Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONSTITUSI
Dosen Pengampu: Fina Hanifa Hidayati, M.Pd

Disusun Oleh:
Arum Puspita Rini (22104040049)
Jihan Fatimatus Sholihah (22104040051)
Fabira Chandra Dwi Setyawati (22104040059)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Konstitusi'' ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Shalawat serta salam selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman jahiliah menuju zaman terang benderang.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fina Hanifa Hidayati, M.Pd
selaku dosen Kewarganegaraan yang telah membantu penulis dalam mengerjakan karya ilmiah
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman- teman kelompok 3 yang telah
berkontribusi dalam pembuatan karya ilmiah ini. 
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 18 Februari 2023

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II 3
PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Konstitusi 3
B. Fungsi dan Tujuan Konstitusi 5
C. Materi muatan konstitusi 6
D. Jenis Konstitusi 7
E. Perkembangan Konstitusi di Indonesia 7
F. Perubahan Konstitusi 8
G. Sistem Ketatanegaraan Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945 9
BAB III 12
Penutup 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran dan Kritik 12
Daftar Pustaka 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan.
Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi
dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang Undang Dasar, dan dapat pula
tidak tertulis. Konstitusi merupakan dasar dari tatanan hukum sebuah negara, yang di
dalamnya terdapat perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan mengatur tentang
distribusi kekuasaan dalam penyelenggaraan negara. Konstitusi biasanya juga disebut sebagai
hukum fundamental negara, sebab konstitusi adalah aturan dasar. Aturan dasar yang
nantinya akan menjadi acuan bagi lahirnya aturan-aturan hukum lain yang ada di bawahnya.
Konstitusi dalam arti formal adalah suatu dokumen resmi, seperangkat norma hukum
yang hanya dapat diubah di bawah pengawasan ketentuan ketentuan khusus, yang tujuannya
adalah untuk menjadikan perubahan norma-norma ini lebih sulit. Konstitusi dalam arti
material terdiri atas peraturan-peraturan yang mengatur pembentukan norma-norma hukum
yang bersifat umum, terutama pembentukan undang-undang.
Di Indonesia, konstitusi yang digunakan merupakan konstitusi tertulis yaitu Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau sering disebut UUD 1945. UUD
1945 pertama kali disahkan sebagai konstitusi negara Indonesia dalam sidang PPKI yaitu pada
tanggal 18 Agustus 1945.
Namun dalam perjalanan proses penyelenggaraan negara, UUD NRI 1945 telah
mengalami empat perubahan. Pertama, yaitu perubahan pertama pada tahun 1999,
perubahan kedua pada tahun 2000, perubahan ketiga pada tahun 2001, dan perubahan
keempat pada tahun 2002. Perubahan yang terjadi ini merupakan hasil dari pergolakan
politik pada masanya. Perubahan konstitusi tidak hanya bergantung pada norma perubahan,
tetapi lebih ditentukan oleh kelompok elite politik yang memegang suara mayoritas di
Lembaga yang mempunyai kewenangan melakukan perubahan konstitusi.
Meskipun demikian, perubahan Undang Undang Dasar tetap bertujuan untuk
memperkuat konstitusi dan bukan sebaliknya. Undang Undang Dasar ini (pasca amandemen)
dapat disebut sebagai konstitusi politik, konstitusi ekonomi dan sekaligus konstitusi sosial
yang mencerminkan cita-cita kolektif bangsa, baik di bidang politik dan ekonomi maupun
sosial budaya, dengan tetap memelihara tingkat abstraksi perumusannya sebagai hukum
dasar.
Perubahan konstitusi memang telah dilakukan di Indonesia. Namun bukan berarti
perubahan yang dilakukan telah mengatasi semua masalah ketatanegaraan dan tidak
menimbulkan masalah baru. Pasca amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik
1
Indonesia Tahun 1945, beberapa permasalahan ketatanegaraan justru muncul. Amandemen
telah melahirkan beberapa Lembaga negara baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia,
seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MK hadir dengan
salah satu kewenangannya adalah pengujian undang-undang terhadap undang undang
dasar,yang selama pemerintahan orde baru tidak ada Lembaga manapun yang berwenang
terhadap permasalahan tersebut. Namun disisi lain, perubahan UUD telah melahirkan
pemisahan pengujian peraturan perundang undangan di dua atap. MK yang berwenang
menguji undang- undang terhadap undang-undang dasar, sedangkan MA memiliki
kewenangan menguji peraturan yang berada di bawah undang-undang. Padahal keduanya
merupakan Lembaga yang terpisah. Lembaga perwakilan juga memunculkan permasalahan
terkait munculnya DPD. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan salah satu Lembaga
negara dengan fungsi legislasi yang sangat terbatas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, kami
merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan konstitusi?
2. Apa saja fungsi dan tujuan dari konstitusi?
3. Apa saja hal-hal yang dimuat dalam konstitusi?
4. Apa saja jenis-jenis konstitusi?
5. Bagaimana perkembangan konstitusi di Indonesia?
6. Bagaimana perubahan konstitusi di Indonesia?
7. Bagaimana perbedaaan sistem ketatanegaraan setelah dan sebelum amandemen
UUD 1945?

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan konstitusi
2. Mengetahui apa fungsi dan tujuan dari konstitusi
3. Mengetahui apa saja hal-hal yang dimuat dari konstitusi
4. Mengetahui apa saja jenis-jenis konstitusi
5. Mengetahui perkembangan konstitusi di Indonesia
6. Mengetahui perubahan konstitusi di Indonesia
7. Mengetahui perbedaan sistem ketatanegaraan baik setelah maupun sebelum
amandemen UUD 1945.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi
Istilah konstitusi dikenal dalam sejumlah bahasa, misalnya dalam bahasa Prancis
dikenal dengan istilah constituer, dalam bahasa Latin/Italia digunakan istilah constitutio,
dalam bahasa Inggris digunakan istilah constitution, dalam bahasa Belanda digunakan
istilah constitutie, dalam bahasa Jerman dikenal dengan istilah verfassung, sedangkan
dalam bahasa Arab digunakan istilah masyrutiyah. Constituer (bahasa Prancis) berarti
membentuk, pembentukan. Yang dimaksud dengan membentuk di sini adalah
membentuk suatu negara.Konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan
mengenai suatu negara atau dengan kata lain bahwa konstitusi mengandung permulaan
dari segala peraturan mengenai negara, pembentukan suatu negara atau menyusun dan
menyatakan suatu negara, dan sebagai peraturan dasar mengenai pembentukan negara.
Menurut Jimly Asshiddiqie, konstitusi bukan merupakan peraturan yang dibuat
oleh pemerintahan, melainkan merupakan peraturan yang dibuat oleh rakyat untuk
mengatur pemerintahan, dan pemerintahan itu sendiri. Tanpa keberadaan konstitusi,
maka sama dengan kekuasaan tanpa kewenangan. Konstitusi adalah hukum dasar,
norma dasar, dan sekaligus paling tinggi kedudukannya dalam sistem bernegara. Namun,
sebagai hukum, konstitusi itu sendiri tidak selalu bersifat tertulis (schreven constitutie
atau written constitution). Konstitusi dalam pengertian arti sempit adalah konstitusi
yang bersifat tertulis atau biasa disebut UUD. Sedangkan konstitusi dalam pengertian
arti luas adalah konstitusi yang tidak tertulis.
Berikut ini arti konstitusi menurut para ahli:
1. Lord James Bryce
Konstitusi sebagai kerangka masyarakat politik, yang diatur melalui dan oleh
undang-undang, yaitu konstitusi yang dalam undang-undang telah membentuk
lembaga-lembaga tetap dengan fungsi yang diakui dan hak-hak yang pasti.
2. Soehino
Konstitusi adalah dokumen yang memuat aturan-aturan hukum dan
ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau dasar-dasar yang sifatnya,
baik tulisan maupun tidak tertulis yang menggambarkan tentang sistem
ketatanegaraan suatu negara.
3. L. J. Van Apeldoorn

3
Grondwet atau UUD adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan
constitution memuat baik peraturan tertulis maupun yang tidak tertulis.[7]

4. Herman Heller
Pengertian konstitusi dibagi menjadi tiga, yaitu konstitusi mencerminkan
kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (mengandung
arti politis dan sosiologis), konstitusi sebagai kaidah yang hidup dalam
masyarakat (mengandung arti hukum atau yuridis), dan konstitusi sebagai
kesepakatan yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang
tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.
5. F. Strong
Pengertian konstitusi adalah kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan serta hak-hak dari pemerintah dan hubungan antara
pemerintah dan yang diperintah, yang menyangkut hak-hak asasi manusia.[9]
6. F. Lasalle
Secara sosiologis dan politis, konstitusi adalah naskah yang memuat bangunan
negara dan sendi pemerintahan. Konstitusi mengandung pengertian yang lebih
luas dari UUD. Namun, secara yuridis terdapat paham kodifikasi yang
menyamakan konstitusi dengan UUD.
7. K. C. Wheare
Pengertian konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu
negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur, atau
memerintah dalam pemerintahan negara.

Merujuk pandangan Lord James Bryce yang dimaksud dengan konstitusi adalah
suatu kerangka negara yang diorganisasikan melalui dan dengan hukum, yang
menetapkan lembaga-lembaga yang tetap dengan mengakui fungsi-fungsi dan
hak-haknya. Pendek kata bahwa konstitusi itu menurut pandangannya merupakan
kerangka negara yang diorganisasikan melalui dan dengan hukum, yang menetapkan
lembaga-lembaga yang tetap (permanen), dan yang menetapkan fungsi-fungsi dan
hak-hak dari lembaga-lembaga permanen tersebut. Sehubungan dengan itu C.F. Strong
yang menganut paham modern secara tegas menyamakan pengertian konstitusi dengan
undang-undang dasar. Rumusan yang dikemukakannya adalah konstitusi itu merupakan
satu kumpulan asas-asas mengenai kekuasaan pemerintah, hak-hak yang diperintah, dan
hubungan antara keduanya (pemerintah dan yang diperintah dalam konteks hak-hak
asasi manusia). Konstitusi semacam ini dapat diwujudkan dalam sebuah dokumen yang
dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi pula berupa a bundle of
separate laws yang diberi otoritas sebagai hukum tata negara. Rumusan C.F. Strong ini
pada dasarnya sama dengan definisi Bolingbroke.

4
B. Fungsi dan Tujuan Konstitusi
1. Fungsi Konstitusi
Konstitusi secara garis besar memiliki fungsi khusus untuk menentukan
dan membatasi kekuasaan negara, serta menjamin dan melindungi hak-hak
warga negara dan hak asasi manusia (“HAM”). Kekuasaan tersebut harus
memiliki batasan yang tegas dan dengannya penguasa diharapkan tidak
memanipulasi konstitusi untuk kepentingan kekuasaannya sendiri, sehingga
hak-hak warga negara akan terlindungi.
Fungsi Konstitusi Menurut para Ahli
Thaib dan Hamidi
Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa,
sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan
demikian, diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi.
2. Tujuan Konstitusi
Berikut ini tujuan konstitusi menurut beberapa ahli
Jimly Asshiddiqie
Menurut Jimly Asshiddiqie, pada umumnya hukum memiliki tiga tujuan pokok,
yaitu:
a. Keadilan (justice), sepadan dengan keseimbangan, kepatutan, dan
kewajaran
b. Kepastian (certainty atau zekerheid), berkaitan dengan dengan ketertiban
dan Ketentraman,dan
c. Kegunaan (utility) yang diharapkan dapat menjamin bahwa semua nilai
akan mewujudkan kedamaian hidup bersama.
Oleh karena konstitusi sendiri adalah hukum yang dianggap paling tinggi
tingkatannya, sehingga tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi juga untuk
mencapai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi. Adapun tujuan yang tertinggi
dari konstitusi adalah
a. Keadilan
b. Ketertiban; dan
c. Perwujudan nilai ideal seperti kemerdekaan, kebebasan, kesejahteraan,
dan kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan
bernegara oleh para pendiri negara (the founding fathers and mothers).
Maurice Hauriou
Maurice Hauriou menegaskan bahwa tujuan konstitusi adalah untuk menjaga
keseimbangan antara ketertiban, kekuasaan, dan kebebasan. Kebebasan individu
warga negara harus dijamin, namun kekuasaan negara juga harus berdiri tegak,

5
sehingga tercipta sebuah tertib bermasyarakat dan bernegara. Ketertiban juga
akan terwujud apabila dipertahankan oleh kekuasaan yang efektif.
G. S. Diponolo
G. S. Diponolo menjelaskan tujuan konstitusi ke dalam 5 (lima) kategori sebagai
berikut:
a. Kekuasaan
b. Perdamaian, keamanan dan ketertiban
c. Kemerdekaan
d. Kesejahteraan dan Kebahagiaan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi konstitusi adalah untuk
menentukan dan membatasi kekuasaan negara. Kekuasaan tersebut harus memiliki
batasan yang tegas agar penguasa tidak memanipulasi konstitusi untuk kepentingan
kekuasaannya. Dengan diterapkannya fungsi konstitusi tersebut, maka hak-hak warga
negara dan HAM akan terjamin dan dilindungi. Adapun, tujuan konstitusi menurut
beberapa ahli pada intinya adalah untuk mencapai keadilan, ketertiban, kemerdekaan,
serta menjamin kesejahteraan masyarakat umum.

C. Materi muatan konstitusi


J. G. Steenbeek mengemukakan bahwa sebuah konstitusi sekurang-kurangnya
bermuatan hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara;
2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yg bersifat fundamental; dan
3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas kenegaraan yg juga bersifat
fundamental.
K.C. Wheare menegaskan bahwa dalam sebuah negara kesatuan yang perlu
diatur
dalam konstitusi pada asasnya hanya tiga masalah pokok berikut:
1. Struktur umum negara, seperti pengaturan kekuasaan eksekutif, kekuasaan
legislatif, dan kekuasaan yudisial.
2. Hubungan – dalam garis besar – antara kekuasaan-kekuasaan tersebut satu sama
lain.
3. Hubungan antara kekuasaan-kekuasaan tersebut dengan rakyat atau warga
Negara.
A.A.H. Struycken menyatakan bahwa konstitusi dalam sebuah dokumen formal
berisikan hal-hal sebagai berikut:
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yg lampau
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang maupun untuk masa yang akan datang

6
4. Suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.
Phillips Hood & Jackson menegaskan bahwa materi muatan konstitusi adalah
sebagai berikut::
“Suatu bentuk aturan, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang menentukan susunan
dan kekuasaan organ-organ negara yg mengatur hubungan-hubungan di antara
berbagai organ negara itu satu sama lain, serta hubungan organ-organ negara itu
dengan warga negara.”
Miriam Budiardjo (2003) mengemukakan bahwa setiap UUD memuat ketentuan-
ketentuan mengenai:
1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif
Eksekutif dan yudikatif
2. Hak hak asasi manusia
3. Prosedur mengubah UUD
4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD

D. Jenis Konstitusi
a) Konstitusi Tertulis
Konstitusi tertulis merupakan sekumpulan aturan pokok dasar negara, bangunan
negara dan tata negara yang mengatur perikehidupan satu bangsa di dalam persekutuan
hukum negara. Konstitusi tertulis lebih tegas dibandingkan konstitusi tidak tertulis
karena konstitusi tertulis menjamin adanya kepastian hukum.
Ciri-ciri konstitusi tertulis
1. Memuat tentang organisasi negara.
2. Menjamin hak-hak asasi manusia.
3. Terdapat prosedur perubahan undang-undang dasar.
4. Memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang dasar.
5. Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara.

b) Konstitusi Tidak Tertulis


Konstitusi tidak tertulis dapat juga disebut sebagai konvensi. Konvensi sendiri memiliki
pengertian sebagai kebiasaan sistem tata negara yang sering ada dalam sebuah negara.
Ciri-ciri konstitusi tidak tertulis
1. Memuat tentang organisasi negara.
2. Menjamin hak-hak asasi manusia.
3. Terdapat prosedur perubahan undang-undang dasar.
4. Memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari undang-undang
dasar.
5. Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara.

7
E. Perkembangan Konstitusi di Indonesia
Para pendiri Negara telah sepakat menyusun sebuah Undang-Undang Dasar sebagai
konstitusi tertulis dengan segara fungsinya. Konstitusi Indonesia telah disahkan pada 18 Agustus
1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia dalam sebuah naskah yang dinamakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 itu merupakan
konstitusi yang sangat singkat dan hanya memuat 37 pasal namun ketiga materi muatan
konstitusi yang harus ada menurut ketentuan umum teori konstitusi telah terpenuhi.
Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan dapat dikelompokan menjadi beberapa
periode:
1. Periode pertama berlaku UUD 1945 (18 agustus 1945 - 27 Desember 1949)
saat Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945, republik yang
baru ini belum mempunyai undang undang dasar. sehari kemudian pada tanggal 18
agustus 1945 rancangan undang undang disahkan oleh PPKI sebagai undang undang
dasar republik indonesia setelah mengalami beberapa proses.
2. Periode kedua berlaku konstitusi RIS 1949 (27 desember 1949- 17 agustus 1950)
perjalanan negara baru republik indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak
belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di indonesia.akibatnya belanda
mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti negara sumatera timur, negara
indonesia timur, negara jawa timur dan sebagainya. Sejalan dengan usaha Belanda
tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2 pada tahun
1948, mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara Republik Indonesia
Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh negara Indonesia itu,
hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat saja.
3. Periode ketiga berlaku UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
UUDS merupakan perubahan sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak
17 Agustus 1945 menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat
tidak bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini
menyebabkan wibawa pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi berkurang,
akhirnya disepakati untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Periode keempat kembali berlaku UUD 1945 (5 juli 1959 - sekarang)
dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945.
Perubahan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa
1959-1965 menjadi Majelis permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru.

F. Perubahan Konstitusi
Perubahan konstitusi merupakan sesuatu hal yang wajar karena pada suatu saat
konstitusi akan ketinggalan jaman atau tidak sesuai lagi dengan dinamika dan perkembangan
masyarakat. Perubahan didasarkan pada kepentingan negara dan bangsa dalam arti yang
sebenarnya, bukan hanya kepentingan politik dari golongan tertentu.
8
Secara teoritik perubahan undang-undang dasar terjadi melalui berbagai cara. CF. Strong
menyebutkan empat macam cara perubahan terhadap undang-undang dasar, yaitu:
a. oleh kekuasaan legislatif tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu,
b. oleh rakyat melalui referendum,
c. oleh sejumlah negara bagian khususnya untuk negara serikat,
d. kebiasan ketatanegaraan, atau suatu lembaga negara yang khusus dibentuk untuk
keperluan perubahan.
Sedangkan KC. Wheare (2010) mengemukakan bahwa perubahan konstitusi dapat terjadi
dengan berbagai cara, yaitu
a. perubahan resmi,
b. penafsiran hakim,
c. kebiasaan ketatanegaraan/konvensi.
Tentang perubahan terhadap UUD 1945, sesuai pasal 37 ketentuan tentang perubahan itu
adalah sebagai berikut:
a. Usul perubahan pasal-pasal dalam UUD dapat diagendakan dalam sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya ⅓ dari jumlah
anggota MPR.
b. Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan
jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
c. Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya ⅔ dari
jumlah anggota MPR.
d. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
e. Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.

G. Sistem Ketatanegaraan Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945


Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan besar terhadap
ketatanegaraan dan perundangan di Indonesia. Berikut ini perbandingan sistem ketatanegaraan
di Indonesia sebelum dan sesudah pelaksanaan amandemen Undang-Undang Dasar 1 UUD
1945 telah mengalami perubahan atau amandemen sebanyak empat kali, mulai dari tahun 1999
- 2002. Salah satunya perubahan terhadap sistem ketatanegaraan atau struktur lembaga tinggi
negara.
1. Sistem Ketatanegaraan Sebelum Amandemen

9
Berikut wewenang setiap lembaga negara:
a) MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) : Sebelum amandemen, Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau MPR merupakan lembaga tertinggi negara
yang memiliki kekuasaan tak terbatas.
b) DPR (Dewan Perwakilan Rakyat): Sebelum amandemen, Dewan
Perwakilan Rakyat atau DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang
tidak bisa dibubarkan oleh presiden. Anggota DPR adalah anggota partai
politik peserta pemilu yang dipilih oleh rakyat dan tidak bertanggung
jawab kepada presiden.
c) MA (Mahkamah Agung): Kekuasaan kehakiman hanya dijalankan oleh
Mahkamah Agung. MA bersifat mandiri dan tidak boleh dipengaruhi oleh
kekuasaan lain. BPK: Badan Pemeriksa Keuangan berwenang mengawasi
dan memeriksa pengelolaan keuangan negara.
d) DPA: Dewan Pertimbangan Agung berfungsi memberikan masukan atau
pertimbangan kepada presiden.

Secara konstitusional sistem ketatanegaraan Indonesia pada masa


pemerintahan orde baru menggunakan UUD 1945. Secara prinsip
terdapat lima kekuasaan pemerintah Negara Republik Indonesia menurut
UUD 1945, yaitu
1) Kekuasaan menjalankan perundang-undangan Negara, disebut juga
kekuasaan eksekutif dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini adalah
presiden)
2) Kekuasaan memberikan pertimbangan ketatanegaraan pemerintah,
disebut juga kekuasaan konsultatif dilakukan oleh dewan Pertimbangan
Agung
10
3) Kekuasaan membentuk perundang-undangan Negara atau kekuasaan
legislatif, dilakukan oleh DPR bersama dengan Presiden
4) Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara, disebut
kekuasaan eksaminatif atau kekuasaan inspektif, dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan
5) Kekuasaan mempertahankan perundang-undangan Negara atau
kekuasaan Yudikatif, dilakukan oleh Mahkamah Agung.

2. Sistem Ketatanegaraan Sesudah Amandemen UUD 1945

Berikut tugas dan wewenang setiap lembaga:


a) MPR : Setelah amandemen, kedudukan MPR menjadi setara dengan
lembaga negara lainnya di bawah UUD 1945. MPR berwenang untuk
mengubah dan menetapkan UUD, melantik, dan memberhentikan
presiden dan wakil presiden sesuai Undang-Undang atau UU.
b) DPR: Setelah amandemen, kedudukan DPR dalam sistem ketatanegaraan
semakin diperkuat karena DPR berwenang membuat UU. Presiden dan
Wakil Presiden: Setelah amandemen, rakyat memiliki hak suara untuk
memilih presiden dan wakil presiden secara langsung melalui pemilu.
Presiden dan Wakil Presiden memegang kekuasaan pemerintah dan
berwenang mengesahkan RUU menjadi UU.
c) DPD: Dewan Perwakilan Daerah adalah perwakilan daerah dalam sistem
ketatanegaraan. DPR berwenang mengajukan RUU kepada DPR terkait
otonomi daerah.
d) BPK: BPK memiliki tugas dan wewenang strategis mengenai sumber dan
anggaran keuangan negara. BPK melaporkan hasil pemeriksaan kepada
DPR, DPRD, dan DPD.
11
e) MA: Setelah amandemen, MA membawahi badan peradilan dalam
wilayah peradilan umum peradilan militer, peradilan agama, dan
peradilan tata usaha negara.
f) MK: Bersama MA, MK memegang kekuasaan kehakiman yang berwenang
menguji UU terhadap UUD.
g) KY: Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan
berhak mengusulkan pengangkatan hakim agung.

Amandemen UUD 1945 membawa perubahan dalam sistem ketatanegaraan di


Indonesia. Berikut beberapa perubahan sistem ketatanegaraan sesudah amandemen
UUD 1945:
1) Kedudukan MPR setelah amandemen UUD 1945 bukan merupakan
lembaga tertinggi negara, akan tetapi lembaga tinggi negara sebagaimana
DPR dan lembaga negara lainya. Sedangkan susunan keanggotaan MPR
setelah amandemen UUD 1945 terdiri anggota DPR dan DPD.
2) Kekuasaan kehakiman berdasarkan ketentuan UUD 1945 hasil
amandemen dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah konstitusi,
disamping itu dibentuk Komisi Yudisial yang berwenang menjaga
martabat dan keluhuran hakim Agung.
3) Hubungan DPR dan Presiden terbagi dalam tiga bidang yaitu;
legislasi, anggaran dan pengawasan. Dalam melaksanakan pengawasan
terhadap presiden, DPR dapat meminta MPR untuk memberhentikan
presiden dalam masa jabatannya, apabila terbukti melakukan tindak
pidana korupsi, penyuapan dan/atau tindak pidana berat lainnya. Akan
tetapi dugaan DPR atas pelanggaran hukum/konstitusi yang dilakukan
oleh presiden harus diputus terlebih dahulu oleh Mahkamah Konstitusi
sebelum diajukan ke sidang Istimewa MPR.

12
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan
Dalam arti sempit konstitusi merupakan suatu dokumen atau seperangkat
dokumen yang berisi aturan-aturan dasar untuk menyelenggarakan negara, sedangkan
dalam arti luas konstitusi merupakan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang
menentukan bagaimana lembaga negara dibentuk dan dijalankan. Konstitusi diperlukan
untuk membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa negara, membagi kekuasaan
negara, dan memberi jaminan HAM bagi warga negara. Konstitusi mempunyai materi
muatan tentang organisasi negara, HAM, prosedur mengubah UUD, kadang-kadang
berisi larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD, cita-cita rakyat dan asas-asas
ideologi negara.
Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan UUD NRI 1945 menjadi
kebutuhan bersama bangsa Indonesia. Oleh karena itu, MPR melakukan perubahan
secara bertahap dan sistematis dalam empat kali perubahan. Keempat kali perubahan
tersebut harus dipahami sebagai satu rangkaian dan satu kesatuan. Perubahan konstitusi
dibagi menjadi beberapa periode, periode pertama Periode pertama berlaku UUD 1945
(18 agustus 1945 - 27 Desember 1949), Periode kedua berlaku konstitusi RIS 1949 (27
desember 1949- 17 agustus 1950), Periode ketiga berlaku UUDS 1950 (17 Agustus 1950 -
5 Juli 1959), Periode keempat kembali berlaku UUD 1945 (5 juli 1959 - sekarang).

B. Saran dan Kritik


Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat memberikan manfaat bagi
pembaca sekalian. Apabila terdapat saran maupun kritik yang sekiranya ingin
disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila terdapat kesalahan mohon untuk
memaafkan, kami manusia tak ada yang sempurna maupun luput dari kesalahan.

13
Daftar Pustaka

Asshiddiqie, J. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Sekretariat Jendral dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.
Dapu, F. M. (2014). SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH
AMANDEMEN UUD 1945. Lex Administratum, 2-3.
Isabela, M. A. (2022, maret rabu). Perbedaan konstitusi tertulis dan tidak tertulis. Retrieved
from kompas.com:
https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/03/09/04000061/perbedaan-konstitusi-t
ertulis-dan-tidak-tertulis
Pradana, S. A. (2019). Buku Ajar Hukum Tata Negara. Parepare: Institut Agana Islam Parepare.
Ristekdikti, T. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Ristekdikti.
Sejarah Dan Perkembangan Konstitusi Di Indonesia. (2015, agustus kamis). Retrieved from mkri:
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11776
Sitabuana, T. H. (2020). Hukum Tata Negara. Jakarta: Jakarta Konstitusi Pers.

14
15
16

Anda mungkin juga menyukai