Anda di halaman 1dari 3

Resensi Cerpen “Sungai”

1. Identitas cerpen

- judul : Sungai

- nama pengarang : Nugroho Notosusanto

- jumlah halaman : 4 halaman

- jumlah kata : 1.420 kata

2. Sinopsis cerpen

Cerpen ini mengisahkan peristiwa yang terjadi pada saat tanah air tercinta ini (Indonesia) dalam
penguasaan penjajah Belanda, pada tahun 1948. Tentara Belanda telah menduduki Yogya,
persetujuan gencatan senjata telah dilanggar, dan Republik tidak merasa terikat lagi oleh perjanjian
yang sudah ada.

Adalah Sersan Kasim, Kepala Regu 3, Peleton 2 dari kompi TNI terakhir yang akan kembali ke daerah
operasinya di Jawa Barat. Bersama para tentara lainnya, mereka berjalan dalam jarak Yogya-
Priyangan. Mereka berjalan kaki, menempuh jarak lebih dari 300 kilometer, turun lembah, naik
gunung, menyeberangi sungai kecil dan besar. Akhirnya mereka tiba kembali di tepian Sungai
Serayu. Angin pegunungan dari seberang lembah, ditambah lagi air hujan yang mengguyur,
membuat mereka menggigil kedinginan. Dengan cermat Sersan Kasim kembali memperbaiki letak
selimut berlapis dua yang menyelimuti Acep, seorang bayi mungil, anaknya. Ibunya meninggal sehari
setelah melahirkannya dalam pengungsian di Yogya. Ya, dalam perjalanan sejauh itu Sersan Kasim
membawa serta anaknya, karena ia tak mau menitipkan pada penduduk yang asing baginya.

Dari mulut ke mulut, ada pesan dari depan, agar para kepala regu kumpul. Sersan Kasim dan kepala
regu lainnya ke depan, Komandan Peleton sudah menanti di depan Regu 1. Mereka menerima
instruksi tentang penyeberangan. Melalui intelligence, terdengar kabar bahwa musuh menjaga
tepian sana dengan kekuatan satu kompi. Karena pengawasan ketat, mereka memutuskan untuk
menyeberangi sungai lebih ke hilir, walaupun kemungkinan ketinggian air sungai mencapai dada.

Setelah para ketua regu menuju ke anak buahnya masing-masing, Sersan Kasim merasa pandangan
komandan mengisyaratkan kalau bayinya dapat membahayakan lebih dari seratus prajurit,
sebagaimana telah terjadi sebelumnya. Tangisan satu bayi yang kemudian menular pada anak kecil
lainnya saat dalam perjalanan, membuat musuh tahu, bahwa sedang ada perjalanan tentara
Republik dan para keluarganya. 16 prajurit dan 10 keluarganya terkena serangan mendadak musuh,
hanya karena diawali tangis seorang bayi. Bagi Sersan Kasim tak ada pilihan lain kecuali tetap
membawa bayinya.
Mereka mulai menyeberangi sungai. Semakin ke tengah semakin dalam, mencapai perut, kemudian
hampir ke dada. Mereka semakin kedinginan, terlebih Sersan Kasim. Bukan saja karena hujan dan
basah oleh air sungai, tapi karena Acep mulai gelisah dan meronta dalam gendongannya. Tangisnya
pun akhirnya memecah kesunyian. Para prajurit berdegup jantungnya, menahan nafas, saling
memandang dan terpaku di tempatnya. Di hulu sungai sebuah peluru kembang api ditembakkan ke
udara. Langit jadi terang benderang. Seluruh kompi memandangnya; bergantung kepadanya. Nasib
seluruh kompi tertimpa pada bahunya.

Tak ada yang tahu pasti, apa yang terjadi dalam beberapa menit kemudian, yang terasa seperti
berjam-jam. Juga Sersan Kasim, tak sadar. Yang ia tahu anaknya menangis, dan setiap saat musuh
dapat menumpasnya dengan menembakkan peluru dan mortir.

Sejurus kemudian suara Acep meredup. Sesaat lagi lenyap sama sekali. Tembakan berhenti dan
pasukan dapat tiba di seberang dengan selamat.

Keesokan harinya, saat fajar merekah para prajurit menunda perjalanannya untuk berbela sungkawa
dalam upacara singkat pemakaman Acep. Komandan Kompi menghampiri Kasim, menggenggam
tangannya. Dalam angannya terbayang pengorbanan Nabi Ibrahim yang siap mengorbnkan
putranya, Ismail.

3. Unsur intrinsik

- tema : menunjukkan sikap rela berkorban

- alur : campuran

- latar :

* latar tempat : Sungai Serayu, di kaki pegunungan daerah Banjarnegara, Jawa Barat, Yogya, dan di
pinggir desa

* latar waktu : Jam satu malam, Sepuluh bulan yang lalu, Pada waktu fajar merekah, Matahari telah
naik

* latar peristiwa : Cerpen “Sungai” mengisahkan peristiwa pada masa “perang”.

- tokoh : * protagonis yaitu Sersan Kasim, Acep

* antagonis yaitu Aminah, Komandan/ Pak Letnan

* tritagonis yaitu anggota peleton 1, 2, 3, Pak Lurah dan penduduk desa

- sudut pandang : orang ketiga

- amanat : Setelah menganalisis karya sastra cerpen "Sungai" karya Nugroho Notosusanto tersebut,
maka ada beberapa nilai-nilai agama yang dapat diambil dan dijadikan sebagai pelajaran yang
berharga bagi setiap pribadi yang takut akan Tuhan, dengan meneladani tokoh utama. Tokoh utama
cerpen, Sersan Kasim, memiliki semangat rela berkorban demi kepentingan orang lain dan
membantu orang lain tersebut dengan setulus hati. Selain itu, Sersan Kasim adalah seorang pribadi
yang tabah dan tidak mudah menyerah dengan keadaan, menghadapi setiap masalah yang terjadi
dengan pengharapan penuh bahwa setiap masalah pasti dapat diselesaikan dengan baik, asalkan
mempercayakan seluruh hidup kita kepada.

Oleh sebab itu, apapun yang terjadi dalam hidup ini, baik masalah, pergumulan maupun masa depan
kita serahkan semua ke dalam tangan Tuhan dan melakukan apa yang menjadi bagian kita, seperti
motto hidup saya, "Terus berusaha selagi ada kesempatan, jangan menyerah selagi ada harapan, dan
terus berdoa selagi Ia mau mendengarkan".

4. Unsur ekstrinsik

- latar belakang pengarang : Pengarang cerita tersebut merupakan seorang yang berkarir di bidang
militer dan pendidikan, dan juga dikenal sebagai sastrawan

- nilai moral : Kasih sayang pada istrinya tergambar bagaimana akhirnya ia mengijinkan istrinya yang
memaksa ikut, walau sedang hamil. Juga kepada anaknya. Ia ingin selalu merawatnya,
mendampinginya, memberi kehangatan kasih sayang padanya.

- nilai sosial : Sebagai pemimpin, ia harus menjaga keselamatan anak buahnya. Meski dalam kondisi
tersulit ia dituntut untuk selalu mengambil keputusan yang tepat dan bijak. Ia tetap bisa memimpin
walau dengan menggendong bayinya.

5. Kelemahan cerpen :

- Cerita yang terlalu panjang

- Pembaca harus benar-benar mengerti jalan ceritanya karena pemikiran pengarang yang tinggi

- pembaca harus mengerti tentang militer

6. Kesimpulan : Berdasarkan dari keungglan dan kelemahan cerpen diatas, sebagai perensensi suatu
bacaan menilai cerpen atau bacaan ini layak untuk di publikasikan di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai