Anda di halaman 1dari 4

Jawaban Diskusi 8 Bindo

Pengalaman saya dalam menulis resensi buku sendiri itu menyenangkan dan banyak
keuntungannya. salah satunya menjaga ingatan kita terhadap isi buku yang dibaca, alangkah
baiknya jika seusai membaca buku, segera tulis dalam bentuk resensi dan arsipkan.
membuat kita semakin peka, kritis, dan objektif karena kita secara tidak langsung
mengeluarkan pendapat kita tentang keseluruhan mengenai buku tersebut, apa kekurangan
dan kelebihan buku, apa poin menarik yang bisa dijadikan unique selling point bagi kita dan
penilaian lainnya. dapat melahirkan atau meningkatkan kemampuan menulis kita.

Berikut adalah contoh buku yang pernah saya resensi.

Identitas Buku

Judul Buku                     : Mahamimpi Anak Negeri


Penulis                            : Suyatna Pamungkas
Editor                              : Antik
Desain Sampul dan Isi : Rendra TH
Penata Letak                  : Tri Mulyani Ch.
Proofreader                    : Hartanto
Penerbit                          : Metamind, Creatif Imprint of Tiga Serangkai
Tahun Terbit                  : Juni 2013
Jenis Buku                      : Fiksi
Tebal                                : 438 hlm
ISBN                                 : 978-602-9251-22-7
Sinopsis
Novel ini menceritakan kehidupan anak-anak heroik yang peduli dengan
lingkungan  sosial, mereka membentuk kelompok pesahabatan memberinya nama Empat
Pawana, menurut bahasa melayu klasik pawana artinya angin. Angin memberikan filosofi
selalu bergerak, mereka bertekad seperti angin yang selalu bergerak melakukan perubahan
yang lebih baik, khususnya untuk kehidupan masyarakat Bukit Bayur yang jauh dari
peradaban dan kehidupan religiusitas. Empat Pawana hidup dilingkungan yang beragama
islam, namun tingkah laku masyarakatnya masih percaya animisme, dinamisme yang dengan
jelas bertentangan dengan syariat islam yang hakiki, tergeraklah hati mereka untuk
mendobrak kebiasaan lama masyarakat Bukit Bayur yang menyimpang dari ajaran islam.
Empat Pawana menjunjung tinggi pendidikan sekolah dan pendidikan agama,
mereka sadar betul pentingnya sekolah dan mengaji. Sekolah menjadikan manusia berilmu
pengetahuan, bertindak rasionalis dan realistis, mengaji menjadikan manusia yang faham
agama membuat manusia tidak buta kenikmatan duniawi. Pendidikan menentukan kualitas
suatu bangsa, agama menentukan moralitas manusianya, mereka anak-anak yang haus ilmu,
berbeda dengan anak-anak lain yang seusia mereka. Namun, ironis sekali cita-cita mereka
yang luhur tidak mendapat dukungan dari masyarakat, bahkan orang tua mereka sendiri,
menggangap bahwa tidak penting bersekolah dan mengaji.
Bukan hanya pertentangan yang datang dari orang tua dan masyarakat, bahkan
medan terjal, selalu menyapa mereka saat pergi sekolah dan mengaji. Setiap hari menuruni
bukit, menyebrangi sungai, menyusuri jalan panjang yang jauh untuk sampai ke tempat
menimba ilmu, belum lagi jika berjumpa dengan cuaca buruk. Walaupun demikian, tidak
menyurutkan langkah mereka untuk menuntut ilmu bekal menyadarkan masyarakat Bukit
Bayur, mendirikan masjid guna menyadarkan masyarakat melalui tausiyah para ustad,
mengajarkan masyarakat Al-Quran, mengajak ke ajaran islam yang rahmatan lil’alamin. 
Tokoh – tokoh Empat Pawana memiliki karakter yang unik dan kepribadian terpuji, yaitu:
1.      Tegar, digambarkan ia bertubuh tegap dan gagah perkasa diantara pawana lain, ia selalu
adil, bersikap bijaksana selalu berlaku solutif terhadap segala permasalahan, dialah penjaga
gawang Empat Pawana yang selalu mengayomi. Diceritakan kepemimpinannya diibaratkan
Ir. Soekarno bahkan Khalifah Umar bin Khathab, iapun memiliki kejeniusan luar biasa
terutama tentang pengambilan keputusan. Baik di sekolah maupun ditempat mengaji ia
selalu menjadi ketua. Tegarlah yang membuka pikiran teman-teman pawana tentang arti
penting sekolah.
2.      Darwin (Sudarwin), anak laki-laki jenius, pengetahuannya luas serba tahu tentang
segalanya berkat rajinnya ia membaca kapan saja dan di mana saja, tak ayal dia selalu
menjuarai segala kompetisi. Pemikirannya rasionalis namun tetap berpengang teguh pada
nilai religius. Terkadang Darwin sering berperilaku kasar terutama pada tokoh Elang.
Namun, tetap kesetiakawanannya sangat tinggi. Ia sering bertukar pikiran dengan Tegar
mengenai masalah filsafat, agama, dan keilmuan lain.
3.      Waris, anak laki-laki yang berparas melankolis, selalu bertutur kata ramah dan punya hati
yang tulus putih, Tokoh Waris mengajarkan segala kedamaian kepada teman Pawana
terhadap makhluk hidup lainnya, Waris hobi menulis puisi, dan diceritakan penulis bahwa
karyanya disejajarkan dengan Sapardi Djoko Damono, dan Pablo Neruda.  
4.      Elang (penutur cerita), bersama Empat Pawana bertekad membuat perubahan bagi
masayarakat Bukit Bayur, Elang sering kali dijadikan korban kejahilan tokoh Darwin. Dia
sama dengan waris mencintai dunia tulis menulis namun beda gendre yaitu, cerpen, adegan
film, dipertengahan cerita berkat kepandaiannya menulis cerita mengantarkan ia
mendapatkan beasiswa kuliah.
5.      Senja, gadis manis dan cantik ikut bergabung dengan Empat Pawana karena memiliki visi
dan misi yang sama, mencintai sekolah dan mengaji, semangat Empat Pawana membuat
hatinya tergugah dan ingin mewujudkan cita-cita mendiang ibunya. 
Terdapat berbagai macam konflik disini. Ketika Waris menerima musibah didesanya
dan harus berpisah dari Empat Pawana karena mengikuti program transmigrasi dari
pemerintah, jadi anggota Empat Pawana berkurang satu. Konflik dengan Pak Sapon, ketua
kesatuan polisi hutan, yang dengan tega membakar masjid bambu hasil dari jerih payah
Elang dan kawan-kawan, mereka dianggap tidak memiliki izin resmi mendirikan bangunan di
atas tanah pemerintah, dan dengan tega menyuruh anak buahnya untuk menghajar Darwin
sampai babak belur, sampai Darwin sangat menaruh dendam dengan Pak Sapon. Pak Sapon
menerima musibah yaitu kematian anaknya, Empat Pawana yakin itu adalah akibat dari
perbuatannya selama ini.
Berlanjut, ketegangan atas usaha perjalanan mereka mencari Haji Nasir guna
memperdalam ilmu agama segala kesulitan mereka dapati. Seharusnya yang menjalankan
misi ini adalah Tegar, Darwin, dan Senja tetapi karena Tegar harus membantu keluarganya
akhirnya Elanglah yang menggantikan Tegar. Dalam perjalanan mencari Haji Nasir mereka
melewati banyak tantangan contohnya dikejar warga karena Darwin mencuri makanan di
pasar, itu semua dilakukannya karena mereka sudah tidak punya uang lagi. Sampai akhirnya
mereka tinggal di kandang sapi mereka bertenak sapi disitu dan Senja menghilang saat
bermain petak umpet. Elang sudah tidak sanggup dan ingin kembali ke Bukit Bayur tapi dia
dilarang Darwin. Sampai akhirnya Darwin menyusul Tegar di Bukit Bayur dan tinggal
bersama di rumah pemilik peternak sapi itu kembalinya Tegar membuat bahagia hati Elang
tapi dia harus menerima kenyataan jika ibunya telah meninggal beberapa bulan setelah
Elang meninggalkan Bukit Bayur.
Tegar, Darwin, dan Elang tetap semangat mencari Kyai Nasir sambil bersekolah dan
mengaji. Sampai akhirnya Elang menerima beasiswa untuk berkuliah hingga di Jerman tetapi
sebelum Elang dapat berkuliah di Jerman dia menjalani hidup yang tidak mudah dirinya
berkali-kali melamar pekerjaan tapi tidak di terima.
Saat kuliahnya selesai Elang kembali ke Bukit Bayur dan menikahi Senja gadis yang
sudah mengisi hatinya sejak kecil dan sempat hilang entah kemana itu. Elang juga
mendirukan sebuah pondok pesantren. Dan Empat Pawana kembali berkumpul kembali,
Waris juga bergabung kembali di reuni tersebut. Semua anggota Empat Pawana telah sukses
meraih mimpi mereka selama ini meskipun banyak halangan dan rintangan yang
dilewatinya.
Kesimpulan dari novel ini adalah segala kesuksesan bisa diraih dengan cara terus
berusaha dan berjuang meraihnya, tidak pantang menyerah, dan mimpi adalah modal awal
segala kesuksesan. Jangan pernah takut bermimpi, berusaha dan berusahalah disertai
dengan doa untuk terus mewujudkannya. Begitulah mimpi Empat Pawana yang haus ilmu,
dengan segala keterbatasan untuk tetap bersekolah dan mengaji tidak menghalangi mereka
untuk menang. Mimpi dan tekad kuat serta saling mendukung satu sama lain mampu
menuntun mereka menuntut ilmu hingga perguruan tinggi. Mimpi mereka membangun
masjid akhirnya terwujud.
Kekurangan buku ini justru terletak pada sampulnya. Sampul yang kurang menarik
sehingga kurang mampu memikat para pembaca. Padahal cerita didalamnya sangat baik dan
menginspirasi. 

Anda mungkin juga menyukai