Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH HUKUM TATA NEGARA

TENTANG

SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA


PASCA AMANDEMEN UUD 1945

NAMA : ZIKRI ALFRIDHO SURYADI


NIM : 1910117162
KELAS : A / REGULER B
DOSEN : JOKO MARTONO, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCA BHAKTI
PONTIANAK
2020
SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
PASCA AMANDEMEN UUD 1945

oleh

ZIKRI ALFRIDHO SURYADI


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb., salam sejahtera untuk kita semua.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah S.W.T. Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas limpahan nikmat, berkah dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan lancar. Sholawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada baginda
Muhammad S.A.W. atas ilmu Allah yang telah beliau sampaikan kepada kita, sehingga kita dapat
mengamalkan segala pengetahuan yang kita peroleh hingga saat hari ini.
Penulis secara pribadi mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen
Pengampu Mata Kuliah Ilmu Tata Negara, Bapak Joko Martono, S,H., M.H. atas bimbingan dan
ilmu yang telah diberikan kepada Saya sehingga saya mampu membuat makalah ini dengan baik
dan lancar. Ucapan terima kasih juga Saya sampaikan kepada orang tua, keluarga, sahabat dan
rekan-rekan Saya yang telah memberikan dukungan dan doa kepada Saya sehingga Saya masih
memperoleh kesehatan dan semangat dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap, dengan dibuatnya makalah ini dapat memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Negara dan dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca, khususnya pada mata kuliah ini.
Terima kasih atas segala perhatiannya, mohon maaf apabila ada kekurangan atau kesalahan
penulisan dan penyampaian di dalam makalah ini.

Assalamualaikum Wr. Wb., salam sejahtera untuk Kita semua.

Pontianak, 20 Mei 2020

ZIKRI ALFRIDHO SURYADI


NIM 1910117162
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Pembahasan 2

BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian 3
B. Karakteristik Negara Hukum 3
C. Dasar Pemikiran dan Latar Belakang Perubahan UUD 1945 4
D. Hirarki Peraturan Perundang-undangan 5
E. Kesepakatan Panitia Ad Hoc tentang Perubahan UUD 1945 6
F. Sistem Ketatanegaraan di Republik Indonesia 6
G. Lembaga Negara dan Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Sebelum Perubahan UUD
1945 8
H. Lembaga Negara dan Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Sesudah Perubahan UUD
1945 9
I. Reformasi di Bidang Hukum 13
J. Kondisi Republik Indonesia dalam Menjalankan Sistem Ketatanegaraannya pada Saat ini 18

BAB III PENUTUP 20


A. Kesimpulan 20
B. Saran 21

REFERENSI 22
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Tata Negara Indonesia dalam perspektif sejarahnya mengalami perubahan
tatanan hukum yang disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia itu sendiri. Dengan
kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tentunya memberikan kedaulatan secara
penuh sebagai bangsa untuk mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri tanpa
adanya intervensi negara lain. Sehingga terciptalah Hukum Tata Negara Indonesia yang
memiliki jati diri bangsa sendiri.
Keberadaan ketatanegaraan Indonesia semakin menemukan jati dirinya, ketika
dilakukan amandemen terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dalam rentang tahun 1999 hingga tahun 2002. Amandemen atas Undang –
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diawali pada tahun 1999 dengan
amandemen pertama atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan amandemen tersebut diikuti selama tiga
tahun setelahnya yang melahirkan amandemen kedua, amandemen ketiga, dan
amandemen keempat atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen
merupakan sebuah kemajuan yang sangat besar bagi demokrasi. Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen telah memunculkan ketentuan
check and balances secara lebih proporsional di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen
sendiri sudah memuat masalah – masalah Hak Asasi Manusia (HAM) secara rinci
sehingga proses amandamen Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 memberikan ruang baru dalam pembaharuan Hukum Tata Negara Indonesia sebagai
bentuk utuh dari sebuah reformasi sistem hukum tata negara di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari sistem ketatanegaraan?


2. Bagaimanakah sistem ketatanegaraan di Republik Indonesia?
3. Bagaimanakah Republik Indonesia menjalankan sistem ketatanegaraannya?
4. Bagaimana proses amandemen UUD 1945 mempengaruhi Sistem Ketatanegaraan
Indonesia?
5. Bagaimanakah Sistem Ketatanegaraan Indonesia sebelum dan sesudah amandemen
UUD 1945?

C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui pengertian sistem ketatanegaraan.


2. Mengetahui sistem ketatanegaraan di Republik Indonesia.
3. Mengetahui kondisi Republik Indonesia dalam menjalankan sistem
ketatanegaraannya.
4. Mengetahui pengaruh amandemen UUD 1945 terhadap sistem ketatanegaraan di
Indonesia.
5. Mengetahui perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia sebelum dan sesudah
amandemen UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Istilah Sistem Ketatanegaraan merupakan gabungan dari dua kata, yaitu: “Sistem”
dan “Ketatanegaraan”. Sistem berarti keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang
mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional
terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu
ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja
dengan baik akan mempengaruhi keseluruhnya itu.
Dan Ketatanegaraan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata tata
negara yang artinya seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan
pemerintah , bentuk negara, dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara.
Sedangkan menurut hukumnya, tata negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur
kehidupan bernegara yang menyangkut sifat, bentuk , tugas negara dan pemerintahannya
serta hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah atau sebaliknya. Jadi dapat
disimpulkan Ketatanegaran adalah segala sesuatu mengenai tata negara.
Dari pengertian itu, maka secara harfiah Sistem Ketatanegaraan dapat diartikan
sebagai suatu bentuk hubungan antar lembaga negara dalam mengatur kehidupan
bernegara.

B. Karakteristik Negara Hukum


Konsep Negara Hukum (Rechtsstaat), mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan negara berdasar Konstitusi.


2. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka.
3. Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
4. Kekuasaan yang dijalankan berdasarkan atas prinsip bahwa pemerintahan, tindakan
dan kebijakannya harus berdasarkan ketentuan hukum (due process of law ).

UUD 1945 dalam Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman, Lembaga Negara dan
Organ yang Menyelenggarakan Kekuasaan Negara.
C. Dasar Pemikiran dan Latar Belakang Perubahan UUD 1945

1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada


kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan
rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-
institusi ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada
pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945
adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden
dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif
(antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif
karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga
dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD
1945 (sebelum di amandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk
mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang
kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai
kehendaknya dalam Undang-undang.
5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup
didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang
demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi
manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek
penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain
sebagai berikut:

a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat
pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan
demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh
pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang
berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
D. Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Menurut TAP MPRS XX Tahun 1966:


1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU/PERPU
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan Menteri
7. Instruksi Menteri

Menurut TAP MPR III Tahun 2000:


1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. PERPU
5. PP
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah

Menurut UU No. 10 Tahun 2004:


1. UUD 1945
2. UU/PERPU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah

Menurut UU No. 12 Tahun 2011:


1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU/PERPU
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

E. Kesepakatan Panitia Ad Hoc tentang Perubahan UUD 1945

1. Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sistematika, aspek


kesejarahan dan orisinalitasnya.
2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3. Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan
dalam pasal-pasal.
5. Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”.

F. Sistem Ketatanegaraan di Republik Indonesia

1. Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945


Sistem Ketatanegaran sebelum Amandemen UUD 1945 Pelaksanaan
kekuasaan Negaranya dilakukan dengan pembagian (bukan pemisahan) tugas atau
fungsi dari masing-masing penyelenggara Negara.
Secara konstitusional sistem ketatanegaraan Indonesia pada masa
pemerintahan orde baru menggunakan UUD 1945. Secara prinsip terdapat lima
kekuasaan pemerintah Negara Republik Indonesia menurut UUD 1945, yaitu:

a. Kekuasaan menjalankan perundang-undangan Negara , disebut juga kekuasaan


eksekutif dilakukan oleh pemerintah ( dalam hal ini adalah Presiden).
b. Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah , disebut
juga kekuasaan konsultatif dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Agung.
c. Kekuasaan membentuk Perundang-undangan Negara atau kekuasaan legislative
dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden.
d. Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara , disebut kekuasaan
eksaminatif atau kekuasaan inspektif, dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan.
e. Kekuasaan mempertahankan perudang-undangan Negara atau kekuasaan
Yudikatif, dilakukan oleh Mahkamah Agung (C.S.T Kansil : 1978,83).
Pada masa ini lembaga tertingginya adalah MPR (Majelis Permusyawaratan
Rakyat), kemudian Presiden, DPA (Dewan Pertimbangan Agung), DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan MA (Mahkamah
Agung).

2. Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945


Salah satu agenda penting dari gerakan reformasi adalah amandemen terhadap
UUD 1945 yang kemudian berhasil dilaksanakan selama 4 tahun berturut-turut
melalui Sidang Tahunan MPR yaitu tahun 1999, 2000, 2001, dan tahun 2002.
Adapun Latar Belakang pelaksanaan Amandemen UUD 1945 :

a. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang


bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya
melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak
terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
b. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada
pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945
adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden
dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak
prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan
kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
c. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel”
sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya
Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
d. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden
untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga
memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal
penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
e. Perubahan pada UUD 1945 setelah amandemen membawa perubahan pula
pada Sistem Ketatanegaraan yang dimana sebelumnya MPR memiliki
kekuasaan yang tidak terbatas dirubah menjadi kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.
G. Lembaga Negara dan Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Sebelum
Perubahan UUD 1945
Deskripsi Singkat Struktur Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD 1945,
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat
diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan
kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar
kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

1. MPR
Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power)
karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan
MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang
menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden. Susunan
keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan golongan
yang diangkat. Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:

a. Presiden, sebagai presiden seumur hidup.


b. Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.
c. Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
d. Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
e. Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
f. Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu
dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak menduduki
kursi di MPR.

2. PRESIDEN

a. Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR,


meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”.
b. Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi
(consentration of power and responsiblity upon the president).
c. Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga
memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif
(judicative power).
d. Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
e. Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai
presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.

3. DPR

a. Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.


b. Memberikan persetujuan atas PERPU.
c. Memberikan persetujuan atas Anggaran.
d. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta
pertanggungjawaban presiden.

4. DPA DAN BPK


Di samping itu, UUD 1945 tidak banyak mengintrodusir lembaga-lembaga
negara lain seperti DPA dan BPK dengan memberikan kewenangan yang sangat
minim.

H. Lembaga Negara dan Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Sesudah


Perubahan UUD 1945
Deskripsi Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945, Undang-
Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan
(separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan
sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Perubahan (Amandemen)
UUD 1945:

1. Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan
menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka,
penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas
prinsip due process of law.
2. Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti
Hakim.
3. Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances)
yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-
masing.
4. Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
5. Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa
lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara
berdasarkan hukum.
6. Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga
negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.

Lembaga negaranya terdiri dari

1. MPR

a. Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara


lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
b. Menghilangkan supremasi kewenangannya.
c. Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
d. Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih
secara langsung melalui pemilu).
e. Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
f. Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung
melalui pemilu.

2. DPR

a. Posisi dan kewenangannya diperkuat.


b. Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden,
sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah
berhak mengajukan RUU.
c. Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
d. Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

3. DPD

a. Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan


kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah
ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai
anggota MPR.
b. Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik
Indonesia.
c. Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
d. Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait
dengan kepentingan daerah.

4. BPK

a. Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.


b. Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN)
dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan
DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
c. Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
d. Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.
5. PRESIDEN

a. Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara


pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta
memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
b. Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
c. Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
d. Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
e. Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
f. Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil
presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga
mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.

6. MAHKAMAH AGUNG

a. Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang


menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24
ayat (1)].
b. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-
undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan
Undang-undang.
c. Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
d. Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian,
Advokat/Pengacara dan lain-lain.

7. MAHKAMAH KONSTITUSI

a. Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian


of the constitution).
b. Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa
kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik,
memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut
UUD.
c. Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga
mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif,
legislatif, dan eksekutif.

I. Reformasi di Bidang Hukum


Reformasi bidang hukum yang terjadi sejak tahun 1998 telah dilembagakan melalui
pranata perubahan UUD 1945 . Semangat perubahan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk mendorong terbangunnya struktur
ketatatanegaraan yang lebih demokratis. Perubahan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sejak reformasi telah dilakukan sebanyak empat kali
yaitu :

1. Amandemen pertama atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999;
2. Amandemen kedua atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000;
3. Amandemen ketiga atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang disahkan pada tanggal 10 November 2001;
4. Amandemen keempat atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.

Hasil amandemen atas Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 melahirkan bangunan kelembagaan negara yang satu sama lain dalam posisi setara
dengan saling melakukan kontrol (check and balances) , mewujudkan supremasi hukum
dan keadilan serta menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Kesetaraan dan
ketersediaan saling kontrol inilah merupakan pengaplikasian prinsip dari sebuah negara
demokrasi dan negara hukum.
Menurut Sri Sumantri, secara umum setiap konstitusi selalu mengatur sekurang –
kurangnya tiga kelompok materi muatan yang meliputi :

1. Pengaturan tentang hak asasi manusia (HAM);


2. Pengaturan tentang susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental;
3. Pengaturan tentang pembagian dan pembatasan tugas – tugas ketatanegaraan yang
juga bersifat fundamental.

Dengan kata lain, bahwa amandemen terhadap Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut meliputi hampir seluruh tiga kelompok materi
muatan konstitusi.

1. Amandemen pertama terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945
Amandemen pertama terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 terjadi setelah berkumandangnya tuntutan reformasi, yang
diantaranya berkenaan dengan reformasi konstitusi (constitutional reform). Terdapat 4
hal yang menjadi dasar dari amandemen pertama terhadap Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu : (i) dimana hasil pembentukan
konstitusi tersebut dilaksanakan; (ii) bagaimana pembentukan konstitusi itu
terselenggara; (iii) siapa yang melakukan pembentukan isi konstitusi yang akan
diamandemen; (iv) bagaimana membuat suatu struktur partisipasi masyarakat dalam
menjalankan konstitusi hasil amandemen.
Namun berdasarkan perubahan substansi , amandemen pertama terhadap
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfokus pada :
Pertama, mengurangi atau mengendalikan kekuasaan presiden; Kedua, hak legislasi
dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan presiden berhak mengajukan
Rancangan Undang – Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

2. Amandemen kedua terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945
Amandemen kedua terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dilakukan pada substansi yang meliputi : (1) pemerintahan
daerah; (2) wilayah negara; (3) warganegara dan penduduk; (4) hak asasi manusia; (5)
pertahanan dan keamanan; (6) bendera , bahasa , lambang negara, dan lagu
kebangsaaan; dan (7) lembaga Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya tentang
keanggotaan, fungsi, hak, maupun tentang cara pengisiannya.
Pada amandemen kedua ini, substansi mendasar yang menjadi titik tumpu
adalah dimuatnya ketentuan tentang hak asasi manusia (HAM) yang lebih luas dan
dalam bab tersendiri, yaitu Bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri dari Pasal
28A hingga Pasal 28J.
Substansi perubahan juga menyangkut keberadaan lembaga Dewan
Perwakilan Rakyat terutama berkaitan dengan cara pengisian keanggotaan Dewan
Perwakilan Rakyat dilakukan, bahwa semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dipilih secara langsung oleh rakyat.

3. Amandemen ketiga terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945
Amandemen ketiga terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 diputuskan pada Rapat Paripurna MPR-RI ke-7, tanggal 9
1
November 2001 melalui Sidang Tahunan MPR-RI. Menurut Sri Sumantri, perubahan
ketiga dilakukan menurut teori konstitusi, terhadap susunan ketatanegaraan yang
bersifat mendasar. Bahkan substansi penjelas yang sifatnya normatif dimasukkan
dalam batang tubuh UUD 1945.
Perubahan substansi amandemen ketiga meliputi antara lain: (1) kedudukan
dan kekuasaan MPR; (2) eksistensi negara hukum Indonesia; (3) jabatan presiden dan
wakil presiden termasuk mekanisme pemilihan; (4) pembentukan lembaga baru dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia; (5) pengaturan tambahan bagi lembaga
Dewan Pengawas Keuangan; dan (6) pemilihan umum.
Melihat materi perubahan ketiga terhadap UUD 1945, jelaslah bahwa
perubahan ketiga ini menyangkut substansi yang lebih mendasar . Dari perubahan
ketiga ini secara nyata dapat kita lihat, bahwa sistem pemerintahan yang dianut benar
– benar sistem pemerintahan presidensial. Ciri – ciri sistem pemerintahan presidensiil
terlihat antara lain: (1) prosedur dan mekanisme pemilihan presiden dan wakil
presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat; dan (2) sistem
pertanggungjawaban presiden dan wakil presiden atas kinerjanya, sebagai lembaga
eksekutif yang tidak lagi kepada MPR. Karena MPR tidak lagi dimanifestasikan
sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat. Selain itu, pada amandemen ketiga ini juga
dilakukan perubahan yang cukup mendasar terhadap Kekuasaan Kehakiman dimana
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menetapkan, bahwa : “Kekuasaan Kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan – badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi.”
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan: Pertama,
kekuasaan kehakman tidak dilakukan Mahkamah Agung dan badan peradilan di
bawahnya dalam keempat lingkungan peradilan, tetapi dilakukan pula oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Kedua, kedudukan Mahkamah Konstitusi setara dengan
Mahkamah Agung serta berdiri sendiri, tidak merupakan bagian dari struktur
Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya. Ketiga, Mahkamah Agung
merupakan pengadilan tertinggi dari badan peradilan di bawahnya.

4. Amandemen keempat terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945
Perubahan keempat terhadap UUD 1945 ini merupakan perubahan terakhir yang
mengkaji Pasal 37 UUD 1945 pra-amandemen yang dilakukan oleh MPR. Ada
sembilan item pasal substansial pada perubahan keempat UUD 1945, antara lain: (1)
keanggotaan MPR, (2) pemilihan presiden dan wakil presiden tahap kedua, (3)
kemungkinan presiden dan wakil presiden berhalangan tetap, (4) tentang kewenangan
presiden, (5) hal keuangan negara dan bank sentral, (6) pendidikan dan kebudayaan,
(7) perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, (8) aturan tambahan dan aturan
peralihan, dan (9) kedudukan penjelasan UUD 1945.
Berkaitan dengan keanggotaan MPR dinyatakan bahwa MPR terdiri atas anggota
DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini berarti tidak ada satu
pun anggota MPR yang keberadaannya diangkat sebagaimana yang terjadi sebelum
amandemen dimana, anggota MPR yang berasal dari unsur utusan daerah dan ABRI
melalui proses pengangkatan bukan pemilihan.
Kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara terjadi
perubahan yang mendasar, dimana setiap kebijakan presiden harus mendapat
persetujuan atau sepengetahuan DPR. Dengan kata lain, perumbahan keempat ini
“membatasi” kewenangan presiden yang sebelumnya “mutlak” menjadi kewenangan
dalam pengawasan rakyat melalui wakilnya, yaitu DPR.
Berdasarkan ketentuan – ketentuan yang terjadi pada perubahan terhadap UUD
1945 baik langsung ataupun tidak, memberikan pengaruh terhadap sistem
pemerintahan Indonesia secara luas.
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca
amandemen mempertegas deklarasi negara hukum, dari yang semula hanya ada di
dalam penjelasan, menjadi bagian dari batang tubuh Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Berkaitan dengan eksistensi prinsip negara hukum
tersebut, Pasal 1 Ayat (1) dan (3) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara
hukum.
Mempertegas prinsip negara hukum, maka prinsip negara hukum Indonesia yang
tertuang dalam amandemen UUD 1945 meliputi: Pertama, adanya perlindungan
terhadap hak – hak asasi manusia dan warganegara. Hal ini dapat kita lihat dengan
dimasukkannya ketentuan tentang HAM dalam bab tersendiri (Bab XA Pasal 28A
hingga Pasal 28 J Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
Kedua, adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka (Pasal 24 Ayat 1 UUD 1945).
Ketiga, adanya peradilan tata usaha atau peradilan administrasi negara (Pasal 24 Ayat
2 UUD 1945).
Memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai dengan tuntunan
reformasi di bidang hukum tersebut dilakukan dengan berbagai langkah, yaitu: (1)
mengadakan penataan ulang lembaga yudikatif; (2) peningkatan kualifikasi hakim;
dan (3) penataan ulang perundang – undangan yang berlaku.
Sementara terkait dengan keberadaan peradilan tata usaha negara (administrasi)
2
sebagai ciri khas negara hukum, Philipus M. Hadjon mengatakan: Pada hakikatnya
hukum administrasi merupaka instrumen Negara Hukum. Dikaitkan dengan konsep
ini, maka ukuran atau indikasi Negara Hukum adalah berfungsinya hukum
administrasi. Sebaliknya suatu Negara bukanlah Negara Hukum In Realita apabila
hukum administrasi tidak berlaku.
Implementasi ketegasan konsep negara hukum Indonesia, adalah sistem pemilihan
umum secara langsung oleh rakyat sehingga mereka bebas dalam menentukan sikap
dan pendapatnya, dalam pandangan Oemar Seno Adji, pemilihan umum yang bebas
3
adalah fundamental bagi negara hukum. Karena melalui pemilihan umum langsung,
akuntabilitas anggota parlemen semakin tinggi. Amandemen terhadap Undang –
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membuat beberapa perubahan
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam perspektif pembagian kekuasaan ,
prinsip kesederajatan , perimbangan kekuasaan tidak bersifat primer. Sehingga
amandemen terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 memberikan paradigma baru atas perwujudan nilai – nilai konstitusi untuk
kepentingan rakyat.

J. Kondisi Republik Indonesia dalam Menjalankan Sistem Ketatanegaraannya pada


Saat ini
Menurut Bapak Sulardi (Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah
Malang) arah pembangunan ini mulai tak terarah sejak GBHN hilang dari peredarannya
meskipun sudah terdapat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Visi
pembanguan nasional 2005-2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur.
Visi itulah yang hingga saat ini belum ditemukan wujudnya. Alih-alih terwujud,
keresahan dan ketidakpastian masa depan bangsa justru ada di depan mata dan bahkan
menjauh dari nilai-nilai Pancasila.
Sistem presidensial, yang berlaku sekarang, membawa konsekuansi bahwa presiden
dipilih oleh rakyat. Karena presiden dipilih oleh rakyat, dia bertanggung jawab kepada
rakyat dan konstitusi. Dengan demikian, konsekuensi ketatanegaraan berkaitan dengan
arah pembanguan nasional ditentukan oleh presiden dengan mewujudkan janji-janji yang
dia kampanyekan menjelang pemilihan presiden. Janji-janji itulah yang semestinya
diwujudkan dalam visi dan misi RPJPN, yang dapat diurai menjadi pembangunan jangka
pendek dan jangka panjang.
Hasrat untuk kembali menghadirkan GBHN yang disusun oleh MPR sebagai
pedoman pembangun nasional secara konstitusional telah tertutup. Bangsa ini sebaiknya
menghormati dan melaksanakan kesepakatan yang diwujudkan dari hasil perubahan UUD
1945. Kini presiden bukan lagi bawahan MPR dan MPR bukan lagi pemegang dan
pelaksana kedaulatan rakyat, sehingga tidak mungkinlah memaksa MPR menyusun
GBHN dan menyodorkan kepada presiden untuk melaksanakan. Inilah konsekuensi dari
perubahan.

Sistem Ketatanegaraan dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antar lembaga
negara dalam mengatur kehidupan bernegara. Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia
pada masa sebelum Amandemen UUD 1945 memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
dari system ketatanegaraan sebelum Amandemen ialah sistem ketatanegaraannya lebih
terarah dan pemerintah hanya fokus pada target yang telah ditentukan sebelumnya serta
Kekurangannya ialah tidak ada campur tangan rakyat dalam menentukan kebijakan sehingga
dalam pembuatan system ketatanegaraan hanya menguntungkan pihak-pihak yang berkuasa.
Sedangkan sesudah Amandemen UUD 1945 sistem ketatanegaraan Republik Indonesia
lebih mengutamakan aspirasi rakyat daripada pihak-pihak yang berkuasa. Namun di balik itu,
tidak terarahnya system ketatanegaraan tersebut karena terlalu banyak yang ditargetkan.
Pada intinya, sistem ketatanegaraan Republik Indonesia telah melalui alur waktu yang
panjang. Alur waktu yang lambat laun menyeret Republik Indonesia untuk melakukan
penyesuaian dan perubahan-perubahan baru dalam sistem ketatanegaraannya. Perubahan-
perubahan ini mempunyai landasan hukum yang jelas yang tertuang dalam Amandemen-
amandemen UUD 1945. Dalam setiap perubahan-perubahan, Negara Republik Indonesia
selalu berusaha menjadi lebih baik yang meskipun pada kenyataannya masih saja terdapat
kekurangan-kekurangan pada setiap perubahan tersebut.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses Amandemen terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 memberikan sebuah paradigma baru atas perwujudan nilai – nilai konstitusi
yang menyesuaikan kepentingan rakyat . Dimana secara tidak langsung mengubah tata
hukum dan sistem ketatanegaraan Indonesia secara substantif seperti dimana tertuang
dalam amanat konstitusi yaitu pada pasal 1 ayat (3) Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mempertegas keberadaan Negara Republik Indonesia
sebagai Negara Hukum yang menjalankan cita – cita reformasi yaitu melakukan
perubahan atas peraturan yang tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat . Seperti
yang tertuang dalam poin penting perubahan dalam setiap amandemen, seperti sebagai
berikut :

1. Amandemen pertama terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 yaitu : Pertama, mengurangi atau mengendalikan kekuasaan presiden;
Kedua, hak legislasi dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan presiden
berhak mengajukan Rancangan Undang – Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Amandemen kedua terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu : (1) pemerintahan daerah; (2) wilayah negara; (3) warganegara dan
penduduk; (4) hak asasi manusia; (5) pertahanan dan keamanan; (6) bendera , bahasa ,
lambang negara, dan lagu kebangsaaan; dan (7) lembaga Dewan Perwakilan Rakyat,
khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak, maupun tentang cara pengisiannya.
3. Amandemen ketiga terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu : (1) kedudukan dan kekuasaan MPR; (2) eksistensi negara hukum
Indonesia; (3) jabatan presiden dan wakil presiden termasuk mekanisme pemilihan;
(4) pembentukan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia; (5)
pengaturan tambahan bagi lembaga Dewan Pengawas Keuangan; dan (6) pemilihan
umum.
4. Amandemen keempat terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu : (1) keanggotaan MPR, (2) pemilihan presiden dan wakil presiden
tahap kedua, (3) kemungkinan presiden dan wakil presiden berhalangan tetap, (4)
tentang kewenangan presiden, (5) hal keuangan negara dan bank sentral, (6)
pendidikan dan kebudayaan, (7) perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, (8)
aturan tambahan dan aturan peralihan, dan (9) kedudukan penjelasan UUD 1945.

B. Saran
Ketika pemerintah dihadapkan pada suatu pilihan dalam menentukan kebijakan yang
begitu besar pengaruhnya pada negara ini diharapkan lebih fokus pada suatu target
sehingga pemerintah lebih mudah dalam implementasinya. Dan juga ketika pemerintah
memiliki ambisi yang begitu besar pada negara ini, hal itu sebenarnya wajar dan baik.
Akan tetapi jika semua itu tidak didukung oleh penerapan sistem ketatanegaraan yang
adil dan bijaksana, maka ambisi-ambisi itu hanyalah sekedar mimpi. Oleh karena itu,
kelompok kami begitu berharap kepada seluruh jajaran Pemerintah Negara Republik
Indonesia untuk menerapkan sistem ketatanegaraan yang berlaku dengan adil dan
bijaksana serta memusatkan tujuan pada suatu target yaitu Negara Republik Indonesia
menjadi lebih baik.
REFERENSI

https://id.wikipedia.org/wiki/Negara (Diakses pada tanggal 20 Mei 2020)


https://blogdenni.wordpress.com/unsur-unsur-terbentuknya-negara/ (Diakses pada tanggal 20
Mei 2020)
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8
&ved=0ahUKEwjKNC3fnOAhVGNI8KHbaVDrkQFghHMAc&url=http%3A%2F%2Frowla
nd_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F36623%2Fbab-10-konstitusi-
danketatanegaraanindonesia.pdf&usg=AFQjCNGOcGah2995rjR0TfwHKzijtZW4zg&sig2=2
odqUY3qCFU0nZbZ4MiSng (Diakses pada tanggal 20 Mei 2020)
http://blog-kumpulan-makalah.blogspot.com/2017/10/makalah-sistem-ketatanegaraan-
ri.html?m=1 (Diakses pada tanggal 20 Mei 2020)

Anda mungkin juga menyukai