PENDAHULUAN
mereka telah berjasa besar bagi kepentingan bangsa Indonesia. Banyak dari para
Diponegoro, Kapitan Pattimura, dan Sultan Agung yang berjasa dalam memerangi
tentara kolonial Belanda. Namun ada pula yang berjasa terhadap bangsa Indonesia
bukan melalui jalan perang melainkan melalui pendidikan. Salah satu di antaranya
adalah Raden Ajeng Kartini, pahlawan wanita yang telah berjasa dalam membela
hak kaum wanita Indonesia serta memperjuangkan kehidupan sosial yang lebih
Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964, mengangkat R.A. Kartini sebagai
Hari Kartini. R.A. Kartini diangkat sebagai pahlawan bukan karena kegigihannya
1
dalam bergerilya melawan tentara kolonial Belanda, namun ia diangkat karena
cita-citanya sehubungan dengan nasib kaum wanita. Ia juga dikenang karena surat-
bangsa Indonesia yang kala itu masih bodoh dan miskin. Ia memperjuangkan hak
kaum wanita bukan melalui jalur politik melainkan melalui jalur pendidikan.
Kartini ingin mengangkat derajat kaum wanita pribumi agar dapat setara dengan
kaum pria terutama dalam hal pendidikan. Ia juga memiliki cita-cita agar suatu
saat nanti bangsanya mampu bebas dari telapak kaki bangsa lain dan dapat
mengatur sendiri kehidupan bangsa yang merdeka dan berdaulat. Bagi Kartini,
jasanya yang besar dalam kemajuan bangsa inilah, Kartini diangkat sebagai
yang memperingati Hari Kartini secara khusus. Banyak kegiatan dilakukan untuk
mendalam khususnya bagi para remaja Indonesia. Remaja masa kini cenderung
sorotan dari para remaja. Peringatan Hari Kartini hanya dijadikan sarana kegiatan
yang sifatnya formalitas tanpa dimaknai secara lebih mendalam. Nyatanya saat
ini, R.A. Kartini belum menjadi sosok yang diteladani atau diidolakan para
2
remaja. Remaja saat ini lebih cenderung meneladani idola-idola mereka seperti
Agnes Monica atau Lady Gaga. Mereka mencintai idolanya hingga menirukan
gaya berpakaian atau bahkan gaya hidup idolanya. Sosok Kartini yang seharusnya
menjadi teladan bagi remaja, kini malah hampir terlupakan seperti sebuah
pepatah, ”Kacang lupa akan kulitnya.” Remaja masa kini seolah-olah melupakan
sosok Kartini yang sejatinya telah membuat kehidupan mereka kini menjadi lebih
baik.
mengangkat kembali perjuangan Kartini dalam karya tulis ini karena bagi penulis
banyak nilai perjuangan Kartini yang masih relevan untuk diteladani dan
lain:
3
1. Kisah hidup dan perjuangan Kartini yang belum dikenal secara luas di
hidup.
3. Remaja putri yang kurang mengenal Kartini secara mendalam. Kartini telah
4. Apakah relevansi keteladanan Kartini bagi remaja putri dan seminaris saat
ini?
Kartini.
4
4. Menunjukkan petikan makna hidup Kartini bagi remaja putri dan seminaris.
Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan karya tulis ini antara lain:
1. Studi Pustaka
data dan informasi dengan cara membaca buku. Studi pustaka ini penulis
lakukan dengan cara membaca buku mengenai R.A. Kartini. Penulis juga akan
yang penulis sebarkan kepada 20 remaja putri di SMA PL Van Lith Muntilan
terhadap 5 remaja putri yang sekiranya dapat memberikan informasi bagi karya
tulis ini.
Bab I : Pendahuluan
Pada Bab ini penulis hendak menyampaikan latar belakang masalah yang
akan dibahas dalam karya tulis ini serta berisi hal-hal teknis berkaitan
penyusunan karya tulis ini yang meliputi latar belakang, batasan masalah,
5
rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
Pada bab ini, penulis akan mengulas mengenai kisah hidup Kartini secara
singkat dari kelahiran, masa sekolah, masa pingitan hingga wafatnya Kartini
Bab ini berisi buah pemikiran Kartini yang sangat inspiratif serta pandangan
inspiratif.
Pada Bab ini, penulis hendak menunjukkan data tentang sejauh mana remaja
Bab V : Penutup
Dalam Bab terakhir ini akan berisi kesimpulan serta refleksi atas
hidup Kartini. Bab ini juga mengungkapkan keteladanan Kartini yang relevan
6
BAB II
Tengah pada tanggal 21 April 1897 atau tahun Jawa 28 Rabiulakhir 1808.
Mayong, Kabupaten Jepara waktu itu. Ibu kandung Kartini, M.A. Ngasirah adalah
seorang „bijvrouw‟2 atau istri kedua R.M. A.A. Sosroningrat. Ketika Kartini
dilahirkan, ayahnya menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan dan menjadi
Woerjan.
kenduri berupa bubur merah putih untuk upacara pemberian nama bagi Kartini.
Kartini juga melewati upacara-upacara seperti cukur rambut dan turun bumi
(upacara di mana sang bayi untuk pertama kali diturunkan ke tanah) karena bagi
orang Jawa, ada babak-babak yang sangat penting dalam hidup yang tidak boleh
kematian.3
1
Setara dengan camat
2
Bijvrouw : istri sah tetapi berasal dari tingkat sosial yang lebih rendah dari suami bdk.
Koentjaraningrat, “A Preliminary Description of the Javanese Kinship System”
3
Pramoedya Ananta Toer, “Panggil Aku Kartini Saja”, Lentera Dipantara, Jakarta, 2010, hlm 53
7
2.1.2 Latar Belakang Keluarga
Tjondronegoro IV, Bupati Demak sehingga secara garis keturunan ayah Kartini
adalah putri Madirono, seorang mandor pabrik gula dan hanyalah seorang rakyat
biasa. Karena itulah Ngasirah hanya dijadikan sebagai istri kedua setelah Raden
Ayu Woerjan yang murni golongan ningrat karena masih keturunan Raja Madura.
Meskipun Kartini tidak 100% darah bangsawan, namun ia tetap tinggal bersama
ayahnya dan menjadi golongan ningrat. Namanya menjadi Raden Ajeng Kartini.
belas tahun lamanya beliau menjadi Bupati Demak. Beberapa tahun sebelum
yaitu: Anak-anak, tanpa pengajaran kelak tuan-tuan tiada akan merasai kebahagiaan,
tanpa pengajaran tuan-tuan akan makin memundurkan keturunan kita; ingat-ingat kata-
kataku ini.5
dari tinggi rendahnya seseorang menguasai bahasa Belanda. Ayah Kartini, R.M.
A.A. Sosroningrat adalah salah satu bupati yang pandai berbahasa Belanda.
4
Gelar ini dianugerahkan pemerintah Hindia Belanda atas jasanya dalam membela rakyatnya saat
terjadi bencana kelaparan di Demak
5
Sitisoemandari Soeroto, “Kartini, Sebuah Biografi”,Gunung Agung, Jakarta. 1977
8
Pendidikan Barat yang ia terima dari sang ayah, menjadikannya maju dalam
bisa bersekolah, karena menurut adat Jawa, anak perempuan tidak boleh
sekolah rendah tersebut, tak jarang Kartini mengalami diskriminasi warna kulit
yang pada zaman itu masih membeda-bedakan antara kulit putih dan coklat.
Orang-orang pribumi yang secara kelas sosial lebih rendah dari orang-orang
Belanda, menjadi sasaran tindakan diskriminasi baik itu dalam hal pergaulan
kolonial Belanda yang tidak ingin memajukan kaum pribumi. Kartini meyakini
bahwa sebenarnya orang pribumi mampu lebih pandai dari orang-orang Belanda.
6
Setara dengan sekolah dasar dengan tahun pendidikan 7 tahun. Menggunakan bahasa dan
kurikulum Belanda
9
perjuangannya. Suatu ketika Kartini hendak mengajak Lesty untuk bermain.
Namun Lesty menolak karena ingin belajar Bahasa Prancis demi melanjutkan
menjadi guru. Lesty pun menanyakan tentang cita-cita Kartini. Namun Kartini
tidak tahu ketika dewasa nanti akan menjadi apa. Dalam kebingungannya, ia
menghadap ayahnya dan minta diterangkan tentang pertanyaan itu. Ketika ditanya
tentang hal itu, ayahnya hanya tertawa tanpa ada jawaban. Merasa belum
mendapat jawaban, Kartini terus saja merengek minta jawaban pasti. Ia sangat
ingin tahu tentang masa depannya sehingga ia takkan puas sebelum mendapat
jawaban dari sang ayah. Akhirnya, Kartini pun diberi tahu tentang masa depannya
bahwa ia akan menjadi seorang Raden Ayu. Hatinya menjadi senang karena
ketika dewasa nanti ia akan menjadi Raden Ayu. Namun sebenarnya, dari sinilah
lahir cita-cita perjuangan Kartini yang sangat mulia. Pemikirannya akan masa
karena harus dipingit sesuai dengan tradisi ningrat Jawa. Tradisi itu
7
Masa pendidikan 5 tahun (setingkat SMP dan SMA yang digabung), setelah lulus dapat
meneruskan ke perguruan tinggi
10
keluarganya. Ayahnya yang sangat maju dalam pendidikan, ternyata tdidak
mampu melawan tradisi Jawa yang sudah turun-temurun itu. Begitu pula dengan
Raden Ayu8 dan saudaranya yang lain tetap menghendaki Kartini untuk dipingit
sesuai adat istiadat. Kartini tidak diperbolehkan keluar dari area kabupaten,
bahkan keluar rumah pun ia tidak boleh. Kartini merasakan masa pingitan yang ia
bahwa sebenarnya pengalaman pahit ini juga dialami oleh gadis pribumi lain.
Dalam benaknya, ia ingin agar gadis pribumi di kemudian hari tidak mengalami
nasib seperti dia. Ia menghendaki kebebasan yang lepas dari keterikatan adat
khususnya bagi gadis pribumi. Dari situlah lahirnya cita-cita Kartini untuk
antara pria dan wanita di Hindia Belanda. Kartini memang tidak dapat
menghentikan tradisi kolot yang baginya sudah tidak relevan lagi pada jaman itu.
mengungkapkan segala isi hatinya. “Biar sekarang dipingit, tetapi aku akan berusaha
supaya gadis pribumi di kemudian hari jangan sampai mengalami nasib seperti kita ini.
8
Ibu tiri Kartini
9
A. Soeroto, Raden Ajeng Kartini Pendekar Wanita Indonesia, Djembatan,1981, hlm 16
11
Meskipun harus terkurung dalam tradisi pingitan yang menyiksa, ternyata
Kartini tidak menyerah sama sekali. Meskipun tidak sekolah, ternyata semangat
belajar Kartini tetap besar. Ayah Kartini yang takluk oleh adat istiadat ternyata
masih menghendaki putrinya maju dalam pendidikan. Ayah dan kakaknya, RM.
yang disambut antusias oleh Kartini. Sejak saat itulah Kartini menjadi senang
membaca. Semua buku bacaan baru baik itu yang berbahasa Belanda, Jawa,
kesulitan memahami isi buku, namun ia tidak pernah menyerah. Ia selalu meminta
Kakaknya pun dengan tulus membantu Kartini. Kartini juga tertarik pada majalah
kebudayaan dan pengetahuan yang sebenarnya cukup berat bagi gadis seusianya.
Kartini pun semakin terbuka akan kehidupan rakyat pribumi. Kendati hanya
melalui buku bacaan, bukan melihat secara nyata. Dalam kungkungan tradisi yang
keras itu, Kartini memang tidak mempunyai kesempatan untuk mengenal lebih
dengan aktivitas membaca dan menulis. Semua itu berawal dari buku-buku
bacaan pemberian sang ayah. Sehingga selain menjadi sumber penghiburan, buku-
buku itu juga menjadi sumber pengetahuan bagi Kartini. Bahkan di usianya yang
12
relatif muda, ia mampu berpikir kritis tentang keadaan bangsanya yang begitu
Tahun 1895, ketika Kartini menginjak usia 16 tahun, Raden Ajeng Sulastri
kepergian Sulastri, Kartini pun menjadi anak perempuan tertua dalam keluarga
dan tidak lagi terkurung di dalam rumah. Meski masih tidak diperbolehkan
luar kabupaten Jepara. Kini ia dapat melihat keadaan rakyat pribumi secara nyata
bukan hanya sekedar dari buku. Sebagai kakak tertua, Kartini juga menghentikan
Pada awal tahun 1900, tuan Ovink-Soer, yang menjabat sebagai Asisten
kedua adiknya, Rukmini dan Kardinah dengan senang hati menerima kehadiran
mereka. Kedua orang Belanda itu sangat heran mendengar Kartini dapat
berbahasa Belanda dengan lancar. Tuan Ovink menjadi tertarik dengan Kartini
karena baru pertama kalinya beliau menggunakan bahasa Belanda dengan anak
menggunakan bahasa Melayu pasar. Karena itulah, nyonya Ovink ingin mengajak
10
Asisten Residen: Pegawai pamong praja yang mengepalai daerah (bagian dari propinsi yang
meliputi beberapa kabupaten) pada masa kolonial Belanda. Bdk. Depdiknas, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2002, hlm. 950
13
Nyonya Ovink ternyata menjadi tempat curahan hati Kartini akan
pemikirannya tentang keadaan wanita pribumi yang jauh berbeda dengan keadaan
wanita di Eropa. Melalui saran nyonya Ovink, Kartini memasang sebuah iklan di
surat kabar setempat yang berbunyi: Seorang gadis bangsawan Jawa ingin
atas nama Estelle Zeehandelaar dari negeri Belanda yang bersedia menjadi teman
surat-menyurat Kartini. Sejak saat itulah Kartini gemar menulis surat untuk
memperjuangkan hak kaum wanita pribumi pun semakin memuncak dengan surat-
surat yang ia kirim kepada Stella. Dunia barat semakin terbuka baginya dan
memuncak.
takluk dengan adat yang menganggap bahwa hanya prialah yang pantas mendapat
11
A. Soeroto, Raden Ajeng Kartini Pendekar Wanita Indonesia, Djembatan, 1981, hlm 20
14
ayahnya, namun ia merasa bersyukur karena telah memperoleh pendidikan Barat
kaum pria. Baginya, kaum wanita juga perlu mendapat pendidikan sehingga tidak
hanya mengikuti apa kata orang tua harus rela untuk menerima lelaki yang tidak
ia kenal. Ia ingin agar para wanita dapat menentukan masa depannya sendiri dan
tidak hanya mengandalkan suami dalam mencari nafkah. Ia ingin agar para wanita
Semarang yang letaknya tidak jauh dari Jepara. Namun ayahnya tidak berani
menentang adat dan tetap menolak permintaan Kartini. Ternyata Kartini tidak
menyerah begitu saja. Ia mencari cara lain yakni dengan mengirimkan surat
kepada Direktur Pendidikan dan Kebudayaan Belanda, Mr. J.H. Abendanon. Surat
Kartini ditanggapi positif dan beliau bersedia berkunjung ke Jepara pada tanggal
keinginannya untuk bersekolah lebih tinggi dan untuk mendirikan sekolah putri
15
kepada Mr. Abendanon. Kartini berharap Mr. Abendanon dapat membantunya
sekolah ke negeri Belanda. Namun setelah menunggu sekian lama, Kartini tidak
untuk masuk ke sekolah dokter di Jakarta, namun keinginan itu juga tidak kunjung
terealisasikan. Kartini kemudian membuka sebuah sekolah putri sesuai saran dari
Schoolvereniging). Muridnya ketika itu hanya sembilan orang gadis Jepara yang
adalah Kartini, Rukmini, dan Kardinah. Mereka mengajarkan para gadis itu
dapat membantu para gadis Jepara agar menjadi lebih pandai sehingga dapat
negeri Belanda. Namun di saat bersamaan, orang tuanya telah menerima pinangan
memiliki tiga istri serta beberapa anak. Kartini tidak diizinkan untuk melanjutkan
sekolah ke negeri Belanda karena ia harus menikah dengan Bupati Rembang itu.
Beasiswa yang diperoleh, Kartini berikan kepada pemuda yang sangat cerdas
16
bernama Agus Salim12. Tanggal 8 November 1903, Kartini menikah dan
bahkan Kartini tidak pernah berpikir untuk menikah terlalu dini. Ia merasa masa
menerima keadaannya karena ia percaya bahwa suaminya adalah pria yang baik.
Kartini dijadikan istri utama, namun ia tetap harus hidup satu atap dengan istri
yang lain.
pribumi lain, dijodohkan oleh orang tua tanpa persetujuan untuk mengikuti lelaki
pilihan orang tua yang tidak ia kenal. Ia merasa prihatin karena kaum wanita tidak
dalam perkawinan. Dalam masyarakat Jawa kala itu, memang dalam hal
perkawinan, kaum wanita dianggap tidak perlu memberi persetujuan karena orang
12
Yang dimaksudkan dalam konteks ini ialah Haji Agus Salim, salah satu pahlawan nasional
Indonesia
13
Poligami: sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan
jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Bdk. Depdiknas,”Kamus Besar Bahasa
Indonesia”,Balai Pustaka, Jakarta,2002, hlm.885
17
mendirikan sekolah putri di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor
Gedung Pramuka. Kartini tidak hanya memperjuangkan sekolah putri saja, ia juga
anak laki-laki dalam sekolah pertukangan kayu. Kartini merasa bahagia karena
bulan menikah. Namun dalam masa kehamilan itu, Kartini seringkali jatuh sakit.
tanggal 13 September 1904, Kartini melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi
Bulu, Rembang.
Setelah Kartini wafat, sekolah Kartini yang telah beliau dirikan ternyata
tidak berhenti begitu saja. Sekolah Kartini menjadi semakin berkembang tidak
18
Pada tanggal 2 Mei 1964, Presiden Pertama Indonesia, Ir. Soekarno
menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun
19
BAB III
Kalau aku jadi pengarang, betul dapat aku bekerja banyak-banyak dengan
luasnya mewujudkan cita-citaku dan memajukan bangsa kami, sedang kalau aku jadi
guru, hanya kecil lingkungan kerjaku, tetapi aku dapat mendidik dengan langsung, dan
lingkungan yang kecil itu boleh jadi menjadi luas, akhirnya menjadi contoh teladan bagi
orang, asal saja contoh yang diberikan itu ternyata contoh yang baik..... Engkau tahu
Kartini adalah sosok yang fenomenal, sebab di usianya yang relatif muda,
khususnya dan rakyat pribumi pada umumnya. Salah satu faktor yang turut
20
berpikiran maju dengan memberikan buku-buku bacaan kepada Kartini. Buku-
menjadi semakin tahu akan dunia Barat dan Hindia Belanda secara lebih
mendalam. Hal itulah yang secara tidak langsung telah membentuk karakter
Semasa hidupnya, Kartini adalah pribadi yang terbuka dan rendah hati. Ia
tidak hanya bergaul dengan kaum ningrat, namun juga mau bergaul dengan
pribumi Jawa yang dalam stratifikasi sosial zaman itu termasuk strata terbawah.
semua manusia itu sederajat, demikian juga antara laki-laki dan perempuan.
barat baik itu melalui ilmu pengetahuan mengenai Eropa maupun perjumpaannya
menjadi tahu bahwa setiap orang itu memiliki sebuah tujuan yang hendak dicapai.
Di sinilah saat di mana Kartini mulai memikirkan cita-citanya mulai dari menjadi
21
Munculnya pemikiran dan gagasan Kartini tidak lepas pula dari pengaruh
adalah:
Mr. J.H. Abendanon dan Nyonya Abendanon yang turut membantu Kartini
Tuan H.H van Kol dan Nyonya van Kol yang banyak memberi dukungan
padanya.
cita-citanya.
Penderitaan batin yang dialami Kartini semasa pingitan, serasa terobati oleh
22
penghiburan bagi Kartini dalam penderitaan, namun juga memberikan ilmu
pengetahuan serta wawasan yang luas baginya. Sastra-sastra Belanda yang ia baca
Buku karangan Mr. C. Th. van Deventer yang berjudul Een Eereschuld
pribumi.
Suylenburg. Buku ini menjadi salah satu pembuka jalan bagi Kartini untuk
(Wanita dan Sosialisme) yang membuat Kartini semakin sadar akan kodrat
tentang kemajuan kaum wanita di Belanda yang sudah setara dengan kaum
23
karena keadaan wanita di Belanda sangat bertolak belakang dengan wanita
pribumi di negerinya.
Buku karangan Henryk Sienkiewicz yang berjudul Quo Vadis? Atau Iman
Sebagai pengarang, aku akan bekerja secara besar-besaran untuk mewujudkan cita-
citaku, serta bekerja untuk menaikkan derajat dan peradaban Rakyat kami.16
15
Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja, Lentera Dipantera, Jakarta, 2010, hlm 167-
173
16
Surat, 11 Oktober 1901, kepada Estelle Zeehandelaar.
24
3.2.1 Door Duisternis tot Licht17
Cita-cita dan gagasan Kartini yang maju itu ternyata banyak terbentuk dari
Duisternis tot Licht. Buku yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1911 di
Semarang, Surabaya, dan Den Haag ini diprakarsai oleh Mr. J.H. Abendanon.
Buku ini berisi 105 tulisan yang terdiri dari surat, catatan harian, sajak dan nota18
Buku tulisan Kartini ini diterbitkan dengan tujuan untuk menarik perhatian
dan meminta pertolongan orang dalam pengembangan sekolah putri pribumi yang
“Surat itu penting benar dalam hidup kami; hampir semuanya kami peroleh dari
berkirim-kiriman surat itulah; bila tiada pernah berkirim-kiriman surat itu, tiadalah
akan sampai kami berani meninggalkan adat kebiasaan yang telah berabad-abad
lamanya itu. Amatlah banyaknya barang yang indah jelita dan berharga datang kepada
kami dengan perantaraan post, mutiara, intan permata bagi otak dan hati.”(Surat
17
Judul asli kumpulan surat-surat Kartini yang oleh Armijn Pane diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang
18
Semacam masukan / kritik yang biasanya ditujukan pada penguasa / pemerintah
19
Armijn Pane, Habis Gelap Terbitlah Terang, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, hlm 25
25
Surat-surat Kartini yang ada di dalam buku Door Duisternis tot Licht ini
terdiri atas:
- 3 surat kepada Tuan dan Nyonya Prof. Dr. G.K. Anton di Jena (Jerman),
yang cukup besar terutama bagi pribumi, seorang sastrawan Jawa bernama Raden
Jawa.
20
Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartin Saja, Lentera Dipantera, Jakarta, 2010, hlm 233
26
tentang perkawinan kembali ia tulis, tetapi kali ini tentang perkawinan yang
Kardinah menikah pada tahun 1903. Lalu pada umur 19 tahun, Kartini menulis
Nasional untuk Karya Wanita di Den Haag, Belanda pada tahun 1898. Tulisan itu
kerajinan tangan negerinya terutama seni batik. Tulisan Kartini ini menjadi
perhatian banyak orang di Belanda sehingga banyak dari antara mereka yang
Kartini juga menulis sebuah artikel yang berjudul Van een Vergeten
Uithoekje atau Dari Pojok yang Dilupakan demi membela para pengukir kayu di
peduli akan kebudayaan Indonesia dan pelbagai polemik yang dialami kaum
pribumi. Kita dapat membayangkan, betapa agung pemikiran dan cita-citanya dari
juga berpendapat bahwa pendidikan tidak cukup hanya diberikan kepada kaum
27
laki-laki saja, namun kaum perempuan juga perlu memperoleh pendidikan yang
sama.
yang ditujukan kepada Mr. J. Slingenberg yang pada tahun 1903 dipublikasikan
“Siapakah yang akan menyangkal bahwa wanita memegang peranan penting dalam hal
pendidikan moral pada masyarakat. Dialah orang yang sangat tepat pada tempatnya. Ia
dapat menyumbang banyak (atau boleh dikatakan terbanyak) untuk meninggikan taraf
moral masyarakat. Alam sendirilah yang memberikan tugas itu padanya. Sebagai
seorang ibu, wanita merupakan pengajar dan pendidik yang pertama. Dalam
dan dalam banyak hal pendidikan pertama ini mempunyai arti yang besar bagi seluruh
hidup anak…”
dari pengalaman empiris yang ia alami sejak masa pingitan yang begitu menyiksa
sebagai berikut:
28
3. Pendidikan untuk rakyat yang bersifat nasional meliputi pendidikan
Gagasan Kartini tentang pendidikan terlihat jelas dalam suratnya kepada E.C.
29
Gagasan tentang pendidikan juga tercantum dalam ayat 2 pasal 31 yang
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
Pada pasal 4 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 juga terdapat buah pemikiran
30
gagasannya ini, Kartini memperjuangkan hak asasi manusia terlebih bagi
21
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Bidang DIKBUD KBRI Tokyo
31
BAB IV
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan analisa data dari hasil angket
yang telah disebarkan kepada 20 orang responden pada dua sekolah yakni SMA
Negeri 1 Magelang dan SMA PL Van Lith Muntilan. Data tersebut digabungkan
dengan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap 5 responden dari SMA
Negeri 1 Magelang, SMA PL Van Lith Muntilan, SMA Kolese Gonzaga Jakarta
dan SMA Kolese Loyola Semarang. Data ini didasarkan pada relevansi
Tidak
Kenal
100%
Kartini. Pengenalan sosok Kartini kepada remaja putri dapat melalui orang tua,
32
pendidikan formal, teman sebaya, dan media elektronik seperti televisi, radio dan
Kartini. Berarti sosok Kartini sudah tidak asing lagi bagi remaja putri jaman
sekarang.
secara khusus diberikan oleh guru mata pelajaran sejarah dalam materi pelajaran
sejarah tentang Kartini. Sebanyak 35% responden menyatakan bahwa orang tua
mengenal Kartini melalui media elektronik seperti televisi atau radio yang
membahas tentang Kartini, serta melalui karya-karya Kartini seperti surat, lukisan,
33
Setelah mengetahui bahwa remaja putri jaman sekarang sudah mengenal
Kartini, diagram di atas menunjukkan kesan remaja putri terhadap Kartini. Kesan
Sebanyak 20% responden terkesan akan semangat Kartini untuk bersekolah lebih
tinggi kendati hal itu tidak terpenuhi. Sebanyak 20% responden mengaku terkesan
akan sikap Kartini yang rela menentang tradisi demi kemajuan bangsa.
30%
Ada
Tidak ada
70%
30% Terlibat
Tidak
70%
bendera atau lomba Hari Kartini. Pada diagram di atas sebanyak 70% responden
34
mengatakan di sekolahnya diselenggarakan Hari Kartini, sedangkan 30%
mengaku tidak ikut terlibat di dalam merayakan Hari Kartini di sekolahnya. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar sekolah masih tetap merayakan Hari
Kartini dan sebagian siswi-siswi (remaja putri) di sekolah tersebut ikut terlibat di
5% 30% abstain
Bentuk keterlibatan yang dilakukan oleh remaja putri pada Hari Kartini di
Kartini. Pada diagram di atas sebanyak 35% responden terlibat dalam Hari Kartini
pemilihan Kartini sekolah, dan hanya 5% responden yang terlibat sebagai panitia
35
lomba Hari Kartini. Sedangkan sebanyak 30% responden memilih abstain (tidak
menjawab).
0% 0% 15% Senang
Senang Semangat
40% Malas
Tidak Peduli
Abstain
Semangat
45%
mengaku senang mengikuti Hari Kartini. Tidak ada responden yang menjawab
tidak peduli dan malas. Sebanyak 15% responden memilih abstain (tidak
menjawab).
30% Keuletan
Kritis
20% 10% Lain-lain
36
Perjuangan Kartini dalam memperjuangkan hak perempuan tentunya
mengandung banyak inspirasi yang bisa kita terapkan di dalam hidup kita. Banyak
nilai hidup Kartini yang bisa dipetik terutama oleh kalangan remaja putri jaman
sekarang. Pada diagram di atas, sebanyak 30% responden menjawab nilai pantang
Sisanya sebanyak 20% responden menjawab nilai keuletan yang bisa dipetik dari
Kartini.
Relevan
Tidak
95%
Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak nilai hidup yang bisa dipetik dari
Kartini. Nilai-nilai tersebut hanya akan menjadi pengetahuan saja jika tidak
dimaknai dan dihidupi oleh remaja putri di dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Kartini masih relevan (sesuai) untuk dihidupi oleh remaja putri jaman sekarang.
Hanya 5% responden saja yang menyatakan bahwa nilai-nilai hidup Kartini sudah
37
4.3.3 Remaja Meneladani Kartini
20%
Sudah
Belum
80%
remaja putri menyatakan bahwa nilai-nilai hidup yang diteladankan Kartini masih
sudah menjalankan nilai-nilai hidup Kartini yang telah mereka sebutkan? Diagram
di atas menunjukkan bahwa baru 20% responden saja yang sudah menjalankan
kehidupan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri
jaman sekarang belum mampu menghayati sosok Kartini sebagai teladan hidup,
38
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
bagaimana impian dan cita-cita itu dapat diraih dengan semangat serta keyakinan
Kesimpulan tentang kisah hidup, gagasan, serta karya-karya Kartini antara lain:
1. Kartini adalah seorang gadis bangsawan Jawa yang harus menjalani tradisi
berjuang dengan mendirikan sekolah khusus putri. Kartini wafat pada usia
39
3. Kartini memiliki pemikiran yang kritis serta kedewasaan yang matang di
Indonesia oleh Armijn Pane dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
lukisan.
Berdasarkan analisis data dari angket dan wawancara yang telah penulis
1. Remaja putri masa kini sudah mengenal Kartini sejak Taman Kanak-
Kanak melalui orang tua, guru sekolah, media elektronik, dan karya-karya
Kartini.
40
2. Yang berkesan bagi remaja putri masa kini adalah perjuangannya dalam
siswinya (remaja putri) ikut terlibat didalamnya antara lain dalam lomba
panitia lomba. Sebagian besar siswi yang terlibat dalam Hari Kartini
4. Nilai-nilai hidup yang dapat dipetik remaja putri masa kini adalah sikap
diteladankan oleh Kartini masih relevan untuk dihidupi remaja putri masa
hidup Kartini.
pun hampir sama dengan apa yang dialami para seminaris22 di Seminari
dan hidup di dalam keteraturan serta rutinitas yang terlepas dari dunia
luar23. Hal ini sama seperti yang dialami oleh Kartini dimana ia harus
22
Sebutan untuk para siswa di Seminari Mertoyudan
23
Kehidupan masyarakat di luar kompleks Seminari
41
meninggalkan sekolahnya untuk dipingit sesuai adat istiadat gadis Jawa
hidup yang diperlihatkan oleh Kartini nyatanya tidak hanya relevan bagi
remaja putri, namun juga relevan bagi para seminaris. Mengapa demikian?
Para seminaris sebagai calon imam masa depan yang nantinya akan
seminaris yang hidup di asrama dalam tanda kutip juga mengalami masa
malam, dan Minggu. Itu pun dengan waktu yang dibatasi. Segala informasi
tentang keadaan yang terjadi di dunia, mereka temui dari membaca koran,
majalah, atau buku yang telah disediakan Seminari. Seperti Kartini yang
selalu ingin tahu, para seminaris dapat meneladani sifat Kartini ini dengan
42
optimal. Meski terbatas, dengan semangat belajar, para seminaris dapat
pendidikan Seminari, para seminaris dilatih untuk berpikir secara kritis dan
berefleksi tentang segala yang ia alami serta rasakan. Kartini tidak sekedar
Hal inilah yang perlu seminaris teladani yakni pemikiran kritis dan
kita ketahui bahwa cita-cita Kartini untuk membela hak kaum perempuan
pribumi sangat dibatasi oleh tradisi pingitan yang ia alami. Namun, dengan
24
Forum bersama satu angkatan Seminari untuk membahas keadaan dan masalah yang sedang
terjadi
43
5.3 Refleksi
membaca kisah hidup Kartini, penulis merasa ada sesuatu yang istimewa
dalam membaca buku. Buku-buku itu tidak hanya Kartini baca, namun ia
dalami dan diresapi sebagai sebuah refleksi yang dapat ia terapkan untuk
memperjuangkan cita-citanya.
Kita juga dapat belajar kisah hidup Kartini yang lebih banyak
lalu menghibahkan beasiswa itu kepada Agus Salim. Betapa besar usaha
Indonesia!
44
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Utama:
Sumber Sekunder:
Soeroto, A. 1981
Sumber Penunjang:
Mujanto, G. 1974
Sejarah Indonesia, Yogyakarta : Kanisius.
Adam, Asvi Warman, 2009
Membongkar Manipulasi Sejarah, Jakarta : Kompas.
45
Depdiknas. 2002
Sumber Website:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kartini
Ditulis tanggal:21/04/2010
http://www.dapunta.com/raden-ajeng-kartini-1879-1904/516.html
46