KARTINI
Memiliki nama lengkap Raden Ajeng Kartini, perempuan asal Jepara, Jawa
Timur ini lahir pada 21 April 1879. Kartini berasal dari kalangan bangsawan Jawa
yang merupakan putri dari bupati Jepara bernama Raden Mas Adipati Ario
Sosroningrat dengan M.A. Ngasirah.
Kartini lahir di era penjajahan, dimana tidak adanya kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan. Pada masa itu, perempuan tidak boleh pergi ke sekolah ataupun
bekerja. Banyak orang beranggapan bahwa tugas perempuan itu cukup tinggal di
rumah dan melayani suami.
Dari buku, surat kabar, dan majalah Eropa yang dibacanya, Kartini mulai tertarik
dengan kemajuan berpikir para perempuan Eropa. Itulah yang membuat rasa
keinginannya untuk mewujudkan perempuan pribumi memiliki kesetaraan gender
dengan laki-laki.
Tak sampai di situ, sejarah R.A Kartini di usianya yang masih muda, ia
menerima perjodohan yang orangtuanya lakukan. Ia dijodohkan dengan bupati
Rembang, Raden Adipati Djojodiningrat. Sebelum menerima perjodohannya, Kartini
meminta persyaratan. Kartini diperbolehkan mendirikan sebuah sekolah untuk para
perempuan dalam menempuh pendidikan disana.
“Di rumah orang tua saya dulu, saya sudah tahu banyak. Tetapi di sini, di mana
suami saya bersama saya memikirkan segala sesuatu, di mana saya turut
menghayati seluruh kehidupannya, turut menghayati pekerjaannya, usahanya, maka
saya jauh lebih banyak lagi menjadi tahu tentang hal-hal yang mula-mula tidak saya
ketahui. Bahkan tidak saya duga, bahwa hal itu ada”, tulis Kartini kepada Nyonya
Abendanon yang menjadi sahabat penanya (Surat kepada Ny. R.M. Abendanon-
Mandri, 10 Agustus 1904).
Meski sudah menghasilkan beragam tulisan yang menceritakan isi hatinya dan
pemikirannya terhadap kesetaraan gender, Kartini harus menghembuskan napas
terakhirnya di usia muda yaitu pada usia 25 tahun.
Habis gelap terbitlah terang. Kata-kata ini menjadi identik dengan sosok pahlawan
nasional Kartini. Bukan tanpa alasan kata-kata tersebut menjadi banyak
pembicaraan, ini merupakan salah satu buku tulisan Kartini mengenai emansipasi
perempuan.
Di tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Melayu
dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Kemudian tahun 1938,
keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane, yang merupakan
sastrawan Pujangga Baru.
Jadi, meskipun Kartini sudah meninggal dunia, namanya sampai saat ini tetap
diapresiasi sebagai tokoh perempuan nasional yang berjuang dalam emansipasi
perempuan. Tak heran banyak orang yang mengagumi pengorbanannya.