Buku ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama bercerita tentang seorang
mahasiswa Sastra Inggris yang bernama Biru Laut. Dikisahkan melalui sudut pandang
Biru Laut, Biru Laut ini bukan hanya seorang mahasiswa yang kerjaannya ngerjain
makalah dan nulis skripsi , tapi ia juga merupakan seorang aktivis. Laut bergabung
dalam sebuah kelompok ‘terlarang’ yang mempunyai sebuah cita-cita, ingin Indonesia
berubah. Bersama kawan-kawan lainnya yang juga aktivis, Biru Laut memperjuangkan
hak-hak mereka sebagai rakyat yang telah dirampas oleh pemerintah Orde Baru.
Mereka juga ikut membela petani dan buruh, membela semua rakyat Indonesia yang
miskin, berdiskusi dan merancang unjuk rasa di berbagai daerah. Membela apa yang
selama ini dirampas.
Dalam bagian kedua buku ini, giliran Asmara yang bercerita. Adik perempuan
Biru Laut, seorang dokter muda, yang memang tidak terlibat secara langsung dalam
perjuangan mahasiswa, tetapi ia membela negara ini dengan mengabdikan ilmunya ke
daerah terpelosok Indonesia. Ia juga terus memperjuangkan apa yang selama ini
kakaknya perjuangkan. Asmara selalu sabar menemani orang tuanya dalam
menghadapi berita tentang hilangnya kakaknya. Pun begitu ia orang yang paling
kehilangan, bukan hanya kehilangan kakakya, tapi juga sosok kedua orang tuanya.
Asmara-lah orang yang paling bijak dan logis dalam menghadapi masalah tersebut. Ia
tahu kakaknya pasti tak akan pernah kembali. Setelah beberapa waktu, Asmara mulai
bisa menerima kenyataan, ia memutuskan untuk melanjutkan perjuangan kakaknya,
bersama kawan-kawan kakaknya yang selamat dan juga keluarga korban penculikan ia
meminta pertanggung jawaban kepada pemerintah tentang apa yang telah dilakukan
kepada para korban. Lewat peristiwa ini juga lahirlah Aksi Kamisan yang dimana para
korban maupun keluarga korban berdiri di depan Istana Presiden setiap hari Kamis
untuk meminta kejelasan atas pelanggaran HAM yang pernah terjadi.
Sepengalaman saya dalam membaca novel ini, novel ini cukup menguras emosi.
Saya sendiri tidak bisa membayangkan betapa ngerinya penyiksaan yang dialami oleh
Laut, juga gimana rasanya menjadi Asmara yang kehilangan sosok kakaknya yang
paling ia sayangi. Dan faktanya, penulis, Leila S Chudori mengatakan kalau novel ini
berangkat dari kisah nyata, yaitu dari catatan pengalaman Nezar Patria yang
menceritakan saat ia diculik pada Maret 1998. Sebelum membaca novel ini, saya sendiri
tidak pernah tahu kalau peristiwa seperti ini pernah terjadi di Indonesia.
Novel yang berangkat dari kisah nyata ini layak untuk dibaca. Karena dengan
membaca novel ini dapat membuka mata kita bahwa pernah terjadi peristiwa yang
mengerikan di negeri ini. Bacalah, lalu sebarkan ke semua orang, agar kisah mereka
yang hilang diketahui, agar mereka ditemukan kembali dan peristiwa ini tidak akan
pernah terulang kembali.