Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Wanita berdikari atau wanita berwirausaha sudah sejak lama menjadi pemikiran dan
isi hati Ibu Kartini. Dunia bisnis atau dunia wirausaha bukan milik kaum Adam semata
sebagai pemain tunggal, tapi dunia ini sudah menjadi trend masa kini buat wanita. Jumlah
wanita yang terjun di dunia wirausaha tidaklah sedikit. Bahkan tidak jarang di berbagai
perusahaan besar, wanitalah yang memegang peranan penting sebagai pucuk pimpinan. Inilah
kenyataannya bahwa wanita bisa disejajarkan dengan pria dari segi bisnis.
Diungkapkan oleh DR. Suparman Sumahamijaya (1980:96): Sesungguhnya Ibu
Kartini telah merintis pendidikan mandiri bagi wanita sejak beliau berumur 16 tahun, sejak
sekitar tahun 1893. Hal ini dapat dibuktikan dari hampir semua tulisan Ibu Kartini yang
termuat di dalam kumpulan surat-suratnya yang dibukukan dengan judul Door Duisternis Tot
Licht, dimana hampir setiap halaman surat-suratnya penuh dengan kata-kata perlunya
pengembangan watak dan pembentukan watak di atas pendidikan otak. Karena dengan
pembentukan watak, Ibu Kartini yakin manusia akan lebih mampu untuk berdiri sendiri, tidak
bergantung dari kerabat dan dari siapapun. Berkali-kali ditekankan perlunya kepercayaan
pada diri sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi RA. Kartini


Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah
seorang tokoh dari suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai
pelopor kebangkitan perempuan di Indonesia.
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa.
Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ibunya
bernamaM.A. Ngasirah (Istri Pertama namun bukan istri Utama)*.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari semua saudara
sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya adalah Pangeran Ario
Tjondronegoro IV, yang diangkat sebagai bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini bernama
Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
Berikut ini adalah biodata lengkap Raden Ajeng Kartini atau lebih dikenal dengan
sebutan R.A Kartini atau Ibu Kartini:
Nama Lengkap  : Raden Ajeng Kartini
Tanggal Lahir    : 21 April 1879
Tempat Lahir    : Jepara, Jawa Tengah
Meninggal         : 17 September 1904
Kartini bersekolah hingga usia 12 tahun di ELS Europese Lagere School). Setelah 12
tahun, beliau harus tinggal dirumah untuk dipingit**. Dalam masa pingitan, Kartini kemudian
belajar sendiri di rumah. Dengan bekal kemampuannya berbahasa Belanda, Kartini kemudian
menjalin hubungan korespondensi dengan teman-teman dari negeri Belanda. Dari hubungan
surat-menyurat itulah Kartini banyak tertarik dengan pemikira-pemikiran maju perempuan
Eropa. Dari titik inilah semua berawal, dari sebuah pemikiran seorang perempuan muda
Kartini, yang kemudian mengubah sejarah Bangsa Indonesia.
Kartini disuruh menikah oleh orang tuanya, dengan Bupati Rembang K.R.M. Adipati
Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang telah memiliki tiga istri. Kartini kemudian menikah
pada tanggal 12 November 1903.
Sebagai seorang suami, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat sangat
mengerti keinginan Kartini. Beliau kemudian mendukung cita-cita Kartini untuk mendirikan
Sekolah wanita. Sekolah Wanita pertama yang didirikan adalah Sekolah Wanita di Rembang,
tepatnya di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah
bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Dari pernikahannya dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Kartini
melahirkah seorang putra bernama R.M. Soesalit yang lahir pada tanggal 13 September 1904.
Beberapa hari setelah melahirkan putra pertama sekaligus terakhirnya, Kartini
menghembuskan nafas terakhir yaitu pada tanggal 17 September 1904. pada saat meninggal,
Kartini berusia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Sebuah organisasi bernama Yayasan Kartini kemudia melanjutkan perjuangan Kartini
dengan mendirikan Sekolah Wanita di Semarang pada tahun 1912, dan kemudian di
Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut
adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang
tokoh Politik Etis.
Habis Gelap Terbitlah Terang adalah buku yang dikarang Kartini. Judul aslinya adalah‘Dari
Gelap Menuju Terang’. Kartini mendapatkan inspirasi tersebut dari kalimat Kitab Suci ‘mina
dulumati ila nuur’.***
Surat Kartini yang legendaries dan banyak diterbitkan dalam bentuk buku
adalahHabis Gelap Terbitlah Terang (Door Duisternis Tot Licht). Surat-surat itu pertama kali
di bukukan oleh J.H. Abendanon, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan,
Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Sekalipun banyak kontroversiyang timbul dari
penerbitan buku tersebut, namun buah pemikiran Kartini tersebut banyak sekali memberikan
kontribusi bagi Bangsa Indonesia, kini dan masa yang akan datang.
Kutipan :
* Hal ini disebabkan karena M.A Ngasirah bukanlah bangsawan dari kelas yang
tinggi. Pada waktu itu untuk menjadi seorang Bupati, harus beristrikan seorang bangsawan.
Maka ayah R.A Kartini kemudian menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam),
yang merupakan keturunan langsung Raja Madura.
** Pada masa itu, seorang perempuan ketika beranjak dewasa haruslah dipingit untuk
kemudian di nikahkan dengan calon suaminya kelak..

B.     Riwayat RA Kartini
Raden Ajeng Kartini dilahirkan di jepang pada tanggal 21 April 1879, jadi bertepatan 127
tahun yang lalu. Beliau adalah Putri dari seorang Bupati Jepara pada waktu itu, yaitu Raden
Mas Adipati Sastrodiningrat. Dan merupakan cucu dari Bupati Demak, yaitu Tjondronegoro.
Pada waktu itu kelahiran Raden Ajeng Kartini, nasib kaum wanita penuh dengan kegelapan,
kehampaan, dari segala harapan, ketiadaan dalam segala perjuangan, dan tidak lebih dari
perabot kaum laki-laki belaka, dan bertugas tidak lain dari yang telah ditentukan secara
alamiah, yaitu mengurus dan mengatur rumah tangga saja, kaum wanita telah dirampas dan
diinjak-injak harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Daya berpikir kaum wanita tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya, kaum wanita
tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya untuk melebihi dari apa yang
diterimanya dari alam. Karena kaum wanita tidak berdiri kesempatan untuk belajar membaca,
menulis dan sebagainya. Dengan kata lain kaum wanita hanya mempunyai kewajiban tetapi
tidak mempunyai hak sama sekali.
Raden Ajeng Kartini yang telah meningkat dewasa pada waktu itu, tidak dapat melihat
kenyataan ini meskipun beliau dilahirkan didalam lingkungan ditengah-tengah
kebangsawanan atau keningratan yang pada waktu itu mempunyai taraf kehidupan sosial
yang sangat berbeda dengan masyarakat banyak yang hidup didalam lingkungan kehidupan
adat yang sangat mengekang kebebasan tetapi beliau tidak segan-segan turun kebawah
bergaul dengan masyarakat biasa, untuk mengembangkan ide dan cita-citanya yang hendak
merombak status sosial kaum wanita, dan cara-cara kehidupan dalam masyarakat dengan
semboyan : "Kita harus membuat sejarah, kita mesti menentukan masa depan kita yang sesuai
dengan keperluan serta kebutuhan kita sebagai kaum wanita dan harus mendapat pendidikan
yang cukup seperti halnya kaum laki-laki".
Dengan melanggar segala aturan-aturan adat pada saat itu, Raden Ajeng Kartini mendapat
kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya yang setara dengan pendidikan kaum penjajah
belanda pada waktu itu, beliau sempat mempelajari kegiatan-kegiatan kewanitaan lainnya.
Dengan pengetahuan serta pengalaman yang didapatnya, Raden Ajeng Kartini secara
berangsur-angsur dan setahap demi setahap tapi pasti berusaha menambah kehidupan yang
layak bagi seorang kaum wanita.
Perkawinan Raden Ajeng Kartini pada tahun 1903 dengan Raden Adipati Joyoningrat
Bupati Rembang mengharuskan beliau mengikuti suami, dan di daerah inilah beliau dengan
gigih meningkatkan kegiatannya dalam dunia pendidikan. Peranan Suami, dalam usaha
Raden Ajeng Kartini Meningkatkan perjuangan sangat menentukan pula karena dengan
dorongan dan bantuan suaminyalah beliau dapat mendirikan sekolah kepandaian putri dan
disanalah beliau mengajarkan tentang kegiatan wanita, seperti belajar jahit menjahit serta
kepandaian putri lainnya.
Usaha-usaha Raden Ajeng Kartini dalam meningkatkan kecerdasan untuk bangsa
indonesia dan kaum wanita, khususnya melalui sarana-sarana pendidikan dengan tidak
memandang tingkat dan derajat, apakah itu bangsawan atau rakyat biasa. Semuanya
mempunyai hak yang sama dalam segala hal, bukan itu saja karya-karya beliau, persamaan
hak antara kaum laki-laki dan kaum wanita tidak boleh ada perbedaan. Beliau juga
mempunyai keyakinan bahwa kecerdasan rakyat untuk berpikir, tidak akan maju jika kaum
wanita ketinggalan.
Sewaktu RA Kartini dilahirkan, ayahnya masih berkedudukan sebagai Wedono Mayong,
sedangkan ibunya adalah seorang wanita berasal dari desa Teuk Awur yaitu Mas Ajeng
Ngasirah yang berstatus garwo Ampil. RMAA Sosroningrat dan urutan keempat dari ibu
kandung Mas Ajeng Ngasirah, sedangkan eyang RA Kartini dari pihak ibunya adalah seorang
Ulama Besar pada jaman itu bernama Kyai Haji Modirono dan Hajjah Siti Aminah. Istri
kedua ayahnya yang berstatus garwo padmi adalah putrid bangsawan yang dikawini pada
tahun 1875 keturunan langsung bangsawan tinggi madura yaitu raden ajeng Woeryan anak
dari RAA Tjitrowikromo yang memegang jabatan Bupati Jepara sebelum RMAA
Sosroningrat. Perkawinan dari kedua istrinya itu telah membuahkan putera sebanyak 11
(sebelas) orang.
Mula pertama udara segar yang dihirup RA KArtini adalah udara desa yaitu sebuah desa
di Mayong yang terletak 22 km sebelum masuk jantung kota Jepara. Disinilah nia dilahirkan
oleh seorang ibu dari kalangan rakyat biasa yang dijadikan garwo ampil oleh wedono
Mayong RMAA Sosroningrat. Anak yang lahir itu adalah seorang bocah kecil dengan mata
bulat berbinar-binar memancarkan cahaya cemerlang seolah menatap masa depan yang penuh
tantangan.
Hari demi hari beliau tumbuh dalam suasana gembira, dia ingin bergerak bebas, berlari
kian kemari, hal yang menarik baginya ia lakukan meskipun dilarang. Karena kebebasan dan
kegesitannya bergerak ia mendapat julukan “TRINIL” dari ayahnya. Kemudian setelah
kelahiran RA Kartini yaitu pada tahun 1880 lahirlah adiknya RA Roekmini dari garwo
padmi. Pada tahun 1881 RMAA Sosroningrat diangkat sebagai Bupati Jepara dan beliau
bersama keluarganya pindah ke rumah dinas Kabupaten di Jepara.
Pada tahun yang sama lahir pula adiknya yang diberi nama RA Kardinah sehingga si trinil
senang dan genbira dengan kedua adiknya sebagai teman bermain. Lingkungan Pendopo
Kabupaten yang luas lagi megah itu semakin memberikan kesempatan bagi kebebasan dan
kegesitan setiap langkah RA Kartini.
Sifat serba ingin tahu RA Kartini inilah yang mrnjadikan orang tuanya semakin
memperhatikan perkembangan jiwanya. Memang sejak semula RA Kartini paling cerdas dan
penuh inisiatif dibandingkan dengan saudara perempuan lainnya. Dengan sifat kepemimpinan
RA Kartini yang menyolok, jarang terjadi perselisihan diantara mereka bertiga yang dikenal
dengan nama “TIGA SERANGKAI” meskipun dia agak diistimewakan dari yang lain.
Agar puterinya lebih mengenal daerah dan rakyatnya RMAA Sosroningrat sering
mengajak ketiga puterinya tourney dengan menaiki kereta.
Ini semua hanya merupakan pendekatan secara terarah agar puterinya kelak akan
mencintai rakyat dan bangsanya, sehingga apa yang dilihatnya dapat tertanam dalam ingatan
RA Kartini danadik-adiknya serta dapat mempengaruhi pandangan hidupnya setelah dewasa.
Saat mulai menginjak bangku sekolah “EUROPESE LAGERE SCHOOL” terasa bagi RA
Kartini sesuatu yang menggembirakan. Karena sifat yang ia miliki dan kepandaiannya yang
menonjol RA Kartini cepat disenangi teman-temannya. Kecerdasan otaknya dengan mudah
dapat menyaingi anak-anak Belanda baik pria maupun wanitanya, dalam bahasa Belanda pun
RA Kartini dapat diandalkan.
Menjelang kenaikan kelas di saat liburan pertama, NY. OVINK SOER DAN
SUAMINYA MENGAJAK ra Kartini beserta adik-adiknya Roekmini dan Kardinah
menikmati keindahan pantai bandengan yang letaknya 7 km ke Utara Kota Jepara, yaitu
sebuah pantai yang indah dengan hamparan pasir putih yang memukau sebagaimana yang
sering digambarkan lewat surat-suratnya kepada temannya Stella di negeri Belanda. RA
Kartini dan kedua adiknya mengikuti Ny. Ovink Soer mencari kerang sambil berkejaran
menghindari ombak, kepada RA Kartini ditanyakan apa nama pantai tersebut dan dijawab
dengan singkat yaitu pantai Bandengan.
Kemudian Ny. Ovink Soer mengatakan bahwa di Holland pun ada sebuah pantai yang
hamper sama dengan bandengan namanya “Klein Scheveningen” secara spontan mendengar
itu RA Kartini menyela……..kalau begitu kita sebut saja pantai bandengan ini dengan nama
Klein Scheveningen”.
Selang beberapa tahun kemudian setelah selesai pendidikan di EUROPASE LEGERE
SCHOOL, RA Kartini berkehendak ke sekolah yang lebih tinggi, namun timbul keraguan di
hati RA Kartini karena terbentur pada aturan adapt apalagi bagi kaum ningrat bahwa wanita
seperti dia harus menjalani pingitan.
Memang sudah saatnya RA Kartini memasuki masa pingitan karena usianya telah
mencapai 12 tahun lebih, ini semua demi keprihatinan dan kepatuhan kepada tradisi ia harus
berpisah pada dunia luar dan terkurung oleh tembok Kabupaten. Dengan semangat dan
keinginannya yang tak kenal putus asa RA Kartini berupaya menambah pengetahuannya
tanpa sekolah karena menyadari dengan merenung dan menangis tidaklah akan ada hasilnya,
maka satu-satunya jalan untuk menghabiskan waktu adalah dengan tekun membaca apa saja
yang di dapat dari kakak dan juga dari ayahnya.
Beliau pernah juga mengajukan lamaran untuk sekolah dengan beasiswa ke negeri
Belanda dan ternyata dikabulkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, hanya saja dengan
berbagai pertimbangan maka besiswa tersebut diserahkan kepada putera lainnya yang
namanya kemudian cukup terkenal yaitu H. Agus Salim.
Walaupun RA Kartini tidak berkesempatan melanjutkan sekolahnya, namun himpunan
murid-murid pertama Kartini yaitu sekolah pertama gadis-gadis priyayi Bumi Putera telah
dibina diserambi Pendopo belakang kabupaten. Hari itu sekolah Kartini memasuki pelajaran
apa yang kini dikenal dengan istilah Krida dimana RA Kartini sedang menyelesaikan lukisan
dengan cat minyak. Murid-murid sekolahnya mengerjakan pekerjaan tangan masing-masing,
ada yang menjahit dan ada yang membuat pola pakaian.
Adapun Bupati RMAA Sosroningrat dan Raden Ayu tengah menerima kedatangan tamu
utusan yang membawa surat lamaran dari Bupati Rembang Adipati Djojoadiningrat yang
sudah dikenal sebagai Bupati yang berpandangan maju dan modern. Tepat tanggal 12
November 1903 RA Kartini melangsungkan pernikannya dengan Bupati Rembang Adipati
Djojodiningrat dengan cara sederhana.
Pada saat kandungan RA Kartini berusia 7 bulan, dalam dirinya dirasakan kerinduan yang
amat sangat pada ibunya dan Kota Jepara yang sangat berarti dalam kehidupannya. Suaminya
telah berusaha menghiburnya dengan musik gamelan dan tembang-tembang yang menjadi
kesayangannya, namun semua itu membuat dirinya lesu.
Pada tanggal 13 September 1904 RA Kartini melahirkan seorang bayi laki-laki yang
diberi nama Singgih/RM. Soesalit. Tetapi keadaan RA Kartini semakin memburuk meskipun
sudah dilakukan perawatan khusus, dan akhirnya pada tanggal 17 September 1904 RA
Kartini menghembuskan nafasnya yang terakhir pada usia 25 tahun.
Kini RA Kartini telah tiada, cita-cita dan perjuangannya telah dapat kita nikmati,
kemajuan yang telah dicapai kaum wanita Indonesia sekarang ini adalah berkat goresan
penanya semasa hidup yang kita kenal dengan buku “HABIS GELAP TERBITLAH
TERANG”.

C.    Dorongan RA Kartini bagi Kebangkitan Kaum Wanita


Wanita berdikari atau wanita berwirausaha sudah sejak lama menjadi pemikiran dan isi
hati Ibu Kartini. Dunia bisnis atau dunia wirausaha bukan milik kaum Adam semata sebagai
pemain tunggal, tapi dunia ini sudah menjadi trend masa kini buat wanita. Jumlah wanita
yang terjun di dunia wirausaha tidaklah sedikit. Bahkan tidak jarang di berbagai perusahaan
besar, wanitalah yang memegang peranan penting sebagai pucuk pimpinan. Inilah
kenyataannya bahwa wanita bisa disejajarkan dengan pria dari segi bisnis.
Diungkapkan oleh DR. Suparman Sumahamijaya (1980:96): Sesungguhnya Ibu Kartini
telah merintis pendidikan mandiri bagi wanita sejak beliau berumur 16 tahun, sejak sekitar
tahun 1893. Hal ini dapat dibuktikan dari hampir semua tulisan Ibu Kartini yang termuat di
dalam kumpulan surat-suratnya yang dibukukan dengan judul Door Duisternis Tot Licht,
dimana hampir setiap halaman surat-suratnya penuh dengan kata-kata perlunya
pengembangan watak dan pembentukan watak di atas pendidikan otak. Karena dengan
pembentukan watak, Ibu Kartini yakin manusia akan lebih mampu untuk berdiri sendiri, tidak
bergantung dari kerabat dan dari siapapun. Berkali-kali ditekankan perlunya kepercayaan
pada diri sendiri.
Surat-surat Ibu Kartini dibukukan pula dengan judul Letters of A Javanese Princess dan
beredar di Amerika semenjak tahun 1921 oleh Charles Scribner Sons, New York.
Penerjemahnya yang bernama Agnes Louise Symmers menyebutkan bahwa Ibu Kartini
dalam perjuangannya menyadari bahwa The freedom of women could only come through
economic independence (kebebasan wanita hanya bisa datang dari kebebasan ekonomi).
Perjuangan Kartini bukan hanya kaum wanita saja, tetapi dia berjuang untuk seluruh
kemanusiaan yang selama ini tidak bisa dilakukan oleh wanita.
Walaupun usia beliau hanya mencapai 25 tahu, tapi beliau berhasil menyajikan karya tulis
sebanyak kurang lebih 450 halaman, yamg mana karya tulis tersebut mengandung kepadatan
kata-kata dengan arti yang sangat dalam, keras, dan mengesankan.
Kemampuan berwirausaha bisa kita ukur dengan skala minat dan keinginan dalam
berwirausaha, meskipun skala tersebut tidak mutlak kebenarannya, akan tetapi setidaknya
bias menjadi toak ukur sejauh mana minat usaha kita, atau minat kita dalam berwirausaha.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Raden Ajeng Kartini dilahirkan di jepang pada tanggal 21 April 1879, jadi bertepatan 127
tahun yang lalu. Beliau adalah Putri dari seorang Bupati Jepara pada waktu itu, yaitu Raden
Mas Adipati Sastrodiningrat. Dan merupakan cucu dari Bupati Demak, yaitu Tjondronegoro.
Pada waktu itu kelahiran Raden Ajeng Kartini, nasib kaum wanita penuh dengan kegelapan,
kehampaan, dari segala harapan, ketiadaan dalam segala perjuangan, dan tidak lebih dari
perabot kaum laki-laki belaka, dan bertugas tidak lain dari yang telah ditentukan secara
alamiah, yaitu mengurus dan mengatur rumah tangga saja, kaum wanita telah dirampas dan
diinjak-injak harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Usaha-usaha Raden Ajeng Kartini dalam meningkatkan kecerdasan untuk bangsa
indonesia dan kaum wanita, khususnya melalui sarana-sarana pendidikan dengan tidak
memandang tingkat dan derajat, apakah itu bangsawan atau rakyat biasa. Semuanya
mempunyai hak yang sama dalam segala hal, bukan itu saja karya-karya beliau, persamaan
hak antara kaum laki-laki dan kaum wanita tidak boleh ada perbedaan. Beliau juga
mempunyai keyakinan bahwa kecerdasan rakyat untuk berpikir, tidak akan maju jika kaum
wanita ketinggalan.

B.     Kritik dan  Saran
Kini RA Kartini telah tiada, cita-cita dan perjuangannya telah dapat kita nikmati, kemajuan
yang telah dicapai kaum wanita Indonesia sekarang ini adalah berkat goresan penanya semasa
hidup yang kita kenal dengan buku “HABIS GELAP TERBITLAH TERANG”.
Mari kita pertahankan hasil perjuangan para pahlawan dengan mengisi kemerdekaan dengan
penuh kedamaian dan perdamaian bangsa.
 
DAFTAR PUSKATAKA

Seri Parhalwan “Raden Ajeng Kartini” karya Drs.Mardanas Safwan, Sutrisno Kutojo
http://www.museumindonesia.com/museum/21/1/Museum_R._A._Kartini_Jepara

Anda mungkin juga menyukai