Anda di halaman 1dari 3

Nama : Kafka Chairunisa Ramadhani

Kelas ; XI IPS 4

Mapel : Sejarah Indonesia

Kisah Inspiratif R.A Kartini

Raden Ajeng Kartini atau R. A. Kartini adalah satu dari sederet pahlawan perempuan nasional
yang meninggalkan jasa besar untuk Negeri. Ia dikenal sebagai tokoh utama emansipasi wanita
di Indonesia. Mengalami banyak rintangan tidak membuat Kartini berhenti berjuang untuk
kesetaraan antara perempuan dan laki-laki kala itu. Kartini membuktikan peran perempuan
Indonesia tidak kalah penting dari kaum lelaki.

Keluarga R. A. Kartini

Raden Kartini adalah anak perempuan tertua yang berasal dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya
seorang Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Sosriningrat. Sedangkan sang Ibu bernama
M.A. Ngasirah yaitu putri anak dari seorang guru agama di Teluwakur, Jepara. Karena hal ini,
Kartini dianggap sebagai kaum priayi atau kelas bangsawan pada masa itu. Tidak hanya
terpandang, keluarga Kartini dikenal cerdas. Sang kakek, Pangeran Ario Tjondronegoro IV
adalah sosok cerdas yang diangkat menjadi bupati di usia 25 tahun. Begitupun dengan kakak
Kartini bernama Sosrokartono yang ahli dalam bidang bahasa.

Perjalanan Hidup R. A. Kartini

Sampai usianya menginjak 12 tahun, Kartini duduk di bangku sekolah bernama Europeesche
Lagere School atau ELS. Pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia, sekolah ini hanya
diperuntukan bagi anak-anak keturunan Eropa, timur asing atau pribumi dari tokoh terkemuka.
Selain itu, ELS mewajibkan murid-muridnya berbahasa Belanda untuk keseharian.
Beruntungnya, bahasa Belanda menjadi salah satu pelajaraan kesukaan Kartini.

Sayangnya, sekolah yang dijalani Kartini tidak dapat berlangsung lama karena ia dipingit dan
harus tinggal di rumah. Tak hanya berdiam diri, Kartini memilih belajar sendiri, membaca, dan
menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya
bernama Rosa Abendanon. Kartini pun tertarik dengan kemajuan berpikir perempuan Eropa dari
buku-buku, koran, dan majalah Eropa yang dibacanya. Tidak lama kemudian, Kartini menikah
dengan Bupati Rembang Raden Adipati Joyodiningrat pada tanggal 12 November 1903.
Mengerti akan keinginan Kartini, suaminya memberi kebebasan dan mendukungnya dalam
mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
Kini, Gedung tersebut disebut sebagai Gedung Pramuka.
Dari pernikahannya, Kartini memiliki anak pertama sekaligus menjadi anak terakhirnya yang
lahir pada tanggal 13 September 1904 bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Empat hari pasca
melahirkan, Kartini menghebuskan nafas terakhir tepatnya tanggal 17 September 1904.
Diketahui umurnya kala itu baru menginjak 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu,
Kecamatan Bulu, Rembang, Jawa Tengah.

Walaupun sudah tiada, karya tulisan Kartini berhasil dikumpulkan oleh sahabatnya yang ada di
Belanda. Sahabatnya tersebut juga menerbitkan karya tulisan Kartini dalam buku berjudul Door
Duisternis tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang. Dalam buku tersebut terdapat sejumlah
kutipan inspiratif yang menginspirasi kaum perempuan Tanah Air. Karena perjuangannya ini,
Kartini dianggap sebagai pahlawan dalam emansipasi perempuan di Indonesia. Salah satu
kutipan fenomenalnya yaitu Semboyan Kartini yang berbunyi, "Tahukah engkau semboyanku?
Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku
melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata Aku tiada dapat! melenyapkan rasa berani.
Kalimat 'Aku mau!' membuat kita mudah mendaki puncak gunung."

Lahirnya Hari Kartini

Sesuai dengan ketetapan Presiden RI, Ir. Soekarno, melalui surat No.108 Tahun 1964 tertanggal
2 Mei 1964 menetapkan R. A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Di surat yang
sama, Soekarno juga menetapkan peringatan Hari Kartini sebagai hari besar Nasional yang jatuh
pada tanggal 21 April setiap tahunnya. Tanggal tersebut dipilih sesuai dengan hari lahir Kartini.
Hari Kartini biasanya diperingati dengan melakukan upacara bendera di berbagai instasi.
Dilengkapi pula dengan parade mengenakan pakaian adat daerah masing-masing sebagai
lambang Bhineka Tunggal Ika.

Kisah Inspiratif RA Kartini

Tekad Kuat

Kartini memiliki tekad bulat yang kuat. Meskipun dalam masa pingitan, ia tetap menjalankan
misinya untuk memajukan pemikiran perempuan pribumi. Ia mengajar membaca, menulis,
bernyanyi, berhitung, juga keterampilan lain. Setelah menikah pun ia melanjutkan upayanya
untuk membuka sekolah khusus perempuan dan anak-anak dengan dukungan suaminya. Hal
menarik lain dari tekad Kartini, ia pernah diolok-olok oleh guru Belanda hanya karena ia seorang
perempuan dan pribumi.

Namun demikian, cemoohan itu tak mengecilkan hatinya untuk terus belajar. Saat dipingit, ia
memperbanyak membaca buku-buku, koran, dan majalah untuk menambah pengetahuan dan
memperluas wawasannya.
Ambisius Namun Tetap Patuh

Kartini menurut pada aturan pingitan, ia mematuhi aturan tersebut, bahkan juga menghormati
keputusan orangtuanya untuk menjodohkannya dengan sang suami. Ia tak membangkang
meskipun tak sependapat dengan keinginan orangtuanya dan stereotype tentang perempuan saat
itu. Namun demikian, Kartini tetap berupaya untuk mewujudkan impiannya untuk memajukan
kesetaraan dan peluang perempuan Jawa.

Rendah Hati dan Sederhana

Meskipun terlahir dalam keluarga priayi, Kartini adalah seorang dengan pembawaan yang
sederhana. Ia tak lantas bersikap dan berperilaku sombong ataupun gemar berfoya-foya
menghabiskan harta. Ibu kandungnya yang hanyalah rakyat biasa, mengharuskannya memanggil
Kartini dengan sebutan ‘Ndoro’, sedangkan sang putri harus memanggil ibunya dengan
panggilan ‘Mbakyu’. Itulah aturan feodal pada saat itu. Aturan feodal itu juga yang membuatnya
dan adik-adiknya harus berjalan jongkok, menyembah, bersuara pelan untuk berbicara dengan
Kartini. Namun ia mengubah kebiasaan itu dengan memperbolehkan adik-adiknya
memanggilnya dengan nama saja.

Saat menikah pun Kartini dan sang suami tidak menggelar pesta, ia juga tidak mengenakan baju
pengantin. Ia percaya bahwa hidup sederhana dan hemat mencegah kesengsaraan di masa depan.
Itulah kisah inspiratif tentang RA Kartini, pahlawan nasional Indonesia yang berjasa dalam
gerakan emansipasi perempuan pada masa kolonial.

Anda mungkin juga menyukai