Anda di halaman 1dari 25

A.

Identitas Novel

No Identitas Buku Uraian


.
1. Judul Buku Kuncup Berseri
2. Penulis Nurhayati Sri Hardini (Nh. Dini)
3. Penerbit Penerbit Pertama : PT Dunia Pustaka Jaya
Penerbit Kedua : PT Gramedia Pustaka Utama
4. Kota Terbit Jakarta
5. Tahun Terbit Penerbit Pertama :
- April 1979
Penerbit Kedua :
- Cetakan Pertama : Juli 1996
- Cetakan Kedua : Februari 2000
- Cetakan Ketiga : Maret 2004
6. Jumlah Halaman 172 halaman

B. Latar Belakang Penulisan Novel


Novel Kuncup Berseri karya Nh. Dini mengisahkan kisah
perjalanan hidupnya yang tumbuh menjadi seorang remaja. Ketika terjadi
masa di mana ia berpikir tata cara pergaulan semakin bergeser dari norma
hidup yang berlaku, ketika ia melihat masa itu semakin parah, ia
menuangkan pengalaman masa lalunya ke dalam buku novel Kuncup
Berseri untuk menuangkan pengalaman pribadinya sekaligus
menginspirasi remaja Indonesia agar tidak bergeser dari norma yang ada.

C. Abstrak Novel
Ketika Anda membaca novel Kuncup Berseri, Anda akan disambut
dengan sampul buku dengan gambar karikatur seorang remaja yang
menggambarkan isi cerita yaitu kehidupan seorang remaja yang dibuat
oleh Ipong Purnama Sidhi. Nh. Dini pun juga menambahkan kutipan
Sajak-sajak Sepatu Tua karya W. S. Rendra. Novel Kuncup Berseri

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 3
dilengkapi dari sembilan bab tanpa judul yang saling berkaitan antara satu
bab dengan bab yang lain. Sayangnya, novel ini tidak dilengkapi oleh
daftar isi sehingga pembaca harus mencari bab secara manual. Novel ini
mengisahkan kehidupan Dini yang digambarkan sebagai tokoh Aku
selama masa SMA Sastra di kala itu pula bakat seninya berkembang
dengan pendirian sebuah grup teater bernama Kuncup Seri. Sementara itu,
nilai-nilai kehidupan dan pergaulan semakin bergeser dari norma yang ada.
Kisah yang diceritakan Nh. Dini kental dengan nuansa Jawa entah
dari segi bahasa maupun budaya yang ditampilkan. Bahasanya pun lugas
sehingga memudahkan pembaca untuk menangkap makna ceritanya.
Disaat kita membacanya, kita seakan-akan membaca catatan harian Nh.
Dini sendiri sehingga terkesan hidup.
Buku ini dilengkapi dengan biografi lengkap Nh. Dini disertai
rekomendasi novel-novel lain yang merupakan bagian dari seri Cerita
Kenangan novel Nh. Dini.

D. Sinopsis Novel
Kuncup Berseri karya Nh. Dini bercerita tentang masa ketika Dini
tokoh utama dalam novel tersebut duduk di Sekolah Menengah Atas
(SMA). Ibunya adalah seorang janda. Karena bapaknya sudah meninggal
ibunya harus menghidupi Dini dan ketiga saudaranya dalam masa awal
kemerdekaan RI. Dini dan ketiga saudaranya sejak kecil diajar untuk
menghormati pemakaian atau penggunaan sumber alam tanpa
kecerobohan. Namun, bagi Dini semua itu tidak menyurutkan
semangatnya untuk meneruskan pendidikan. Ia memutuskan sendiri untuk
masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) bagian sastra. Sebagai siswa di
sekolah, Dini termasuk anak yang sangat rajin dan kreatif. Ia rajin menulis
naskah drama, puisi dan karya sastra lainnya. Lalu, bersama teman-
temannya ia memainkan sandiwara yang ia tulis dan disiarkan di radio RRI
kala itu. Mereka memberikan nama kelompok sandiwara itu Kuncup
Berseri.

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 4
Di SMA Sastra, Dini bersama teman-temannya memiliki kebiasaan
mengunjungi Mak Jah di waktu istirahat melewati jalan besar hanya
sekedar untuk mengunjungi Mak Jah dan membeli pecel. Namun,
pimpinan sekolah tiba-tiba berubah pikiran untuk mengunci pintu gerbang
yang mengarah ke jalan besar setelah lonceng istirahat berbunyi. Hal itu
membuat Dini dan teman-temannya absen mengunjungi Mak Jah. Tetapi,
hal itu hanya berangsur beberapa hari, sampai tiba-tiba terdapat dua papan
kayu terpasang menghubungkan kelas dengan jalan keluar. Hal itu justru
lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan cara sebelumnya yaitu
melewati gerbang menuju jalan besar. Akhirnya kesulitan itu pun cepat
teratasi dan dengan tenang Dini dan temannya dapat mengunjungi Mak Jah
dengan mudah.
Pada saat remaja, Dini menyaksikan kejadian yang tak pernah
dibayangkan sebelumnya, yaitu peristiwa kesurupan, hal itu wajar karena
Dini sama sekali tidak pernah mengalami hal-hal mistis selama hidupnya.
Suatu hari, Ibu memanggil orang pintar untuk mengetahui siapa penjaga
rumah yang sudah dihuninya. Hal itu berujung pada kesurupan Teguh
yang secara tiba-tiba mempraktikkan gerakan silat yang apik di depan
keluarganya.
Suatu hari, Dini bertengkar dengan Teguh mengenai susunan
adegan dan hiasan atau selingan music untuk naskah sandiwara yang akan
dimainkan di radio. Beberapa hari kemudian, Pak Samdu dari pihak RRI
mendatangi kediaman Dini dan Teguh untuk menawari Kuncup Seri
mengisi acara sandiwara menggantikan Anu di RRI yang harus disiarkan
pecan depannya. Mendengar itu, Dini langsung menghampiri Tatma untuk
karena menurut Dini Tatma mempunyai naskah cerita rakyat Banyuwangi.
Ternyata Tatma sudah selesai membuat naskahnya, hal itu langsung
membuat Dini bergegas mengadakan latihan sandiwara di Sekayu. Dan
Kuncup Seri memainkannya di RRI mengisi giliran rombongan lain.
Suatu hari, Teguh dan kerabatnya, Mas Dar berniat untuk memetik
mangga. Namun nahas, kecelakaan menimpa Teguh yang jatuh dari pohon

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 5
dan tertimpa cabang pohon. Hal itu pun didengar oleh seluruh warga,
kemudian Teguh dibawa ke rumah sakit dengan beberapa luka dan
kelainan tulang yang diderita Teguh. Bersamaan dengan dirawatnya
Teguh, banyak sekali latihan-latihan gamelan dan sandiwara yang harus
diteruskan. Disusul oleh rekaman dan siaran keduanya.
Beberapa lama setelah perawatan, ternyata Teguh tetap jadi
berangkat ke Surabaya meskipun baru saja mengalami insiden yang cukup
serius. Hal itu akhirnya membuat Dini berpikir untuk menggantikan Tatma
sebagai pemeran utama laki-laki menggantikan posisi Teguh sebelumnya.
Hal itu juga menyebakan Dini harus memegang kendali administrasi
Kuncup Seri secara penuh.
Suatu hari, RRI mengumumkan akan mengadakan festival
sandiwara radio. Kuncup Seri menerima undangan agar mengikutinya.
Karena RRI telah mengenal pola permainan Kuncup Seri, panitia tidak
memberlakukan ujian percobaan pada Kuncup Seri. Setelah mengajukan
beberapa naskah sandiwara, panitia memilih naskah sandiwara yang
berjudul Kota yang melukiskan kaum pendatang dari desa ke kota. Seperti
biasanya, para anggota Kuncup Seri mengadakan latihan di desa Sekayu.
Kemudian tibalah giliran Kuncup Seri menampilkan performanya.
Tampak seperti tidak biasanya, perhatian lebih besar dari hari-hari
sebelumnya. Adegan demi adegan keluar dari alat pengeras suara radio.
Memang, Kuncup Seri kala itu bekerja dengan kesanggupan yang lebih
dari biasanya. Penampilan selesai, Kuncup Seri menunggu hasil keputusan
juri. Ternyata rombongan yang menang untuk kategori penampilan terbaik
jatuh ke tangan Saraswati, sedangkan untuk naskah terbaik jatuh pada
Kuncup Seri.
Akhirnya pembagian hadiah diumumkan seorang demi seorang
setelah pidato atau sambutan selesai dibacakan. Berturut-turut pula mereka
naik ke panggung menerima tanda penghargaan dari RRI. Diteruskan
dengan penampilan pertunjukan tari serta nyanyian.

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 6
Setelah setahun di Surabaya, Teguh kembali ke Semarang.
Otomatis Teguh akan turun kembali ke Kuncup Seri. Setelah
kepulangannya, Teguh telah menulis naskah-naskah baru. Naskah pertama
yang kuncup Seri mainkan adalah sandiwara berjudul He Bulan. Namun,
ketika pengajuan naskah, Kuncup Seri mengalami beberapa kesulitan dari
RRI mengenai penyelenggaraannya. Kepala Bagian Siaran menolak
naskah Teguh, sebab ia mempergunakan bahasa yang terkesan frontalisme.
Tokoh-tokoh pada naskah tersebut berbicara dengan kenyataan yang
terlalu mencolok. Dalam adegan percekcokan, kata-kata makian kasar
yang sering diucapkan oleh orang-orang kampong tertulis nyata dan
tampak jelas. Kata Kepala Bagian Siaran, hal ini tidak menjadi soal
apabila naskah tersebut merupakan karya yang diterbitkan. Sedangkan di
dalam penyiaran, RRI adalah lembaga milik pemerintah. Tugasnya adalah
mengedukasi dan membangun. Mereka tidak bisa menyiarkan sandiwara
berisi makian-makian kasar tersebut.
Pada awalnya, Dini membiarkan Teguh mondar-mandir RRI untuk
mempertahankan diri. Akhirnya Kepala Bagian Siaran meminta supaya
ada perubahan pada beberapa adegan. Cerita mengenai hidup yang
sebenarnya pun akan berganti rupa, menjadi masyarakat kelas tinggi, dank
arena kehalusan bahasanya, karena hipokrasi atau kepura-puraan yang
nyata –nyata dapat terasakan oleh kebanyakan orang.
Setelah berunding, Dini dan Teguh meminta untuk berunding
dengan Pak Samdu. Pak Samdu sebagai pegawai negeri tentu saja
membela kepalanya. Membenarkan bahwa RRI tidak seharusnya
menyiarkan maki-makian serta hal-hal yang tidak sopan. Dini mengatakan
bahwa dalam kehidupan sehari-hari terlalu banyak ketidaksopanan yang
mencolok mata. Tidak perlu mengikuti siaran radio, para pendengar sudah
mendapatkan contoh kejelekan-kejelekan. Dengan penuh percaya diri,
Kuncup Seri meneruskan latihan menggunakan naskah He Bulan.
Keyakinan itu pun memberikan hasil yang memuaskan. Pak Samdu
berhasil membujuk Kepala Bagian Siaran supaya mengiinkan naskah He

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 7
Bulan digunakan untuk pementasan sandiwara. Betapa bahagianya anggota
Kuncup Seri, menganggap sebagai sebuah kemenangan tersendiri akan
kesanggupamnya mengokohkan prinsip.
Surat Paman dari Jakarta menyetujui kedatanga Teguh ke ibukota.
Teguh dan Dini pun bersiap-siap mengatur pementasan Dewi Omega yang
merupakan pementasan terakhir Kuncup Seri di malam pertemuan pelajar
di Aula Gereja Kalisari.
Setelah lulus dari SMA Sastra, Dini belum bisa memastikan
kemana tujuan selanjutnya. Setelah berbagai pertimbangan, Dini pergi ke
kantor Garuda Indonesian Airways untuk menyerahkan surat lamaran pada
GIA. Sore harinya, ia bertemu dengan Hartati, teman sekelasnya. Rupanya
Hartati juga mengalami masalah yang sama, yaitu mencari pekerjaan. Dini
pun menganjurkan untuk mengirim surat lamaran ke GIA juga. Rupanya,
GIA membuka lowongan sebagai pramugari darat dan akan ditempatkan di
daerah Kemayoran. Salah satu syaratnya yaitu harus lulus ujian percobaan
pada tanggal yang telah ditentukan di Jakarta.
Awalnya, Dini ragu untuk berterus terang kepada Ibu, khawatir jika
Ibunya merasa khawatir mengenai lingkungannya nanti. Akhirnya Dini
menceritakan terus terang dan meyakinkan supaya Dini bisa melanjutkan
tujuannya.
Setelah mengikuti ujian percobaan, Dini pulang ke Semarang
sembari menunggu jawaban dari GIA. Kuncup Seri pun melakukan malam
perpisahan, karena rata-rata anggota Kuncup Seri sebaya dengan Dini dan
lulus bersama, sementara yang muda nampaknya kurang bergairah dan
bersemangat untuk melanjutkan. Setelah hasil ujian dibagikan, ternyata
Dini lulus ujian percobaan, sedangkan Hartati tidak. Namun, tiba-tiba
kakaknya Nugroho menolak keras keputusannya bekerja di ibukota.
Dengan kesabaran Ibu, akhirnya perselisihan dapat dipadamkan.
Dengan bersiapnya Dini meninggalkan Semarang, mulailah kisah
Dini menjadi pramugari darat di Garuda Indonesian Airways.

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 8
E. Penilaian Novel

Keunggulan Novel Kelemahan Novel


1. Cerita yang ditampilkan sesuai 1. Buku tidak dilengkapi daftar isi,
dengan keadaan masa kini sehingga menyulitkan pembaca
meskipun ditulis pada waktu 1979 untuk pencarian cepat.
yaitu tentang peradaban dan 2. Banyaknya istilah-istilah Jawa
pergaulan yang semakin bergeser yang jarang dijumpai oleh
dari norma. masyarakat sehingga
2. Kisah yang dialami oleh tokoh menyulitkan pembaca dalam
utama begitu detail, sehingga mengartikan makna yang
pembaca akan merasa seperti sesungguhnya.
membaca buku catatan harian. 3. Tidak adanya judul di setiap
3. Cerita yang diangkat terkesan bab, sehingga pembaca
hidup sehingga menggugah diharuskan membaca secara
pembaca untuk berimajinasi keseluruhan untuk mengerti
seperti terlibat di dalam cerita perihal yang dibahas setiap bab.
penulis.

F. Analisis Unsur Intrinsik Novel

No. Unsur Intrinsik Uraian


1. Tema Pergeseran Sosial dan Budaya
2. Tokoh dan 1. Protagonis : Aku
Penokohan 2. Deutrogonis : Teguh, Paman Sarosa, Wadi,
Paman Iman Sujahri, Edi, Nuning, Roostiati
3. Tritagonis : Pak Samdu
4. Confident : Ibu
5. Utility : Pak Guru Sarjono, Heratih, Ninik
3.. Perwatakan 1. Aku (Nh. Dini)
- Kritis
 Dia telah mengetahui bahwa
seringkali aku bertindak dengan

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 9
dasar pikiran yang luas. (Kuncup
Berseri, 1979: 2)
- Teguh Pendirian
 Aku menyadari, bahwa beberapa di
antara mereka berusaha
mempengaruhiku. Tetapi dengan
gigih aku berteguh hati, mengikuti
keyakinanku sendiri. (Kuncup Berseri,
1979: 3)
- Percaya diri
 Tapi aku bangga dengan kebiasaanku.
Kepercayaan kepada diri sendiri
semakin tebal dan kuat. (Kuncup
Berseri, 1979: 123)
2. Ibu
- Terbuka
 Sebagai orang yang berakal dan
berpendidikan menurut tradisi, aku
beruntung memiliki ibu yang
berpemikiran terbuka, bicara terang
namun dilingkupi kehalusan kata-kata
serta sikap. (Kuncup Berseri, 1979: 9)
3. Roostiati
- Lemah lembut
 Roostiati yang lemah lembut
bicaranya pantas memegang peranan
sebagai seorang ibu. (Kuncup Berseri,
1979: 6)
- Periang
 Apabila bertemu di jalan pun selalu
menunjukkan kegembiraannya.

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 10
(Kuncup Berseri, 1979: 55)
4. Teguh
- Pelupa
 Aku tidak begitu mengharapkan,
karena kecuali sifat kakakku yang
pelupa, juga tergantung kepada
keadaan cuaca. (Kuncup Berseri,
1979: 6)
- Sombong
 Tiba-tiba aku sadar, bahwa kakakku
yang satu ini seringkali bersikap
sombong. (Kuncup Berseri, 1979: 44)
5. Paman Iman Sujahri
- Pengertian dan Perhatian
 Dengan keharuan yang dalam, pada
waktu menulis ini, sekali lagi aku
merasa betapa dia mengerti dan
memperhatikan pribadiku. (Kuncup
Berseri, 1979: 6)
6. Wadi
- Terbuka
 Dalam bahasa Jawa Wadi dapat
diartikan rahasia. Namun bagiku, ia
selalu terbuka hatinya. Selalu bersedia
menceritakan kepadaku pengalaman-
pengalamannya dalam hal percintaan.
(Kuncup Berseri, 1979: 7)
- Ramah
 Wadi termasuk sedemikian sedikit
kawan pria yang sejak perkenalan
pertama kali langsung ramah

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 11
menunjukkan kebebasan bergaul yang
santai. (Kuncup Berseri, 1979: 8)
7. Heratih
- Penakut
 Dengan jelas kulihat Heratih
kecemasan. Kakakku sulung itu
berhati kecil. (Kuncup Berseri, 1979:
39)
8. Edi
- Tidak suka basa-basi
 Edi lebih tenang dan dingin daripada
adiknya, hanya berkata lirih
menyetujui: “Ya betul! Bagus sekali”.
(Kuncup Berseri, 1979: 66)
- Tertutup
 Edi tidak akan mengatakan isi
hatinya jika tidak ditanya. (Kuncup
Berseri, 1979: 67)
9. Pak Guru Sarjono
- Suka mengejek dan menyindir
 Guru bahasa Indonesia kami ialah Pak
Sarjono. Wataknya sama seperti guru
bahasa Perancis, suka mengejek dan
menyindir. (Kuncup Berseri, 1979:
96)
- Keras kepala
 Hal itu menjadi tambahan sebagai
pengisi waktu di kala Pak Sarjono ada
di kelas kami. Dengan kekerasan
kepala yang nyata-nyata selalu
diucapkan dalam bentuk gangguan,

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 12
dia mengulang kalimatnya. (Kuncup
Berseri, 1979: 101)
10. Nuning
- Penyabar
 Nuning yang halus perangainya tidak
marah hanya karena disebabkan oleh
kepindahanku. (Kuncup Berseri,
1979: 102)
- Tidak suka basa-basi
 Dalam hal sikap dan cara berbicara,
dia lebih mendekati sepupuku Edi
Setyawati; tidak suka basa-basi.
Keduanya benar-benar mirip.
(Kuncup Berseri, 1979: 103)
11. Ninik
- Pemberani
 “Selamat pagi, Pak,” Ninik yang
selalu lebih berani dari kami bersuara
keras menyalami, disusul Sri, Tuti,
dan Andri. (Kuncup Berseri, 1979:
108)
4. Alur Alur Campuran
1. Alur Maju
 Selama tiga tahun, di kemudian hari
ketika aku sudah merasa krasan di
gedung itu, aku sering duduk-duduk
di tangga depan yang mengarah ke
jalan besar Bojong. (Kuncup Berseri,
1979: 20)
 Beberapa waktu berselang, ceritaku
“penemuan” dimuat di majalah Kisah.

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 13
(Kuncup Berseri, 1979: 90)
 Sejak itu, pertanyaan guru-guru
mengenai kemiripanku dengan
Nuning kurang berdatangan. (Kuncup
Berseri, 1979: 102)
2. Alur Mundur
 Ketika di SMP I, aku sering
berkesempatan pulang. (Kuncup
Berseri, 1979: 24)
 Sejak dua tahun sebelumnya, kakakku
Heratih membikinkan celana dalam
istimewa buatku, celana yang berpipa
turun sampai setengah paha. Katanya
supaya aku tidak “menunjukkan”
pahaku pada semua orang. (Kuncup
Berseri, 1979: 29)
 Dan setiap aku mencium bau itu,
kepalaku penuh dengan bayangan
Ayah, terbaring tipis di atas tempat
tidur dengan napas yang tersengal-
sengal. (Kuncup Berseri, 1979: 86)
5. Latar 1. Latar Tempat
- Kelas SMA Sastra
 Aku terdaftar di kelas di mana tak
seorang pun kukenal dengan baik.
(Kuncup Berseri, 1979: 20)
 Selama mengajar di kelas kami, belum
pernah aku melihatnya membawa tas
atau timbunan buku seperti guru-guru
lain. (Kuncup Berseri, 1979: 104)
 Gedung kami SMA Sastra pada waktu

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 14
siang sampai sore dipergunakan oleh
cabang lain. (Kuncup Berseri, 1979:
157)
- Stasiun
 Teguh mengantarkanku ke stasiun.
(Kuncup Berseri, 1979: 59)
- Daerah Menteng
 Di siang hari, Edi membawaku
meninjau daerah Menteng, lalu
melebar ke daerah sekitar, ke jalan-
jalan lain. (Kuncup Berseri, 1979: 64)
- Pinggir Sawah
 Jalan yang kami lalui tiba-tiba habis,
memojok ke pinggir sawah. (Kuncup
Berseri, 1979: 65)
- Tempat pameran
 Sore itu kami tiba di tempat pameran
dengan tubuh keringat dan kepanasan.
(Kuncup Berseri, 1979: 115)
- Desa Sekayu
 Seperti biasa kami berlatih di Sekayu.
(Kuncup Berseri, 1979: 124)
2. Latar Waktu
- Hari pertama sekolah
 Hari pertama berlangsung seperti
biasa, kaku. Aku terdaftar di kelas di
mana tak seorang pun kukenal dengan
baik. (Kuncup Berseri, 1979: 20)
- Sore hari
 Jam lima sore hari itu Ibu duduk di
pendapa menemui tamu, yang pernah

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 15
ditolong Ibu tinggal di kamar muka
rumah kami selama jaman revolusi.
(Kuncup Berseri, 1979: 35)
 Sore itu aku duduk di anak tangga di
pinggir latar. (Kuncup Berseri, 1979:
75)
 Dari lutut ke arah kaki, bolak-balik,
pasir itu ditimpakan pada kakiku yang
hitam berkilat menerima cahaya
matahari sore. (Kuncup Berseri,
1979: 112)
 Sore itu kami tiba di tempat pameran
dengan tubuh keringat dan kepanasan.
(Kuncup Berseri, 1979: 115)
3. Latar Suasana
- Menegangkan
 Keadaan menjadi sunyi. Pandang
tamu terpaku pada kakakku. Mereka
saling menatap, tidak berkedip. Tetapi
beberapa waktu kemudian, Tegih
kelihatan mulai menagntuk,
memejamkan dan membuka pelupuk
mata, hingga akhirnya nampak tiada
sadar lagi. (Kuncup Berseri, 1979: 42)
 Kemudian tibalah giliran Kuncup
Seri. Perhatian dari kelilingku lebih
besar dari hari-hari lainnya. Ruangan
tengah penuh. Pemondok lain-lainnya
duduk di pendapa dekat pintu masuk.
(Kuncup Berseri, 1979: 125)
- Menyedihkan

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 16
 Oleh kesedihannya, Ibu pun menjadi
pendiam. Sebisaku, aku mencoba
mengalihkan perhatiannya kepada
soal serta hal lain. Namun dengan
pengertian yang dalam, aku merasa
bahwa hanya perubahan ulah abang-
abangkulah yang akan bisa
membuatnya bahagia. (Kuncup
Berseri, 1979: 75)
- Mengharukan
 Malam itu aku tidak menyahut.
Sebagai tanda-tanda bahwa kata-
katanya mengena di hatiku, sambil
berjalan kutempelkan kepalaku
sejenak di dadanya. Untuk seterusnya
aku tidak berbicara. Pada waktu-
waktu demikian, Hadian mengerti aku
sibuk memikirkan sesuatu. Dia tidak
pernah cerewet menggangguku.
(Kuncup Berseri, 1979: 129)
- Menyenangkan
 Sementara itu, aku merasa senang
dapat megumpulkan hamper dua
puluh teman remaja yang berperhatian
terhadap lapangan yang kusukai.
(Kuncup Berseri, 1979: 107)
6. Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama
 Aku menyadari, bahwa beberapa di
antara mereka berusaha
mempengaruhiku. Tetapi dengan
gigih aku berteguh hati, mengikuti

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 17
keyakinanku sendiri. (Kuncup Berseri,
1979: 3)
 Aku tidak begitu mengharapkan,
karena kecuali sifat kakakku yang
pelupa, juga tergantung kepada
keadaan cuaca. (Kuncup Berseri,
1979: 6)
 Dimulai dari waktu itulah, selama
empat atau lima hari setiap bulan aku
merasa bagaikan seseorang yang
paling merana di dunia ini. (Kuncup
Berseri, 1979: 12)
7. Amanat  Kebutuhan orang memang macam-macam.
Apalagi orang-orang dewasa. Waktu itu aku
melihat segalanya dari sudut pandang
remaja, anak muda yang menganut didikan
dan pengertian, bahwa uang tidak jatuh
begitu saja dari langit. Namun di samping
itu pula aku diberi pengertian bahwa makna
keluarga, kawan serta kedermawanan tidak
bisa terpisah satu sama lain. (Kuncup
Berseri, 1979: 32)
 Umur, kedudukan, dan pengalaman hanya
merupakan perlengkapan. Jika manusia
tidak bisa menerima serta mencernakan
ketiganya dengan kadar yang diajarkan
hukum kesederhanaan dan keteguhan
watak, dia terpenjara oleh pikiran yang
sempit, atau terjerat ke dalam kepongahan.
(Kuncup Berseri, 1979: 143)

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 18
G. Analisis Unsur Ekstrinsik Novel
1. Biografi Pengarang
Nurhayati Sri Hardini (biasa dikenal dengan Nh. Dini) lahir di
Semarang, 29 Februari 1936. Nh. Dini merupakan salah satu
sastrawan, novelis, dan feminis Indonesia
yang sangat produktif. Beliau mulai menulis
sejak tahun 1951, ketika masih duduk di kelas
II SMP. Tulisannya yang pertama berjudul
Pendurhaka pertama dimuat oleh majalah
Kisah dan mendapat sorotan dari H. B. Jassin.
Kumpulan-kumpulan cerita pendeknya Dua
Dunia diterbitkan ketika dia masih menduduki
bangku SMA.
Nh. Dini pernah menjadi pramugari Garuda Indonesia Airways,
lalu menikah dengan Yves Coffin, seorang diplomat Perancis, dan
dikaruniai dua orang anak, yaitu Marie Claire Lintang dan Pierre Louis
Padang.
Setelah lebih dari 20 tahun mengikuti suaminya, di antaranya
tinggal Jepang, Philipina, Kamboja, Amerika, Belanda, dan Perancis,
pada tahun 1980, Nh. Dini kembali ke Indonesia. Sejak
kepulangannya, beliau aktif dalam berbagai organisasi di antaranya
Wahana Lingkungan Hidup dan Forum Komunikasi Generasi Muda
Keluarga Berencana.
Enam tahun kemudian pada 1986, beliau mendirikan Pondok Baca
Nh. Dini, sebuah taman bacaan untuk anak-anak, yang sampai
sekarang terus berkembang dan memiliki banyak cabang.
Sejumlah novelnya antara lain novel La Barka, Sebuah Lorong di
Kotaku, Padang Ilalang di Belakang Marah, Langit dan Bumi Sahabat
Kami, Sekayu, dan Kuncup Berseri, Pada Sebuah Kapal, Pertemuan
Dua Hati, Namaku Hiroko, Keberangkatan, Orang-Orang Tran, serta
Tirai Menurun.

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 19
Penghargaan yang didapatkan Nh. Dini di antaranya penghargaan
juara pertama lomba penulisan cerpen dalam bahasa Perancis se-
Indonesia yang diselenggarakan surat kabar Le Monde – kedutaan
Perancis di Jakarta – Radio France Internationale – dengan cerpen
berjudul Le Nid de Poisson dans la Baie de Jakarta, penghargaan
Bhakti Upapradana (Bidang Sastra) dari Pemerintah Daerah Jawa
Tengah, dan Hadiah Seni untuk Sastra dari Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.

2. Situasi dan Kondisi


Situasi cerita novel Kuncup Berseri digambarkan lingkungan yang
dihadapkan pada pergeseran tata pergaulan dan kesopanan. Ketika
dahulu norma dijunjung tinggi dan berlandaskan kepentingan bersama,
saat ini manusia lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau
golongan daripada kepentingan orang lain atau bersama.
Contohnya, dahulu tidak ada persoalan tetangga mengenai buah
sawo yang dibawa codot lalu memecahkan genting mereka. Anak-anak
lebih terdidik, tidak merusak pagar dan masuk ke kebun orang untuk
mencuri isinya. Dulu orang selalu datang mengetuk pintu, dengan terus
terang meminta daun atau batang pisang maupun keperluan lain.
Saat ini, semuanya menjadi terbalik. Banyak sekali pencuri-pencuri
yang mengutamakan hasrat pribadinya. Jika tertangkap basah,
tingkahnya pun bermacam-macam. Ada yang ketakutan, lari terbirit-
birit, kabur melompati pagar. Tetapi ada juga yang dengan tenang
meneruskan memotong jantung pisang, dan dengan langkah pasti
menyelinapkan diri di antara pohon yang berjejal lalu meninggalkan
kebun. (Kuncup Berseri, 1979: 70)
Situasi dan kondisi yang terdapat pada novel Kuncup Berseri
menggambarkan kehidupan masa kini dimana sebagian besar orang
masih mementingkan kepentingan pribadinya, dan enggan untuk saling
mendorong kepentingan bersama. Banyaknya pergeseran norma akibat

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 20
saat ini sebagian besar orang masing-masing terlalu sibuk dengan
dunia masing-masing dan masa bodoh dengan lingkungan sekitar.
(Kuncup Berseri, 1979: 2)

3. Nilai-nilai yang Terkandung

No. Nilai-nilai Uraian


1. Nilai Sosial  Sedari kecil kami dididik agar merasa
dekat dan terlibat dengan tanah,
binatang, maupun seisi dunia lainnya.
(Kuncup Berseri, 1979: 1)
 Aku sudah mendapatkannya,
bagaimanapun rupa benda itu,
menurut tata karma, aku harus
mengirim surat berterima kasih.
(Kuncup Berseri, 1979: 32)
 Sekali-sekali sambil melengos,
memberikan sekeping logam atau
selembar uang kepada pengemis yang
mengganggu hirupan minumannya.
(Kuncup Berseri, 1979: 116)
2. Nilai Budaya  Tetapi dia bersikeras hati tidak
mengijinkan kami memotong rambut
setelah mencapai umur belasan
tahun. (Kuncup Berseri, 1979: 14),
(Kuncup Berseri, 1979: 14),
 Ibu mengajar kami untuk selalu
mengucapkan salam itu apabila kami
mengunjungi tempat-tempat yang
belum pernah kami injak. (Kuncup
Berseri, 1979: 63)
 Di Jawa Tengah, sejak kanak-kanak

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 21
hingga dewasa, tanpa memilih derajat
atau tingkatan pendidikan, hampir
semua rakyat berkesempatan melihat
atau mendengarkan tontonan
ketoprak dan wayang. (Kuncup
Berseri, 1979: 91)
3. Nilai Moral  Kebutuhan orang memang macam-
macam. Apalagi orang-orang dewasa.
Waktu itu aku melihat segalanya dari
sudut pandang remaja, anak muda
yang menganut didikan dan
pengertian, bahwa uang tidak jatuh
begitu saja dari langit. Namun di
samping itu pula aku diberi pengertian
bahwa makna keluarga, kawan serta
kedermawanan tidak bisa terpisah satu
sama lain. (Kuncup Berseri, 1979: 32)
 Umur, kedudukan, dan pengalaman
hanya merupakan perlengkapan. Jika
manusia tidak bisa menerima serta
mencernakan ketiganya dengan kadar
yang diajarkan hukum kesederhanaan
dan keteguhan watak, dia terpenjara
oleh pikiran yang sempit, atau terjerat
ke dalam kepongahan. (Kuncup
Berseri, 1979: 143)
 Terlalu sering Ibu mengulangi
ajarannya agar kami bersabar, agar
kami tidak memendam pikiran busuk.
(Kuncup Berseri, 1979: 74)
4. Nilai Agama  Menurut ajaran agama dia telah
menerima bekal sepenuhnya. (Kuncup

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 22
Berseri, 1979: 41)
 Ibu mengelus dada, tidak hentinya
menyebut nama Tuhan Yang Maha
Esa. (Kuncup Berseri, 1979: 72)
 Kuperhatikan, bertiga bersama
saudaranya, mereka patuh
menjalankan ibadah Islam. (Kuncup
Berseri, 1979: 133)
 Dari kecil aku dididik menuruti adat
kejawaan yang mempergunakan
agama Islam sebagai patokan.
(Kuncup Berseri, 1979: 159)

H. Analisis Unsur Kebahasaan Novel

No. Unsur Uraian


Kebahasaan
1. Gaya Bahasa 1. Majas Hiperbola
 Dari kalimat-kalimat percakapan yang
disuarakan dengan nada biasa, bisik-
bisik serta lemah lembut manusia
yang berkasih-kasihan, sampai
kepada teriakan dan maki-makian.
(Kuncup Berseri, 1979: 5)
 Ditolak oleh seseorang yang tidak
kusukai berarti kemerosotan derajat
yang serendah-rendahnya! (Kuncup
Berseri, 1979: 30)
 Pada suatu ketika ketawanya atau
kelakarnya terbahak keras. (Kuncup
Berseri, 1979: 69)

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 23
2. Majas Simile
 Atau kalimat Edi yang menunjukkan
kepekaan perasaannya mengenai
bunga teratai yang menurut katanya
“cemerlang” bagaikan bulan
mengambang di atas air. (Kuncup
Berseri, 1979: 7)
 Ada yang menghindariku atau
bersikap dingin, seolah-olah aku
berpenyakit menular. (Kuncup
Berseri, 1979: 11)
 Apabila mekar serempak, warnanya
terkumpul terang bagaikan percikan
air yang jernih; yang lain anggrek
yang bertangkai menjulur panjang
turun ke bawah, bagaikan untaian
indah. (Kuncup Berseri, 1979: 11)
 Dimulai dari waktu itulah, selama
empat atau lima hari setiap bulan aku
merasa bagaikan seseorang yang
paling merana di dunia ini. (Kuncup
Berseri, 1979: 12)
 Sepatu-sepatunya demikian besar.
Ataukah caranya berjalan yang
menapakkan kaki dengan seluruh
berat tubuhnya? Sehingga lantai
gedung di tempat dudukku bergetar.
Seolah-olah landasan bangunan turut
bergoyang bersamaan dengan
langkah kaki kiri, kaki kanan, kaki
kiri, kaki kanan, silih berganti.

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 24
(Kuncup Berseri, 1979: 20)

3. Majas Ironi
 Atau justru kebalikannya, mereka
berubah menjadi sombong, banyak
omong karena telah menjadi orang
“penting”, telah tahu bagaimana
caranya berbicara. (Kuncup Berseri,
1979: 10)
4. Majas Personifikasi
 Seperti yang telah diramalkan Teguh,
perjalanan itu tidak menenggelamkan
aku ke alam kesepian. (Kuncup
Berseri, 1979: 63)
 Aku tidak bisa membayangkan betapa
jembatan ini berada di tengah-tengah
himpitan jalan beraspal serta gedung-
gedung batu, tentulah akan kesepian.
(Kuncup Berseri, 1979: 68)
 Sesuatu yang jatuh terhempas,
didahului oleh keributan daun dan
ranting yang beradu berpukulan.
(Kuncup Berseri, 1979: 77)
5. Majas Metonimia
 Akhirnya cerita pendekku pun selesai.
Seperti biasa ku kirim ke Kisah.
(Kuncup Berseri, 1979: 118)
 Bertahun-tahun kemudian, ketika
namaku terkenal sebagai pengarang,
banyak mahasiswa-mahasiswa yang
menyiapkan tesis bertanya kepadaku,

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 25
apakah cerita “Jatayu” ada
hubungannya dengan kerja yang
kupilih setelah lulus dari SMA, yaitu
sebagai pramugari di Garuda.
(Kuncup Berseri, 1979: 118)
2. Idiom/Ungkapan 1. Pintu tetap terbuka lebar = menerima
kedatangan kapan saja
 Meskipun aku selalu berterus terang
bahwa pendirianku sangat berlawanan
dari mereka, namun pintu tetap
terbuka lebar apabila aku datang.
(Kuncup Berseri, 1979: 2)
2. Teguh hati = menguatkan keyakinan
 Aku menyadari, bahwa beberapa di
antara mereka berusaha
mempengaruhiu. Tetapi dengan gigih
aku berteguh hati, mengikuti
keyakinanku sendiri. (Kuncup Berseri,
1979: 3)
3. Keras hati =
 Tetapi dia berkeras hati tidak
mengijinkan kami memotong rambut
setelah mencapai umur belasan tahun.
(Kuncup Berseri, 1979: 14)
4. Otak terang = kecerdasan; kepintaran
 Aku beruntung memiliki otak terang,
selalu bisa mengerjakan soal dengan
semestinya. (Kuncup Berseri, 1979:
23)
5. Hati kecil = penakut
 Dengan jelas kulihat Heratih

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 26
kecemasan. Kakakku sulung itu
berhati kecil. (Kuncup Berseri, 1979:
39)
6. Besar kepala = sombong
 Dari ssaat itu, aku dapat memastikan
bahwa dia semakin besar kepala.
(Kuncup Berseri, 1979: 44)
3. Peribahasa Tidak terdapat peribahasa pada novel Kuncup
Berseri

I. Simpulan
Buku novel Kuncup Berseri sangat direkomendasikan untuk para
pembaca khususnya remaja, karena didalamnya terdapat pembelajaran-
pembelajaran kehidupan remaja yang bisa dijadikan referensi dalam
mengambil sebuah tindakan. Buku novel Kuncup Berseri terbukti
merupakan novel sastra klasik karena banyaknya faktor pendukung seperti
unsur intrinsik, ekstrinsik, dan unsur kebahasaannya.

J. Saran
Untuk mengerti jalan cerita lengkapnya, disarankan pembaca untuk
membaca novel seri cerita kenangan lainnya seperti Padang Ilalang di
Belakang Rumput, Sebuah Lorong di Kotaku, Langit dan Bumi Sahabat
Kami, serta Sekayu, supaya pembaca mengetahui kronologi alur cerita
secara jelas.

Resensi dan Analisis Novel Sastra Klasik Indonesia | Prima A. | XII IPA 6 | 27

Anda mungkin juga menyukai