Anda di halaman 1dari 31

*

Analisis Novel
Sepatu Dahlan
Oleh Danendra Kent Adinatha
XII MIPA 6

November 14,2020 SMAN 1 GEDANGAN


Sinopsis
Seorang anak yang besar dari keluarga yang sangat sederhana di Kebon Dalem sebuah Desa di Jawa Timur bernama Dahlan. Dengan
didikan dari seorang Bapak yang selalu menerapkan kedisiplinan dan ketegasan namun penuh kasih sayang. Ibunya yang lembut dan
mampu menjadi peneduh seluruh anggota keluarga dan kedua kakak perempuannya yang mandiri serta adiknya yang penurut
menjadikan karakter Dahlan dewasa dan mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi yang terjadi dalam masa kanak-kanak
dan masa remajanya.Semangatnya untuk melanjutkan sekolah ke SMP yang di impikannya yaitu SMP Magetan tak tersampaikan karena
biaya yang tak mampu dan bapaknya tetap menganjurkan Dahlan untuk melanjutkan sekolah di Tsanawiyah Takeran, sebuah pesantren
yang didirikan oleh leluhur bapaknya Dahlan.Setiap hari pergi dan pulang sekolah yang jauh dilakoninya dengan berjalan kaki tanpa alas
kaki. Kesusahan yang dialaminya tak menyurutkan semangatnya untuk menuntut ilmu bahkan impiannya yang sederhana untuk
memiliki sepasang sepatu dan sebuah sepeda mampu melecut semangat juangnya, sepulang sekolah menjadi buruh nyeset di kebun
tebu, nandur atau menyabit rumput untuk makanan kambing yang dipeliharanya.Sepeninggal ibunya Dahlan bersama bapak dan
seorang adiknya hidup tanpa belaian kasih seorang ibu dan anggota keluarga perempuan karena kedua kakak perempuan Dahlan
bekerja dan kuliah di Madiun, pulang hanya sesekali saja ke rumah.Tak ada lagi yang membantu bapaknya untuk menopang
perekonomian keluarganya karena Ibu Dahlan yang tadinya selalu membatik untuk menambah uang belanja keluarga kini tiada,
kehidupan Dahlan dan keluarganya semakin diliputi kemiskinan, tak bisa setiap kali lapar bisa makan, kadang ia bersama zain harus
mengikat perutnya dengan sarung untuk menahan lapar.Keadaan yang serba kekurangan dan kemiskinan yang menyelimuti namun
bapaknya Dahlan tetap berjuang menjadi kuli bangunan dan kerja serabutan juga tetap mendidik anak-anaknya untuk tidak mengharap
belas kasih orang, kehidupan harus dijalani dengan perjuangan.Hari-hari Dahlan yang serba kekurangan tak pernah dijadikan kambing
hitam atas kemiskinan yang dialaminya, di sekolah dan lingkungan rumahnya tetap ceria bersama sahabat-sahabatnya Arif, Imran, Kadir,
Komariyah dan Fadli. Mereka bersahabat dan selalu mengukir prestasi dalam pelajaran dan pertandingan Bola Voli.Sampai pada suatu
ketika, Dahlan yang tergabung dalam tim Bola Voli di sekolahnya menjadi peserta unggulan, dia bersama teman satu tim mewakili
sekolahnya dalam kejuaraan Bola Voli serta berhasil menjadi juara. Pada awalnya Dahlan dan teman-temannya sempat putus asa karena
dalam pertandingan tersebut diwajibkan memakai sepatu, sedangkan Dahlan tak memiliki sepatu, ia dan teman-temannya tak menyerah
begitu saja. Pertandingan tetap dijalaninya. Untung saja, sahabatnya yang baik hati, berpatungan untuk membeli sepatu bekas. Sebuah
sepatu pertama bagi Dahlan. Sahabat-sahabat sejati, selalu menemani sedih dan tangis bersama. Kehangatan kasih sayang dalam
menghadapi sebuah belenggu kemiskinan adalah hiburan jiwa yang tak tergantikan.Jika kita berusaha, niscaya tuhan akan mengabulkan
do'a kita. Walaupun sepatu sederhana, ia berhasil membelinya dengan keringat dan jerih payah. Ia mendapatkan pekerjaan untuk
menjadi pelatih bola voli di sekolah dasar, sekolah bagi anak orang kaya. Dan hasilnya, ia belikan untuk membeli 2 pasang sepatu untuk
ia dan adiknya. Mimpinya yang kedua adalah membeli sepeda, ia sukses menggapainya dengan uang sisa kerjanya jadi pelatih tadi.
Sebuah pelajaran berharga bagi semua orang. Tentang mimpi, kesabaran, ketekunan, dan ketabahan dalam menghadapi berbagai
rintangan hidup ini.
Tentang Pengarang
Khrisna Pabichara
Lahir :Jeneponto, Indonesia November 10,1975
Websitehttp://kaurama.co.id/
Twitter1 bichara
Genre :Fiction, Romance, Nonfiction

TH
Khrisna Pabichara lahir di Borongtammatea—sebuah kampung di Jeneponto,
Sulawesi Selatan—pada 10 November 1975. Kumpulan cerpen debutnya,
Mengawini Ibu, terbit pada 2010. Novel debutnya, Sepatu Dahlan, terbit pada
2012. Sedangkan kumpulan puisi pertamanya, Pohon Duka Tumbuh di Matamu,
terbit pada 2014. Penyair yang kerap diundang sebagai pembicara dan pembaca
puisi ini memulai karier kepengarangannya di dunia buku-buku seputar neurologi.
Penyuka FC Barcelona ini sekarang bekerja sebagai penyunting lepas dan aktif
dalam kegiatan literasi. Bisa diajak berbincang berbagai hal, terutama
#bahasaIndonesia, lewat akun twitter @1bichara dan instagramnya
@khrisna_marewa.
STRUKTUR NOVEL SEPATU DAHLAN
UNSUR INTRINSIK DARI NOVEL SEPATU DAHLAN
Tema
Tema dari novel Sepatu Dahlan adalah tema
sosial yang menyangkut masalah moral,
perjuangan, dan cinta kasih
persahabatan.Secara umum dalam novel ini
pengarang ingin mengungkapkan masalah sosial
khususnya kemampuan seseorang untuk
memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya
dengan menempuh berbagai cara.
2
Alur Novel Sepatu Dahlan
Alur pada novel ini adalah alur mundur (sorot-balik/flash-back). Cerita ini diawali dengan keadaan tokoh
utama yang kritis akibat penyakit liver akut. Pada saat dibius, beliau bermimpi akan masa lalunya bersama
teman-teman dekatnya.Dahlan mempunyai mimpi untuk neniliki sepatu dan sepeda agar memudahkannya
pergi ke mana-mana. Impian itu berhasil ia wujudkan ketika dia mengajar voli anak-anak juragan kaya di

Alur
daerahnya. Cerita ini di akhiri dengan tersadarnya tokoh utama setelah tidak sadarkan diri selama 18 jam.
Tokoh Penokohan
Dahlan Bapak Dahlan

Dahlan adalah anak yang memiliki watak pekerja keras, watak beliau adalah Pekerja keras, tegas, disiplin,
pantang menyerah, patuh, dan berjiwa pemimpin pendiam, dan penyayang. Bukti Kalimat :
Bukti kalimat “Keputusan sudah ditetapkan. Tak boleh ada “Bapak memiliki sepasang mata yang tajam dan alis
bantahan atau sanggahan. Tapi aku bukan orang yang yang tebal. Rambutnya hitam dan kasar-kasar. Beliau
gampang menyerah” (halaman 20) sangat keras dan disiplin” (halaman 77)

Ibu dahlan Mbak Atun

watak dari ibu adalah Patuh, sabar, dan penyayang Bukti PMbak Atun memiliki watak berbakti kepada orang tua,
kalimat : “Sepasang lengan Ibu selalu hangat, baik lewat lemah lembut, dan penyayang Bukti Kalimat : “Juga
pelukan atau pun usapan, dan kami, anak-anaknya selalu wajah kakakku, Mbak Atun, yang ikhlas meninggalkan
merindukan lengan hangat itu” (halaman 47) gajinya di kampong halaman demi Bapak, aku, dan
Zain” (halaman 3)
Mbak Sofwati Ustad Ilham

Mbak Sofwati memiliki watak keras, tegas, Ustad Ilham memiliki watak lemah lembut,
dan pendiam.Bukti kalimat : “Seperti Bapak, ramah, tegas, dan berwibawa. Bukti Kalimat :
kakak perempuanku yang satu ini memang “Mulai besok, selama seminggu, kalian harus
bicara seperlunya saja, tegas, dan tidak suka datang lebih pagi dan menyapu seluruh
basa basi” (halaman 108) lingkungan sekolah sampai bersih. Sekarang
kembali ke kelas!” (halaman 106)

Kadir Imran

Kadir adalah teman dekat Dahlan sejak SR. Imran memiliki watak keras kepala, bandel dan jahil,
Kadir memiliki watak polos, misterius, bersahaja, namun pendendam. Bukti Kalimat : “Ada
pendiam, mudah tersentuh, dan pantang saja ulahnya setiap hari: berisik saat belajar atau
menyerah. Bukti Kalimat : “Aku tak tau ujian, mengganggu teman sebangkunya, melempari
apakah lantaran pengisahan yang murid lain dengan remasan kertas, menggoda
menakjubkan atau karena memang perasaan murid-murid perempuan hingga menangis, bolos
Kadir yang mudah tersentuh” (halaman 57) kalau giliran berpidato, dan tak pernah duduk diam
di kursi meski sudah ditegur berulang kali oleh
guru.” (halaman 142)
Sudut Pandang
Sudut Pandang yang digunakan pada novel Sepatu Dahlan adalah sudut pandang orang
pertama.

Buktinya adalah penggunaan kata “aku”, pengarang atau narator berada didalam cerita. Pengarang menampilkan
tokoh-tokoh cerita dengan menyebut dirinya “aku”.Bukti kalimat :
“Aku tak pernah membayangkan suatu ketika akan terbaring di kamar operasi dan menunggu detik-detik
menegangkan seperti sekarang.” (halaman halaman 2)
“Hingga Zain adikku, muncul sambil tersengal-sengal setelah berlari kencang dari arah rumah.” (halaman 17)
“Aku sangat menghormati Bapak, mungkin karena takut atau memang suka, terlepas dari sikap taatnya terhadap
aturan-aturan yang dibuatnya.” (halaman 17).
Rumah Sakit
“Sewaktu kecil, aku tak pernah membayangkan suatu ketika akan
terbaring di kamar operasi dan menunggu detik-detik menegangkan
seperti sekarang” (halaman 2)

Latar Tempat
Desa Kebon Dalem
“Kebon Dalem. Itulah kaampung kelahiranku. Sebuah kampong kecil
dengan enam buah rumah, atau sebut saja gubuk, yang letaknya
saling berjauhan.” (halaman 13)

Pesantren Takeran
“Matahari sudah sepenggalah waktu aku dan Bapak memasuki
kawasan Pesantren Takeran” (halaman 29)

Ladang Tebu
“Setengah jam kemudian aku sudah berada di tepi lading tebu.
Hamparan tebu sudah di depan mata” (halaman 83)

Rumah Imran
“Fadli tercengang ketika tiba di rumah Imran. Tak henti-hentinya dia
berdecak mengagumi rumah yang megah dan mewah itu” (halaman
208)
Subuh
“Matahari belum terbit waktu aku pulang nyabit rumput untuk domba-
dombaku” (halaman 74)

Pagi

Latar Waktu “Pagi itu tidak ada nasi tiwul di dapur, padahal kemarin Ibu sudah
belanja agak banyak” (halaman 75)

Siang
“Matahari tepat berada di ubun-ubun, panas membara. Bayang-
bayang memendek” (halaman 39)

Sore
“Senja yang indah. Domba-dombaku sedang sibuk merumput di tepi
sungai” (halaman 147)

Maghrib
“Sudah menjelang maghrib, tapi Bapak belum juga pulang” (halaman
92)

Malam
“Malam sudah tiba, Ibu sudah siap-siap menceburkan diri dalam
kebisuan” (halaman 47)
Menegangkan
“aku tak pernah membayangkan suatu ketika aku akan terbaring di kamar
operasi dan menunggu detik-detik yang menegangkan seperti sekarang”
(halaman 2)

Latar Suasana
Ribut
“Santri-santri bergerombol, duduk tak beraturan, bising bak lebah
yang diusik dari sarangnya” (halaman 35)
Panik
“Santri-santri bergerombol, duduk tak beraturan, bising bak lebah
yang diusik dari sarangnya” (halaman 35)

Sedih
“Aku bingung, menoleh kanan kiri menyaksikan orang-orang berurai
air mata, dan semakin tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi”
(halaman 124)
Riuh
“Kasak-kusuk itu semakin membuat ruang terbuka semakin riuh,
bising, dan kacau-balau” (halaman 157)
Gaya Metafora

Bahasa Kata-kata yang beliau pilih seolah butir-butir hujan


yang menyejukkan kemarau berbulan-bulan di hati
kami. (halaman 36)
Mangga itu adalah rezeki berlimpah bagi kami: buah
pengganjal perut. (halaman 44)

Hiper Bola

Asosiasi Seluruh isi perutku serasa ikut jebrol (halaman 1)

Seperti karung basah saja layaknya ketika aku Simile


menjatuhkan diri di atas tikar pandan di tengah-
tengah rumah. (halaman 39)
Terpaksa aku berjalan pelan-pelan, sepelan bekicot Bising bak lebah yang diusik dari sarangnya .
yang sering aku adu balap di tepi sungai. (halaman (halaman 35)
49)
Amanat
Dalam menjalankan Jadilah manusia yang Kerja keras merupakan
hidup hendaknya kita tidak mudah putus asa, tonggak dari prestasi.
menjadi manusia yang selalu tegar Dengan usaha dan kerja
panjang sabar serta menghadapi masalah, keras maka apa yang
selalu berserah kepada serta selalu bersyukur kita cita-citakan dapat
Tuhan Yang Maha Esa. atas Anugerah yang menjadi suatu
Tuhan berikan kenyataan
Kerja keras merupakan
tonggak dari prestasi.
Dengan usaha dan kerja
keras maka apa yang
kita cita-citakan dapat
menjadi suatu
kenyataan
UNSUR EKSTRINSIK DARI NOVEL SEPATU DAHLAN
X
Nilai - nilai yang terkandung dalam
novel sepatu dahlan
Nilai Sosial Nilai Agama

Nilai sosial yang terdapat pada film Sepatu Dahlan yaitu Kita harus Nilai agama yang terdapat pada film Sepatu Dahlan yaitu kita harus
ramah kepada semua orang dan bersikap sopan santun kepada yang mengikhlaskan sesuatu yang telah hilang karena semua yang ada di
lebih tua dari kita. Hal ini terlihat ketika Dahlan menyapa orang- dunia hanya titipan dan bersifat sementara. Hal ini dapat dilihat
orang yang ditemuinya sepanjang perjalanan dan ketika berangkat ketika Dahlan dan keluarga kehilangan sosok ibu yang selama ini
Sekolah tidak lupa untuk pamitan kepada kedua orang mencintainya dengan tulus. Bapak berkata “ikhlaskan ibu mu le, ibu
tuanya.“Dahlan berangkat sekolah dulu pak, bu”“iya le, belajar yang mu sudah tenang di atas sana.” Kemudian yang kedua kita harus
rajin yo le” Kaya dalam Iman, artinya dalam kehidupan iman harus ada sehingga
tidak memikirkan dunia saja, masih ada akhirat tempat terakhir kita.
Nilai Moral Nilai Pendidikan

Nilai Moral yang terdapat pada film Sepatu Dahlan yaitu Nilai Pendidikan yang terdapat pada film Sepatu Dahlan
Kita harus menjaga martabat keluarga dan menjaga harga yaitu kita harus memiliki cita- cita dan impian yang tinggi,
diri. Hal ini dapat dilihat dari Nasihat Bapak dan Ibu kepada kemudian jangan menilai rendahnya tempat kita mencari
Dahlan “le, kita harus menjaga martabat, walaupun hidup ilmu karena ilmu itu bisa berguna bukan karena tempatnya
kita susah.” tetapi karena kita yang bisa menjadikan ilmu itu berguna. Hal
ini bisa terlihat saat Dahlan diolok-olok temannya karena
tidak bisa jadi Sekolah Negeri. “Ya biarin to, sekolah itu
bukan dilihat dari tempatnya, walaupun di pondok kita masih
bisa belajar”
UNSUR KEBAHASAAN DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN
Kalimat Simplek
1. Aku berdiri di samping gedung kantor.
S P K
2. Kadir menyodorkan sebuah buku tipis berwarna kekuning-kuningan.
S P O K

3. Aku menyukai bola voli.


S P O
4. Aku mengangguk
S P
5. Aku menghambur ke dalam rumah.
S P K
Kalimat Kompleks
1. Aku menyimak dengan saksama,Bapak mengambil jeda sejenak.
S P S P
2. Aku tersenyum sambil mengayunkan tangan, tapi Imran sudah berlari ke
S P KONJ S P
dalam kelas sambil terpingkal-pingkal.
K
Kata Rujukan
Mbak Sofwati berusaha menahan tangis waktu melihatku yang terus
menatapnya berharap dia dapat meyakinkan kakak sulung kami untuk tetap tinggal.
Dia merujuk Mbak Sofwati

Dirham mengangguk-angguk, meyakinkanku bahwa strategi yang harus dia


jalankan akan terlaksana dengan sempurna.
Dia merujuk Dirham

Di sinilah kehebatan Nanang, dia berhasil memperlambat laju Si Kumbang,menarik tali kekang dengan
lincah ke kanan dan akhirnya Si Kumbang berhasilmenikung dan berbalik.
Dia merujuk Nanang

Wajah Komariyah mulai pucat, dia terisak-isak dan menjerit ketakutan.


Dia merujuk Komariah
Kata Hubung
Konjungsi koordinatif
Mengalirlah kata-kata indah dan memukau.
Kukatakan juga agar tak perlu mencemaskan nasib lbu, tetapi dia terus menangis dan aku bingung
harus berbuat apa lagi untuk membujuk adikku ini.
Sendi-sendi di tubuhku juga masih terasa lunglai, seperti enggan diperintah walau sebatas duduk
atau berjalan mendekati saudaraku yang meringkuk menahan isak itu.
Pikiran buruk makin memenuhi kepalaku, bahkan hingga aku tiba di halaman rumah.
Walaupun badannya meliuk-liuk, terlonjak-lonjak, mengayun-ayun kesana sini, namun kakinya pasti
tetap lengket.
Konjungsi subordinatif
Yang tak ada diusahakan dengan sekuat tenaga agar bisa ada.
Juga, bagaimana saya hanya menentengnya dan tetap nyeker ke sekolah,supaya sepatu itu tetap
awet.
Maryati makin penasaran, dia menarik-narik bajunya ke depan biar bisa melihat kotoran apa yang
menempel di punggungnya.
Gaya Metafora

Bahasa Kata-kata yang beliau pilih seolah butir-butir hujan


yang menyejukkan kemarau berbulan-bulan di hati
kami. (halaman 36)
Mangga itu adalah rezeki berlimpah bagi kami: buah
pengganjal perut. (halaman 44)

Hiper Bola

Asosiasi Seluruh isi perutku serasa ikut jebrol (halaman 1)

Seperti karung basah saja layaknya ketika aku Simile


menjatuhkan diri di atas tikar pandan di tengah-
tengah rumah. (halaman 39)
Terpaksa aku berjalan pelan-pelan, sepelan bekicot Bising bak lebah yang diusik dari sarangnya .
yang sering aku adu balap di tepi sungai. (halaman (halaman 35)
49)
Susunan paragraf bebas
Susunan paragraf bebas di novel Sepatu Dahlan yang sering digunakan yaitu
surat singkat atau berupa puisi . Bukti :
Di jantung rinduku kamu adalah keabadian,
yang mengenalkan dan mengekalkan kehilangan.
Kita bertemu di Stasiun Madiun,
besok pagi pukul 09 . 00 .
Tiga tahun terlalu lama untuk sebuah pertemuan.
Tata kalimat lentur dan padu
Tata kalimat lentur dan padu di novel Sepatu Dahlan yaitu perpaduan kalimat langsung dan
tidak langsung atau secara terpisah sering digunakan. Bukti :
"Zain sudah makan. Habiskan saja," kata Mbak Sofwati.
Aku mulai mengunyah sepotong singkong rebus. "Mbak mau berangkat?" "Iya.
Maryati menghentikan langkah, "Buat kamu katanya sambil menyandarkan sepeda di
pinggangnya, dan segera membuka tas. Sesisir pisang besar-besar segera "menggelitik”
perutku. "Ambillah!”
"Yakin, kamu ndak mau coba naik,” kata Maryati sambil menyerahkan sepeda itü
kepadaku.
"Biar aku saja," sergahnya sambil mengangkat sepedanya. Dia menatapku dengan pipi
merona merah dan mata yang sendu, lalu menoleh ke arah lain yang bukan kepadaku.
"Aku mau pulang dan ganti pakaian. Kamu tetap ke sekolah?"
Penggunaan kata tidak baku
"Kamu ndak apa-apa ditinggal sendirian?”
"Kowe ndak usah sekolah," kata Komariyah kepadaku.
Aku mendelik kepadanya, lalu tersipu.
"Aku sampe gak iso turu. Pertarungan ini bukan cuma mempertaruhkan nama baikku
atau Bejo, tapi ini pertarungan antara kampung Kebon Dalem dan Manding,"
Nanang meringis, menahan sakit di punggungnya. "Mana Si Kumbang?"
lmran langsung menyanggah pendapatku, "Sampean ngomong opo to?"
"Strategi ndasmu," tandas Kadir. "Kalau kowe ndak main, ndak ada tosser yang bisa
diandalkan."
Ragam Bahasa Idiolek
Bahasa idiolek di novel ini adalah para tokoh termasuk tokoh utama yaitu Dahlan Iskan
sering menggunakan bahasa jawa bukti kalimat:
"Kowe ngerti risiko nyuri tebu, to?"
Aku tresno karo kowe, Selokan!
"Kowe pancen gak waras, Nang, pembalap sejati. Baru sadar, langsung nanya siapa
yang menang
Penulisan Sesuai Ejaan
Penulisan di novel Sepatu Dahlan Sesuai dengan ejaan yang telah di tetapkan.
Bukti kalimat :
Kami mendengarkan dengan penuh sukacita.
Maryati juga mengucapkan selamat, tapi dia tak berani menatap mataku.
"Zain ndak apa-apa, kok. Mas Dahlan ke sekolah saja."
Dengan bantuan telunjuk, aku mulai mencari-cari namaku, Muhammad Dahlan.
Kosakata denotatif dan konotatif
Denotatif
Kali ini, umpan pendek yang cantik dengan mudah "dilahap" penipu ulung, Suparto,
dan mengecoh dua blocker lawan.
Disini Penipu Ulung artinya penipu yang sudah handal
Sebuah kampung kecil dengan enam buah rumah, atau sebut saja gubuk, yang
letaknya saling berjauhan.
Disini Gubuk memiliki arti rumah yang tidak layak
Konotatif
Ada hal yang indah dan menggugah perasaanku dari surat Aisha —tentang janji saling
menunggu, dan itü akan menjadi matahari penghangat atau rembulan penerang.
menjadi matahari penghangat atau rembulan penerang memiliki arti bahwa orang
yang dimaksud memiliki peran penting dalam hidupnya.
TERIMAKASIH ATAS PERHATIANNNYA

Anda mungkin juga menyukai