Anda di halaman 1dari 6

Nama : Salsabilla m.

nur Kelas : XII IPA 1

Judul Novel Sejarah : Kartini

Pengarang : Abidah Al Khalieqy

a. Permasalaan / judul
Bagaimana kartini memperjuangkan harta dan tahta martabat perempuan?
perjuangan kartini dalam menyetarakan haknya sebagai perempuan agar
bisa diakui oleh laki-laki atau agar bisa sejajar dengan laki-laki. Perempuan
pada masa kolonial belanda hanya dijadikan sebagai bahan pemuas nafsu
laki-laki. Hal ini tecermin dari kartini yg berusia 12 tahun harus menjalani
masa pingitan yg dimana pingitan adalah tradisi yang tidak boleh dilanggar
yg mana mengharuskan perempuan dirumah saja. Kartini memperjuangkan
hak perempuan melalui pendidikan.
b. Penokohan atau karakter
1. Tokoh utama
- Kartini
Karakter kartini : pemberani , tangguh , pantang menyerah
- Raden Sosroningrat ( ayah kartini )
Karakter ayah kartini : pengertian
- Kardinah (adik kandung perempuan kartini)
Karakter kardinah : penanggung jawab, rajin,mudah menyerah
- Rukmini ( adik tiri kartini )
Karakter rukmini : patuh,rela berkorban
- Ngasirah ( ibu kartini )
Karakter ibu kartini : sabar dalam mendidik anak-anaknya,rela
berkorban
- Slamet ( kakak dari kartini )
Karakter slamet : tegas,disiplin,galak
- Busono
Karakter busono : tidak menghargai orang lain
- Wuryan ( ibu tiri kartini )
Karakter wuryan : tidak suka dengan kartini , selalu menentang cita-cita
kartini
- Sulastri ( kakak tiri kartini )
Karakter sulastri : tegas,sadis
1. Tokoh tambahan
- Masyarakat
- Kartono ( kakak ketiga kertini )
Karakter kartono : bijak, cinta damai, penyayang
- Raden joyo diningrat ( suami kartini )
Karakter suami kartini : pemimpin yang ramah, penyayang

c. Latar
1. Waktu : malam, pagi , siang dan sore.
2. Tempat : kamar pingitan, pendopo,teras belakang
3. Suasana : semangat,sedih,menegangkan

d. Struktur novel sejarah


1. Orientasi : kartini adalah anak dari bupati jepara yaitu , Raden
sostroningrat dan Ngarsih kedua orangtua kartini sangat menyayangi
kartini walaupun keinginan kartini tidak semua diruti karena adanya
peraturan adat yang mengharuskan anak perempuan tidak bisa seperti
anak laki-laki.
RA Kartini diketahui ia memiliki saudara berjumlah 10 orang yang terdiri
dari saudara kandung dan saudara tiri. Ia sendiri merupakan anak
kelima, namun ia merupakan anak perempuan tertua dari 11
bersaudara.
2. Komplikasi : Pendidikan RA KartiniMengenai riwayat pendidikan RA
Kartini, Ayahnya menyekolahkan anaknya di ELS (Europese Lagere
School).Disinilah ia kemudian belajar Bahasa Belanda dan bersekolah
disana hingga ia berusia 12 tahun. Sebab ketika itu menurut kebiasaan
ketika itu, anak perempuan harus tinggal dirumah untuk ‘dipingit’.
Pemikiran RA Kartini Meskipun berada di rumah, Ia aktif dalam melakukan
korespondensi atau surat-menyurat dengan temannya yang berada di
Belanda. Sebab beliau juga fasih dalam berbahasa Belanda.

Dari sinilah kemudian, Ia mulai tertarik dengan pola pikir perempuan


Eropa yang ia baca dari surat kabar, majalah serta buku-buku yang ia
baca.
Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk berusaha memajukan
perempuan pribumi. Dalam pikirannya kedudukan wanita pribumi masih
tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup rendah kala itu.

RA Kartini banyak membaca surat kabar atau majalah-majalah


kebudayaan eropa yang menjadi langganannya yang berbahasa belanda.

Di usiannya yang ke 20, ia bahkan banyak membaca buku-buku karya


Louis Coperus yang berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden, Augusta
de Witt.

Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa


banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu – R.A Kartini.”

Ia juga membaca berbagai roman-roman beraliran feminis yang


kesemuanya berbahasa belanda. Selain itu ia juga membaca buku karya
Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta.

Ketertarikannya dalam membaca kemudian membuat beliau memiliki


pengetahuan yang cukup luas soal ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Pemikiran RA Kartini memberi perhatian khusus pada masalah
emansipasi wanita melihat perbandingan antara wanita eropa dan
wanita pribumi.

Selain itu ia juga menaruh perhatian pada masalah sosial yang terjadi
menurutnya, seorang wanita perlu memperoleh persamaan, kebebasan,
otonomi serta kesetaraan hukum.
Surat-surat yang kartini tulis lebih banyak berupa keluhan-keluhan
mengenai kondisi wanita pribumi. Ia melihat contoh kebudayaan jawa
yang ketika itu lebih banyak menghambat kemajuan dari perempuan
pribumi ketika itu.

Ia juga mengungkapkan dalam tulisannya bahwa ada banyak kendala


yang dihadapi perempuan pribumi khususnya di Jawa agar bisa lebih
maju.

Ia menuliskan penderitaan perempuan di jawa seperti harus dipingit.


Tidak bebas dalam menuntuk ilmu atau belajar, serta adanya adat yang
mengekang kebebasan perempuan.

Cita-cita luhur RA Kartini adalah ia ingin melihat perempuan pribumi


dapat menuntut ilmu dan belajar seperti sekarang ini. Gagasan-gagasan
baru mengenai emansipasi atau persamaan hak wanita pribumi. Itu
dianggap sebagai hal baru yang dapat merubah pandangan masyarakat.

Selain itu, tulisan-tulisan Kartini juga berisi tentang yaitu makna


Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan, peri kemanusiaan dan juga
Nasionalisme. Inilah yang menjadi keistimewaaan RA Kartini
Kartini juga menyinggung tentang agama, misalnya ia mempertanyakan
mengapa laki-laki dapat berpoligami. Dan mengapa mengapa kitab suci
itu harus dibaca dan dihafal tanpa perlu kewajiban untuk
memahaminya.

Teman wanita Belanda nya Rosa Abendanon, dan Estelle “Stella”


Zeehandelaar juga mendukung pemikiran-pemikiran yang diungkapkan
oleh RA Kartini.

Sejarah mengatakan bahwa Kartini diizinkan oleh ayahnya untuk


menjadi seorang guru sesuai dengan cita-cita. Namun ia dilarang untuk
melanjutkan studinya untuk belajar di Batavia ataupun ke Negeri
Belanda.

Hingga pada akhirnya, ia tidak dapat melanjutanya cita-citanya baik


belajar menjadi guru di Batavia. Ataupun juga kuliah di negeri Belanda.
Meskipun ketika itu ia menerima beasiswa untuk belajar kesana.
3. Reriontasi
Pernikahan RA Kartini
Pada tahun 1903 pada saat RA Kartini berusia sekitar 24 tahun, ia
dinikahkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang
merupakan seorang bangsawan dan juga bupati di Rembang yang telah
memiliki tiga orang istri.
RA Kartini diketahui menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo
Adhiningrat. Anak RA Kartini kemudian lahir dan diberi nama Soesalit
Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904.

Namun miris, beberapa hari kemudian setelah melahirkan anaknya yang


pertama, RA Kartini kemudian wafat pada tanggal 17 September 1904.
Di usianya yang masih sangat muda yaitu 24 tahun. Beliau kemudian
dikebumikan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.

Berkat perjuangannya kemudian pada tahun 1912, berdirilah Sekolah


Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang kemudian meluas ke Surabaya,
Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon serta daerah lainnya.

e. Unsur kebahasaan
1. “Ternyata kardinah sedang asik menggambar dan rukmini suntuk
merancang mtif batik di teras samping.”
2. “ hai …. Tuan Hurgronje “ ( kata sapaan )
3. “ ketika saya sudah berumur dua belas tahun, lalu saya ditahan di
rumah, saya mesti masuk tutupan .” ( majas )
4. “ matanya merah dan giginya gemeretak “ ( majas )
5. “ ini satu-satunya tempat di Jepara dimana kita bisa jadi diri kita sendiri.
Tertawa ngumbar gigi, dan tak perlu berbahasa kromo”

f. Nilai-nilai yg tersirat dalam novel sejarah


1. Nilai budaya : kartini selama dua belas tahun mengalami pingitan. Kata
pingitan adalah kata yg berasal dari
2. Nilai sosial : walaupun kartini anak dari seorang bangsawan ia tidak mau
terlihat kemewahan.
3. Nilai pendidikan : kartini memperjuangkan tahta perempuan dengan
kecerdasannya atau ilmu pendidikannya

g. Amanat atau pesan yg tersirat dalam novel sejarah


1. Kita sebagai perempuan harus berani dalam menghadapi siapapun
jangan terlihat lemah di depan laki-laki
2. Perjuangan meraih mimpi adalah jalan kehidupan yang penuh dengan
tantangan. Jangan pantang menyerah dalam menghadapinya.

h. Sinopsis
Snouck Hurgronje penasihat Belanda di Nusantara, mulai meras gelisah
dengan keberadaaan kartini. Perempuan tersebut hanya sebagai lulusan
Europese Lagere School. Namun keberadaannya berhasil menggerakkan
kesadaran penguasa Belanda. Tidak hanya itu, Kartini juga berhasil
membuat masyarakat pribumi menjadi orang-orang terdidik.

Anda mungkin juga menyukai