Analisis Novel
Sepatu Dahlan
Oleh Danendra Kent Adinatha
XII MIPA 6
TH
Khrisna Pabichara lahir di Borongtammatea—sebuah kampung di Jeneponto,
Sulawesi Selatan—pada 10 November 1975. Kumpulan cerpen debutnya,
Mengawini Ibu, terbit pada 2010. Novel debutnya, Sepatu Dahlan, terbit pada
2012. Sedangkan kumpulan puisi pertamanya, Pohon Duka Tumbuh di Matamu,
terbit pada 2014. Penyair yang kerap diundang sebagai pembicara dan pembaca
puisi ini memulai karier kepengarangannya di dunia buku-buku seputar neurologi.
Penyuka FC Barcelona ini sekarang bekerja sebagai penyunting lepas dan aktif
dalam kegiatan literasi. Bisa diajak berbincang berbagai hal, terutama
#bahasaIndonesia, lewat akun twitter @1bichara dan instagramnya
@khrisna_marewa.
STRUKTUR NOVEL SEPATU DAHLAN
UNSUR INTRINSIK DARI NOVEL SEPATU DAHLAN
Tema
Tema dari novel Sepatu Dahlan adalah tema
sosial yang menyangkut masalah moral,
perjuangan, dan cinta kasih
persahabatan.Secara umum dalam novel ini
pengarang ingin mengungkapkan masalah sosial
khususnya kemampuan seseorang untuk
memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya
dengan menempuh berbagai cara.
2
Alur Novel Sepatu Dahlan
Alur pada novel ini adalah alur mundur (sorot-balik/flash-back). Cerita ini diawali dengan keadaan tokoh
utama yang kritis akibat penyakit liver akut. Pada saat dibius, beliau bermimpi akan masa lalunya bersama
teman-teman dekatnya.Dahlan mempunyai mimpi untuk neniliki sepatu dan sepeda agar memudahkannya
pergi ke mana-mana. Impian itu berhasil ia wujudkan ketika dia mengajar voli anak-anak juragan kaya di
Alur
daerahnya. Cerita ini di akhiri dengan tersadarnya tokoh utama setelah tidak sadarkan diri selama 18 jam.
Tokoh Penokohan
Dahlan Bapak Dahlan
Dahlan adalah anak yang memiliki watak pekerja keras, watak beliau adalah Pekerja keras, tegas, disiplin,
pantang menyerah, patuh, dan berjiwa pemimpin pendiam, dan penyayang. Bukti Kalimat :
Bukti kalimat “Keputusan sudah ditetapkan. Tak boleh ada “Bapak memiliki sepasang mata yang tajam dan alis
bantahan atau sanggahan. Tapi aku bukan orang yang yang tebal. Rambutnya hitam dan kasar-kasar. Beliau
gampang menyerah” (halaman 20) sangat keras dan disiplin” (halaman 77)
watak dari ibu adalah Patuh, sabar, dan penyayang Bukti PMbak Atun memiliki watak berbakti kepada orang tua,
kalimat : “Sepasang lengan Ibu selalu hangat, baik lewat lemah lembut, dan penyayang Bukti Kalimat : “Juga
pelukan atau pun usapan, dan kami, anak-anaknya selalu wajah kakakku, Mbak Atun, yang ikhlas meninggalkan
merindukan lengan hangat itu” (halaman 47) gajinya di kampong halaman demi Bapak, aku, dan
Zain” (halaman 3)
Mbak Sofwati Ustad Ilham
Mbak Sofwati memiliki watak keras, tegas, Ustad Ilham memiliki watak lemah lembut,
dan pendiam.Bukti kalimat : “Seperti Bapak, ramah, tegas, dan berwibawa. Bukti Kalimat :
kakak perempuanku yang satu ini memang “Mulai besok, selama seminggu, kalian harus
bicara seperlunya saja, tegas, dan tidak suka datang lebih pagi dan menyapu seluruh
basa basi” (halaman 108) lingkungan sekolah sampai bersih. Sekarang
kembali ke kelas!” (halaman 106)
Kadir Imran
Kadir adalah teman dekat Dahlan sejak SR. Imran memiliki watak keras kepala, bandel dan jahil,
Kadir memiliki watak polos, misterius, bersahaja, namun pendendam. Bukti Kalimat : “Ada
pendiam, mudah tersentuh, dan pantang saja ulahnya setiap hari: berisik saat belajar atau
menyerah. Bukti Kalimat : “Aku tak tau ujian, mengganggu teman sebangkunya, melempari
apakah lantaran pengisahan yang murid lain dengan remasan kertas, menggoda
menakjubkan atau karena memang perasaan murid-murid perempuan hingga menangis, bolos
Kadir yang mudah tersentuh” (halaman 57) kalau giliran berpidato, dan tak pernah duduk diam
di kursi meski sudah ditegur berulang kali oleh
guru.” (halaman 142)
Sudut Pandang
Sudut Pandang yang digunakan pada novel Sepatu Dahlan adalah sudut pandang orang
pertama.
Buktinya adalah penggunaan kata “aku”, pengarang atau narator berada didalam cerita. Pengarang menampilkan
tokoh-tokoh cerita dengan menyebut dirinya “aku”.Bukti kalimat :
“Aku tak pernah membayangkan suatu ketika akan terbaring di kamar operasi dan menunggu detik-detik
menegangkan seperti sekarang.” (halaman halaman 2)
“Hingga Zain adikku, muncul sambil tersengal-sengal setelah berlari kencang dari arah rumah.” (halaman 17)
“Aku sangat menghormati Bapak, mungkin karena takut atau memang suka, terlepas dari sikap taatnya terhadap
aturan-aturan yang dibuatnya.” (halaman 17).
Rumah Sakit
“Sewaktu kecil, aku tak pernah membayangkan suatu ketika akan
terbaring di kamar operasi dan menunggu detik-detik menegangkan
seperti sekarang” (halaman 2)
Latar Tempat
Desa Kebon Dalem
“Kebon Dalem. Itulah kaampung kelahiranku. Sebuah kampong kecil
dengan enam buah rumah, atau sebut saja gubuk, yang letaknya
saling berjauhan.” (halaman 13)
Pesantren Takeran
“Matahari sudah sepenggalah waktu aku dan Bapak memasuki
kawasan Pesantren Takeran” (halaman 29)
Ladang Tebu
“Setengah jam kemudian aku sudah berada di tepi lading tebu.
Hamparan tebu sudah di depan mata” (halaman 83)
Rumah Imran
“Fadli tercengang ketika tiba di rumah Imran. Tak henti-hentinya dia
berdecak mengagumi rumah yang megah dan mewah itu” (halaman
208)
Subuh
“Matahari belum terbit waktu aku pulang nyabit rumput untuk domba-
dombaku” (halaman 74)
Pagi
Latar Waktu “Pagi itu tidak ada nasi tiwul di dapur, padahal kemarin Ibu sudah
belanja agak banyak” (halaman 75)
Siang
“Matahari tepat berada di ubun-ubun, panas membara. Bayang-
bayang memendek” (halaman 39)
Sore
“Senja yang indah. Domba-dombaku sedang sibuk merumput di tepi
sungai” (halaman 147)
Maghrib
“Sudah menjelang maghrib, tapi Bapak belum juga pulang” (halaman
92)
Malam
“Malam sudah tiba, Ibu sudah siap-siap menceburkan diri dalam
kebisuan” (halaman 47)
Menegangkan
“aku tak pernah membayangkan suatu ketika aku akan terbaring di kamar
operasi dan menunggu detik-detik yang menegangkan seperti sekarang”
(halaman 2)
Latar Suasana
Ribut
“Santri-santri bergerombol, duduk tak beraturan, bising bak lebah
yang diusik dari sarangnya” (halaman 35)
Panik
“Santri-santri bergerombol, duduk tak beraturan, bising bak lebah
yang diusik dari sarangnya” (halaman 35)
Sedih
“Aku bingung, menoleh kanan kiri menyaksikan orang-orang berurai
air mata, dan semakin tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi”
(halaman 124)
Riuh
“Kasak-kusuk itu semakin membuat ruang terbuka semakin riuh,
bising, dan kacau-balau” (halaman 157)
Gaya Metafora
Hiper Bola
Nilai sosial yang terdapat pada film Sepatu Dahlan yaitu Kita harus Nilai agama yang terdapat pada film Sepatu Dahlan yaitu kita harus
ramah kepada semua orang dan bersikap sopan santun kepada yang mengikhlaskan sesuatu yang telah hilang karena semua yang ada di
lebih tua dari kita. Hal ini terlihat ketika Dahlan menyapa orang- dunia hanya titipan dan bersifat sementara. Hal ini dapat dilihat
orang yang ditemuinya sepanjang perjalanan dan ketika berangkat ketika Dahlan dan keluarga kehilangan sosok ibu yang selama ini
Sekolah tidak lupa untuk pamitan kepada kedua orang mencintainya dengan tulus. Bapak berkata “ikhlaskan ibu mu le, ibu
tuanya.“Dahlan berangkat sekolah dulu pak, bu”“iya le, belajar yang mu sudah tenang di atas sana.” Kemudian yang kedua kita harus
rajin yo le” Kaya dalam Iman, artinya dalam kehidupan iman harus ada sehingga
tidak memikirkan dunia saja, masih ada akhirat tempat terakhir kita.
Nilai Moral Nilai Pendidikan
Nilai Moral yang terdapat pada film Sepatu Dahlan yaitu Nilai Pendidikan yang terdapat pada film Sepatu Dahlan
Kita harus menjaga martabat keluarga dan menjaga harga yaitu kita harus memiliki cita- cita dan impian yang tinggi,
diri. Hal ini dapat dilihat dari Nasihat Bapak dan Ibu kepada kemudian jangan menilai rendahnya tempat kita mencari
Dahlan “le, kita harus menjaga martabat, walaupun hidup ilmu karena ilmu itu bisa berguna bukan karena tempatnya
kita susah.” tetapi karena kita yang bisa menjadikan ilmu itu berguna. Hal
ini bisa terlihat saat Dahlan diolok-olok temannya karena
tidak bisa jadi Sekolah Negeri. “Ya biarin to, sekolah itu
bukan dilihat dari tempatnya, walaupun di pondok kita masih
bisa belajar”
UNSUR KEBAHASAAN DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN
Kalimat Simplek
1. Aku berdiri di samping gedung kantor.
S P K
2. Kadir menyodorkan sebuah buku tipis berwarna kekuning-kuningan.
S P O K
Di sinilah kehebatan Nanang, dia berhasil memperlambat laju Si Kumbang,menarik tali kekang dengan
lincah ke kanan dan akhirnya Si Kumbang berhasilmenikung dan berbalik.
Dia merujuk Nanang
Hiper Bola