Anda di halaman 1dari 43

Implikasi Perubahan Konstitusi Terhadap

Sistem Politik: Refleksi dan Tantangan


Masa Depan

Kelompok 2:

1. Ignatius Andrian - 19216067


2. Cornelia Maria A - 19016069
3. Ria Nurfahrohim - 19016118
4. Rafi Candra - 10215038
5. Catherina Tianingtyas Mustika - 15415031
6. Restu Wahyu Kartiko - 13516155

Institut Teknologi Bandung


Bandung
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1

KATA PENGANTAR 3

BAB I
PENDAHULUAN 4
Latar Belakang Masalah 4
Identifikasi dan Perumusan Masalah 5
Tujuan dan Manfaat 5
Sistematika Makalah 6

BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL 8

BAB III
PEMBAHASAN 14
RIS 14
Latar Belakang Perubahan Konstitusi 14
B. UUDS 1950 16
Latar Belakang Perubahan Konstitusi 16
UUD 1945 Orde Lama 18
Latar Belakang Perubahan Konstitusi 18
Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat 19
UUD 1945 Orde Baru 21
Latar Belakang Perubahan Konstitusi 21
Dampak Kepada Sistem Politik 21
Dampak Kepada Masyarakat 22
UUD 1945 Reformasi 22
Latar Belakang Perubahan Konstitusi 22
Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat 24
UUD 1945 Amandemen Pertama tahun 1999 25
Latar Belakang Perubahan Konstitusi 25
Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat 25
UUD 1945 Amandemen Kedua tahun 2000 26
Latar Belakang Perubahan Konstitusi 26
Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat 27
UUD 1945 Amandemen tahun 2001 27
Latar Belakang Perubahan Konstitusi 27

1
Dampak Kepada Sistem Politik 28
Dampak Kepada Masyarakat 30
UUD 1945 Amandemen tahun 2002 30
Latar Belakang Perubahan Konstitusi 30
Dampak Kepada Sistem Politik 31
Dampak Kepada Masyarakat 32
Tantangan Indonesia di Masa Depan 32
Ideology Penetration 32
Politik Internasional 33
Ekonomi Global 33

BAB IV
PENUTUP 33
Kesimpulan 33
Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Politik dan Tata Pemerintahan dengan judul
Implikasi Perubahan Konstitusi Terhadap Sistem Politik: Refleksi dan Tantangan Masa Depan
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru Bahasa
Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandung, 10 Februari 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kata konstitusi memiliki dua arti, yakni diartikan secara luas dan sempit. Secara luas, konstitusi
digunakan untuk menggambarkan keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara, kumpulan
aturan yang membentuk dan mengatur pemerintahan. Sedangkan secara sempit, konstitusi
merupakan kumpulan aturan penyelenggara negara yang dimuat dalam dokumen. Indonesia
memiliki konstitusi yakni Undang-undang Dasar 1945. UUD 1945 yang dijadikan sebagai
Konstitusi adalah dokumen formal yang merupakan hasil perjuangan politik bangsa di waktu
lampau.

Dari era orde baru hingga reformasi sampai sekarang, UUD 1945 sebagai konstitusi sudah
beberapa kali mengalami perubahan. Dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945,
maka terjadi reformasi ketatanegaraan Indonesia. Menurut Sri Sumantri mengubah UUD atau
konstitusi dapat berarti, mengubah sesuatu yang sudah diatur dalam UUD atau konstitusi
(membuat isi ketentuan UUD menjadi lain dari semula melalui penafsiran) ataupun dapat berarti
menambahkan sesuatu yang belum diatur dalam UUD atau konstitusi. Pada dasarnya, perubahan
konstitusi tidak dapat dihindari oleh negara. Hal ini pun disetujui oleh Prof. Dr. H. R. Sri
Soemantri Martosoewignjo, S.H., salah seorang pakar Hukum Tata Negara Indonesia yang
menyatakan bahwa perubahan Undang-Undang Dasar pada dasarnya merupakan suatu
keniscayaan.

Perubahan-perubahan tersebut dilakukan karena adanya penyesuaian dengan kebutuhan


masyarakat sekarang, beberapa isi dari konstitusi dianggap sudah tidak relevan dengan
kehidupan sekarang. Guna mempelajari implikasi dari perubahan konstitusi tersebut, maka
penulis ingin menyusun sebuah makalah untuk mengkaji lebih dalam lagi dampak perubahan
konstitusi di Indonesia kepada sistem politik yang ada di Indonesia, mulai dari perubahan
konstitusi yang pertama hingga perubahan konstitusi terakhir yakni pada tahun 2002 silam.

4
Selain itu, makalah ini juga akan membahas mengenai latar belakang setiap perubahan hingga
dampaknya kepada sosial masyarakat serta tantangan penerapannya jika ditarik ke masa depan.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah


Dalam perumusan makalah ini, berikut ditentukan identifikasi dan perumusan masalah yang
akan dibahas. Identifikasi masalah yang akan menjadi topik utama pembahasan dalam makalah
ini adalah mengenai ​“Implikasi Perubahan Konstitusi Terhadap Sistem Politik: Refleksi
dan Tantangan Masa Depan”​.
Dari topik utama pembahasan tersebut, penulis ingin menjabarkan ke dalam beberapa perumusan
masalah untuk lebih detail lagi, yakni mengenai:
1. Identifikasi Latar Belakang setiap Perubahan Konstitusi yang Terjadi
2. Analisis Dampak setiap Perubahan Konstitusi kepada Sistem Politik
3. Analisis Dampak setiap Perubahan Konstitusi kepada Masyarakat
4. Identifikasi Tantangan di Masa Depan Akibat setiap Perubahan Konstitusi

C. Tujuan dan Manfaat


Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya, maka tujuan dan manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:

I.Umum
Secara umum, makalah ini ingin memberikan gambaran dan pengetahuan kepada pembaca
mengenai perubahan amandemen yang pernah terjadi di Indonesia agar masyarakat memahami
peran dan fungsi sebuah konstitusi dalam mengatur sebuah negara sehingga masyarakat dapat
memiliki peran lebih terhadap sistem pemerintahan khususnya terhadap pengaturan dan
pelaksanaan konstitusi di Indonesia.

II.Khusus
Secara khusus, makalah ini menjelaskan mengenai dampak perubahan konstitusi terhadap sistem
politik hingga dampaknya kepada masyarakat. Sehingga pemerintah dapat menanggulangi atau

5
mencegah dampak-dampak buruk yang mungkin dapat terjadi di masa depan akibat adanya
perubahan konstitusi di Indonesia.

III.Teoritis
Secara teoritis hasil makalah ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu:
A. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pembaca mengenai kajian terhadap perubahan
konstitusi di Indonesia.
B. Memberikan sumbangan ilmiah dalam ilmu politik Indonesia
C. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan perubahan konstitusi di Indonesia

D. Sistematika Makalah
Makalah ini terbagi ke dalam empat bagian. Berikut adalah susunan sistematika makalah, yang
terdiri dari:

Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisi penjabaran latar belakang penulisan makalah ini, identifikasi dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat, serta sistematika makalah.

Bab 2 Kerangka Konseptual


Bab ini menjelaskan mengenai konsep dan pendekatan ataupun teori yang berkenaan dengan
Perubahan Konstitusi yang terjadi di Indonesia beserta kerangka pemikiran dalam penyusunan
makalah ini.

Bab 3 Pembahasan
Bab ini akan berisi konstruksi pemikiran mengenai perubahan konstitusi di Indonesia yang
dibagi kedalam beberapa pembahasan mulai dari Latar Belakang Perubahan Konstitusi, Dampak
Kepada Sistem Politik, Dampak Kepada Masyarakat, dan Tantangan di Masa Depan Akibat
Perubahan Konstitusi. Semua bagian tersebut akan dikaji untuk setiap perubahan konstitusi yang
pernah terjadi di Indonesia.

6
Bab 4 Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari topik makalah ini.

7
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL

1. Definisi Perubahan Konstitusi

Hampir setiap negara di dunia memiliki sebuah sistem yang dinamakan konstitusi.
Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa kumpulan
peraturan yang membentuk, mengatur/ memerintah dalam pemerintahan suatu negara (K.
C. Wheare, 1996). ahli lain, miriam budiarjo menyatakan bahwa Konstitusi adalah
keseluruhan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara
mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintah diselenggarakan dalam suatu
masyarakat. Berkaitan dengan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa tujuan dari sebuah
konstitusi adalah untuk
1. Membuat batasan kekuasaan bagi penguasa
2. Memberikan Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia
3. Memberikan Pedoman bagi penyelenggara Negara

Dari tujuan tersebut, dapat dirumuskan bahwa fungsi sebuah konstitusi adalah
1. Sebagai sumber hukum tertinggi.
2. Sebagai alat untuk membatasi kekuasaan penyelenggara negara.
3. Sebagai pelindung hak asasi manusia dan kebebasan rakyat di dalam suatu
negara.
4. Sebagai piagam lahirnya suatu negara.
5. Sebagai sarana untuk mengendalikan masyarakat.
6. Sebagai simbol persatuan rakyat suatu negara.
7. Sebagai rujukan identitas dan lambang negara.

8
Sebagai suatu entitas yang menjelma menjadi jiwa suatu negara, sebuah negara
harus memutuskan apakah konstitusinya akan bersifat luwes (fleksibel) atau Kaku
(Rigid). Meski merupakan buah pikiran suatu bangsa yang komprehensif, Konstitusi
terkadang memerlukan berbagai penyesuaian dengan masalah kekinian yang dihadapi
bangsa. Penyesuaian tersebut dapat dalam bentuk penggantian Konstitusi dan dalam
bentuk revisi yang lebih umum disebut sebagai amandemen.

2. Latar Belakang Perubahan Konstitusi : Umum


Konstitusi sebagai suatu sistem yang diterima dan diterapkan oleh suatu negara,
pada keadaan tertentu perlu dilakukan perubahan, perubahan dalam sebuah konstitusi
dapat dilakukan dengan mengganti konstitusi negara itu sendiri, maupun dengan koreksi
secara tekstual dengan dicantumkan pada dokumen konstitusi atau dalam bentuk
keterangan-keterangan tambahan untuk memperjelas maksud dari suatu ayat atau pasal
dalam Konstitusi. Beberapa negara seperti Indonesia dan Amerika adalah negara yang
pernah melakukan perubahan pada konstitusi mereka, jepang adalah salah satu negara
yang tidak pernah melakukan perubahan konstitusi. Adapun, hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan konstitusi suatu negara adalah sebagai berikut

a. Dirasakan adanya kekuasaan yang terlalu besar pada kelompok tertentu dalam
negara

Pengertian kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial


melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apapun dasar
kemampuan ini (Max Weber, 1992). dalam hal ini kita melihat adanya keegoisan dalam
suatu kelompok, akan tetapi walaupun keegoisan tersebut memiliki pertentangan, tetap
tidak mampu melawan dikarenakan adanya kekuasaan tersebut. Berdasar definisi diatas,
dapat dikatakan bahwa kekuasaan dalam praktiknya seringkali dijadikan alat untuk
memenuhi hasrat pemerintah untuk memperoleh keuntungan. Maka dari itu, jika
Konstitusi dinilai belum kuat melakukan pembatasan terhadap kekuasaan yang cenderung

9
diselewengkan tersebut, maka perlu dilakukan perubahan untuk mengantisipasi terjadinya
chaos dalam negara.

b. Dirasakan adanya ketidaksesuaian konstitusi dengan sistem nilai yang telah


lama ada dan diterima dalam masyarakat

Antony Giddens (1995) mengatakan bahwa nilai adalah suatu gagasan yang
dimiliki seseorang maupun kelompok mengenai apa yang layak, apa yang dikehendaki,
serta apa yang baik dan buruk. Konstitusi harusnya menjadi alat implementasi dari
persepsi baik dan buruk yang dianut oleh masyarakat suatu negara. Itulah yang
menyebabkan konstitusi yang ada di satu negara akan berbeda dengan negara lain. Dalam
konteks kenegaraan, terutama sebuah negara bangsa pembangunan negara dan konstitusi
adalah melalui penggabungan pikiran dari berbagai golongan yang terdapat dalam negara
tersebut. Perubahan konstitusi dapat terjadi saat dirasakan jika Konstitusi tidak sesuai
dengan nilai yang ada dan dianut dalam kehidupan berbangsa. Misalnya Adanya
keinginan untuk merubah bentuk negara karena keadaan yang baru dianggap lebih sesuai
dengan Jiwa Bangsa

c. Adanya kecurigaan dalam tubuh konstitusi sebagai alat untuk menguasai suatu
negara

Bukan rahasia lagi, taktik Neokolonialisme atau penjajahan gaya baru masif
diterapkan oleh negara-negara adidaya di dunia. Terutama pasca perang dunia kedua,
banyak negara bekas jajahan yang sudah merdeka masih merasakan adanya penetrasi
yang coba dilancarkan oleh negara lain. Misalnya melalui politik memecah belah bangsa,
atau melalui doktrin negara bagian untuk mengaburkan pandangan senasib
sepenanggungan sebagai bangsa. Sebuah negara perlu melakukan perubahan pada

10
konstitusi negaranya untuk mengantisipasi kemungkinan akan masuknya kekuatan asing
melalui penerapan Konstitusi lama yang diberlakukan.

d. Menyesuaikan dengan perkembangan dunia

Suatu metode atau sistem tertentu dalam pemerintahan suatu negara dirasa sudah tidak lagi
relevan dalam menghadapi persaingan dunia global. Oleh sebab itu perlu dilakukan perubahan
Konstitusi Baik dalam bidang Ekonomi, politik, maupun pertahanan. Salah satu negara yang
paling sering mengalami perubahan pada konstitusinya adalah Amerika Serikat. Pada beberapa
amandemen terhadap konstitusinya bersifat detail untuk mengatur posisi negara dalam
percaturan global.

e. Adanya keinginan penguasa untuk membuat hukum menguntungkan


golongan-nya.

Perubahan Konstitusi suatu negara tidak selalu bertujuan untuk membatasi


kekuasaan atau hal yang menguntungkan rakyat. Sebenarnya dalam praktiknya,
perubahan konstitusi yang terjadi dalam suatu negara dapat disebabkan oleh bermacam
hal yang bahkan bagi negara lain dianggap merupakan suatu pelanggaran. Misalnya, Xi
Jinping presiden China yang melakukan amandemen terhadap UUD di China dengan
tujuan untuk memberinya peluang berkuasa seumur hidup menjadi presiden china.

3. Dampak Perubahan Konstitusi terhadap Sistem Politik : Umum

Menurut Sri Sumantri Sistem Politik adalah pelembagaan dari hubungan antara
manusia yang dilembagakan dalam bermacam macam badan politik, baik suprastruktur
politik dan infrastruktur politik. Suprastruktur politik adalah lembaga lembaga negara
yang bersangkutan, yang pada umumnya berupa lembaga legislatif dengan kekuasaan

11
legislatif (the legislature with legislative power), lembaga eksekutif dengan kekuasaan
eksekutif (the executive with the executive power) serta lembaga yudisial dengan
kekuasaan yudikatif (judiciary with judicial powers). Infrastruktur politik adalah suatu
negara pada umumnya memiliki 5 komponen yaitu partai politik, kelompok, kepentingan
(interest group), kelompok penekan (pressure group), alat komunikasi politik (media of
political communication), dan tokoh politik (political figure).

Konstitusi sebagai aturan tertinggi sekaligus arah bangsa akan berdampak pada
sistem politik yang ada di suatu negara. Beberapa negara akibat konstitusinya yang tidak
ingin terjadi kegaduhan informasi di masyarakat, menetapkan media sebagai alat untuk
menyukseskan program dan rencana pemerintah, bukan sebagai alat kontrol. Dalam
konteks keindonesiaan, perubahan konstitusi lebih banyak ditujukan untuk merubah
sistem politik yang ada di Indonesia. Hal ini karena pada tahap awal pendiriannya,
Seringkali ditemukan permasalahan yang berkaitan dengan politik yang dapat
mengancam kelanjutan negara. Beberapa negara seperti turki misalnya melakukan
amandemen melalui referendum untuk melimpahkan kekuasaan eksekutif kepada
presiden, dan menghapuskan jabatan perdana menteri, merupakan salah satu bentuk
perubahan politik yang terjadi akibat amandemen konstitusi. sebenarnya antara
Perubahan konstitusi dan sistem politik memiliki hubungan timbal balik, perubahan
konstitusi adalah akibat persoalan politik, juga sistem yang baru tersebut akan merubah
sistem politik.

4. Dampak Perubahan Konstitusi kepada Masyarakat : Umum


Pengertian Masyarakat Menurut Definisi Para Ahli| Secara umum, Pengertian
masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang hidup bersama. Istilah masyarakat
berasal dari bahasa Arab dengan kata "syaraka". Syaraka, yang artinya ikut serta
(berpartisipasi). Sedangkan dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut dengan "society"
yang pengertiannya adalah interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan.

12
Menurut M. J. Herkovits, pengertian masyarakat adalah kelompok individu yang
diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.

Salah satu variabel yang harus terkandung dalam konstitusi adalah keterjaminan
hak-hak warga negara yang salah satunya adalah dalam bentuk Hak Asasi Manusia.
Konstitusi sebagai sebuah sistem yang harus dipatuhi oleh segenap bangsa, baik
pemerintah maupun masyarakat tentunya akan membawa pengaruh bagi kehidupan
bermasyarakat. Konstitusi tertentu karena tidak sesuai dengan nilai bangsa dapat
menimbulkan konflik sosial dalam masyarakat. Konflik sosial tersebutlah yang akhirnya
diatasi melalui perubahan konstitusi agar lebih sesuai dengan nilai berbangsa yang dianut
oleh masyarakat suatu negara.

5. Tantangan di Masa depan akibat perubahan konstitusi : Umum


Hampir setiap negara di dunia pernah melakukan perubahan pada konstitusi
negaranya. Perubahan tersebut dilakukan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang
muncul atau untuk menjawab tantangan yang ada di masa depan. Manusia sebagai
perumus kebijakan tentu saja tidak maha sempurna dalam membuat konstitusi. Perubahan
dari luar atau dalam akan membawa pengaruh tuntutan terhadap perubahan konstitusi.
namun, meski perubahan demi perubahan telah dilakukan oleh berbagai negara,
kompleksitas persoalan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuntut senantiasa
dilakukan perbaikan berkelanjutan.

Tantangan-tantangan yang mungkin akan hadir tersebut dapat datang dari luar dan
dalam negara. Misalnya adanya penghapusan kewajiban beragama yang di masa depan
akan menjadi suatu hal yang lumrah berkembang di berbagai negara, juga munculnya
kasus-kasus Hak Asasi manusia baru yang membutuhkan penyesuaian negara dalam
menanggapinya. Tantangan-tantangan yang muncul tersebut dapat juga dalam bentuk
sistem perpolitikan yang harus menyesuaikan untuk memperoleh kejayaan dalam
peperangan ekonomi maupun kedaulatan dengan negara lain di dunia.

13
BAB III
PEMBAHASAN

RIS

Latar Belakang Perubahan Konstitusi


Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Belanda telah berusaha untuk
mengurangi pengaruh dan keterlibatannya dengan Indonesia, dilain sisi hal tersebut mereka
lakukan sebagai salah satu strategi politik ​devide et impera ​yaitu politik pecah belah atau
adu domba, sebuah kombinasi politik, militer, dan ekonomi untuk dapat tetap berkuasa
dengan memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih lemah.
Berkurangnya keterlibatan Belanda dengan Indonesia mereka persiapkan untuk membentuk
negara federal dan Uni Indonesia-Belanda. Belanda berhasil mendirikan Negara Indonesia
Timur (1946), Negara Sumatera Timur (1947), Negara Pasundan (1948), Negara Sumatera
Selatan (1948), Negara Jawa Timur (1948), Negara Madura (1948) dan daerah-daerah
bagian lainnya (Basuki, 2012).

Adanya hal tersebut membuat terjadinya pertikaian fisik maupun diplomasi yang panjang
antara Indonesia dengan Belanda. Terdapat beberapa perundingan yang dilakukan oleh
Indonesia-Belanda pada saat itu, yang pertama adalah Perundingan Linggarjati tanggal 25
Maret 1947, pada perundingan tersebut disepakati; 1. Bahwa Belanda mengakui secara ​de
​ ilayah Jawa, Sumatera, Indonesia sebagai wilayah Republik Indonesia, 2. Pada 1
facto w
Januari 1949 Belanda wajib meninggalkan wilayah Republik Indonesia, 3. Pembentukan
Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri atas wilayah Indonesia, Kalimantan,
dan Timur Besar sebelum tanggal 1 Januari 1949, 4. Indonesia harus tergabung dalam
Commonwealth atau Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai
kepalanya. Namun pada tanggal 20 Juli 1947, Belanda melalui satu sisi menyatakan bahwa
mereka tidak lagi terikat dengan perjanjian tersebut yang diikuti dengan Agresi Militer
Belanda I pada keesokan harinya (21 Juli 1949) mereka membawa tentara Belanda untuk

14
melakukan penyerangan ke wilayah Indonesia. Kemudian melihat aksi tersebut, akhirnya
PBB sebagai mediator membuat Komisi Tiga Negara yang terdiri dari Belgia, Australia, dan
Amerika Serikat, setelah itu dibuatlah Perjanjian Renville (17 Januari 1948), namun dalam
isi perundingan tersebut Indonesia merasa sangat dirugikan karena wilayah yang diakui oleh
Belanda menjadi Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera, dimana wilayah kekuasaan RI
semakin kecil, adanya blokade ekonomi oleh Belanda, dibentuknya negara boneka oleh
Belanda yang bertujuan memecah belah Indonesia. Pada 19 Desember 1949, Belanda
melakukan penyerangan kembali yang disebut Agresi Militer Belanda II, mereka menyerang
Ibu Kota Yogyakarta dan menangkap beberapa tokoh penting Indonesia, melihat hal tersebut
akhirnya muncullah UNCI (United Nations Comission for Indonesia) sebagai penengah
yang diketuai oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat. Akhirnya dibentuk perjanjian Roem
Royen (7 Mei 1949) sebagai jalan menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 23
Agustus - 2 November 1949 ​(Zakky, 2018). ​yang menghasilkan 3 persetujuan pokok, yaitu:
1. Berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat.
2. Penyerahan kedaulatan (pemulihan) kepada Republik Indonesia Serikat.
3. Berdirinya Uni Republik Indonesia Serikat – Kerajaan Belanda.

Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat


Berubahnya konstitusi Indonesia dari UUD 1945 menjadi konstitusi Republik
Indonesia Serikat (RIS) memberikan dampak politik bagi Indonesia diantaranya
adalah masih adanya campur tangan Belanda pada saat itu dilihat dari hasil
Konferensi Meja Bundar (KMB) yang salah satunya merupakan sebuah pengakuan
kedaulatan Negara Indonesia dari Pemerintah Kerajaan Belanda, serta keinginan
Belanda yaitu membuat Indonesia menjadi negara yang lemah karena terpecah belah
dan tidak bersatu, melainkan hanya gabungan-gabungan negara kecil dalam Negara
Federal.

Bentuk negara yang dianut oleh Indonesia saat itu merupakan Negara Federal yang
terdapat pada Mukadimah Konstitusi RIS Alinea III yang dalam Pasal 1 ayat 1,
sedangkan sistem pemerintahan yang dianut merupakan Sistem Parlementer yang
terdapat pada pasal 1 ayat 1 yaitu negara dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama
DPR dan senat, pada pasal 118 dinyatakan bahwa penyelenggara pemerintahan,
presiden tidak dapat diganggu gugat, tanggung jawab pemerintah berapa pada
menteri. Sehingga konstitusi RIS saat itu menganut sistem pertanggungjawaban

15
menteri, sedangkan Presiden tidak bertanggung jawab atas pemerintahan, walaupun
seharusnya pada Konstitusi RIS alat perlengkapan negara adalah Presiden,
Menteri-menteri, Senat, DPR, MA dan Dewan Pengawas Keuangan. DPR pada saat
itu tidak dipilih melalui pemilihan umum (pemilu), namun ditunjuk atas dasar
ketentuan Pasal 122 Konstitusi RIS. Meskipun RIS dibuat hanya untuk sementara
namun Batang Tubuh Konstitusi RIS tersusun secara baik dan sistematis tanpa
adanya prasangka latar belakang muatan politis Belanda. Dibuatnya Bab Lampiran
secara rinci, sehingga tidak terjadi tumpang tindih menteri (Basuki, 2012).

Sedangkan pada masyarakat banyak terjadi konflik sosial pada saat itu, Indonesia
yang terbagi menjadi beberapa bagian menyebabkan Pembangunan Nasional yang
tidak merata dan menyebabkan kekacauan, serta kecemburuan sosial pada
masyarakat, maka terdapat banyak pemberontakan yang akhirnya melatarbelakangi
perubahan negara serikat untuk kembali menjadi negara kesatuan dengan konstitusi
Undang-Undang Dasar Sementara.

Selain itu, masyarakat juga beranggapan bahwa RIS hanyalah sebuat alat
pengawasan Belanda untuk menghalangi kemerdekaan Indonesia, maka
mempertahankan system tersebut bagi rakyat Indonesia sama saja dengan menerima
warisan penjajahan. Maka dari itu, munculah semangat rakyat untuk menjadikan
Indonesia kembali menjadi negara kesatuan. Munculnya Program Kabinet
Dr.A.Halim, Perdana Menteri Negara RI (Kedaulatan Rakyat, 21 Januari 1950),
penarikan kekuasaan polisi dan militer Belanda dari negara-negara bagian dan
dibebaskannya ribuan tahanan politik yang mendukung negara kesatuan membuat
masyarakat ikut membuat gerakan untuk dibubarkannya negara bagian dan bersatu
kembali kepada RI, salah satu negara bagian yang mempelopori pergerakan tersebut
adalah Pasundan karena pemerintahnya yang merasa kurang mampu memelihara
keamanan dan ketertiban wilayahnya (Rinardi, 2012).

UUDS 1950

Latar Belakang Perubahan Konstitusi


Adanya ketidakcocokan Ketatanegaraan Indonesia sebagai negara bagian dengan
jiwa masyarakat Indonesia membuat masyarakat Indonesia pada saat itu
memperjuangkan Indonesia agar dapat kembali menjadi negara kesatuan. Konstitusi
RIS saat itu bertahan tidak lebih dari satu tahun, hal ini karena masyarakat merasa

16
RIS tidak sesuai dengan jati diri bangsa yang telah mereka tanam sejak proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia, pada akhirnya mereka mendesak untuk dapat
mengembalikan Indonesia menjadi negara kesatuan, negara-negara bagian kembali
bersatu kepada Republik Indonesia, setelah itu dibuatlah UUDS 1950 sebagai tanda
bahwa Indonesia telah kembali menjadi negara kesatuan seperti apa yang
masyarakat inginkan. Selain tidak sesuai dengan jati diri bangsa, pada saat itu terjadi
berbagai macam konflik, salah satunya adalah Pembangunan yang tidak merata
diantara negara-negara bagian RIS, pembagian wilayah Indonesia menjadi
negara-negara bagian membuat adanya kesenjangan pembangunan antara satu
negara bagian dengan negara bagian lainnya, sehingga timbul perbedaan kemajuan
yang diikuti dengan kecemburuan masyarakat. Kesenjangan pembangunan dan
kecemburuan masyarakat juga akhirnya menyebabkan konflik sosial, membuat
rakyat pada saat itu melakukan banyak pemberontakan, mereka berkeinginan untuk
kembali menyatukan Republik Indonesia agar dapat tercapainya tujuan
pembangunan nasional dimana kekayaan sumber daya alam dan manusia yang
dimiliki oleh Indonesia dapat dijaga keharmonisannya dan dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya.

Selain itu keinginan masyarakat untuk kembali kepada negara kesatuan


merupakan cara bagi mereka untuk melepas pengaruh Indonesia dari Belanda,
karena selama Konstitusi RIS berdiri, masyarakat mencurigai RIS sebagai
kepentingan politik Belanda untuk dapat menguasai Indonesia dan adanya kesadaran
rakyat Indonesia pada saat itu bahwa Belanda meremehkan arti perjuangan
Indonesia (Basuki, 2012).
Sehingga maksud dari mengembalikan Indonesia menjadi negara kesatuan adalah
agar Indonesia dapat dengan bebas menentukan arah negaranya sesuai dengan
cita-cita dan jati diri bangsa Indonesia sejak awal, serta membangun konstitusi yang
lebih baik demi kesejahteraan rakyatnya (Utami, 2018).

Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat

Perubahan konstitusi menjadi UUDS 1950 tentu memberikan perubahan pula kepada
politik Indonesia saat itu, dampak yang dapat dirasakan antara lain adalah sistem
pemerintahan yang digunakan pada UUDS 1950 merupakan sistem parlementer
dimana tugas eksekutif menjadi tanggung jawab menteri secara bersama maupun
sendiri kepada DPR, kepala negara tidak dapat diganggu gugat, kemudian Presiden
berhak membubarkan DPR jika dianggap tidak representatif (Santoso, 2013),
meskipun pada Konstitusi RIS Indonesia juga menggunakan sistem parlementer,

17
namun saat itu sistem tersebut belum digunakan secara efektif, dapat dilihat dari
adanya DPR yang tidak dipilih melalui pemilu melainkan ditunjuk langsung
berdasarkan ketentuan Pasal 122 Konstitusi RIS. Maka pada tahun 1955
diselenggarakanlah pemilu yang bersifat demokratis untuk menentukan Konstituante
dan DPR yang akan bertugas untuk menentukan UUD 1945 pengganti UUDS 1950
yang bersifat sementara (Basuki, 2012).

Pada UUDS 1950 terjadilah beberapa permasalahan politik, diantaranya merupakan


kesulitan dalam menentukan serta menetapkan UUD 1945 yang baru karena
banyaknya perbedaan pendapat pada demokrasi liberal yang diikuti banyak partai
(Basuki, 2012) dan juga terjadinya pergantian kabinet selama tujuh kali dalam kurun
waktu kurang dari Sembilan tahun, maka pemerintahan dengan sistem Parlementer
saat itu dianggap tidak stabil.

Kemudian perubahan konstitusi tentunya juga memberikan dampak baik secara


langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat, setelah menetapkan UUDS
1945 masyarakat merasa bahwa mereka telah bersih tegas untuk menentukan arah
negaranya tanpa ada campur tangan asing khususnya Belanda, sehingga keadaan
saat itu menjadi lebih tenang karena tidak adanya pertikaian masyarakat terhadap
Belanda. Namun pada saat itu timbul pula kesadaran masyarakat bahwa sistem
Demokrasi Liberal tidak begitu cocok untuk diimplementasikan di Indonesia karena
tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan juga UUD 1945. Pada saat itu kabinet silih
berganti yang membuat Pembangunan Nasional tidak dapat berjalan dengan lancar,
masing-masing partai juga lebih mementingkan golongannya (Mutia, 2013).

UUD 1945 Orde Lama

Latar Belakang Perubahan Konstitusi


Pada dasarnya seperti namanya konstitusi UUDS 1950 bersifat sementara yang
dibuat karena adanya perubahan ketatanegaraan dari negara serikat menjadi negara
kesatuan, pada pasal 134 dikatakan bahwa UUDS 1950 bersifat sementara dan
selanjutnya Konstituante bersama-sama pemerintah diharuskan menyusun
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia untuk menggantikan UUDS secepatnya.

18
Maka dari itu pembentukan kembali konstitusi dari UUDS 1950 menjadi UUD 1945
Orde Lama merupakan suatu keharusan, ditambah lagi dengan berbagai persoalan
yang dirasakan pada masa UUDS 1950 dan sistem parlementer pada saat itu. Namun
setelah dipilihnya DPR yang akan menduduki Konstituante sebagai pembentuk
Undang-Undang Dasar pengganti UUDS 1950 terjadi berbagai permasalahan yang
membuat UUD tidak berhasil disusun dengan baik dalam kurun waktu sekitar tiga
tahun, diawali pada tahun 1956 hingga 1959, hal ini karena sulitnya mencapai
kesepakatan antar dewan pembentuk undang-undang, demokrasi liberal membuat
Indonesia memiliki banyak partai saat itu, dan di dalam partai tersebut mereka hanya
mementingkan golongannya masing-masing.

Melihat tidak adanya kemajuan, serta ancaman berbahaya bagi bangsa Indonesia jika
keadaan tersebut tidak segera ditindaklanjuti, maka Ir. Soekarno memutuskan untuk
mencari jalan keluar dengan membentuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi:

1. Memutuskan pembubaran Konstituante.

2. Memberlakukan kembali UUD 1945 terhitung pada ditetapkannya Dekrit


Presiden, serta dibubarkannya UUDS 1950.

3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Maka sejak saat itu UUD 1945 berlaku kembali sebagai hukum tertinggi dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikenal sebagai UUD 1945 Orde Lama.

Dampak Kepada Sistem Politik​ dan Masyarakat


Perubahan UUDS 1950 kembali menjadi UUD 1945 memberikan dampak kepada
sistem politik diantaranya adalah berubahnya sistem ketatanegaraan, Presiden pada
saat diberlakukannya kembali UUD 1945 tidak hanya sebagai kepala negara, namun
juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan, dibantu oleh para menteri yang
bertanggung jawab kepada Presiden, atau dengan kata lain sistem parlementer

19
sebelumnya diganti dengan sistem presidensial yang dianggap lebih cocok dengan
jati diri Pancasila dan UUD 1945 (Santoso, 2013). Pada saat itu Presiden sangat
mendominasi ketatanegaraan serta terbatasnya partai politik di Indonesia (Sartono,
2009). Sistem Demokrasi yang berujung pada penyimpangan, diantaranya adalah
penetapan DPRGR oleh pemerintah dan GBHN oleh DPA bukan oleh MPRS,
kemudian pengangkatan Presiden seumur hidup yaitu Soekarno sebagai Pemimpin
Besar Revolusi, adanya indoktrinasi Manipol (Manifesto Politik), USDEK (UUD
1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin,
Kepribadian Indonesia) dengan mengembangkan ideologi NASAKOM
(Nasionalisme, Agama, Komunis) (Basuki, 2012). Kemudian, pada kenyataannya
UUD 1945 tidak diberlakukan sepenuhnya hingga tahun 1966, lembaga-lembaga
negara tidak dibentuk secara konstitusional yang akhirnya menimbulkan gerakan
Gerakan 30 September 1966 oleh PKI (G30SPKI) sebagai gerakan yang
mempelopori anti Pancasila yang terjadi pada pemerintah Soekarno (Santoso, 2013).

Pada masyarakat juga terjadi tindakan diskriminasi pemerintah terhadap orang China
yang disebut dengan sistem Benteng, hal ini dimaksudkan Presiden Soekarno agar
para importir nasional dapat bersaing dengan importir asing (Wijayanti, 2015).
Monopoli kekuasaan Presiden saat itu membuat terbatasnya masyarakat dalam
memberikan pendapat serta timbulnya doktrin anti Pancasila yang dipelopori oleh
PKI.

20
UUD 1945 Orde Baru

Latar Belakang Perubahan Konstitusi


Lahirnya orde baru dilatarbelakangi oleh runtuhnya orde lama, yakni saat
Soekarno digantikan oleh Soeharto. Sejak tahun 1950, Indonesia telah mengalami
krisis ekonomi. Komposisi pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang diisi oleh
ketiga elemen yakni nasionalisme, agama, dan komunisme (NASAKOM)
memperparah krisis tersebut karena pada praktiknya, ketiga elemen tersebut
bersaing secara sengit. Hal ini menyebabkan dikeluarkannya Supersemar (Surat
Perintah Sebelas Maret) oleh Soekarno yang memberikan mandat kepada
Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk melakukan kegiatan
pengamanan dan mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan
dan ketertiban Indonesia. Orde Baru hadir dengan tekad untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 dengan konsekuen dan melakukan koreksi atas
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di Orde Lama. Pada Sidang Umum
MPRS tanggal 27 Maret 1968, diputuskan bahwa Jenderal Soeharto menjadi
presiden kedua Indonesia, menggantikan Ir. Soekarno, yang memberikan pidato
pertanggungjawaban “Nawaksara” yang ditolak oleh MPRS.

Dampak Kepada Sistem Politik


Dalam Orde Baru, banyak kemajuan terjadi bagi Indonesia. Dalam bidang
ekonomi, pemerintah Orde Baru mencanangkan Trilogi Pembangunan. Trilogi
Pembangunan merupakan wacana pembangunan nasional yang dibuat oleh
pemerintah Orde Baru sebagai landasan penentuan kebijakan politik, ekonomi,
dan sosial dalam melaksanakan pembangunan negara. Isi dari Trilogi
Pembangunan adalah :
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis

21
Akibat dari Trilogi Pembangunan ini adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang dapat ditingkatkan dan dipertahankan rata-rata 72% per tahun. Dalam
kebijakan ekonomi, Orde Baru mengeluarkan Repelita (Rencana Pembangunan
Lima Tahun). Repelita dimulai sejak tahun 1969 hingga 1994. Salah satu
keberhasilan dari Repelita adalah Indonesia mampu melakukan swasembada padi.

Dalam Orde Baru, Indonesia juga memperbaiki hubungan luar negerinya. Jika
sebelumnya pada Orde Lama politik luar negeri Indonesia berhaluan dengan
negara-negara “sebelah kiri” atau negara-negara komunis, maka pada Orde Baru
pemerintah berusaha untuk memperbaiki hubungan Indonesia dengan negara
lainnya dan mengimplementasikan politik bebas dan aktif secara konsekuen.
Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, Singapura, dan Inggris diakhiri karena
dianggap tidak sesuai dengan dasar politik yang bebas dan aktif. Berakhirnya
politik konfrontasi juga berarti berakhirnya poros Jakarta-Phnom
Penh-Hanoi-Peking-Pyongyang. Indonesia juga menjadi penggagas berdirinya
ASEAN, yang merupakan hasil pertemuan pada 8 Agustus 1967 yang
menghasilkan ​Bangkok Declaration. I​ ndonesia juga kembali menjadi anggota
PBB pada tanggal 28 September 1966.

Pemerintah Orde Baru juga menyederhanakan dan menggabungkan partai-partai


politik. Penggabungan partai politik tidak dilakukan berdasarkan kesamaan
ideologi, namun berdasarkan persamaan program. Penggabungan partai politik
dilakukan dalam upaya menciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tiga kekuatan politik tersebut adalah :
- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU,
Parmusi, PSII, dan PERTI
- Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI,
Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo
- Golongan Karya
Selama Orde Baru berlangsung, diadakan pemilu sebanyak 6 kali, yaitu pada
tahun 1971, 1977, 1985, 1987, 1992, dan 1997.

Sayangnya, dalam perjalanannya Orde Baru berubah menjadi suatu kekuasaan


yang otoriter. Kejadian seperti Orde Lama, dimana kekuasaan presiden sangat
dominan dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan pemerintah kembali
terulang. Terjadi pula depolitisasi Indonesia, dimana para menteri tidak diizinkan
untuk membuat kebijakan sendiri namun harus mengimplementasikan kebijakan
yang diformulasikan oleh presiden.

22
Hal yang paling menonjol dari Orde Baru adalah kebebasan pers dan berpendapat
masyarakat yang sangat dibelenggu. Masyarakat tidak dapat mengkritik
pemerintahan Orde Baru, karena setiap kritik yang dilontarkan dapat berakibat
dibui ataupun terkenal dengan istilah “Petrus” atau penembak misterius, serta
banyak koran dan majalah yang “dibredel”. Kekuasaan tanpa kontrol yang terjadi
pada Orde Baru juga menimbulkan banyak penyelewengan di berbagai aspek
kehidupan bernegara. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merajalela, serta
terjadi ketidakmerataan hasil pembangunan di Indonesia, terutama di Aceh dan
Papua dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah,
sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat.

UUD 1945 Reformasi

Latar Belakang Perubahan Konstitusi


Pada periode pra amandemen yang terjadi pada saat runtuhnya rezim Soeharto,
terjadi gejolak yang disebut periode pra-amandemen. Periode pra-amandemen
yang disebut juga oleh Bonime-Blanc, seorang penulis buku mengenai politik,
memiliki beberapa kondisi. Pertama-tama harus terjadi pemilu legislatif yang
didahului reformasi pemilu. Kedua terjadinya situasi pembebasan hak asasi dalam
ranah sosial-politik. Ketiga terjadinya pembatasan atas praktik-praktik otoriter.

Ketiga landasan ini menyebabkan kekuatan demokratis kembali bangkit dari masa
otoriter pada rezim Soeharto. Ketiga kondisi ini terpenuhi pada masa
kepemimpinan Habibie.

Pada masa kepemimpinan Habibie yang ramai akan tekanan publik, Habibie
membuat beberapa kebijakan populer yaitu: mendorong MPR agar terjadi
penentuan jadwal pemilu 1999, mendukung reformasi pemilu 1999,
membebaskan para tahanan politik dan melaksanakan pemilu 1999.

23
Sidang Istimewa MPR yang didorong oleh Habibie menghasilkan dua belas Tap.
Tiga diantara dua belas Tap tersebut menjadi dasar reformasi konstitusi:
1. Tap MPR No. VIII tahun 1998 tentang pencabutan Tap MPR No. IV tahun
1983 tentang Referendum
2. Tap MPR No. XIII tahun 1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden
dan Wakil Presiden.
3. Tap MPR No. XVII tahun 1998 tentang Hak-Hak Asasi Manusia.
Dengan dicabutnya Tap MPR tahun 1983 tentang Referendum, maka UU No. 5
tahun 1995 tentang Referendum ikut gugur. Kebijakan Orde Baru yang
menyebabkan tercegahnya amandemen UUD 1945 resmi terhapus.

Tap MPR No. XIII tahun 1998 mengubah interpretasi Pasal 7 UUD 1945 yang
mengatur masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 1 Tap MPR ini
berbunyi: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun,
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dengan jabatan yang sama, hanya untuk
satu kali masa jabatan.” Aturan ini ditimbulkan untuk mencegah terjadinya masa
kepemimpinan seperti pada rezim Soeharto yang terpilih berulang kali hingga 6
kali. Kemudian aturan ini juga diadopsi sebagai Perubahan Pertama Pasal 7 UUD
1945.

Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat


Proses persiapan pemilu menyebabkan terbitnya undang-undang baru yang
mengatur Pemilu, Partai Politik, dan Susunan dan Kedudukan DPR, MPR, dan
DPRD. Undang-undang partai politik yang baru memberlakukan sistem
multi-partai, berlawanan dengan periode Soeharto yang hanya memiliki satu
partai yang menimbulkan sifat otoriter. Pasca-Soeharto, 141 partai politik lahir
dan 48 diantaranya dianggap sah untuk mengikuti Pemilu 1999 (Indrayana, 2007,
172).

24
Berbeda dengan kondisi pada saat rezim Soeharto yang memiliki sistem sensor
yang ketat, yang membatasi kebebasan pers, pada periode kepemimpinan Habibie
hal tersebut berubah. Kebijakan ini menyebabkan lahirnya ratusan penerbitan baru
dan era baru dalam kebebasan pers.

Masyarakat juga mengalami perubahan-perubahan yang dirasakan dalam


memiliki kebebasan saat berdiskusi mengenai isu-isu politik dan kritis seperti
pentingnya melakukan reformasi terhadap UUD 1945.

Selain itu tahanan-tahanan politik yang ditahan pada rezim Soeharto pun
dilepaskan setelah mengalami sampai dengan 25 tahun penjara.

Kondisi seperti ini dapat terjadi karena tidak puasnya masyarakat terhadap
kepemimpinan seorang Presiden. Dimana Presiden tersebut terpilih secara
berulang-ulang. Disaat banyak yang ingin menyuarakan demokrasi yang lebih
jujur untuk diadakan, orang-orang berani tersebut malah hilang tanpa jejak.
Sangat mencurigakan: karena orang yang hilang memiliki beberapa kriteria yang
sama yaitu: melawan pemerintahan zaman itu secara tidak langsung.

Beberapa hal juga dapat menjadi perhatian. Masyarakat bergerak secara


bersamaan, mahasiswa di berbagai kota serta masyarakat umum menggerakan
kerusuhan yang berbau rasial. Sampai saat ini masih menjadi perdebatan
mengenai siapakah yang mendalangi kerusuhan 1998 tersebut. Namun dapat
dipastikan kejenuhan elemen-elemen masyarakat terhadap kepemimpinan pada
zaman itu yang menyebabkan kerusuhan tersebut terjadi, hingga turunnya
Soeharto.

25
UUD 1945 Amandemen Pertama tahun 1999

Latar Belakang Perubahan Konstitusi


Amandemen pertama pada tahun 1999 dilakukan atas dasar keinginan banyak
kubu untuk memberikan pergeseran terhadap kekuasaan Presiden yang dipandang
terlalu kuat atau yang bisa disebut sebagai ​executive heavy.​

Yudhoyono waktu itu berpendapat bahwa amandemen sebaiknya tidak dilakukan


karena situasi saat itu sedang krisis dan dapat malah menambah banyak masalah.
Namun pernyataan Yudhoyono saat itu ditentang dengan pernyataan bahwa justru
situasi krisis seperti itu adalah ​golden moment.​ Contohnya adalah Thailand yang
melakukan perubahan konstitusi pada saat terjadinya krisis ekonomi. Masih
banyak lagi negara menurut Jon Elster yang melakukan penulisan konstitusi di
situasi krisis (Indrayana, 2007, 179)

Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat


Proses pelengseran Soeharto yang didukung oleh para pemimpin pelengseran dan
para mahasiswa waktu itu menyebabkan animo yang berkobar menciptakan
lahirnya banyak partai politik. Undang-undang partai politik yang baru
memberlakukan sistem multi-partai, berlawanan dengan periode Soeharto yang
hanya memiliki satu partai yang menimbulkan sifat otoriter. Pasca-Soeharto, 141
partai politik lahir dan 48 diantaranya dianggap sah untuk mengikuti Pemilu 1999
(Indrayana, 2007, 172).

Pada kondisi krisis dimana gejolak terjadi di berbagai kalangan masyarakat,


Yusuf Muhammad (Partai Kebangkitan Bangsa) mendukung pernyataan Hamdan
Zoelva (Ahli Hukum): “Kita membutuhkan masukan-masukan dari masyarakat.
Hal ini sangat diperlukan untuk memperlihatkan akuntabilitas kita sebagai sebuah

26
lembaga yang konsen terhadap aspirasi-aspirasi rakyat. Tetapi, kita memiliki
keterbatasan waktu. Oleh karena itu, jika dilakukan ​public hearing,​ itu tidak harus
berupa pertemuan tatap muka.”

Waktu yang dimiliki oleh MPR untuk mengamandemen hanya 12 hari sebelum
terjadinya pelantikan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sehingga
pertemuan tatap muka yang inklusif seperti yang seharusnya dilakukan tidak
dapat tercapai. Bentuk komunikasi tidak tatap muka, namun tetap dukungan dan
suara-suara disuarakan oleh para mahasiswa terkait amandemen UUD 1945.
Sidang-sidang MPR pada saat itu disiarkan langsung melalui radio-radio dan
televisi, salah satunya TVRI.

Kejadian seperti ini mencerminkan bahwa ada kemungkinan-kemungkinan


hukum yang sangat sakral di Indonesia dapat diamandemen dengan mudahnya.
Hanya membutuhkan waktu yang sebentar dan tidak dilakukan dengan
pertemuan-pertemuan tatap muka yang diharapkan dapat menjadi dorongan baik
bagi perancangan amandemen yang bersifat radikal atau mendasar.

UUD 1945 Amandemen Kedua tahun 2000

Latar Belakang Perubahan Konstitusi


Keinginan untuk menata ulang kedudukan lembaga-lembaga negara, agar
terciptanya ​check and balances terasa begitu kuatnya. Demikian pula keinginan
untuk memperjuangkan tegaknya hukum dan pengakuan serta perlindungan
terhadap hak asasi manusia. Keinginan untuk memberikan perhatian yang lebih
besar kepada daerah-daerah juga menguat, sehingga kewenangan-kewenangan
Pemerintah Daerah juga perlu diperkuat, untuk mencegah terjadinya disintegrasi.
Pada akhirnya, keinginan yang teguh untuk membangun kesejahteraan rakyat,

27
yang telah lama menjadi harapan dan impian, terasa demikian menguat pada era
reformasi. Itulah antara lain, latar belakang keinginan dan aspirasi yang
mengiringi perubahan Undang-undang Dasar 1945 (Huda, 2003: 50).

Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat


Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ini
ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Urusan pemerintahan yang menjadi
urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud meliputi: politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama (UU No.
32 tahun 2004).

UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah telah mengatur dan


memberikan wewenang dan kewajiban yang lebih menekan pada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing
daerah. Tanggapan positif ini memang diperlukan untuk mencegah timbulnya
kemungkinan bahwa pengalaman dahulu pada masa orde baru akan berbalik
kembali ke sistem pemerintah yang sentralisasi (Mubyarto, 2001: 80).

Rendahnya kesejahteraan pasca perang/penjajahan dan lambatnya pertumbuhan


ekonomi pada tahun 1950-an dimana terjadi laju inflasi mencapai lebih dari 600%
menyebabkan banyak ketertinggalan di Indonesia. Kepemimpinan Orde Baru
yang digadang-gadang dapat menyelamatkan inflasi hingga hanya 47% alhasil
“kecolongan” sehingga Dolar AS menyentuh Rp 16.650 dimana merupakan angka
tertinggi sepanjang masa. Kejadian-kejadian ini menyebabkan kondisi daerah
menjadi tertinggal.

28
Rendahnya tingkat demokrasi yang ada, terabaikannya kehidupan di daerah
menyebabkan otoritas daerah sangat diminati oleh para masyarakat daerah.

UUD 1945 Amandemen tahun 2001

Latar Belakang Perubahan Konstitusi


Hal yang melatarbelakangi Amandemen ketiga adalah konflik antara badan
eksekutif pimpinan presiden Abdurrahman Wahid dan badan legislatif yaitu MPR.
MPR menuduh presiden Wahid telah melanggar beberapa aturan dan hukum yang
berlaku sehingga MPR merasa berhak untuk memakzulkan presiden Wahid.
Aturan hukum yang digunakan MPR yaitu Tap MPR. Pasal 4 Tap MPR No. III
Tahun 1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Kerja Lembaga-Lembaga Tinggi
Negara, mengatur bahwa MPR memiliki kekuasaan untuk mencopot Presiden dari
jabatannya sebelum habis masa jabatannya, jika yang bersangkutan telah
“sungguh-sungguh melanggar haluan negara”. Pasal 4e Tap MPR No. II Tahun
1999 tentang Susunan dan Kedudukan, menambahkan pelanggaran terhadap
konstitusi sebagai landasan tambahan untuk melakukan pemecatan (Indrayana,
2007, 245).
Sementara itu dari kubu presiden Wahid menganggap Kata impeachment
(pemakzulan)—atau semacamnya—tidak pernah ada dalam Batang Tubuh UUD
1945. Karenanya, Harun Alrasid, selaku penasehat hukum konstitusi Presiden
Wahid berpendapat bahwa sistem konstitusi Indonesia tidak mengenal
impeachment (Indrayana, 2007, 245).

Konflik tersebut berakhir dengan ditolaknya pidato pertanggung presiden Wahid


oleh MPR yang mengakibatkan pencopotan presiden Wahid dari jabatannya.

29
Proses impeachment terhadap Wahid menunjukkan bahwa perseteruan antara
Presiden dan MPR berakar pada perbedaan interpretasi kedua kubu itu terhadap
UUD 1945. Konstitusi ini gagal menetapkan prosedur impeachment yang jelas.
Wahid bersikeras bahwa MPR tidak bisa menggulingkan seorang Presiden.
Karena, menurutnya, Indonesia berdasarkan sistem presidensial. Tetapi,
barangkali Wahid lupa bahwa dia dipilih oleh MPR dan tidak dipilih langsung
oleh rakyat, seperti dalam sistem presidensial murni. Sistem campuran yang
terdapat dalam Konstitusi, berikut banyak lubang interpretasi itulah yang ikut
menyebabkan konflik yang membingungkan dan berkepanjangan antara presiden
Wahid dan Parlemen.

Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat


Sebagai bagian dari Perubahan Ketiga, MPR mengesahkan sebuah sistem
pemilihan Presiden langsung dimana jika seorang calon Presiden mendapat lebih
dari 50% suara rakyat, dan tidak kurang dari 20% suara itu berada di lebih
setengah provinsi yang ada, calon yang bersangkutan akan dilantik menjadi
Presiden(Indrayana, 2007, 262). Hal ini membuat kekuasaan MPR berkurang
yang awalnya memiliki wewenang dalam memilih presiden dan wakil presiden,
sekarang tidak memiliki itu karena presiden dan wakil presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat.

Alasan-alasan untuk melakukan impeachment meliputi: pengkhianatan terhadap


negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
maupun apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti tidak lagi memenuhi
syarat jabatannya. Kini, proses ini tidak semata-mata merupakan proses politik,
yang melibatkan MPR dan DPR, tetapi juga proses hukum, yang
mengikutsertakan Mahkamah Konstitusi yang baru dibentuk. Syarat suara untuk
memakzulkan seorang Presiden dibuat lebih sulit, dari yang sebelumnya sekadar
mayoritas (simple majority) menjadi mayoritas mutlak (absolute majority).

30
Sidang untuk memutuskan apakah seorang Presiden akan diberhentikan atau tidak
harus dihadiri oleh sedikitnya tiga perempat dari total jumlah anggota MPR, dan
dengan persetujuan dari setidaknya dua pertiga jumlah anggota MPR yang hadir
(Indrayana, 2007, 276).
Selain itu, perubahan Ketiga menegaskan:
1. Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR.
2. Pembentukan DPD
3. Pembentukan Mahkamah Konstitusi
MK wajib memberikan pertimbangan dalam segi hukum terkait
tentang pemakzulan Presiden
4. Pembentukan Komisi Yudisial
KY memiliki wewenang untuk mengusulkan pengangkatan Hakim
Agung serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim

Perubahan Ketiga mengakhiri posisi MPR sebagai Parlemen tertinggi yang


memonopoli dan menjalankan kedaulatan rakyat yang berhak memilih presiden
dan wakilnya. Amandemen ini menandai tamatnya doktrin supremasi MPR.
Perubahan Ketiga mengubah kedaulatan dari tangan MPR dan menegaskan bahwa
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar”. Dengan begitu, rakyatlah yang memiliki kekuasaan dalam memilih
presiden.

UUD 1945 Amandemen tahun 2002

Latar Belakang Perubahan Konstitusi


Pada tahun 2002, MPR dijadwalkan meratifikasi Perubahan Keempat.
Amandemen ini bertalian dengan usulan-usulan yang krusial, seperti: Pasal 2(1)

31
tentang komposisi MPR, dan Pasal 6A(4) tentang putaran kedua pemilihan
Presiden. Usulan-usulan ini sangat diperlukan guna membentuk landasan
konstitusional Pemilu 2004. Nasib empat rancangan undang-undang pemilu
(partai politik, susunan dan kedudukan parlemen, pemilihan anggota parlemen,
dan pemilihan Presiden) jadi terkatung-katung, menunggu hasil pembahasan
Perubahan Keempat. Seandainya MPR tidak bisa mencapai kesepakatan, bangsa
ini akan terjebak dalam sebuah krisis konstitusi yang bakal membahayakan
peluang terlaksananya Pemilu 2004. Selain itu, Perubahan Keempat juga akan
menjadi penentu nasib usulan amandemen yang sensitif, yaitu Pasal 29(1), tentang
hubungan antara negara dan Islam. Bersama-sama dengan usulan-usulan
amandemen Pasal 2(1) tentang komposisi MPR dan 6A(4) tentang pemilihan
presiden putaran kedua.

Mengenai putaran kedua pemilihan presiden, terdapat dua mayoritas pendapat di


dalam parlemen. Mayoritas suara sepakat bahwa putaran kedua pemilu presiden
akan dilaksanakan secara langsung dipilih oleh rakyat. Sementara dari fraksi
PDIP(fraksi terbesar di parlemen) menginginkan putaran kedua untuk
dilaksanakan oleh MPR. Hal ini menimbulkan kecurigaan karena PDIP
mempunyai kesempatan yang lebih untuk memenangkan Megawati (yang saat itu
ketua PDIP sekaligus presiden) jika putaran kedua dilaksanakan oleh MPR
daripada langsung oleh rakyat(Indrayana, 2007, 283).

Dampak Kepada Sistem Politik dan Masyarakat


Pasal 2(1) UUD 1945 setelah amandemen menyebutkan bahwa MPR terdiri
anggota DPR dan anggota DPD. Hal ini mengubah komposisi MPR yang
sebelumnya terdiri dari DPR hasil Pemilu, plus anggota-anggota yang diangkat
dari berbagai golongan, termasuk fraksi militer. Anggota-anggota yang diangkat
tersebut akan ditiadakan dari MPR setelah Pemilu 2004.

32
Rancangan aturan tentang putaran kedua pemilihan Presiden akhirnya disepakati
dengan suara bulat. Pasal 6A(4) mengatur bahwa jika tidak ada pasangan calon
yang mendapat 50 persen + 1 perolehan suara, dan/atau sedikitnya 20 persen
suara di setengah dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia, putaran kedua
pemilihan langsung oleh rakyat akan dilakukan di antara dua pasangan calon yang
memperoleh suara terbanyak. Terkait dengan adanya kekosongan jabatan presiden
dan wakil presiden, maka negara akan diperintah oleh tiga serangkai Menteri Luar
Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan hingga MPR berhasil
memilih presiden dan wakil presiden dari calon-calon yang diusulkan partai
politik dan gabungannya.

Kalau dibandingkan dengan amandemen-amandemen sebelumnya, partisipasi


publik dalam proses Perubahan Keempat lebih baik. Dalam persiapan Perubahan
Keempat ini barulah masyarakat luas diberi peluang yang lebih besar untuk
menyumbangkan tanggapannya terhadap draft amandemen. Hal ini dimungkinkan
karena program-program penggalangan partisipasi publik dilaksanakan sebelum
dan sesudah rapat-rapat PAH I. Jadwal kerja PAH I menunjukkan bahwa public
hearing digelar sejak tanggal 29 Januari sampai dengan 6 Maret 2002. Semua
public hearing itu kemudian diikuti dengan sebuah proses pembahasan, mulai 13
Maret sampai 23 Mei 2002. Lalu, sebelum draft final Perubahan Keempat
digodok, pada tanggal 5 Juni hingga 24 Juli 2002, serentetan rapat
dengar-pendapat lainnya digelar di beberapa provinsi.

Tantangan Indonesia di Masa Depan

1. Ideology Penetration
Seperti diutarakan pada bagian sebelumnya bahwa Konstitusi dapat diubah karena
suatu dan lain hal. Salah satu penyebabnya adalah karena terjadinya kondisi
tertentu yang menuntut penyesuaian fundamental akibat konstitusi yang lama

33
dirasakan tidak sesuai lagi untuk mengatasi persoalan terkini yang dihadapi suatu
negara. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa
kedepannya Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia akan perlu
mendapatkan Perubahan atau paling tidak, amandemen.
Saat ini, penetrasi Globalisasi sudah tak dapat dihentikan. Perlahan-lahan nilai
kebebasan yang diterapkan di dunia barat mulai diadopsi. Salah satu isu misalnya
adalah berkaitan dengan sila pertama Pancasila yaitu ketuhanan yang maha Esa.
Prinsip kebebasan dalam berkeyakinan di dunia barat memunculkan keberanian
kelompok-kelompok agama atau non agama yang sebelumnya terkesan
sembunyi-sembunyi menjadi semakin mengutarakan identitasnya. Termasuk
salah satunya adalah paham atheisme yang cenderung tidak diakui di republik ini,
suatu hari akan menuntut pengakuan dari negara. Hal tersebut tentu saja akan
membawa pengaruh pada banyak aspek dalam sistem birokrasi di Republik ini,
sebut saja munculnya kelompok politik tertentu yang memperjuangkan Hak Asasi
Manusia ala Barat yang juga ikut berkontestasi dalam politik di Indonesia.
Selain hal-hal yang diutarakan sebelumnya, kedepannya Indonesia akan
dihadapkan pada masalah menjaga persatuan karena bentuk penjajahan gaya baru
(neokolonialisme) yang diterapkan oleh negara-negara adikuasa lambat laun akan
dapat mencetuskan paham Negara Federal kembali di Indonesia.

2. Politik Internasional
Pengaruh politik internasional dalam perubahan konstitusi suatu negara dapat
berpengaruh secara tidak langsung maupun tidak langsung bergantung pada
berapa besar kekuatan negara tersebut dalam mempengaruhi negara lainnya.
Karena hakekat Politik Internasional adalah hubungan-hubungan, aksi-reaksi,
tindakan dan respon dalam bidang politik yang dilakukan oleh dua negara atau
lebih. Didalam politik internasional diasumsikan sebagai suatu arena dimana

34
negara-negara melakukan struggle for power demi survival dan kejayaan
masing-masing.
Di Indonesia sendiri, pengaruh politik internasional terasa pada saat masa-masa
awal kemerdekaan dimana negara-negara lain masih memiliki pengaruh kepada
Indonesia. Berdasarkan analisis sebelumnya, didapatkan bahwa politik
internasional berpengaruh secara tidak langsung kepada Indonesia sampai saat ini
namun segala bentuk keputusan berada pada kepemimpinan dan kondisi
masyrakat Indonesia pada saat itu. Tantangan yang perlu dihadap oleh Indonesia
justru, apakah konstitusi tersebut sudah dapat sesuai dalam menghadapi kondisi
politik internasional agar Indonesia memiliki kekuatan didalam lingkup politik
internasional.

3. Ekonomi Global
Kami setuju mengenai (Putera, 2018) gejolak perekonomian global dapat
menekan pertumbuhan ekonomi. Perubahan peraturan umum di Amerika karena
perang dagang yang terjadi antara RRC dengan Amerika menyebabkan
meningkatnya suku bunga di ​The Fed Amerika. Kondisi tersebut mempengaruhi
banyak negara.

Ketegangan perdagangan yang tidak dapat diatasi dengan kebijakan-kebijakan


yang sifatnya jangka pendek menyebabkan Indonesia perlu melakukan banyak
tindakan-tindakan strategis (Putera, 2018). Contohnya seperti meningkatkan BI-7
Days Deposite Rate menjadi 5,25 persen yang dapat menekan kemampuan
konsumsi masyarakat. Kegiatan ekspor, investasi menjadi beberapa jawaban yang
dapat menyelamatkan Indonesia.

Pada kondisi terkekang dan ekonomi yang sulit dengan Dolar AS yang meningkat
hingga Rp 14.000 tidak menyurutkan tingkat konsumsi pada kuartal II tahun
2018, yaitu menyentuh 5,14% dimana pada umumnya hanya sekitar 4,9%.

35
Kondisi ini dapat menimbulkan perasaaan ketidaksejahteraan. Berkebalikan
dengan saran Sri Mulyani pada tahun 2018 untuk meningkatkan investasi dan
ekspor (Putera, 2018).
Tingkat kesejahteraan yang rendah lagi-lagi dapat ditakutkan menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan terhadap kinerja pemerintahan. Kondisi ini dapat
menyebabkan krisis kepercayaan pada lapisan masyarakat. Sehingga perlu segera
dilakukan tindakan yang tepat, sebelum terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
yang dapat menimbulkan gejolak, perubahan-perubahan yang tidak seharusnya
terjadi.

36
BAB IV
PENUTUP

a. Kesimpulan
1. Perubahan konstitusi pada umumnya terjadi karena karena beberapa hal. Pembubaran
RIS dan kembali diberlakukannya UUD 1945 dilatarbelakangi oleh ketidaksesuaian nilai
antar pembentukan RIS dan nilai yang sudah ada di masyarakat. Ditetapkan nya
demokrasi terpimpin oleh Soekarno mengindikasikan adanya keinginan untuk terus
berkuasa. Selain itu, perubahan konstitusi juga terjadi untuk mengurangi pengaruh suatu
golongan tertentu seperti pembatasan masa jabatan presiden dan menghilangkan hak
MPR untuk memilih presiden yang terjadi saat amandemen ketiga.
2. Dampak perubahan konstitusi terhadap sistem politik bergantung dengan latar belakang
mengapa perubahan itu terjadi. Indonesia menjadi negara serikat saat memakai konstitusi
RIS karena tujuan Belanda yang ingin memecah belah kesatuan dan persatuan NKRI.
Pemerintahan orde lama memberlakukan kembali UUD 1945 karena ketidakcocokan
konstitusi yang berlaku sebelumnya dengan nilai-nilai masyarakat. Orde baru
“membersihkan” DPR dan MPR dari PKI karena PKI mengancam ideologi bangsa.
Barulah pada era reformasi, perubahan konstitusi berdampak pada perbaikan sistem
politik agar kesalahan-kesalahan sistem sebelum-sebelumnya tidak terulang kembali
salah satunya dengan membatasi masa jabatan presiden dan memberikan kekuasaan
memilih presiden sepenuhnya kepada rakyat.
3. Dampak perubahan konstitusi terhadap masyarakat ada yang bersifat langsung dan tidak
langsung. Beberapa dampak yang bersifat langsung adalah Indonesia menjadi boneka
belanda saat menganut RIS, Kembalinya negara Indonesia menjadi negara persatuan saat
UUDS, pembatasan hak pers dan politik pada zaman orde baru, dan Pemilihan presiden
secara langsung oleh rakyat di zaman reformasi . Dampak tidak langsung ditimbulkan
karena efek samping dari perubahan konstitusi itu. Misalnya pada zaman orde lama,

37
doktrin anti Pancasila oleh PKI beredar di masyarakat karena Presiden Soekarno
memberlakukan ideologi NaSaKom. Selain itu adanya swasembada padi pada jaman orde
baru terjadi karena hasil program dari Presiden Soeharto yang terpilih menjadi presiden
berkat perubahan konstitusi juga.
4. Beberapa tantangan masa depan yang mungkin terjadi adalah adanya penetrasi ideologi
dan perubahan politik internasional negara indonesia yang mungkin terjadi karena UUD
1945 sendiri memungkinkan untuk di amandemen. Gejolak perekonomian global dapat
mempengaruhi nilai dan pemikiran yang ada di masyarakat. Ketika kondisi ekonomi di
masyarakat berubah, sangat mungkin terjadi kebutuhan untuk merubah sistem ekonomi
yang ada untuk menyesuaikan kebutuhan di masyarakat.

b. Saran
Berdasarkan pembahasan dan juga tantangan yang dihadapi oleh Indonesia di masa yang
akan mendatang berikut beberapa saran yang ingin kami sampaikan:
- Pemerintahan Indonesia harus siap menghadapi tantangan global dan
pemikiran-pemikiran masyarakat yang semakin terbuka, bukan tidak mungkin
perubahan yang ada di dunia baik dalam hal politik, perekonomian, maupun hak
asasi manusia membuat Indonesia harus menyesuaikan dasar negaranya agar
dapat diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali, walaupun hal
tersebut tidak akan mudah, namun ada baiknya pemerintah mulai menyiapkan
hal-hal yang mungkin terjadi pada masa depan karena pasti akan banyak terjadi
perbedaan pendapat antara beberapa pihak.
- Bukan hanya pemerintah, namun masyarakat juga harus melakukan hal yang
sama, yaitu menyiapkan diri, perubahan konstitusi ataupun dasar negara bukanlah
hal yang mustahil melihat dunia yang terus berkembang, hal tersebut mungkin
akan menyebabkan perbedaan pendapat diantara beberapa pihak, maka kita harus
mencari cara agar segala perbedaan yang ada pada masyarakat tidak akan
memecah belah bangsa Indonesia dengan tidak hanya mementingkan beberapa
golongan atau bahkan kekuasaan semata, masyarakat harus mengingat bagaimana
para pahlawan pada waktu lampau berjuang untuk mempersatukan Bangsa
Indonesia hingga titik darah penghabisan, jangan sampai keserakahan
masing-masing golongan serta perbedaan pendapat merusak apa yang telah
diperjuangkan hingga dapat tercapainya Indonesia pada saat ini.
Indonesia perlu lebih konsisten dalam hal menjaga kesakralan konstitusi.

38
DAFTAR PUSTAKA

A.H. Nasution., Di Masa Orde Baru,(Jakarta: Media Nusantara 1997), h. 18

Indrayana, Denny (2007). Amandemen UUD 1945: antara mitos dan pembongkaran. Bandung,
Jawa Barat: Mirzan Media Utama

Huda, Ni’matul (2003). Politik ketatanegaraan Indonesia : kajian terhadap dinamika perubahan
UUD 1945. Yogyakarta, DIY: FH UII Press

Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah, Id. Nomor 32 (2004).

Mubyarto (2001). Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis Ekonomi.
Yogyakarta, DIY: BPFE Yogyakarta

Sulastomo., Hari-hari yang Panjang (Transisi Orde Lama Ke Orde Baru), (Jakarta:Buku
Kompas, 2008), h. 37

Vedi R. Hadiz., Dinamika Kekuasaan Ekonomi Politik Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2005)

Basuki, O. U. (2012). Quo Vadis UUD 1945: Refleksi 67 Tahun Indonesia Berkonstitusi.
SUPREMASI HUKUM.​ Retrieved from
http://www.aifis-digilib.org/uploads/1/3/4/6/13465004/01._qou_vadis_uud_1945_pak_udiyo.pdf

Fatwa, A. M. (2009). ​Potret konstitusi pasca amandemen UUD 1945. Jakarta : PT Kompas
Media Nusantara . Retrieved from
https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=tx2BchLHxP4C&oi=fnd&pg=PR5&dq=latar+b

39
elakang+perubahan+konstitusi+menjadi+UUD+1945&ots=tEyZHlsNEf&sig=bt-ZX3YlLPN63n
Ap8kYnlTpjOBs&redir_esc=y#v=onepage&q&f=true

Mutia, S. P. (2013, Juni 11). Sejarah Perkembangan dan Perbandingan Konstitusi di Indonesia
dengan Beberapa Negara. Retrieved from
http://syahrularenahukum.blogspot.com/2013/06/sejarah-perkembangan-dan-perbandingan.html

Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S. (2005). Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan
Hukum Nasional. ​Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.​ Retrieved from
http://repository.umpwr.ac.id:8080/bitstream/handle/123456789/3778/Implikasi_Perubahan-UU
D45.pdf?sequence=1

Rinardi, H. (2012). DARI RIS MENJADI NEGARA RI: PERUBAHAN BENTUK NEGARA
INDONESIA PADA TAHUN 1950. ​Jurnal Ilmu Humaniora,​ 92-209. Retrieved from
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-mozaik78858c5da9full.pdf

Santoso, M. A. (2013). Perkembangan Konstitusi Indonesia. ​Yustisia.​ Retrieved from


file:///C:/Users/ASUS/Downloads/10168-18502-1-PB.pdf

Sartono, K. E. (2009). Kajian Konstitusi Indonesia dari Awal Kemerdekaan Sampai Era
Reformasi. ​HUMANIKA,​ 93-106. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/18126-ID-kajian-konstitusi-indonesia-dari-awal-kem
erdekaan-sampai-era-reformasi.pdf

Utami, R. F. (2018, Maret 29). 4 Alasan Perubahan Konstitusi RIS ke UUDS di Indonesia.
Retrieved from https://guruppkn.com/alasan-perubahan-konstitusi-ris-ke-uuds

40
Wijayanti, Y. (2015). KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA MASA ORDE LAMA
DIBIDANG EKONOMI TERHADAP BISNIS ORANG CINA. ​Artefak​, 113-118. Retrieved
from file:///C:/Users/ASUS/Downloads/1094-4303-1-PB.pdf

Zakky. ​ZonaReferensi.com. (2018). ​Pengertian Sistem Politik Menurut Para Ahli dan Secara
Umum.​ [online] Available at: https://www.zonareferensi.com/pengertian-sistem-politik/
[Accessed 10 Feb. 2019].

Zakky. ZonaReferensi.com. (2018). ​Pengertian Kekuasaan Menurut Para Ahli dan Secara
Umum.​ [online] Available at: https://www.zonareferensi.com/pengertian-kekuasaan/ [Accessed
10 Feb. 2019].

Zakky, ZonaReferensi.com. (2018). ​Pengertian Nilai Menurut Para Ahli dan Secara Umum.​
[online] Available at: https://www.zonareferensi.com/pengertian-nilai/ [Accessed 10 Feb. 2019].

Atriana, R. (2018). ​Pasca Amandemen UUD China, Xi Jinping Bisa Jadi The Next Mao Zedong​.
[online] detiknews. Available at:
https://news.detik.com/internasional/d-3911256/pasca-amandemen-uud-china-xi-jinping-bisa-jad
i-the-next-mao-zedong [Accessed 10 Feb. 2019].

Merriam-webster.com. (n.d.). ​Definition of CONSTITUTION​. [online] Available at:


https://www.merriam-webster.com/dictionary/constitution [Accessed 10 Feb. 2019].

Roznai, Y. (2014). ​Unconstitutional Constitutional Amendments: A Study of theNature and


Limits of Constitutional Amendment Powers​. [online] Etheses.lse.ac.uk. Available at:
http://etheses.lse.ac.uk/915/1/Roznai_Unconstitutional-constitutional-amendments.pdf [Accessed
10 Feb. 2019].

41
Putera, A. D. (2018). Sri Mulyani: Gejolak Perekonomian Global Tekan Pertumbuhan Ekonomi
[Web log post]. Retrieved from
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/03/084115126/sri-mulyani-gejolak-perekonomian-gl
obal-tekan-pertumbuhan-ekonomi.

42

Anda mungkin juga menyukai