedung
DPRD, mereka menceritakan pengalaman mereka di Blangguan kepada salah satu
anggota dewan, setelah mendengar janji-janji penampungan laporan 40 orang itu
bubar dari gedung, lalu menuju Yogya melewati jalan yang berbeda-beda. Namun
kelompok Laut tertangkap di terminal Bungurasih, dibawa ke sebuah markas.
mereka diinterogasi, sambil menanyakan dalang dari aktivitas yang merela lakukan,
mereka disiksa hingga mengalami luka parah.

Setelah melewati penyekapan dan penyiksaan mereka dikembalikan ke terminal.


Laut dan Julius menuju ke Pacet, rumah Pakde Anjani, berpisah dengan Alex, Sunu,
Bram dan anggota kelompok lain yang menuju ke Seyegan, dan Solo. Mereka berdua
dijemput oleh kedua kakak Anjani yaitu Mahesa dan Raka. Mereka menuju ke
sebuah klinik untuk diobati, lalu melanjutkan perjalanan ke Pacet, menuju tempat
aman dan bertemu dengan Kinan, Anjani, Daniel, Coki, Abi, Narendra, dan Hamdan.

Singkat cerita, pada tahun 1996, Jakarta, Kelompok Winatra dan Wirasena mulai
bergerak memperlihatkan dukungan kepada putri proklamator yang menjadi ketua
partai. Pada tanggal 1 Juli 1996, manifesto yang telah diperdebatkan selama berhari-
hari selesai. Hingga ketika Bram membacakan manifesto tersebut, yang
menghebohkan media dan peristiwa Sabtu Kelabu yang berdarah. Organisasi
Winatra dan Wirasena menjadi buronan karena diangga berbahaya bagi
pemerintahan, anggotanya lambat laun tiba-tiba menghilang. Orang yang menjadi
korban penculikan tersebut disekap dan disiksa dengan cara yang sadis.
6

Pada tahun 2000, dua tahun setelah hilangnya Biru Laut dan anggota organisasi
Winatra Wirasena. Asmara, adik Biru Laut dan orang tuanya selalu mengadakan
acara makan malam setiap hari minggu, Bapak mengambil empat buah piring lalu
memutar lagu dari vinyl yang mengingatkan mereka pada Biru Laut. Mereka menanti
kedatangan Biru Laut yang akan duduk di depan piring kosong itu.

Asmara bersama teman-teman dan keluarga dari orang yang dihilangkan secara
paksa mendirikan organisasi untuk menangani dan mencari orang-orang yang telah
hilang tersebut. Dengan harapan agar kasus hilangnnya Biru Laut dan rekan-
rekannya yang hilang dapat dituntaskan.

E. Kelebihan dan Kekurangan Buku

Bagian cover dari buku ini memiliki gambar yang cukup unik, bergambar
pemandangan di bawah laut yang indah, namun dengan adanya seseorang yang
terkubur di bawah laut dengan keadaan kaki diborgol memberikan misteri tentang
apa yang terjadi pada orang tersebut.

Mengisahkan cerita dari sudut pandang Biru Laut dan Asmara, buku ini
menyajikan pengalaman cerita yang mendebarkan dan membuat penasaran.
Perjalanan para aktivis yang penuh dengan rasa tidak aman dapat dirasakan dari
perjalanan yang dilaiui oleh Biru Laut bersama dengan rekan-rekannya di organisasi
Wirasena, Winatra, dan Taraka yang selalu merasa terancam karena saat itu menjadi
aktivis bisa dianggap sebagai teroris, dan kecurigaan bahwa adanya penghianat
diantara orang terdekat mereka.

Selain mengisahkan kebersamaan dalam organisasi Wirasena, Winatra, dan


Taraka, buku ini juga dibumbui dengan cerita romansa antara Laut dan Anjani,
hubungan kekeluargaan antara Laut dan Asmara, dan penghianatan yang dialami
7

Laut membuat buku ini memiliki rasa yang beragam sehingga tidak bosan karena
selalu berputar pada kegiatan para aktivis.

Hubungan adik-kakak antara Laut dan Asmara sangat penting dalam


membangun cerita saat masuk ke sudut pandang Asmara. Asmara yang merasakan
kehilangan dapat memberikan kehampaan pada hati pembaca.

Buku ini ditulis dengan sangat baik, gaya penulisannya yang kasual membuat
buku ini tidak bosan saat dibaca. Pemilihan kata dan kalimatnya membuat keaadaan
mental dan emosi yang dialami tokoh dapat dirasakan oleh pembaca.

Buku ini menggunakan alur maju mundur yang awalnya agak membingungkan
jika tidak terbiasa membaca cerita dengan alur maju mundur.

Walaupun terkesan repetitif pada bagian penyiksaan yang dialami oleh Laut,
namun alurnya membuat keadaan Laut saat alur maju, dan kisah yang diceritakan
saat alur mundur masih berhubungan, membuat emosi yang dirasakan Laut menjadi
lebih tergambar.

Kekurangan novel ini ada pada dialog yang berbahasa jawa tidak memiliki
terjemahkan ke bahasa Indonesia sehingga beberapa percakapan tidak terlalu
dimengerti.

Buku ini juga tidak memberi trigger warning pada banyaknya kejadian
penyiksaan yang dapat membuat pembaca tidak nyaman atau memicu trauma yang
dimiliki pembaca.
8

F. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Cerita

Nilai Agama

Toleransi antar agama merupakan hal yang menting dalam membentuk


persatuan dan kesatuan. Juga harus selalu ingat untuk beribadah kapanpun,
dimanapun, dan sesibuk apapun kegiatan sedang dilakukan.

Nilai Pendidikan

Tokoh-tokoh dalam cerita Laut Bercerita banyak menyebutkan buku-buku


yang mereka baca. Dengan membaca buku kita akan selalu menemukan ilmu baru,
karena buku adalah jendela ilmu yang memberitahu kita banyak pengetahuan
tentang berbagai hal.

Nilai Moral

Novel Laut Bercerita ini mengajarkan tentang pentingnya solidaritas,


keberanian, kesetiaan, perjuangan, dan pertemanan. Para tokoh di novel ini
memperjuangkan apa yang mereka anggap benar untuk mencapai kebenaran dan
kebebasan.

Nilai Sosial

Novel ini memiliki tokoh-tokoh yang berasal dari berbagai suku dan agama,
namun mereka saling menghargai satu sama lain, saling membantu dan berjuang
dalam menghadapi krisis yang mereka lalui.

Nilai Budaya

Novel Laut Bercerita memberikan gambaran dari keanekaragaman budaya


yang dimiliki negara Indonesia. Dengan menggunakan berbagai kejadian nyata yang
9

terjadi saat era reformasi di tahun 1998 kita juga menjadi tahu kejadian yang terjadi
sebagai warisan sejarah Indonesia.

G. Penutup

Walaupun buku ini menceritakan sejarah fiksi, namun pembaca masih bisa
mendapatkan informasi mengenai sejarah gelap Indonesia pada masa orde baru.
Buku ini sangat direkomendasikan dan layak untuk dibaca dengan banyaknya pesan
yang dapat diambil selama membaca buku ini.

Anda mungkin juga menyukai