Anda di halaman 1dari 13

Kisah-kisah Inspiratif

1. Kisah Dua Semut yang Memiliki Semangat Tinggi

Suatu hari, sekelompok semut tengah berjalan melewati hutan. Diantara jalan yang
mereka lewati, rupanya terdapat genangan air yang cukup besar yang ternyata menenggelamkan
dua diantara sekelompok semut tersebut. Mereka jatuh dan tidak tahu bagaimana cara berenang.
Mereka hanya berteriak dan berusaha sekuat mungkin untuk bisa menyentuh daratan.

Genangan air itu rupanya cukup besar, sehingga setiap kali dua semut nyaris berhasil,
gelombang air seakan membuat mereka kembali menjauh dari daratan yang dituju. Melihat hal
ini, sekelompok semut lainnya akhirnya berkata, “Hai, genangan air itu tidak akan bisa
membuatmu kembali. Usahamu hanya akan sia-sia. Kamu akan mati disana.”
Namun kedua semut itu mengabaikan komentar dari teman-teman sekelompoknya.
Mereka tidak mendengar ocehan tersebut dan hanya berusaha sekuat mungkin untuk mencoba
dan terus mencoba. Kemudian kelompok semut yang lainnya kembali berkata, “Sudah
kukatakan, usahamu itu tidak akan pernah membuahkan hasil. Kamu hanya akan tenggelam dan
mati disana.”
Semakin banyak anggota semut yang meminta mereka menghentikan usahanya, akhirnya
satu semut pun menyerah. Ia berpikir bahwa apa yang dikatakan kelompoknya adalah benar.
Untuk bisa kembali menyentuh daratan, sepertinya hanyalah mimpi yang sia-sia. Usahanya yang
sudah ia lakukan nyatanya tak membuahkan hasil juga. Ia menyerah dan akhirnya mati disana.
Sedangkan semut yang lain masih berupaya sekuat tenaga. Kelompoknya terheran-heran,
mengapa ia terus saja melakukan hal konyol seperti itu. “Hai, apa kau tidak dengar apa yang kita
katakan? Berhentilah, percuma. Kau tidak akan pernah berhasil!” Namun tak lama kemudia,
selembar daun gugur terjatuh tepat disampingnya. Tanpa berpikir panjang, semut pun segera naik
dan akhirnya selamat sampai ke darat. Saat ia tiba, semut lain bertanya, “Apa kau tidak dengar
apa yang kita katakan tadi?” Lalu semut itu pun menjelaskan bahwa sebenarnya ia tuli.
Telinganya tidak cukup baik untuk mendengarkan suara dengan frekuensi yang tidak dekat
jaraknya. Ia justru mengira bahwa kelompok menyemangatinya sepanjang waktu.
Ada kekuatan dalam ucapan. Seorang yang berkata dengan segenap ketulusan hatinya
akan membuat mereka yang mendengar menjadi mampu untuk melewati berbagai hal sulit
didalam kehidupannya. Namun seorang yang berkata dengan segenap kebenciannya, sama
dengan ia telah membunuh dirinya sendiri. Tanpa disadari, kebencian seringkali mendatangkan
ketidakberuntungan kepada hati yang memilikinya. Rasa benci menjauhkan dia dari kenikmatan
tersenyum, tertawa, gembira dan bersukacita. Bagaimana bisa dia memberikan semangat kepada
orang lain, bila dia pun tidak pernah bisa menyemangati dirinya? Sebetulnya, dengan
memberikan semangat dan motivasi kepada orang lain, sama halnya dengan kita turut
memotivasi diri sendiri. Jangan selalu mendengar anggapan buruk dari orang lain terhadap apa
yang kita lakukan. Anggapan buruk, hanya akan menjadi penghalang dalam perjalanan kita
mencapai tujuan.
2. The Elephant Rope

Ketika seorang pria berjalan melewati sekumpulan gajah, ia tiba-tiba berhenti. Ia bingung
dengan fakta bahwa makhluk-makhluk besar itu sedang diikat hanya dengan sebuah tali kecil
yang terikat pada kaki depan mereka. Tidak ada rantai, tidak ada kandang. Jelas sekali bahwa
gajah bisa melepaskan diri dari ikatan mereka kapan saja. Tetapi entah untuk beberapa alasan,
mereka tidak melakukannya.
Dia melihat seorang pelatih di dekatnya dan bertanya kepada pelatih tersebut. “Mengapa
hewan-hewan itu hanya berdiri di sana dan tidak berusaha untuk melarikan diri?”
“Yah, ketika mereka masih sangat muda dan jauh lebih kecil, kami menggunakan ukuran
tali yang sama untuk mengikat mereka. Dan, pada usia tersebut, tali itu sudah cukup untuk
menahan mereka. Saat mereka tumbuh dewasa, mereka dikondisikan untuk percaya bahwa
mereka tidak dapat melepaskan diri. Mereka percaya bahwa tali tersebut masih bisa menahan
mereka, sehingga mereka tidak pernah mencoba untuk membebaskan diri. ” Begitu penjelasan
dari pelatih gajah tersebut. Pria itu kagum. Hewan-hewan ini bisa saja setiap saat membebaskan
diri dari ikatan tali mereka. Tetapi karena mereka percaya bahwa mereka tidak bisa, mereka
terjebak tepat dimana mereka berada.
Seperti gajah, berapa banyak dari kita yang menjalani hidup tergantung pada suatu keyakinan
bahwa kita tidak bisa melakukan sesuatu, hanya karena kita gagal sekali sebelumnya? Kegagalan
adalah bagian dari pembelajaran. Kita tidak boleh menyerah untuk berjuang di dalam hidup
anda.
3. Kekuatan Impian Anak-anak Pelosok Negeri

“Perjalanan ini terasa sangat menyakitkan// Sayang kau tak duduk disampingku kawan//
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan// di tanah kering bebatuan….
Lagu Ebiet G Ade ini sepertinya sangat sesuai dengan perjalanan dua orang siswi yang
tinggal di kampung Temprigat, yaitu Margaretha (11 tahun) dan Mariana (10 tahun). Dua siswa
ini duduk di kelas 6 & 5 di Sekolah Dasar Negeri 06 Simpang Dua, desa Semandang Kanan,
kecamatan Simpang Dua, kabupaten Ketapang, provinsi Kalimantan Barat. Kampung Temprigat
merupakan bagian dari Dusun Sungai Tontang Desa Semandang Kanan, letaknya kurang lebih 7
kilo meter dari dusun Sungai Tontang. Tidak seperti kampung-kampung lainnya, kampung
Temprigat hanya dihuni oleh 12 Kepala Keluarga saja. Sama seperti dusun Sungai Tontang yang
tidak memiliki penerangan listrik, kampung Temprigat pun demikian. Agar penerangan dapat
dinikmati oleh anak-anak mereka, masyarakat di kampung ini harus bergantian membeli solar
untuk mengisi mesin gengset kepunyaan salah satu warga di kampung itu, kemudian warga
lainnya menyambungkan kabel masing-masing ke rumahnya agar bisa menikmati cahaya malam
beberapa jam.

Dari kampung ini hanya ada 3 siswa yang bersekolah di SDN 06 Simpang dua, namun
salah satu dari mereka tinggal di dusun Sungai Tontang di rumah salah satu keluarganya, dan
hanya ada 2 siswi saja yang tiap hari berangkat yaitu Margaretha dan Mariana. Margaretha
adalah salah satu siswi kelas 6 yang sebentar lagi akan mengikuti Ujian Nasional.

Tidak seperti kebanyakan siswa di Indonesia, umumnya siswa akan bangun jam 6 pagi
untuk berangkat ke sekolah dan mereka akan diantar oleh orang tuanya ke sekolah, apalagi jika
jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh. Namun berbeda dengan Margaretha dan Mariana, dua
siswa ini harus bangun lebih awal pukul 5 pagi untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah.

Untuk mencapai sekolah, keduanya mesti berjalan kaki sejauh 7 kilo meter menyusuri
jalan tanah yang berdebu saat kering, dan berlumpur & licin saat hujan. Untungnya, di separuh
perjalanan pada kilo meter keempat, mereka bisa bertemu dengan kawan-kawan sekolah lainnya
yang tinggal di kampung Sungai Dua. Ada sekitar 10 siswa SDN 06 Simpang Dua yang tinggal
di sana. Mereka berangkat bersama melalui kondisi jalan yang sama sekira 3 kilo meter lagi
untuk tiba di sekolah.

Menurut Kepala Dusun Sungai Tontang, pak Rakin diketahui bahwa siswa yang tiba
paling awal ke sekolah adalah dari kampung Margaretha, sementara siswa yang tinggal di dusun
lokasi sekolah baru bangun tidur saat anak-anak kampung jauh lewat di depan rumah mereka.
Keriuhan dari canda tawa mereka yang suka bercerita sambil berjalan seperti alarm bagi siswa/i
yang ada disekitar dusun ini, karena menjadi pengingat untuk segera bergegas ke sekolah.

Salah satu wali kelas SDN 06 Simpang Dua, Pak Febrianus (26 tahun) mengakui bahwa
anak-anak itu memang tampak kelelahan setiba di sekolah, namun tertutupi oleh rasa senang saat
sudah bertemu dengan kawan-kawan mereka di sekolah. Pertemuan itu seperti kekuatan bagi
mereka untuk tetap menjalani perjuangannya menempuh pendidikan untuk menemukan impian
masa depannya.
Cerita perjuangan kedua siswa itu untuk menempuh jalan sulit pergi dan pulang dari
sekolah mengusik rasa penasaran Fasilitator Masyarakat dari KIAT Guru, Voula dan Rena yang
kemudian mencoba medan yang dilalui oleh kedua siswa itu. Pada saat mereka mempersiapkan
kegiatan di Desa tersebut, keduanya mencoba menjajal medan berlumpur dengan berboncengan.
Beberapa kali ban motor mereka tenggelam dalam lumpur, dan bahkan terjatuh karena licinnya
jalan. Bayang-bayang perjuangan anak-anak kampung itu menjadi penyemangat untuk
meneruskan perjalanan.

Sungguh Margaretha dan Mariana beserta teman-teman lainnya menjadi bukti dari masih
banyaknya anak-anak di pelosok negeri ini yang berjuang untuk menuntut ilmu dan berharap dari
perjuangan mereka akan ada sebuah impian masa depan yang cerah, masa depan yang akan
mengubah hidup mereka nantinya. Bagi sebagian orang, impian mungkin hanya akan berhenti
sebagai bunga tidur. Tapi bagi mereka yang menjadikan impian sebagai bangunan dasar untuk
mewujudkan angan-angan, impian bisa selalu menjadi api semangat untuk meraih apa pun!

Seorang Pelintas Negeri berkata bahwa “Menyalakan semangat anak Indonesia itu unik,
tidak akan habis kita bahas tangisannya, solusi demi solusi dibungkus dengan janji namun masih
terdengar jelas doa-doa lirih dari pelosok sepi.” Dan sangat wajar mereka di desa memilih
meninggalkan sekolah lalu membantu orang tua di kebun/ladang karena sekolahpun tak mampu
menghadirkan kenyamanan belajar…. kadang juga sepi guru, karena gurunya sendiri memilih
berada di zona nyaman”.

4. Kisah Anak Bodoh di Sekolah yang Menjadi Dokter Favorit Amerika

Di sekolah setiap anak punya bakat, minat dan kecerdasan yang berbeda. Anak yang
cepat memahami sebuah pelajaran kerap disebut anak cerdas, dan anak yang agak lambat disebut
anak "otak udang", begitulah gambaran kita saat masih sekolah dulu. Sering timbul perang batin
pada anak saat ia menerima raport "kebakaran" karena kecenderungan yang sering terjadi, anak
akan dimarahi oleh orang tuanya dan akhirnya "beban mental" anak bertambah. Sejak saat itulah
cap "anak bodoh" akan terus melekat pada dirinya. Kata-kata buruk itu terus akan mengikuti
dirinya. Apakah seburuk itu gambaran sebenarnya anak kita ?

Ada seorang anak yang dibesarkan dalam serba keterbatasan dan kemiskinan. Ibunya
bernama Sonya, yang dikeluarkan dari sekolahnya karena tidak mampu membayar di kelas tiga
SD. Usia 13 tahun Sonya menikah dan melahirkan anak cemerlang, Benyamin Carson. Ben lahir
di Detroit, Michigan 18 September 1951.

Ben mengalami kesulitan belajar saat di sekolah. Nilai-nilainya di bawah standard.


Cukup alasan buat sekolah untuk mengeluarkan Ben. Teman-teman Ben menjulukinya "anak
bodoh", "idiot" dan julukan lainnya yang menyakitkan. Kebodohan Ben ternyata ada kisahnya
tersendiri. Ben tidak bodoh. Dia harus membantu pekerjaan rumah yang ditinggalkan ibunya
ketika bekerja hingga larut malam. Akibatnya Ben, sering mengantuk saat di kelas pagi hari dan
sulit berkonsentrasi. Inilah peristiwa yang terjadi pada Ben.
Semangat Ben pun timbul. Ia tidak ingin dijuluki anak bodoh terus-menerus. Dengan
semangat membaja, dan atas bantuan ibunya, Ben setiap minggu diwajibkan membuat resume
dari buku perpustakaan dan hasilnya dibacakan pada ibunya. Ternyata proses belajar seperti ini
menghasilkan sebuah kemajuan buat Ben. Ben berhasil menjawab semua pertanyaan gurunya
dan nilai-nilai Ben menjadi lebih baik.

Rasa haus dan lapar akan ilmu pengetahuan terus menguasai Ben. Semua mata pelajaran
dilahap Ben dengan rakus. Ben bercita-cita menjadi seorang dokter. Setelah lulus dari SMA, ia
pun melanjutkan ke Universitas Yale dan meraih gelar psikolog di Yale. Minatnya pun berubah
360 derajat, tiba-tiba ia ingin menjadi ahli bedah syaraf terkenal. Ben segera mendaftar ke
Fakultas Kedokteran di Universitas Michigan. Ben lulus menjadi dokter bedah syaraf dengan
nilai cum laude. Siapa menyangka, dulu anak paling bodoh di sekolah kini adalah seorang dokter
bedah syaraf terkenal di Amerika. Berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri diraih Ben.
Bahkan Gedung Putih juga sempat menyematkan penghargaan "The Presidential Medal of
Freedom. Ben sering tampil sebagai pembicara pada seminar-seminar kedokteran di seluruh
dunia. Pendapatnya dijadikan sebagai rujukan utama dalam bidang bedah syaraf.

Pada usia 32 tahun, Ben menjadi direktur Rumah Sakit Bedah Syaraf Pediatric. Sebuah
pencapaian yang mengejutkan dari seorang dokter muda.

Dari kisah ini, kita sebagai orang tua bisa memetik hikmah :

1. Anak Bodoh di Kelas bukan sebuah kesalahan.

Anak seperti ini membutuhkan sebuah dorongan untuk sebuah pencapaian. Ia bagai tanah
liat yang sedang diaduk-aduk oleh pengrajin agar tanah bisa dibentuk dengan bagus, dan tanah
berbentuk masih harus dibakar demi kekuatan dan kestabilan sebuah wujud hasil karya. Inilah
penggodokan mental dan ujian kesabaran buat orang tua. Anak yang kuat adalah anak yang
sering dikecewakan oleh lingkungan dan mereka menjadikannya sebagai pembelajaran.

2. Peran Aktif Orang Tua Dalam Pembentukan Karakter Sangat Diperlukan

Ibu Sonya yang aslinya juga tidak memiliki latar belakang pendidikan yang baik, ternyata
memiliki impian dan semangat besar demi kemajuan anak-anaknya. Dengan mereview ringkasan
Ben setiap minggunya, ibu Sonya menjadikan dirinya sebagai guru besar bagi anak. Anak sangat
terkesan dengan ini. Di dalam benak alam pikiran Ben, akan tertanam cita-cita, melihat
perjuangan ibunya yang keras, ia bertekad akan membahagiakan ibunya. Di sinilah energi positif
dan cita-cita besar menumbuhkembangkan pembelajaran yang luar biasa pada diri Ben.
5. Kisah Made, Anak Penjual Tempe Juara Olimpiade Nasional

Kemiskinan tak membuat Ahmad Darmansyah putus arang. Berkat tekad kuatnya anak
penjual tempe yang akrab dipanggil Made itu sukses menjadi juara olimpiade sains nasional.

Keberhasilan Made, anak penjual tempe asal Kabupaten Kebumen, Jawa tengah, tak
lepas dari sentuhan Smart Ekselensia. Lewat lembaga ini Made merajut asa. Setelah lulus
sekolah dasar, Made merantau jauh hingga ratusan kilometer dari kampung halamannya.

Smart Ekselensia yang berada di Bogor, Jawa Barat menjadi destinasi baru atas harapan
made melanjutkan pendidikan. Sekolah tersebut memberikannya kesempatan mengenyam
pendidikan tingkat SMP hingga SMA secera gratis. Hal tersebut tidak Made sia-siakan.

Prestasi demi prestasi Made ukir. Puncaknya, Made berhasil mendapat mendali emas
Olimpiade Sains Nasional (OSN) cabang Biologi saat SMP. Hal tersebut menjadi kado indah
bagi orang tuanya di Kebumen. Kini, Made anak penjual tempe, bertransformasi menjadi juara
olimpiade sains.

Kegigihan dan konsistensi Made dalam belajar adalah kunci keberhasilannya.


Kesempatan mengenyam pendidikan gratis benar-benar dimanfaatkan olehnya. Tidak sulit bagi
seorang Ade untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Dengan prestasinya yang
memukau, banyak universitas yang membuka lebar pintu gerbangnya untuk seorang Made.

Ketika lulus dari Smart Ekselensia, Made diterima di dua universitas favorit sekaligus.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN)
sama-sama menerima Made. Pada akhirnya Made memilih melanjutkan di STAN. Hingga kini,
Made sedang menyibukan diri mengabdi ke negara di Ditjen Perimbangan Keuangan,
Kementrian Keuangan Republik Indonesia.

Kisah keberhasilan yang dialami Made menjadi inspirasi bagi adik-adik kelasnya. Kisah
gigihnya menggerakan adik kelasnya untuk bisa mengukir kisah yang lebih sukses. Setiap tahun,
siswa Smart Ekselensia selalu kembali terus mengukir prestasi. Lulusannya juga terus menjadi
incaran universitas ternama di Indonesia.

Kisah Made yang hanya anak penjual tempe, berhasil menaikkan derajat keluarganya
bukanlah satu-satunya. Banyak bibit unggul penerus bangsa yang terus saja berusaha dicetak
oleh sekolah hasil penberdayaan zakat, infaq, sodaqoh, dan wakaf tersebut.

Sejak berdiri tahun 2004 silam, salah satu progam pendidikan Dompet Dhuafa, Smart
Ekselesia telah melahirkan banyak generasi berkualitas. Berkonsep sekolah ramah dhuafa,
sekolah ini memberikan harapan baru bagi banyak anak bangsa yang putus asa atas pendidikan
hanya karena masalah finansial. Tidak jarang dari mereka mendapatkan prestasi yang mereka
anggap dulunya mustahil, namun kesempatan atas pendidikan membuat prestasi tersebut menjadi
mungkin terwujud, seperti Made, anak penjual tempe.
6. Hidup Mandiri & Kreatif, Kisah Anak Yatim Piatu Ini Inspiratif

Hidup tanpa orang tua bukan halangan bagi seorang anak bernama Wahyu untuk terus
tumbuh menjadi anak yang cerdas, kreatif dan inspiratif. Ketiadaan kedua orang tuanya tidak
lantas menjadikannya anak yang lemah serta mudah putus asa. Sebaliknya, ini justru menjadi
tumpuan semangatnya agar senantiasa memberikan yang terbaik untuk orang-orang di
sekitarnya.

Wahyu, seorang anak yang tinggal di panti asuhan di Desa Tolotio, Gorontalo adalah
seorang anak yatim piatu yang kreatif. Ia juga merupakan seorang anak yang telaten dan
memiliki semangat tinggi untuk terus hidup lebih baik ke depannya.

Di tengah keterbatasan sumber daya dan biaya yang ia alami, tidak lantas membuatnya
jadi anak yang bergantung pada orang lain. Sebaliknya, semaksimal mungkin Wahyu akan
berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehari-hari, dikutip dari laman, Wahyu yang
memiliki keahlian membuat miniatur mainan dari kaleng bekas ini menjadi sosok anak yatim
piatu yang kisahnya viral di sosmed. Bagaimana tidak, meski ia adalah seorang anak dengan
segala keterbatasannya, ia mampu menjadi anak yang pantang menyerah. Ia juga menjadi anak
yang kreatif dan bisa mencari tambahan biaya untuk mencukupi kebutuhannya.

Kisah Wahyu telah membuat banyak orang merasa simpati sekaligus bangga padanya.
Selain membuat miniatur untuk dijual, anak ini juga mengajarkan keahliannya pada adik-adiknya
di panti asuhan di mana ia tinggal. Memang, miniatur mainan yang dibuat Wahyu kualitasnya
belum sebagus yang diharapkan. Tapi setidaknya, ketelatenannya telah membuat banyak orang
bangga padanya. Semoga, kesuksesan senantiasa menghampiri Wahyu di masa depan ya.

7. Kisah Sebatang Pensil

Si anak lelaki memandangi neneknya yang sedang menulis surat, lalu bertanya, “Apakah
Nenek sedang menulis cerita tentang kegiatan kita? Apakah cerita ini tentang aku?”. Sang nenek
berhenti menulis surat dan berkata kepada cucunya, “Nenek memang sedang menulis tentang
dirimu, sebenarnya, tetapi ada yang lebih penting daripada kata – kata yang sedang Nenek tulis,
yakni pensil yang Nenek gunakan. Mudah – mudahan kau menjadi seperti pensil ini, kalau kau
sudah dewasa nanti.”

Si anak lelaki merasa heran, diamatinya pensil itu, kelihatannya biasa saja. “Tapi pensil
itu sama saja dengan pensil – pensil lain yang pernah kulihat!”

.“Itu tergantung bagaimana kau memandang segala sesuatunya. Ada lima pokok yang
penting, dan kalau kau berhasil menerapkannya, kau akan senantiasa merasa damai dalam
menjalani hidupmu.”
Pertama : Kau sanggup melakukan hal – hal yang besar, tetapi jangan pernah lupa bahwa
ada tangan yang membimbing setiap langkahmu. Kita menyebutnya tangan Tuhan. Dia selalu
membimbing kita sesuai dengan kehendak-Nya.

Kedua : Sesekali Nenek mesti berhenti menulis dan meraut pensil ini. Pensil ini akan
merasa sakit sedikit, tetapi sesudahnya dia menjadi jauh lebih tajam. Begitu pula denganmu, kau
harus belajar menanggung beberapa penderitaan dan kesedihan, sebab penderitaan dan kesedihan
akan menjadikanmu orang yang lebih baik.

Ketiga : Pensil ini tidak keberatan kalau kita menggunakan penghapus untuk menghapus
kesalahan – kesalahan yang kita buat. Ini berarti, tidak apa – apa kalau kita memperbaiki sesuatu
yang pernah kita lakukan. Kita jadi tetap berada di jalan yang benar untuk menuju keadilan.

Keempat : Yang paling penting pada sebatang pensil bukanlah bagian luarnya yang dari
kayu, melainkan bahan grafit di dalamnya. Jadi, perhatikan selalu apa yang sedang berlangsung
di dalam dirimu.

Dan yang Kelima : Pensil ini selalu meninggalkan bekas. Begitu pula apa yang kau
lakukan. Kau harus tahu bahwa segala sesuatu yang kau lakukan dalam hidupmu akan
meninggalkan bekas, maka berusahalah untuk menyadari hal tersebut dalam setiap tindakanmu.

8. Kisah Semangkok Bakso

Dikisahkan, biasanya di hari ulang tahun Putri, ibu pasti sibuk di dapur memasak dan
menghidangkan makanan kesukaannya. Tepat saat yang ditunggu, betapa kecewa hati si Putri,
meja makan kosong, tidak tampak sedikit pun bayangan makanan kesukaannya tersedia di sana.
Putri kesal, marah, dan jengkel.

“Huh, ibu sudah tidak sayang lagi padaku. Sudah tidak ingat hari ulang tahun anaknya
sendiri, sungguh keterlaluan,” gerutunya dalam hati. “Ini semua pasti gara-gara adinda sakit
semalam sehingga ibu lupa pada ulang tahun dan makanan kesukaanku. Dasar anak
manja!”Ditunggu sampai siang, tampaknya orang serumah tidak peduli lagi kepadanya. Tidak
ada yang memberi selamat, ciuman, atau mungkin memberi kado untuknya.

Dengan perasaan marah dan sedih, Putri pergi meninggalkan rumah begitu saja. Perut kosong
dan pikiran yang dipenuhi kejengkelan membuatnya berjalan sembarangan. Saat melewati
sebuah gerobak penjual bakso dan mencium aroma nikmat, tiba-tiba Putri sadar, betapa lapar
perutnya! Dia menatap nanar kepulan asap di atas semangkuk bakso.

“Mau beli bakso, neng? Duduk saja di dalam,” sapa si tukang bakso.

“Mau, bang. Tapi saya tidak punya uang,” jawabnya tersipu malu.

“Bagaimana kalau hari ini abang traktir kamu? Duduklah, abang siapin mi bakso yang super
enak.”
Putri pun segera duduk di dalam.

Tiba-tiba, dia tidak kuasa menahan air matanya, “Lho, kenapa menangis, neng?” tanya si
abang. “Saya jadi ingat ibu saya, nang. Sebenarnya… hari ini ulang tahun saya. Malah
abang, yang tidak saya kenal, yang memberi saya makan. Ibuku sendiri tidak ingat hari
ulang tahunku apalagi memberi makanan kesukaanku. Saya sedih dan kecewa, bang.”

“Neng cantik, abang yang baru sekali aja memberi makanan bisa bikin neng terharu
sampai nangis. Lha, padahal ibu dan bapak neng, yang ngasih makan tiap hari, dari neng
bayi sampai segede ini, apa neng pernah terharu begini? Jangan ngeremehin orangtua
sendiri neng, ntar nyesel lho.”

Putri seketika tersadar, “Kenapa aku tidak pernah berpikir seperti itu?”

di rumah, ibunya menyambut dengan pelukan hangat, wajah cemas sekaligus lega,

“Putri, dari mana kamu seharian ini, ibu tidak tahu harus mencari kamu ke mana. Putri,
selamat ulang tahun ya. Ibu telah membuat semua makanan kesukaan Putri. Putri pasti lapar
kan? Ayo nikmati semua itu.”

“Ibu, maafkan Putri, Bu,” Putri pun menangis dan menyesal di pelukan ibunya. Dan yang
membuat Putri semakin menyesal, ternyata di dalam rumah hadir pula sahabat-sahabat baik dan
paman serta bibinya. Ternyata ibu Putri membuatkan pesta kejutan untuk putri kesayangannya.

Saat kita mendapat pertolongan atau menerima pemberian sekecil apapun dari orang lain,
sering kali kita begitu senang dan selalu berterima kasih. Sayangnya, kadang kasih dan
kepedulian tanpa syarat yang diberikan oleh orangtua dan saudara tidak tampak di mata kita.
Seolah menjadi kewajiban orangtua untuk selalu berada di posisi siap membantu, kapan pun.

Bahkan, jika hal itu tidak terpenuhi, segera kita memvonis, yang tidak sayanglah, yang tidak
mengerti anak sendirilah, atau dilanda perasaan sedih, marah, dan kecewa yang hanya merugikan
diri sendiri. Maka untuk itu, kita butuh untuk belajar dan belajar mengendalikan diri, agar kita
mampu hidup secara harmonis dengan keluarga, orangtua, saudara, dan dengan masyarakat
lainnya.

9. Kentang, Telur, dan Biji Kopi

Pada suatu hari, ada seorang anak perempuan yang mengeluh kepada ayahnya bahwa
hidupnya sengsara dan bahwa dia tidak tahu bagaimana dia akan berhasil. Dia lelah berjuang dan
berjuang sepanjang waktu.Tampaknya hanya salah satu dari masalahnya yang dapat ia
selesaikan, kemudian masalah yang lainnya segera menyusul untuk dapat diselesaikan.

Ayahnya yang juga seorang koki membawanya ke dapur. Ia mengisi tiga panci dengan air
dan menaruhnya di atas api yang besar. Setelah tiga panci tersebut mulai mendidih, ia
memasukkan beberapa kentang ke dalam sebuah panci, beberapa telur di panci kedua, dan
beberapa biji kopi di panci ketiga.

Kemudian ia duduk dan membiarkan ketiga panci tersebut di atas kompor agar mendidih,
tanpa mengucapkan sepatah kata apapun kepada putrinya. Putrinya mengeluh dan tidak sabar
menunggu, bertanya-tanya apa yang telah ayahnya lakukan. Setelah dua puluh menit, ia
mematikan kompor tersebut. Ia mengambil kentang dari panci dan menempatkannya ke dalam
mangkuk. Ia mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk.

Kemudian ia menyendok kopi dan meletakkannya ke dalam cangkir. Lalu ia beralih


menatap putrinya dan bertanya, “Nak, apa yang kamu lihat?”

“Kentang, telur, dan kopi,” putrinya buru-buru menjawabnya.

“Lihatlah lebih dekat, dan sentuh kentang ini”, kata sang ayah. Putrinya melakukan apa
yang diminta oleh ayahnya dan mencatat di dalam otaknya bahwa kentang itu lembut. Kemudian
sang ayah memintanya untuk mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang
kulitnya, ia mendapatkan sebuah telur rebus. Akhirnya, sang ayah memintanya untuk mencicipi
kopi. Aroma kopi yang kaya membuatnya tersenyum.

“Ayah, apa artinya semua ini?” Tanyanya.

Kemudian sang ayah menjelaskan bahwa kentang, telur dan biji kopi masing-masing
telah menghadapi kesulitan yang sama, yaitu air mendidih. Namun, masing-masing
menunjukkan reaksi yang berbeda. Kentang itu kuat dan keras. Namun ketika dimasukkan ke
dalam air mendidih, ketang tersebut menjadi lunak dan lemah. Telur yang rapuh, dengan kulit
luar tipis melindungi bagian dalam telur yang cair sampai dimasukkan ke dalam air mendidih.
Sampai akhirnya bagian dalam telur menjadi keras. Namun, biji kopi tanah yang paling unik.
Setelah biji kopi terkena air mendidih, biji kopi mengubah air dan menciptakan sesuatu yang
baru.

“Kamu termasuk yang mana, nak?” tanya sang ayah kepada putrinya. “Ketika kesulitan
mendatangimu, bagaimana caramu dalam menghadapinya? Apakah kamu adalah sebuah
kentang, telur, atau biji kopi?”

Pesan Moral : Dalam hidup ini, Banyak sesuatu yang terjadi di sekitar kita. Banyak hal-hal yang
terjadi pada kita. Tetapi satu-satunya hal yang benar-benar penting adalah apa yang terjadi di
dalam diri kita. Jadi, manakah diri anda? Apakah anda adalah sebuah kentang, telur, atau biji
kopi?

10. Cerita Motivasi Dari Seorang Tukang Kayu

Alkisah, seorang Tukang Kayu yang merasa sudah tua dan berniat untuk pensiun dari
profesinya sebagai Tukang Kayu yang sudah ia jalani selama puluhan tahun. Ia ingin menikmati
masa tuanya bersama istri serta anak cucunya. Sebelum memutuskan untuk berhenti bekerja, ia
sebelumnya menyadari bahwa ia akan kehilangan penghasilan rutin yang setiap bulan ia terima.
Bagaimana pun itu, ia lebih merasakan dan mementingkan tubuhnya yang sudah termakan usia
karena ia merasa tidak dapat lagi melakukan aktivitas seperti tahun-tahun sebelumnya.

Suatu hari, kemudian ia mengatakan rencana ingin pensiun kepada mandornya. “Saya
mohon maaf Pak, tubuh saya rasanya sudah tidak seperti dulu, saya sudah tidak kuat lagi untuk
menopang beban-beban berat di pundak saya saat bekerja”.

Setelah sang mandor mendengar niat Tukang Kayu tersebut, ia merasa sedih. Karena sang
mandor akan kehilangan salah satu Tukang Kayu terbaiknya, ahli bangunan handal yang dimiliki
dalam timnya. Namun apalah daya, mandor tidak dapat memaksa untuk mengurungkan niat si
Tukang Kayu untuk berhenti bekerja.

Terlintas dalam fikiran sang mandor, untuk meminta permintaan terakhir sebelum dirinya
pensiun. Sang mandor memintanya untuk sekali lagi membangun sebuah rumah untuk yang
terakhir kalinya. Untuk sebuah proyek dimana sebelum Tukang Kayu tersebut berhenti bekerja.

Akhirnya, dengan berat hati Tukang Kayu menyanggupi permintaan mandornya


meskipun ia merasa kesal karena jelas-jelas dirinya sudah bicarakan akan segera pensiun. Di
balik pengerjaan proyek terakhirnya, ia berkata dalam hati bahwa dirinya tidak akan
mengerjakannya dengan segenap hati. Sang mandor hanya tersenyum dan mengatakan pada
Tukang Kayu pada hari pertama ketika proyeknya dikerjakan, “Seperti biasa, aku sangat percaya
denganmu. Jadi, kerjakanlah dengan yang terbaik. Seperti saat-saat kemarin kau bekerja
denganku. Bahkan, dalam proyek terakhir ini kamu bebas membangun dengan semua bahan-
bahan yang terbaik yang ada”.

Tukang Kayu itupun akhirnya memulai pekerjaan terakhirnya dengan malas-malasan.


Bahkan dengan asal-asalan ia membuat rangka bangunan. Ia malas mencari, maka ia
menggunakan bahan-bahan bangunan berkualitas rendah. Sangat disayangkan, karena ia memilih
cara yang buruk untuk mengakhiri karirnya.

Hari demi hari berlalu, dan akhirnya, rumah itupun selesai. Ditemani Tukang Kayu
tersebut, sang mandor datang memeriksa. Ketika sang mandor memegang gagang daun pintu
depan hendak membuka pintu, ia lalu berbalik dan berkata, “Ini adalah rumahmu, hadiah dariku
untukmu”.

Betapa kagetnya si Tukang Kayu. Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia tahu
bahwa ia sedang membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh.
Akibatnya, sekarang ia harus tinggal di sebuah rumah yang ia bangun dengan asal-asalan.

Pesan yang terkandung dalam cerita tersebut adalah hidup adalah proyek yang kau
kerjakan sendiri.
11. Belajar Dari Sebuah Kepompong

Seorang anak sedang bermain dan menemukan kepompong kupu-kupu di sebuah dahan
yang rendah. Diambilnya kepompong tersebut dan tampak ada lubang kecil disana.
Anak itu tertegun mengamati lubang kecil tersebut karena terlihat ada seekor kupu-kupu
yang sedang berjuang untuk keluar membebaskan diri melalui lubang tersebut. Lalu tampaklah
kupu-kupu itu berhenti mencoba, dia kelihatan sudah berusaha semampunya dan nampaknya sia-
sia untuk keluar melalui lubang kecil di ujung kempompongnya.
Melihat fenomena itu, si anak menjadi iba dan mengambil keputusan untuk membantu si
kupu-kupu keluar dari kepompongnya. Dia pun mengambil gunting lalu mulai membuka badan
kepompong dengan guntingnya agar kupu-kupu bisa keluar dan terbang dengan leluasa.
Begitu kepompong terbuka, kupu-kupu pun keluar dengan mudahnya. Akan tetapi, ia
masih memiliki tubuh gembung dan kecil. Sayap-sayapnya nampak masih berkerut. Anak itu pun
mulai mengamatinya lagi dengan seksama sambil berharap agar sayap kupu-kupu tersebut
berkembang sehingga bisa membawa si kupu-kupu mungil terbang menuju bunga-bunga yang
ada di taman. Harapan tinggal harapan, apa yang ditunggu-tunggu si anak tidak kunjung tiba.
Kupu-kupu tersebut terpaksa menghabiskan sisa hidupnya dengan merangkak di sekitarnya
dengan tubuh gembung dan sayap yang masih berkerut serta tidak berkembang dengan
sempurna. Kupu-kupu itu akhirnya tidak mampu terbang seumur hidupnya.
Si anak rupanya tidak mengerti bahwa kupu-kupu perlu berjuang dengan usahanya
sendiri untuk membebaskan diri dari kepompongnya. Lubang kecil yang perlu dilalui akan
memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu masuk ke dalam sayap-sayapnya sehingga dia akan siap
terbang dan memperoleh kebebasan.

Anda mungkin juga menyukai