Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kurikulum merupakan salah satu aspek krusial dalam menentukan
keberhasilan pendidikan suatu negara. Taba (1962) memberikan pengertian
kurikulum adalah sebagai rencana untuk belajar. Wheeler (1967)
mengatakan bahwa kurikulum adalah pengalaman-pengalaman yang
terencana yang diberikan kepada para pembelajar dibawah bimbingan
sekolah. Foshay (1969) mengatakan bahwa kurikulum adalah seluruh
pengalaman belajar di bawah bimbingan sekolah. (Tanner & Tanner, 1975)
mendefinisikan bahwa kurikulum sebagai bimbingan pengalaman
pembelajaran yang terencana dan hasil belajar yang diinginkan
diformulasikan melalui penyatuan kembali pengetahuan dan pengalaman
yang sistematis dibawah bantuan sekolah untuk para siswanya secara
terusmenerus tumbuh dalam kemampuan personal akademik dan sosial.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan
acuan instansi pendidikan dalam melaksanakan proses pendidikan untuk
mencapai tujuan tertentu.
Pada tahun pelajaran 2014/2015 telah mulai diberlakukan Kurikulum
2013 di seluruh Indonesia yang merupakan pembaharuan dan
penyempurnaan Kurikulum 2006. Karakteristik dasar Kurikulum 2013
adalah terletak pada pendekatan yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum tersebut. Kurikulum 2013 menekankan pendekatan saintifik pada
jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Implementasi memiliki tujuan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan daya
saing bangsa seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni. Penerapan Kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan
sumber daya manusia yang produktif, kreatif inovatif dan afektif, melalui
penguatan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Puskurbuk,
1
2

2012). Untuk mencapai tujuan tersebut, kurikulum menekankan pada proses


pembelajaran saintifik yang menganut paradigma konstruktivisme. Dengan
demikian maka siswa diharapkan dapat memahami konsep sehingga hasil
proses pembelajaran dapat masuk dalam longterm memory dan siswa dapat
memahami esensi belajar.
Hal yang memberikan perbedaan mencolok antara Kurikulum 2013
dengan kurikulum sebelumnya adalah penekanan ranah pembelajaran.
Kurikulum 2013 menekankan pada proses pendidikan yang holistic sehingga
menyentuh pada cakupan yang lebih luas yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Selanjutnya salah satu aspek yang mengalami perkembangan
dibanding kurikulum sebelumnya adalah penilaian. Pada Kurikulum 2013,
penilaian diatur dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang
Standar Penilaian Pendidikan meliputi penilaian otentik, penilaian diri,
penilaian berbasis portofolio, ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi,
ujian nasional dan ujian sekolah/madrasah.
Penilaian merupakan salah satu aspek penting pada proses pendidikan.
Penilaian merupakan langkah untuk menghimpun berbagai informasi yang
digunakan untuk penentuan kebijakan proses pembelajaran (Uno & Koni,
2012, p. 2); (Custer & et al, 2000, p. 3) pada skala kelas ataupun skala
nasional. Mardapi (2008, p. 5) mengemukakan bahwa penilaian merupakan
suatu aspek penentu kualitas pendidikan. Mardapi (2008, p. 6)
mengemukakan penilaian sebaiknya mencakup proses penelusuran,
pengecekan, pencarian, dan penyimpulan. Menurut Permendiknas No.20
Tahun 2007, agar proses berjalan dengan baik maka penilaian harus sahih,
objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan,
sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel.
Penilaian dalam Kurikulum 2013 dipandang memiliki kerumitan yang
lebih dibandingkan dengan sistem penilaian pada kurikulum sebelumnya.
Walaupun pemerintah telah mempersiapkan guru melalui berbagai pelatihan,
3

namun masih banyak keluhan yang muncul di lapangan berkaitan dengan


penilaian laporanya. Teknik penialain capaian pengetahuan dan
keterampilan relatif tidak menjadi kendala. Hal yang benar-benar baru
adalah penilaian sikap, dimana penilaian tersebutlah yang mayoritas
dikeluhkan oleh guru karena dianggap menyulitkan. Retnawati (2015, p.
400) menyatakan bahwa salah satu hambatan terbesar dalam penilaian
adalah penilaian sikap. Wawasan guru dalam memilih metode yang tepat
dan mengembangkan instrument penilaian tersebut masih kurang.

B. Tujuan
Tujuan dari mereview jurnal yang direview oleh reviewer adalah :
1. Mengetahui fakta dan gambaran di lapangan implementasi penilaian
pada Kurikulum 2013
2. Mengetahui kendala (hambatan) dan faktor keberhasilan pelaksanaan
penilaian pada Kurikulum 2013
3. Mengetahui apa rekomendasi yang diberikan kepada Pemerintah dalam
mengambil kebijakan pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013
disatuan pendidikan.

C. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah berdasarkan jurnal yang direview oleh reviewer
adalah :
1. Bagaimana fakta dan gambaran di lapangan terkait dengan implementasi
penilaian pada Kurikulum 2013 ?
2. Apa saja kendala (hambatan) dan faktor keberhasilan dalam pelaksanaan
penilaian pada Kurikulum 2013 ?
3. Rekomendasi apa yang sebaiknya diberikan kepada Pemerintah dalam
mengambil kebijakan pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013
disatuan pendidikan. ?
4

D. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yang
mendeskripsikan dan mengungkap pelaksanaan penilaian kurikulum 2013.
Berbagai data yang terhimpun kemudian dianalisis dengan pendekatan
deskriptif kuantitatif ataupun kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan
Huberman. Menurut Miles & Huberman (1994, p. 12) tahapan analisis data
kualitatif adalah penghimpunan data, reduksi, display, dan kesimpulan.
5

BAB II
ANALISIS JURNAL

A. Hasil Penelitian dan Kesimpulan


Penilaian merupakan salah satu aspek penting pada proses
pendidikan. Penilaian merupakan langkah untuk menghimpun berbagai
informasi yang digunakan untuk penentuan kebijakan proses pembelajaran
(Uno & Koni, 2012, p. 2); (Custer & et al, 2000, p. 3) pada skala kelas
ataupun skala nasional. Mardapi (2008, p. 5) mengemukakan bahwa
penilaian merupakan suatu aspek penentu kualitas pendidikan. Mardapi
(2008, p. 6) mengemukakan penilaian sebaiknya mencakup proses
penelusuran, pengecekan, pencarian, dan penyimpulan. Menurut
Permendiknas No. 20 Tahun 2007, agar proses penilaian berjalan dengan
baik maka penilai- an harus sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka,
menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan
akuntabel
Teknik penilaian yang digunakan dalam proses pembelajaran yaitu
(1) penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian
teman sejawat dan jurnal; (2) penilaian kompetensi pengetahuan mela- lui tes
tertulis, tes lisan dan penguasan; (3) penilaian kompetensi keterampilan
melalui tes praktik, projek dan portofolio. Penggunaan teknik penilaian
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang dapat menun- jang program
pengajaran seperti kompetensi dasar yang akan dicapai. Perencanaan yang
matang seperti pembuatan kisi-kisi instru- men, diharapkan dapat memberi
informasi yang akurat tentang kompetensi-kompetensi siswa yang perlu
diukur, mendorong peserta didik belajar untuk lebih giat meningkatkan
kompetesinya, memotivasi tenaga pendidik mengajar untuk meningkatkan
kompetensi siswa, meningkatkan kinerja lembaga dan meningkatkan kualitas
pendidikan. Dengan kata lain, penilaian dapat digunakan untuk mendorong
peningkatan kualitas pembelajaran, sesuai dengan apa yang diamanatkan
5
6

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional.
Oleh karena itu, evaluasi pelaksanaan penilaian pendidikan
merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan dari Standar Penilaian
Pendidikan agar standar minimal ini selalu dapat ditingkatkan dari dari
waktu ke waktu agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

a. Penilaian Autentik
Pengertian penilaian mengacu pada pengertian penilaian yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66
dan 81 tahun 2013. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tersebut dijelaskan bahwa pengertian penilaian sama
dengan pengertian assesmen, sehingga hanya 3 kegiatan yang dilakukan
oleh guru untuk melihat perkembangan peserta didik, yaitu: 1)
pengukuran yang diartikan kegiatan membandingkan hasil pengamatan
dengan suatu kriteria atau ukuran. Hasil pengukuran berupa skor; 2)
Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/bukti melalui
pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-
bukti hasil pengukuran. Hasil penilaian ini berupa nilai di rapor; dan 3)
Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil
penilaian. Hasil dari evaluasi ini adalah naik/tidak naik kelas, lulus atau
tidak lulus, remedial atau tidak remedial. Salah satu ciri atau
karakteristik kurikulum 2013 terkait penilaian adalah diharuskannya
guru melakukan penilaian autentik. Pertanyaannya adalah apa
sebenarnya penilaian autentik
Dalam Permendikbud 66 dan 81 tahun 2013 dijelaskan bahwa
penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan
7

keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan,


dan keterampilan. Penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik,
serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga
komponen (input – proses – output) tersebut akan menggambarkan
kapasitas, gaya, dan hasil belajar peserta didik, bahkan mampu
menghasilkan dampak instruksional (instructional effects) dan dampak
pengiring (nurturant effects) dari pembelajaran. Penilaian autentik harus
mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan
berbagai cara dan kriteria holistic (kompetensi utuh merefleksikan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Penilaian autentik tidak hanya
mengukur apa yang diketahui oleh peserta didik, tetapi lebih
menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik.
Dari uraian tersebut di atas, ada beberapa kata kunci dalam
penilaian autentik, yakni 1) Penilaian input, yakni menilai kemampuan
awal siswa terkait apa yang akan dipelajari. Misalnya: pretest, apersepsi,
brainstorming; 2) penilaian proses, yakni penilaian pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Misalnya menilai kesungguhan siswa,
penerimaan siswa, kerjasama, kemampuan menyelesaikan tugas yang
diberikan, penilaian diri, penilaian antar sejawat, dan lain-lain; 3)
penilaian hasil, yakni menilai kompetensi siswa setelah proses
pembelajaran berlangsung. Misalnya menilai kompetensi pengetahuan
siswa dengan cara tertulis, lisan atau penugasan, dan menilai
keterampilan siswa dengan cara tes praktik/unjuk kerja, portofolio, tugas
projek.

b. Penilaian Pencapaian Kompetensi Pengetahuan


Penilaian pencapaian kompetensi peserta didik mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara
berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif
setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan.
8

Adapun penilaian pengetahuan dapat diartikan sebagai penilaian


potensi intelektual yang mencakup pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognisi. Jenjang kognitif peserta didik yang dinilai
adalah: mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis,
mengevaluasi dan mencipta (Anderson & Krathwohl, 2001). Seorang
pendidik perlu melakukan penilaian untuk mengetahui pencapaian
kompetensi pengetahuan peserta didik. Penilaian terhadap pengetahuan
peserta didik dapat dilakukan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
Kegiatan penilaian terhadap pengetahuan tersebut dapat juga digunakan
sebagai pemetaan kesulitan belajar peserta didik dan perbaikan proses
pembelajaran. Pedoman penilaian kompetensi pengetahuan ini
dikembangkan sebagai rujukan teknis bagi pendidik untuk melakukan
penilaian sebagaimana dikehendaki dalam Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013.

c. Pencapaian Kompetensi Sikap


Sikap bermula dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan
seseorang dalam merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi
dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap
dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan.
Kompetensi sikap yang dimaksud dalam panduan ini adalah ekspresi
dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang dan
diwujudkan dalam perilaku.
Penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan
serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap peserta
didik sebagai hasil dari suatu program pembelajaran. Penilaian sikap
juga merupakan aplikasi suatu standar atau sistem pengambilan
keputusan terhadap sikap. Kegunaan utama penilaian sikap sebagai
bagian dari pembelajaran adalah refleksi (cerminan) pemahaman dan
kemajuan sikap peserta didik secara individual.
9

Domain sikap merupakan domain yang banyak dikeluhkan


dalam proses penilaian Kurikulum 2013. Penilaian sikap (afektif) dalam
berbagai mata pelajaran secara umum dapat dilakukan dalam kaitannya
dengan berbagai objek sikap yang menurut Zakaria (2011) sebagai
berikut.
Pertama, sikap terhadap mata pelajaran. Siswa perlu memiliki sikap
positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri siswa
akan tumbuh dan ber- kembang minat belajar, akan lebih mudah diberi
motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang
diajarkan. Oleh karena itu, guru perlu menilai tentang sikap siswa
terhadap mata pelajaran yang diajarkannya.
Kedua, sikap terhadap guru mata pelajaran. Siswa perlu memiliki
sikap positif terhadap guru, yang mengajar suatu mata pelajaran. Siswa
yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru, akan cenderung meng-
abaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, siswa yang memiliki
sikap negatif terhadap guru pengajar akan sukar menyerap materi
pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
Ketiga, sikap terhadap proses pembelajaran. Siswa juga perlu
memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung.
Proses pembelajaran di sini mencakup: suasana pembelajaran, strategi,
metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak sedikit
siswa yang merasa kecewa atau tidak puas dengan proses pembelajaran
yang berlangsung, namun mereka tidak mempunyai keberanian untuk
menyatakan. Akibatnya, mereka terpaksa mengikuti proses pembelajaran
yang berlangsung dengan perasaan yang kurang nyaman. Hal ini dapat
mempengaruhi terhadap penyerapan materi pelajarannya.
Keempat, sikap terhadap materi dari pokok-pokok bahasan yang
ada. Siswa juga perlu memiliki sikap positif terhadap materi pelajaran
yang diajarkan, yang menjadi kunci keberhasilan proses pembelajaran.
10

Kelima, sikap berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang ingin


ditanamkan dalam diri siswa melalui materi suatu pokok bahasan.
Misalnya, pengajaran pokok bahasan koperasi dalam mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial. Berhubungan dengan pokok bahasan ini, ada
nilai luhur tertentu yang relevan diajarkan dan diinternalisasikan dalam
diri siswa. Misalnya: kerja sama, kekeluargaan, hemat, dan sebagainya.
Dengan demikian, hal itu dapat untuk mengetahui hasil dari proses
pembelajaran dan internalisasi nilai-nilai tersebut dalam diri siswa.
Domain psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Menurut Sudjana (2010, p. 30) ada
enam tingkatan keterampilan yaitu: (1) gerakan refleks atau gerakan
yang tidak sadar, (2) keterampilan gerakan dasar, (3) kemampuan
perseptual untuk membeda- kan auditif dan motoris, (4) kemampuan di
bidang fisik (kekuatan, keharmonisan dan ketepatan), (5) gerakan skill
mulai sederhana sampai kompleks dan (6) kemampuan yang berkenaan
dengan komunikasi gerakan ekspresif dan interprestatif

d. Pengolahan Penilaian
Pada akhir semester, guru mata pelajaran dan wali kelas
berkewajiban melaporkan hasil penilaian sikap, baik sikap spiritual dan
sikap sosial secara integratif. Laporan penilaian sikap dalam bentuk nilai
kualitatif dan deskripsi dari sikap peserta didik untuk mata pelajaran
yang bersangkutan dan antarmata pelajaran. Nilai kualitatif
menggambarkan posisi relative peserta didik terhadap kriteria yang
ditentukan. Kriteria penilaian kualitatif dikategorikan menjadi 4
kategori, yaitu: Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), Kurang (K).
Sedangkan deskripsi memuat uraian secara naratif pencapaian
kompetensi sikap sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar
setiap mata pelajaran. Deskripsi sikap pada setiap mata pelajaran
menguraikan kelebihan sikap peserta didik, dan sikap yang masih perlu
11

ditingkatkan. Contoh uraian deskripsi sikap dalam mata pelajaran antara


lain:
1. Menunjukkan sikap yang baik dalam kejujuran, disiplin, perlu
ditingkatkan sikap percaya diri
2. Menunjukkan sikap yang baik dalam kejujuran,
disiplin, dan percaya diri
Sedangkan deskripsi sikap antarmata pelajaran menjadi
tanggungjawab wali kelas melalui analisis nilai sikap setiap mata
pelajaran dan proses diskusi secara periodik dengan guru mata pelajaran.
Deskripsi sikap antarmata pelajaran menguraikan kelebihan sikap
peserta didik, dan sikap yang masih perlu ditingkatkan apabila ada secara
keseluruhan, serta rekomendasi untuk peningkatan. Contoh uraian
deskripsi sikap antarmata pelajaran antara lain:
1. Menunjukkan sikap yang baik dalam kejujuran, disiplin,
toleransi, gotong royong, santun, dan percaya diri. Perlu
ditingkatkan sikap tanggung jawab, melalui pembiasaan penugasan
mandiri di rumah.
2. Menunjukkan sikap yang baik dalam kejujuran, disiplin, tanggung
jawab, toleransi, gotong royong, santun, dan percaya diri.
Pelaksanaan penilaian sikap menggunakan berbagai teknik dan
bentuk penilaian yang bervariasi dan berkelanjutan agar menghasilkan
penilaian autentik secara utuh. Nilai sikap diperoleh melalui proses
pengolahan nilai sikap. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengolahan nilai antara lain:
a) Pengolahan nilai sikap dilakukan pada akhir kompetensi dasar dan
akhir semester
b) Pengolahan nilai berdasarkan sikap yang diharapkan sesuai tuntutan
kompetensi dasar
c) Pengolahan nilai ini bersumber pada nilai yang diperoleh
melalui berbagai teknik penilaian
12

d) Menentukan pembobotan yang berbeda untuk setiap teknik


penilaian apabila diperlukan, dengan mengutamakan teknik observasi
memiliki bobot lebih besar
e) Pengolahan nilai akhir semester bersumber pada semua nilai sikap
sesuai kompetensi dasar semester bersangkutan

e. Penilaian Pencapaian Kompetensi Keterampilan


Penilaian pencapaian kompetensi keterampilan merupakan
penilaian yang dilakukan terhadap peserta didik untuk menilai sejauh
mana pencapaian SKL, KI, dan KD khusus dalam dimensi keterampilan.
Cakupan penilaian dimensi keterampilan meliputi keterampilan dalam
ranah konkret mencakup aktivitas menggunakan, mengurai, merangkai,
memodifikasi, dan membuat. Sedangkan dalam ranah abstrak,
keterampilan ini mencakup aktivitas menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang.
Pada setiap akhir tahun pelajaran, sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum kompetensi inti keterampilan (KI-4),
yang menjadi tagihan di masing-masing kelas adalah sesuai dengan
satuan pendidikan. Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri
dari suatu mata pelajaran. Ranah keterampilan diperoleh melalui
aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan
mencipta.

f. Teknik Penilaian Kompetensi Keterampilan


Penilaian Praktik
Penilaian praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa
keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan
tuntutan kompetensi. Penilaian praktik dilakukan dengan mengamati
13

kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian digunakan


untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik
melakukan tugas tertentu seperti: praktik di laboratorium, praktik shalat,
praktik olahraga, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi,
membaca puisi/deklamasi, dan sebagainya. Untuk dapat memenuhi
kualitas perencanaan dan pelaksanaan penilaian praktik, berikut ini
adalah petunjuk teknis dan acuan dalam merencanakan dan
melaksanakan penilaian melalui tes praktik.

Perencanaan Penilaian Tes Praktik


Langkah yang harus dilakukan dalam merencanakan tes praktik
adalah: 1) menentukan kompetensi yang penting untuk dinilai melalui
tes praktik, 2) menyusun indikator hasil belajar berdasarkan kompetensi
yang akan dinilai, 3) menguraikan kriteria yang menunjukkan capaian
indikator hasil pencapaian kompetensi, 4) menyusun kriteria ke dalam
rubrik penilaian, 5) menyusun tugas sesuai dengan rubrik penilaian, 6)
Mengujicobakan tugas jika terkait dengan kegiatan praktikum atau
penggunaan alat, 8) Memperbaiki berdasarkan hasil uji coba jika
dilakukan uji coba, 9) Menyusun kriteria/batas kelulusan/batas standar
minimal capaian kompetensi peserta didik.

Pelaksanaan Penilaian Tes Praktik


Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan tes
praktik: 1) menyampaikan rubrik sebelum pelaksanaan penilaian kepada
peserta didik, 2) memberikan pemahaman yang sama kepada peserta
didik tentang kriteria penilaian, 3) menyampaikan tugas kepada peserta
didik, 4) memeriksa kesediaan alat dan bahan yang digunakan untuk tes
praktik, 5) melaksanakan penilaian selama rentang waktu yang
direncanakan, 6) membandingkan kinerja peserta didik dengan rubrik
14

penilaian, 7) melakukan penilaian yang dilakukan secara individual, 8)


mencatat hasil penilaian, 9) mendokumentasikan hasil penilaian.

Pelaporan Hasil Penilaian Tes Praktik


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaporan hasil penilaian
sebagai umpan balik terhadap penilaian melalui tes praktik: 1) keputusan
diambil berdasarkan tingkat capaian kompetensi peserta didik, 2)
pelaporan diberikan dalam bentuk angka dan atau kategori kemampuan
dengan dilengkapi oleh deskripsi yang bermakna, 3) pelaporan bersifat
tertulis, 4) pelaporan disampaikan kepada peserta didik dan orangtua
peserta didik, 5) pelaporan bersifat komunikatif, dapat dipahami oleh
peserta didik dan orangtua peserta didik, 6) pelaporan mencantumkan
pertimbangan atau keputusan terhadap capaian kinerja peserta didik.

Acuan Kualitas Rubrik


Rubrik tes praktik harus memenuhi beberapa kriteria berikut: a)
Rubrik memuat seperangkat indikator untuk menilai kompetensi
tertentu, b) Indikator dalam rubrik diurutkan berdasarkan urutan langkah
kerja pada tugas atau sistematika pada hasil kerja peserta didik, c)
Rubrik dapat mengukur kemampuan yang akan diukur (valid), d) Rubrik
dapat digunakan (feasible) dalam menilai kemampuan peserta didik, d)
Rubrik dapat memetakan kemampuan peserta didik, e) Rubrik disertai
dengan penyekoran yang jelas untuk pengambilan keputusan.

g. Penilaian Berbasis Projek


Penilaian berbasis projek adalah tugas-tugas belajar (learning
tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan
secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. Penilaian projek
merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode atau waktu tertentu.Tugas tersebut berupa
15

suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan,


pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian projek dapat
digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, penyelidikan dan menginformasikan peserta didik
pada mata pelajaran dan indikator/topik tertentu secara jelas.
Pada penilaian projek, setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu
dipertimbangkan: (a) kemampuan pengelolaan: kemampuan peserta
didik dalam memilih indikator/topik, mencari informasi dan mengelola
waktu pengumpulan data serta penulisan laporan, (b) relevansi,
kesesuaian dengan mata pelajaran dan indikator/topik, dengan
mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan
dalam pembelajaran, dan (c) keaslian: proyek yang dilakukan peserta
didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan
kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap projek peserta
didik.
Selanjutnya, untuk menjamin kualitas perencanaan dan
pelaksanaan penilaian proyek, perlu dikemukakan petunjuk teknis.
Berikut dikemukakan petunjuk teknis pelaksanaan dan acuan dalam
menentukan kualitas penilaian projek.

Perencanaan Penilaian Projek


Langkah-langkah yang harus dipenuhi dalam merencanakan
penilaian projek adalah: 1) menentukan kompetensi yang sesuai untuk
dinilai melalui projek, 2) penilaian projek mencakup perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan projek, 3) menyusun indikator proses dan
hasil belajar berdasarkan kompetensi, 4) menentukan kriteria yang
menunjukkan capaian indikator pada setiap tahapan pengerjaan projek,
5) merencanakan apakah task bersifat kelompok atau individual, 6)
merencanakan teknik-teknik dalam penilaian individual untuk tugas
16

yang dikerjakan secara kelompok, 7) menyusun tugas sesuai dengan


rubrik penilaian.

Pelaksanaan Penilaian Projek


Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan
penilaian projek: 1) menyampaikan rubrik penilaian sebelum
pelaksanaan penilaian kepada peserta didik, 2) memberikan pemahaman
kepada peserta didik tentang kriteria penilaian, 3) menyampaikan tugas
kepada peserta didik, 4) memberikan pemahaman yang sama kepada
peserta didik tentang tugas yang harus dikerjakan, 5) melakukan
penilaian selama perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan proyek, 6)
memonitor pengerjaan projek peserta didik dan memberikan umpan
balik pada setiap tahapan pengerjaan projek, 7) membandingkan kinerja
peserta didik dengan rubrik penilaian, 8) memetakan kemampuan
peserta didik terhadap pencapaian kompetensi minimal, 9) mencatat
hasil penilaian, 10) memberikan umpan balik terhadap laporan yang
disusun peserta didik.

Acuan Kualitas Tugas dalam Penilaian Projek


Tugas-tugas untuk penilaian projek harus memenuhi beberapa
acuan kualitas berikut: a) tugas harus mengarah pada pencapaian
indikator hasil belajar, b) tugas dapat dikerjakan oleh peserta didik, c)
tugas dapat dikerjakan selama proses pembelajaran atau merupakan
bagian dari pembelajaran mandiri, d) tugas sesuai dengan taraf
perkembangan peserta didik, e) materi penugasan sesuai dengan cakupan
kurikulum, f) tugas bersifat adil (tidak bias gender dan latar belakang
sosial ekonomi), g) Tugas mencantumkan rentang waktu pengerjaan
tugas.

Acuan Kualitas Rubrik dalam Penilaian Projek


17

Rubrik untuk penilaian proyek harus memenuhi beberapa kriteria


berikut: 1) rubrik dapat mengukur target kemampuan yang akan diukur
(valid), b) rubrik sesuai dengan tujuan pembelajaran, c) indikator
menunjukkan kemampuan yang dapat diamati (observasi), d) indikator
menunjukkan kemampuan yang dapat diukur, e) rubrik dapat memetakan
kemampuan peserta didik, f) rubrik menilai aspek-aspek penting pada
proyek peserta didik.

h. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara
menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu
yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan,
prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu.
Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan
kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya.
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang
didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan
kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut
dapat berupa karya peserta didik atau hasil ulangan dari proses
pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik. Akhir suatu
periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru.
Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik
sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus
melakukan perbaikan.

Perencanaan Penilaian Portofolio


Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam merencanakan
penilaian portofolio: 1) menentukan kompetensi dasar (KD) yang akan
dinilai pencapaiannya melalui tugas portofolio pada awal semester dan
diinformasikan kepada peserta didik, 2) merumuskan tujuan
18

pembelajaran yang akan dinilai pencapaiannya melalui penilaian


portofolio, 3) menjelaskan tentang tujuan penggunaan, macam dan
bentuk, serta kriteria penilaian dari kinerja dan atau hasil karya peserta
didik yang akan dijadikan portofolio. Penjelasan disertai contoh
portofolio yang telah pernah dilaksanakan, 4) menentukan kriteria
penilaian. Kriteria penilaian portofolio ditentukan oleh guru atau guru
dan peserta didik, 5) menentukan format pendokumentasian hasil
penilaian portofolio, minimal memuat topik kegiatan tugas portofolio,
tanggal penilaian, dan catatan pencapaian (tingkat kesempurnaan)
portofolio, 6) menyiapkan map yang diberi identitas: nama peserta didik,
kelas/semester, nama sekolah, nama mata pelajaran, dan tahun ajaran
sebagai wadah pendokumentasian portofolio peserta didik.

Pelaksanaan Penilaian Portofolio


Pelaksanaan penilaian portofolio, harus memenuhi beberapa kriteria
berikut: 1) melaksanakan proses pembelajaran terkait tugas portofolio
dan menilainya pada saat kegiatan tatap muka, tugas terstruktur atau
tugas mandiri tidak terstruktur, disesuaikan dengan karakteristik mata
pelajaran dan tujuan kegiatan pembelajaran, 2) melakukan penilaian
portofolio berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditetapkan atau
disepakati bersama dengan peserta didik. Penilaian portofolio oleh
peserta didik bersifat sebagai evaluasi diri, 3) peserta didik mencatat
hasil penilaian portofolionya untuk bahan refleksi dirinya, 4)
mendokumentasikan hasil penilaian portofolio sesuai format yang telah
ditentukan, 5) memberi umpan balik terhadap karya peserta didik secara
berkesinambungan dengan cara memberi keterangan kelebihan dan
kekurangan karya tersebut, cara memperbaikinya dan diinformasikan
kepada peserta didik, 6) memberi identitas (nama dan waktu
penyelesaian tugas), mengumpulkan dan menyimpan portofolio masing-
masing dalam satu map atau folder di rumah masing-masing atau di
19

loker sekolah, 7) setelah suatu karya dinilai dan nilainya belum


memuaskan, peserta didik diberi kesempatan untuk memperbaikinya, 8)
membuat “kontrak” atau perjanjian mengenai jangka waktu perbaikan
dan penyerahan karya hasil perbaikan kepada guru, 9) memamerkan
dokumentasi kinerja dan atau hasil karya terbaik portofolio dengan cara
menempel di kelas, 10) mendokumentasikan dan menyimpan semua
portofolio ke dalam map yang telah diberi identitas masing-masing
peserta didik untuk bahan laporan kepada sekolah dan orang tua peserta
didik, 11) mencantumkan tanggal pembuatan pada setiap bahan
informasi perkembangan peserta didik sehingga dapat terlihat perbedaan
kualitas dari waktu ke waktu untuk bahan laporan kepada sekolah dan
atau orang tua peserta didik, 12) memberikan nilai akhir portofolio
masing-masing peserta didik disertai umpan balik.

Acuan Tugas Penilaian Portofolio


Tugas-tugas untuk pembuatan portofolio harus memenuhi beberapa
kriteria berikut: a) Tugas sesuai dengan kompetensi dan tujuan
pembelajaran yang akan diukur, b) hasil karya peserta didik yang
dijadikan portofolio berupa pekerjaan hasil tes, perilaku peserta didik
sehari-hari, hasil tugas terstruktur, dokumentasi aktivitas peserta didik di
luar sekolah yang menunjang kegiatan belajar, c) tugas portofolio
memuat aspek judul, tujuan pembelajaran, ruang lingkup belajar, uraian
tugas, kriteria penilaian, d) uraian tugas memuat kegiatan yang melatih
peserta didik mengembangkan kompetensi dalam semua aspek (sikap,
pengetahuan, keterampilan), e) uraian tugas bersifat terbuka, dalam arti
mengakomodasi dihasilkannya portofolio yang beragam isinya, f)
kalimat yang digunakan dalam uraian tugas menggunakan bahasa yang
komunikatif dan mudah dilaksanakan, g) alat dan bahan yang digunakan
dalam penyelesaian tugas portofolio tersedia di lingkungan peserta didik
dan mudah diperoleh.
20

Acuan Rubrik Penilaian Portofolio


Rubrik penilaian portofolio harus memenuhi kriteria berikut: 1)
rubrik memuat indikator kunci dari kompetensi dasar yang akan dinilai
pencapaiannya dengan portofolio, 2) rubrik memuat aspek-aspek
penilaian yang macamnya relevan dengan isi tugas portofolio, 3) rubrik
memuat kriteria kesempurnaan (tingkat, level) hasil tugas, 4) rubrik
mudah untuk digunakan oleh guru dan peserta didik, 5) rubrik
menggunakan bahasa yang lugas dan mudah dipahami.

Bentuk Instrumen Penilaian Kompetensi Keterampilan


Instrumen penilaian kompetensi keterampilan berbentuk daftar cek
atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi dengan rubrik.

Daftar Cek (Check-List)


Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar
cek (baik-tidak baik). Dengan menggunakan daftar cek, peserta didik
mendapat nilai bila kriteria penguasaan kompetensi tertentu dapat
diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak
memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai
dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat
diamati, baik-tidak baik. Dengan demikian tidak terdapat nilai tengah,
namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati subjek dalam
jumlah besar.

1. Hasil Penelitian
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh guru sebelum pelaksanaan penilaian dilakukan. Perencanaan
merupakan fondasi awal yang sangat penting dan mendukung
21

kelancaran proses penilaian. Penilaian pada Kurikulum 2013 relatif


kompleks dan rumit sehingga tanpa persiapan yang baik,
keterlaksanaan proses penilaian akan terganggu. Guru harus
merancang dan mengembangkan instrumen penilaian berdasarkan
pada kompetensi yang akan dicapai. Guru dituntut untuk dapat
mengembangkan instrumen penilaian yang dapat mengukur
kemampuan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Pada proses penelitian diidentifikasi upaya-upaya guru dalam
mengupayakan pengembangan instrument agar dapat mengukur
pencapaian siswa dengan baik. Aspek pertama aktivitas guru
dalam melakukan analisis terhadap butir soal yang disusun. Sedikit
yang melakukan analisis instrumen penilaian (berdasarkan data
empirik) pada ujian sekolah yaitu 34%, selain itu guru yang
menganalisis instrumen penilaian hasil belajar yang memenuhi
persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa juga relatif sedikit
yaitu 31%. Tidak adanya proses analisis instrumen menunjukkan
pula bahwa tidak ada proses revisi ataupun pemilahan soal yang
layak, revisi, ataupun ditolak.
Pada jenjang SMA/MA diperoleh data bahwa baru sebagian
guru yang merevisi instrumen penilaian yang belum baik (53%) dan
memilih butir instrumen penilaian pada ujian sekolah sesuai dengan
hasil analisis instrumen berdasarkan data empirik (29%). Demikian
pula untuk jenjang SMP/MTs sedikit sekali guru yang merevisi
instrumen penilaian yang belum baik (41%) dan sedikit juga guru
yang memilih butir instrumen penilaian pada ujian sekolah sesuai
dengan hasil analisis instrumen berdasarkan data empirik (42%).
Pola jawaban yang hampir sama juga pada jenjang SD/MI yaitu baru
sebagian guru yang merevisi instrumen penilaian yang belum baik
(53%) dan memilih butir instrumen penilaian pada ujian sekolah
berdasarkan data empiric (29%).
22

Hal kedua yang dicermati adalah aktivitas guru dalam


menyusun pedoman penskoran. Dari hasil angket diketahui bahwa
guru SMA/Aliyah, SMP/MTs, dan SD/MI terlihat bahwa banyak
guru membuat pedoman penskoran saat menggunakan tes uraian
untuk mengukur kompetensi pengetahuan siswa (81%). Tetapi
setelah ditanya dengan istilah rubrik, hanya sedikit guru yang
membuat rubrik saat mereka membuat soal uraian. Fenomena
tersebut menunjukkan bahwa masih banyak guru yang tidak
mengerti dengan istilah rubrik.
Hasil FGD juga menunjukkan bahwa hampir semua guru
menghadapi masalah dalam membuat rubrik pada saat mereka
membuat soal uraian. Mayoritas responden menyatakan tidak
menyusun rubrik penilaian bersamaan dengan menyusun soal. Guru
hanya membuat proporsi penskoran tiap butir dan rumus penilaian.
Data tersebut selaras dengan data angket yang menunjukkan bahwa
banyak guru yang tidak mengetahui bahwa istilah rubrik itu sama
dengan pedoman penskoran. Guru belum membuat pedoman
penskoran sebagai acuan dalam penilaian soal uraiannya.
Dari hasil FGD didapatkan data bahwa pada tahap
perencanaan, banyak guru yang mengabaikan fungsi kisi-kisi.
Seharusnya kisi-kisi merupakan fondasi awal konstruksi suatu
instrumen penilaian sehingga sesuai dengan kompetensi yang akan
diukur. Namun, fakta lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar
guru tidak membuat kisi-kisi terlebih dahulu. Guru langsung
menyusun instrumen penilaian tanpa diawali dengan penyusunan
kisi-kisi. Kondisi tidak ideal lain yang berkaitan dengan penyusunan
kisi-kisi soal adalah guru menyusunnya setelah soal selesai. Kisi-kisi
disusun hanya untuk memenuhi tuntutan administrasi atau acuan
siswa, bukan sebagai landasan penulisan soal. Fakta tersebut
23

menunjukkan bahwa guru belum sepenuhnya paham peran,


kegunaan, dan manfaat kisi-kisi soal.

Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap implementasi penilaian
berdasarkan perencanaan yang telah disusun oleh guru. Hasil angket
menunjukkan bahwa penilaian sikap yang dilakukan oleh guru-guru
di kelas relatif masih sedikit, terutama oleh guru-guru jenjang SD.
Pada jenjang SMA/MA, guru yang melakukan penilaian
kompetensi sikap dengan lembar observasi 48%, yang melakukan
penilaian kompetensi sikap dengan lembar penilaian diri 42%, yang
melakukan penilaian kompetensi sikap dengan penilaian antar teman
42%, dan yang melakukan penilaian kompetensi sikap dengan
membuat jurnal 41%.
Pola jawaban yang hampir sama diperoleh dari guru SMP/MTs
yaitu baru separuhnya guru SMP/MTs yang melakukan penilaian
kompetensi sikap dengan lembar observasi 52%, yang melakukan
penilaian kompetensi sikap dengan lembar penilaian diri 46%, yang
melakukan penilaian kompetensi sikap dengan penilaian
antarteman 44%, dan yang melakukan penilaian kompetensi sikap
dengan membuat jurnal 43%.
Pada jenjang SD/MI guru-guru umumnya lebih sedikit lagi yang
melakukan penilaian kompetensi sikap, yaitu dengan lembar
observasi 36%, yang melakukan penilaian kompetensi sikap dengan
Lembar penilaian diri juga 36%, yang melakukan penilaian
kompetensi sikap dengan penilaian antarteman 24%, dan yang
melakukan penilaian kompetensi sikap dengan membuat jurnal 27%.
24

Tahap Pelaporan
Hasil FGD menunjukkan bahwa banyak guru yang menghadapi
permasalahan dalam pembuatan laporan. Hambatannya terutama
pada penggunaan rentang nilai 1-4. Belum ada tabel konversi yang
dibuat pada Peraturan Pemerintahnya untuk mengkonversi rentang
nilai 0-100 menjadi rentang nilai 1-4 pada penilaian pengetahuan dan
ke- terampilan. Tanggapan lain dari perubahan skala penilaian
datang dari orang tua siswa. Banyak orang tua yang kesulitan dalam
membaca dan menerjemahkan nilai karena sudah terbiasa dengan
skala sebelumnya.
Terdapat beberapa masalah yang terjadi terkait dengan
penulisan rapor. Saat mengisi rapor juga beberapa guru mengalami
hambatan mengenai pembuatan deskripsi penilaian dan penyatuan
nilai tiap mata pelajaran. Kedua hambatan tersebut dirasa sangat
memberatkan guru karena membutuhkan waktu yang relatif lama
dan rumit.

Tahap Perencanaan
Untuk membuat suatu penilaian yang berkualitas baik, artinya
yang valid dan reliabel harus dimulai dari tahap perencanaan. Dari
hasil temuan yang didapatkan ternyata pada tahap perencanaan
masih banyak guru yang belum melaksanakan proses perencanaan
sesuai dengan kaidah-kaidah yang seharusnya dilakukan. Proses
penilaian diawali dengan membuat kisi-kisi instrumen. Secara lugas
Puspendik (2011) menyampaikan bahwa kisi-kisi harus dibuat
sebelum proses penyusunan instumen penilaian. Kisi-kisi sangat
penting bagi pendidik sebelum menyusun suatu penilaian. Kisi-kisi
penilaian adalah deskripsi mengenai ruang lingkup dan isi dari apa
yang akan diujikan, serta memberikan perincian mengenai teknik
dan bentuk instrumen yang diperlukan dalam penilaian tersebut.
25

Fakta lapangan menunjukkan bahwa dalam masa implementasi


Kurikulum 2013, masih banyak guru yang mengabaikan peran dan
fungsi kisi-kisi. Dengan demikian, maka dipastikan masih banyak
instrumen yang tidak terkontrol untuk menuju tujuan tertentu. Soal
tanpa mengacu pada kisi-kisi memiliki potensi besar untuk tidak
sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi. Imbas lain
ketiadaan kisi-kisi adalah potensi instrumen penilaian tersusun tidak
proporsional. Sangat mungkin dalam satu instrumen penilaian, guru
dituntut untuk mengukur beberapa kompetensi dasar. Dengan
demikian, instrument penilaian harus memuat butir yang
merepresentasikan semua kemampuan dalam setiap kompetensi
dasar.
Dengan kisi-kisi soal, pembuat soal secara professional
judgement dapat menentukan apakah soal-soal yang dibuatnya sudah
mengukur apa yang hendak diukur atau apakah soal-soalnya itu
secara profesional judge- ment sudah valid. Akan tetapi, banyak juga
guru di lapangan membuat soal terlebih dulu baru mereka membuat
kisi-kisinya. Dengan demikian, guru dalam membuat soal tidak
memiliki pedoman seperti apa seharusnya soal itu dibuat, atau tidak
ada indikator soal yang mengarahkan seperti apa soal itu dibuat.
Artinya, kalau guru membuat soalnya dulu, baru kemudian mereka
membuat kisi-kisi, maka akan sangat sukar membuat soal yang valid.
Hal yang baru dalam proses penilaian pada Kurikulum 2013
adalah penilaian sikap. Berbagai teknik ditawarkan sebagai upaya
melakukan penilaian kedua unsur tersebut. Adapun berbagai teknik
penilaian adalah observasi, penilaian diri, dan penilaian antar-teman.
Guru setidaknya diarahkan untuk memilih salah satu teknik dalam
melakukan penilaian. Pengembangan butir amatan me- rupakan
suatu pekerjaan yang tidak mudah. Seorang guru harus menjabarkan
berbagai teori sehingga menghasilkan definisi konseptual yang
26

dilanjutkan menjadi definisi operasional dan dijabarkan menjadi


indikator. Proses pengembangan tersebut membutuhkan
keterampilan yang akan menentukan kualitas instrumen yang dibuat.
Semua instrument penilaian (afektif, kognitif ataupun
psikomotor) seharusnya dijamin valid sehingga dapat berfungsi de-
ngan baik dalam mengukur kompetensi yang diinginkan (Allen &
Yen, 1979, p. 97). Menurut kriteria keberhasilan penulisan soal yang
baik, seharusnya guru melakukan analisis instrumen secara kualitatif
berdasarkan pertimbangan substansi, konstruksi, dan bahasa, juga
analisis berdasarkan data empirik atau berdasarkan hasil uji coba
soal, kemudian dari hasil analisis instrumen secara kualitatif dan
kuantitatif, guru harus memilih butir-butir soal yang baik sehingga
instrumen memenuhi kriteria valid dan reliabel (Puspendik, 2011).
Pada umumnya kualitas butir soal ditentukan melalui proses uji coba
lapangan sehingga karakter tiap butir dapat dievaluasi (Gierl &
Lai, 2013, p.)
Fakta di lapangan menunjukan bahwa masih banyak guru juga
tidak melakukan analisis instrumen sebelum proses penilaian.
Analisis instrumen pada tahap perencanaan memiliki peran yang
sangat penting untuk mendapatkan instrumen yang valid dan reliabel
(Puspendik, 2011). Dengan demikian, kualitas instrumen penilaian
guru masih belum terkontrol melalui proses analisis sehingga alat
ukur pencapaian belajar yang digunakan belum dipastikan dapat
mengin terpretasikan pencapaian belajar siswa. Ketiadaan analisis
instrumen membuat substansi, konstruksi, dan bahasa tidak terjamin
dengan baik. Instrumen yang demikian memiliki potensi bias dalam
mengukur kompetensi yang diinginkan.
Pada dasarnya guru tidak perlu me- luangkan waktunya khusus
untuk uji coba soal. Soal hasil dari ujian formative atau sum-mative
di kelas sebenarnya selain nilainya dapat digunakan untuk mengisi
27

rapor, soal-soal yang sudah dipakai tersebut seharusnya juga


sekaligus dapat dianalisis secara kuantitatif, kemudian diseleksi
berdasarkan analisis data kuantitatif, setelah itu soal-soal yang
mempunyai karakteristik baik dapat disimpan menjadi Bank Soal.
Menurut (Lissitz & Samuelsen, 2007, p. 484) analisis terhadap butir
soal yang digunakan dapat menjadi salah satu upaya validasi
berbasis analisis data empiris. Dengan demikian, maka guru tidak
perlu ada waktu khusus untuk uji coba soal. Setiap mata pelajaran
dapat menghimpun soal dengan kualitas baik (valid dan reliabel)
dalam Bank Soal sehingga siap digunakan sewaktu-waktu
diperlukan.
Fakta lain mengenai persiapan guru dalam menyusun soal
uraian adalah ketersediaan rubrik penilaian yang masih jarang
ditemui. Masih banyak guru yang belum mengerti tentang cara
membuat pedoman penskoran soal uraian (rubrik) sehingga soal
uraian tidak dilengkapi dengan pedoman penskorannya. Menurut
kaidah atau kriteria penilaian yang baik, pada saat guru membuat
soal uraian, sangat penting bagi guru secara simultan membuat
pedoman penskorannya atau rubrik (Puspendik, 2011). Ada tiga
komponen yang penting dalam membuat rubrik yaitu kata kunci,
skor pada setiap kata kunci, dan skor maksimum. Rubrik memiliki
fungsi krusial yaitu agar proses penskorannya terlaksana secara
objektif dan reliabel. Dengan demikian maka soal uraian tanpa
dilengkapi dengan rubrik yang baik dapat menimbulkan unsur
subjektif dan tidak reliabel. Tanpa adanya acuan penilaian yang
jelas, proses penilaian tidak dapat terkontrol dengan baik sehingga
kesetaraan nilai tiap siswa diragukan.
28

Tahap Pelaksanaan
Pengukuran sikap atau afektif dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Cara-cara tersebut antara lain: observasi perilaku, penilaian
diri, penilaian antarteman, membuat jurnal dan penggunaan skala
sikap. Walaupun pengukuran sikap dapat dilakukan dengan berbagai
cara, tapi tidak berarti semua teknik itu harus dilaksanakan oleh
guru-guru di sekolah. Dari hasil FGD didapatkan informasi bahwa
guru-guru memahaminya untuk mengukur kompetisis sikap, mereka
harus melaksanakan semua teknik yang disebutkan di atas. Karena
waktunya tidak cukup dan siswanya banyak sehingga banyak guru-
guru yang tidak melaksanakan penilaian sikap.
Dari hasil temuan FGD ternyata sedikit sekali guru-guru yang
melakukan penilaian kompetensi sikap baik dengan lembar
observasi, lembar penilaian diri, penilaian antarteman, dan membuat
jurnal. Banyak guru yang mengeluh kesulitan dalam melakukan
penilaian sikap, terutama karena mereka tidak ada waktu, dan terlalu
banyak siswa yang harus dinilai. Kondisi lapangan tersebut sama
dengan fakta yang telah dikemukakan oleh Markle & O’Banion
(2014) bahwa masih sangat sedikit guru yang melakukan penilaian
afektif dengan baik di lapangan.
Proses penilaian sikap sebagian besar dilakukan pada proses
pembelajaran di kelas. Manajemen waktu merupakan hal paling
krusial yang menentukan keterlaksanaan proses penilaian sikap.
Sebagian besar guru menunjukan bahwa manajemen waktunya
dalam membagi peran mengajar dan menilai belum ideal. Pada saat
proses pembelajaran guru seringkali sangat fokus mengajar sehingga
proses penilaian sikap tidak terlaksana. Kondisi demikian membuat
objektifitas penilaian terganggu, ada siswa yang teramati dengan
baik, ada pula siswa yang tidak teramati. Masalah lain muncul ketika
guru harus mengajar siswa baru. Guru belum hafal dengan baik
29

siswa sehingga guru kesulitan untuk mengamati sikap siswa.


Keluhan lain adalah mengenai konsentrasi guru dalam mengajar.
Banyak guru yang merasa terganggu konsentrasinya ketika
mengajar dan diselangi proses penilaian. Guru menyampaikan bahwa
proses penilaian yang selama ini dilakukan sedikit banyak
menurunkan kualitas guru dalam peran sebagai pengajar.
Berbagai masalah yang terjadi di lapangan bermuara pada
satu kesimpulan yaitu minimnya wawasan guru mengenai teknik
penilaian. Guru masih belum mampun memilih suatu teknik
penilaian yang objektif namun efektif dan efisien. Pada saat guru
mampu memilih teknik yang tepat maka proses penilaian akan
terlaksana dengan lebih baik tanpa menambah beban signifikan pada
guru sehingga mengganggu perannya sebagai fasilitator pembelajar
di kelas.
Sebetulnya guru cukup memilih satu teknik untuk mengukur
sikap yang paling relevan. Misalnya untuk mengukur sikap siswa
terhadap mata pelajaran IPA, cukup guru-guru mengkur sikap
tersebut dengan jurnal (observasi perilaku), sedangkan apa- bila
waktunya tidak cukup dan siswanya terlalu banyak, dan
dipertimbangkan informasi yang diinginkan sudah cukup, maka
teknik penilaian sikap lainnya sebenarnya tidak perlu lagi
dilakukan.
Khusus untuk jenjang SD terdapat pembelajaran tematik
yang bisa menggabungkan beberapa mata pelajaran dalam satu
tema tertentu. Berdasarkan hasil FGD ditemukan data bahwa masih
banyak guru SD yang mengeluh sulit untuk melakukan penilaian
pembelajaran tematik. Untuk mengantisipasi masalah yang terjadi
pada proses implementasi penilaian Kurikulum 13 pada
pembelajaran tematik SD maka perlu ada pelatihan atau workshop
untuk guru-guru SD tentang penilaian pembelajaran tematik. Dalam
30

penilaian pembelajaran tematik, yang penting harus diperhatikan


adalah kejelasan kompetisi yang akan diukur, sehingga nanti soalnya
juga jelas mengukur apa yang hendak kita ukur atau soal itu valid.

Tahap Pelaporan
Hasil temuan FGD menunjukkan bahwa banyak guru yang
menghadapi permasalahan dalam pembuatan laporan, terutama
pada penggunaan rentang nilai 1-4. Guru menghadapi masalah
karena belum ada tabel konversi yang dibuat pada Peraturan
Pemerintah untuk mengkonversi rentang nilai 0-100 menjadi rentang
nilai 1-4 pada penilaian pengetahuan dan keterampilan. Untuk guru
mata pelajaran IPA khususnya matematika, proses konversi nilai
bukan merupakan masalah yang rumit. Namun, untuk guru mata
pelajaran IPS, proses konversi nilai merupakan hambatan besar.
Dengan demikian maka ketersediaan tabel pakem untuk konversi
atau siswa berbasis IT yang dapat membantu konversi nilai dirasa
sangat perlu.
Skala nilai tidak hanya memberikan dampak pada guru
namun juga pada siswa dan orang tua. Penerapan rentang 0-100
yang sudah berjalan sangat lama membuat orang tua terbiasa atau
bahkan nilai sudah identik dengan skala tersebut. Keterbacaan nilai
dengan rentang baru menjadi permasalahan karena orang tua
kesulitan dalam me- representasikan arti dari simbol nilai dalam
rapor. Sedikit berbeda dengan universitas yang tidak masalah dengan
rentang nilai 1-4 karena identitas nilai dengan rentang tersebut telah
berjalan lama dan level mahasiswa sudah mampu memberikan
interpretasi pada orang tua mengenai capaian belajar. Namun, untuk
level siswa masih belum dapat memberikan pemahaman pada orang
tua mengenai arti dan interpretasi dari simbol nilai di rapor. Banyak
orang tua mengusulkan pelaporannya untuk kembali ke rentang nilai
31

0-100. Dengan demikian, maka sekolah memiliki peran sentral


dalam memberikan edukasi pada orang tua mengenai sistem
penilaian baru sehingga orang tua dapat mengakses dengan baik
informasi di rapor.
Rapor merupakan produk akhir dari suatu penilaian. Rapor
memuat kompilasi kemampuan seorang siswa. Format rapor
kurikulum 2013 pun memiliki perbedaan dengan kurikulum
sebelumnya. Sepuluh informan sepakat bahwa rapor Kurikulum
2013 rumit. Rapor dipenuhi dengan deskripsi hasil belajar siswa.
Pembuatan deskripsi tersebutlah yang menjadi masalah. Masih
banyak guru yang belum terbiasa menulis sehingga proses
penulisan deskripsi serasa rumit dan memerlukan waktu yang relatif
lama.
Penulisan rapor sendiri melibatkan guru mapel dan wali kelas.
Kolaborasi tersebut sering terkendala karena saling tunggu. Pola
kerja penulisan rapor secara umum adalah guru mata pelajaran
merekap nilai dan menyerahkan hasil penilaiannya pada wali kelas.
Sistem konvensional demikian tidak efektif secara waktu dan tenaga.
Banyak pula guru yang mengeluhkan sistem tersebut karena sangat
menguras tenaga. Terdapat satu sekolah yang telah mengoordinir
sistem penilaian dan penyatuan rapor berbasis Ms. Excel. Namun,
hanya sebatas form yang diisi. Koneksi antarguru masih
dilaksanakan dengan cara konvensional. Di lapangan sistem tersebut
sering menemukan masalah. Efisiensi waktu sering tidak terjangkau
karena beberapa guru mapel belum siap dengan nilai-nilainya.
Dibutuhkan suatu sistem yang dapat memfasilitasi guru dalam
menulis rapor. Efisiensi waktu dan energi adalah fokus kebutuhan.
Guru membutuhkan suatu sistem yang dapat menghubungkan
antarpenilai dan merangkumnya dalam satu bendel rapor dengan
mudah.
32

2. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut. Pertama, pada tahap perencanaan,
ditemukan banyak guru-guru di lapangan yang belum mengerti
tentang : kisi-kisi soal dan kegunaannya, juga menganalisis
instrumen peniliaian dan membuat pedoman penskoran atau rubrik
soal uraian. Kedua, pada tahap pelaksanaan, ditemukan banyak guru-
guru yang kesulitan dalam melaksanakan penilaian di Kurikulum
2013, terutama kesulitan dalam penilaian sikap, dan penilaian
pembelajran tematik, juga kesulitan dalam menganalisis instrument
penilaian dan revisi butir soal. Ketiga, pada tahap pelaporan,
ditemukan di lapangan guru banyak yang mengalami kesulitan dalam
pembuatan laporan yang menggunakan rentang nilai 1-4 pada
penilaian pengetahuan dan keterampilan, nilai dengan skala 1-4 sulit
dibaca oleh orang tua siswa, dan kesulitan penulisan rapor.
Adapun saran sebagai alternatif cara untuk mengatasi
berbagai masalah dalam implementasi Kurikulum 2013 sebagai
berikut ini. Untuk mengatasi masalah dalam tahap perencanaan
disarankan kepada Kepala Sekolah, guru dan Dinas Pendidikan
untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan membuat kisi-kisi dahulu
baru membuat soal-soalnya bukan yang dilakukan sebaliknya, juga
pelatihan analisis instrumen penilaian dan juga membuat rubrik atau
pedoman penskoran untuk soal uraian simultan pada saat mereka
membuat soalnya.
Untuk mengatasi berbagai masalah dalam tahap pelaksanaan
disarankan kepada guru, Kepala Sekolah, dan Dinas Pendidikan
untuk membuat dan menyederhanakan pedoman penilaian pada
Kurikulum 2013, melakukan sosialisasi dan pelatihan penilaian
kompetensi sikap, untuk jenjang SD perlu diberikan pelatihan teknik
33

penilaian yang sesuai pada pembelajaran tematik, dan membimbing


guru melakukan kegiatan analisis instrumendan revisi butir soal.
Untuk mengatasi berbagai masalah dalam tahap pelaporan
disarankan kepada Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan,
Direktorat/BSNP untuk mengkaji kembali kebijakan penggunaan
rentang nilai 1-4 dengan usulan melengkapi tabel konversi rentang
nilai 0-100 menjadi 1-4 atau penggunaan kembali konversi rentang
nilai 0-100 pada penilaian pengetahuan dan keterampilan

B. Kelebihan/Keunggulan Penelitian dan Kelemahan Penelitian


1. Kelebihan/Keunggulan Penelitian
 Penamaan judul pada penelitian ini sudah tepat karena menunjukkan
masalah penelitian yang diangkat oleh peneliti.
 Penelitian ini dilakukan oleh satu orang dengan mengikutsertakan
email dan afiliasi universitas. Karena mencantumkan email sangat
penting untuk mempermudah diskusi antar penulis dengan pembaca
jurnal. Mencantumkan nama universitas sebagai afiliasi penulis juga
penting untuk meningkatkan pengakuan universitas tersebut di dunia
pendidikan.
 Abstrak yang dibuat sudah baik karena disajikan dengan singkat,
tepat, dan jelas dalam menggambarkan isi jurnal. Abstrak dalam
penelitian ini telah memenuhi kriteria abstrak yaitu adanya tujuan dari
penelitian, metode penelitian, dan hasil penelitian.
 Kata kunci yang digunakan sudah tepat karena mencakup semua
istilah utama yang diteliti.
 Latar belakang disajikan dengan urutan yang logis.
 Metode penelitian yang digunakan sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis yaitu menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif eksploratif
34

 Hasil penelitian disajikan secara rapi dan terstruktur dengan bahasa


yang baik (tidak bertele-tele) dan menuliskan apa yang menjadi
pernyataan dari narasumber yang berkaitan dengan pokok
permasalahan sebagai pendukung dari hasil penelitian penulis.
 Peneliti menyajikan kesimpulan dengan baik dan peneliti
menghubungkan tujuan penelitian, masalah penelitian dan hasil
penelitian.

2. Kelemahan Penelitian
 Pada latar belakang jurnal ini peneliti melakukan pengutipan tanpa
menuliskan sumbernya, atau penulis tidak mencantumkan catatan
kaki darimana pernyataan tersebut berasal.
 Pada pendahuluan penulis tidak menulisakan apa yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini.
 Masih terdapat penulisan-penulisan kata yang salah.
35

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari apa yang telah direview oleh reviewer yaitu bahwa
penilaian merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
pendidikan. Karena dengan adanya penilaian maka seorang guru dapat
mengetahui sejauh mana peserta didiknya itu mengalami perkembangan
dalam belajar. Namun, terlepas dari hal tersebut dalam kurikulum 2013 yang
merupakan kurikulum baru dimana teknik penilaiannya itu berbeda dari
kurikulum-kurikulum sebelumnya, dan banyak guru dalam melakukan
penilaian merasa cukup sulit karena belum adanya penguasaan tentang
bagaimana teknik penilaian dalam kurikulum 2013. Dimana pada K-13 ini
guru dituntut harus bisa menguasai terlebih dahulu apa saja aspek-aspek
yang harus dinilai, dan bagaimana teknik-teknik dalam melakukan penilaian.
Sedangkan teknik-teknik dalam melakukan penilaian banyak sekali jenisnya.
Dan hal ini, merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi setiap guru dalam
melakukan penilaian kepada peserta didik.
Maka dalam mengatasi hal tersebut, harus adanya kerjasama antara
sekolah dengan Dinas Pendidikan supaya adakan sosialisasi dan pelatihan
terkait dengan implementasi penilaian dalam kurikulum 2013 ini.

B. Saran
Saran saya bagi saya bagi penulis untuk penulisan jurnal selanjutnya
agar lebih memperhatikan penulisan kalimat dalam menulis jurnal, juga
memperhatikan tanda baca serta spasi agar lebih rapi dan enak untuk dilihat.

35
36

DAFTAR PUSTAKA

Setiadi, Hadi, 2016, “Pelaksanaan Peniliaian Pada Kurikulum 2013”, Jurnal


Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol. 20, No. 166-178 dalam
http://journal.uny.ac.id/index.php/jpep, diakses pada 26 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai