Anda di halaman 1dari 7

OPTIMIS, DINAMIS, BERPIKIR KRITIS, DAN PENGENDALIAN DIRI

Ringkasan materi

OPTIMIS, DINAMIS, BERPIKIR KRITIS, DAN PENGENDALIAN DIRI

Kompetensi : Terbiasa berperilaku dengan sifat-sifat terpuji, menghindari sifat tercela, dan bertata
krama dalam kehidupan sehari-hari

Sub kompetensi : Terbiasa berperilaku dengan sifat-sifat terpuji

a. Tujuan Kegiatan Belajar

Setelah mempelajari uraian kegiatan belajar ini, anda diharapkan:

1) Dapat menjelaskan tentang optimis, dinamis, berpikir kritis, dan pengendalian diri

2) Dapat menjelaskan tentang hikmah bersikap dan berperilaku optimis, dinamis, berpikir kritis, dan
pengendalian diri

3) Dapat menunjukkan sikap dan perilaku optimis dan dinamis

4) Dapat menunjukkan kemampuan berpikir kritis dan mengendalikan diri

b. Uraian Kegiatan Belajar

1) Optimis

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan optimis adalah orang
yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal atau persoalan.

Misalnya :
q Seorang siswa (siswi) yang mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) dia berharap akan
lulus dan diterima di perguruan tinggi yang ia pilih

q Seseorang ingin bekerja di sebuah perusahaan swasta, kalau dia berpikir optimis, tentu dia akan
berusaha mengajukan lamaran dan berharap agar lamarannya diterima serta dapat bekerja di
perusahaan tersebut.

Optimistis termasuk sifat terpuji. Sifat optimistis seharusnya dimiliki oleh setiap muslim (muslimah).
Seorang muslim (muslimah) yang optimis tentu akan berprasangka baik tehadap Allah. Ia akan selalu
berusaha agar kualitas hidupnya meningkat.

Kebalikan dari sifat optimistis ialah pesimistis. Sifat pesimistis ini seharusnya dijauhi, karena termasuk ke
dalam sifat tercela. Seseorang yang pesimis dapat diartikan berprasangka buruk kepada Allah. Ia dalam
hidupnya kemungkinan besar tidak akan memperoleh kemajuan. Sesorang yang pesimis biasanya selalu
khawatir akan memperoleh kegagalan, kekalahan, kerugian atau bencana, sehingga ia tidak mau
berusaha untuk mencobanya.

Muslim (muslimah) yang bersifat optimistis hendaknya bertawakkal kepada Allah SWT yaitu berusaha
sekuat tenaga untuk meraih apa yang dicita-citakannya, sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah
SWT. Orang yang tawakkal tentu akan memperoleh pertolongan dari Allah SWT. Allah SWT berfirman:

Artinya:

“Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan keperluannya.”
(Q.S. Ath Thalaq: 3)

2) Dinamis

Kata dimanis berasal dari bahasa Belanda “dynamisch” yang berarti giat bekerja, tidak mau tinggal diam,
selalu bergerak, terus tumbuh. Seseorang yang berjiwa dinamis, tentu selama hidupnya, tidak akan diam
berpangku tangan. Dia akan terus berusaha secara sungguh-sungguh, untuk meningkatkan kualitas
dirinya ke arah yang lebih baik dan lebih maju.

Misalnya:
q Seorang petani akan berusaha agar hasil pertaniannya meningkat

q Seorang pedagang akan terus berusaha agar hasil usaha dagangnya berkembang

q Seorang pelajar akan meningkatkan kegiatan belajarnya supaya ilmunya bertambah.

Sikap perilaku dinamis seperti tersebut sebenarnya sesuai dengan fitrah (pembawaan) manusia, yang
memiliki kecenderungan untuk meningkat ke arah yang lebih baik. Allah SWT berfirman:

Artinya:

“Sesungguhnya kamu akan melalui jalan (naik) setingkat demi setingkat.” (Q.S. Al Insyiqaq: 19)

Mengacu kepada pengertian dinamis tersebut, jelas bahwa sikap dinamis termasuk akhlakul karimah,
yang seyogyanya dimiliki dan diamalkan oleh setiap muslim (muslimah). Seorang muslim (muslimah)
yang sudah meraih prestasi, baik dalam bidang positif seperti dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, dalam bidang pertanian dan perdagangan serta dalam bidang ekonomi dan industri,
hendaknya berusaha terus meningkatkan prestasinya ke arah yang lebih baik lagi. Hal itu sesuai dengan
siruhan Allah SWT dalam Al Quran dan anjuran Rasulullah SAW dalam hadisnya. Allah SWT berfirman :

Artinya:

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan)
yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Q.S. Al Insyirah: 7-8)

Juga Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barang siapa yang amal usahanya lebih baik dari kemarin
maka orang itu termasuk yang beruntung, dan jika amal usahanya sama dengan kemarin, termasuk yang
merugi, dan jika amal usahanya lebih buruk dari yang kemarin, maka orang itu termasuk yang tercela.”
(H.R. Thabrani)

Kebalikan dari sifat dinamis adalah sifat statis. Sifat statis seharusnya dijauhi karena termasuk akhlak
tercela yang dapat menghambat kemajuan dan mendatangkan kerugian. Seorang siswa/siswi yang
berperilaku statis biasanya malas belajar dan tidak bergairah untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi. Hal
ini menyebabkan siswa (siswi) tersebut kualitas ilmunya tidak akan meningkat, sehinggaia tergolong
orang yang merugi bahkan tercela.

Seorang petani yang berperilaku statis, tentu tidak akan mau berusaha mencari cara baru yang lebih baik
agar usaha pertaniannya meningkat. Padahal rasulullah SAW sangat menyetujui dan mendorong
umatnya agar bersikap dinamis dalam hal-hal baik dan bermanfaat, misalnya dalambidang pertanian.
Coba cermati dalam kisah berikut.

Nasihat Rasulullah SAW

Pada masa Rasulullah SAW, ada seorang petani kurma yang berusaha meningkatkan hasil panennya
dengan cara mengawinkan kurma yang kurang subur dengan kurma yang subur. Petani kurma itu
bertanya kepada rasulullah SAW tentang usaha tersebut. Kemudian Rasulullah SAW ,enjawab: “antum
a’lamu bi umuuri dunyaakum” (Kamu lebih tahu dalam urusan duniamu).

3) Berpikir Kritis

Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan, bahwa berpikir kritis itu artinya tajam dalam
penganalisaan, bersifat tidak lekas percaya, dan sifat selalu berusaha menemukan kesalahan, kekeliruan
atau kekurangan. Orang yang ahli memberi kritik atau memberikan pertimbangan apakah sesuatu itu
benar atau salah, tepat atau keliru, sudah lengkap atau masih kurang disebut seorang kritikus.

Kritik itu ada dua macam yaitu, yang termasuk akhlak terpuji dan yang tercela. Kritik yang termasuk
akhlak perpuji adalah kritik yang sehat, yang didasari dengan niat ikhlas karena Allah SWT, tidak
menggunakan kata-kata pedas yang menyakitkan hati, dan dengan maksud untuk memberikan
pertolongan kepada orang yang dikritik agar menyadari kesalahannya, kekeliruannya, dan kekurangan,
disertai dengan memberikan petunjuk tentang jalan keluar dari kesalahan, kekeliruan dan kekurangan
tersebut. Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:
“Yang dinamakan orang Islam adalah orang yang menyelamatkan orang-orang muslim lainnya dari
gangguan lidah dan tangannya, sedang yang dinamakan orang yang hijrah itu adalah orang yang
meninggalkan semua larangan Allah.” (H.R. Bukhari, Abu Dawud, dan Nasai)

Kritik yang sehat, seperti tersebut sebenarnya termasuk ke dalam tolong-menolong, yang diperintahkan
Allah SWT untuk dilaksanakan. Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan bertolong menolonglah kamu
dalam kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Q.S. Al
Maidah: 2)

Kritik yang termasuk akhlak tercela adalah kritik yang merusak, yang tidak didasari niat ikhlas karena
Allah SWT, dengan menggunakan kata-kata keji yang menyakitkan hati dan tidak disertai memberi
petunjuk tentang jalan keluar dari kesalahan, kekeliruan, dan kekurangan. Kritik macam ini termasuk
akhlak tercela karena dapat merusak hubungan antara yang mengkritik dan yang dikritik, sehingga antara
mereka saling bermusuhan dansaling mendengki, yang sangat dilarang oleh Allah SWT. Rasulullah SAW
bersabda:

Artinya:

“Janganlah kamu berdengki-dengkian, jangan putus memutuskan persaudaraan, jangan benci-


membenci, jangan pula belakang membelakangi, dan jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara.
Sebagaimana telah diperintahkan Allah kepadamu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

4) Pengendalian Diri

Pengendalian diri identik dengan sikap sabar, yaitu kemampuan menghadapi rintangan, kesulitan,
menerima musibah/cobaan dengan ikhlas dan dapat menahan amarah. Sikap pengendalian diri lebih
menitikberatkan pada kemampuan jiwa (hati nurani) untuk membedakan yang benar dan yang salah,
serta bisa mengendalikan hawa nafsunya untuk melakukan perbuatan baik (amal saleh). Dalam diri
manusia ada potensi untuk berbuat baik dan potensi buruk. Allah berfirman:
.

Artinya:

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa (jalan) kefasikan (jahat) dan ketakwaannya.” (Q.S. Asy Syams: 8)

Seorang yang pandai mengendalikan diri akan dapat mengendalikan hawa nafsunya dan
menumbuhsuburkan potensi perbuatan baik (ketakwaan), serta meredam potensi berbuat buruk
(kefasikan).

Rasulullah SAW menggolongkan orang yang pandai mengendalikan diri sebagai orang yang cerdik,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Orang yang cerdik adalah orang yang bias
mengekang/mengendalikan hawa nafsunya dan beramal untuk (bekal) sesudah mati, sedangkan orang
yang lemah adalah orang yang mengikuti kehendak hawa nafsunya dan berangan pada (pemberian)
Allah SWT.” (H.R. Turmudzi dan Ahmad)

Hadis tersebut mengungkapkan tentang orang yang ajiz (lemah pikiran) dan kayyis (cerdas). Kemampuan
mengekang/mengendalikan hawa nafsu merupakan wujud ketaatan akan aturan-aturan Allah SWT yang
mana merupakan cirri kepandaian/kecerdasan. Dikatakan demikian karena ia memiliki jangkauan jauh ke
depan, penuh pertimbangan dalam semua tindakan/perbuatan, tidak sembrono, bersungguh-sungguh,
sermat serta penuh kehati-hatian. Disebut sebagai orang yang pandai karena musuh tidak terlihat, yaitu
hawa nafsu, maka ia senginginkan mendapat kehidupan yang baik di akhirat, yaitu kesuksesan di negeri
akhirat.

Allah SWT berfirman yang artinya: “Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan
kamu ke dalam surga…” (Q.S. Ash Shaf: 12).

Juga Allah berfirman yang artinya: “Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga,
maka sungguh ia telah beruntung…” (Q.S. Ali Imran: 185).

Secara garis besar, gambaran kesuksesan di negeri akhirat menurut Al Quran dikelompokkan dalam
empat bagian, yaitu sebgai berikut:

q Pertemuan dengan Tuhannya

q Mendapat ampunan akan kesalahannya

q Terbebas dari api neraka

q Tinggal di surga dengan segala keindahannya.


Sebaliknya orang yang tidak mampu mengendalikan diri, yaitu dengan menghambakan diri kepada hawa
nafsu dan senantiasa mengikuti segala yang diinginkan, serta tidak peduli tentang halal dan haram. Sikap
seperti ini merupakan ciri orang yang tidak memiliki perhitungan dan pandangan ke depan. Hal ini akan
mencelakakan dirinya yang skhirkan tidak mendapatkan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat

q Penyebab sulitnya pengendalian diri

Penyebab sulitnya pengendalian diri dikarenakan dalam diri manusia ada sesuatu yang disebut dengan
hawa nafsu. Secara bahasa hawa nafsu dapat diartikan suatu kecenderungan jiwa pada sesuatu yang
diinginkan sehingga sesuatu itu memenuhi hati. Istilah hawa nafsu lebih cenderung digunakan untuk hal-
hal yang negatif, mengikuti hawa nafsu berarti membiarkannya taanpa kendali, bahkan menjadikan diri
hanya mengikuti hawa nafsu atau dengan kata lain menjadi budak nafsu. Allah SWT telah mencela
perbuatan mengikuti hawa nafsu. Allah SWT berfirman:

Artinya:

“…dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT…” (Q.S.
Shad: 26)

Anda mungkin juga menyukai