Anda di halaman 1dari 14

Nama : Hikmah Amalia Hasanah

Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam Periode Tengah


Prodi : Sejarah Peradaban Islam

Menurut Harun Nasution, periodisasi sejarah apabila dilihat dari sudut pandang
politik, dapat terbagi menjadi 3 periode besar, yaitu:1

1. Periode Klasik (650-1250) merupakan masa kemajuan Islam dan terbagi lagi menjadi
2 fase. Pertama, fase ekspansi, integrasi, dan puncak kemajuan (650-1000 M). Kedua,
fase disintegrasi (1000-1250 M).
2. Periode Pertengahan (1250-1800 M) yang terbagi lagi menjadi 2 fase. Pertama, fase
kemunduran (1250-1500 M). Kedua, fase 3 kerajaan besar (1500-1800 M), yang
dimulai dari zaman kemajuan (1500-1700 M), dan zaman kemunduran (1700-1800
M).
3. Periode Modern (1800-dan seterusnya) merupakan masa dimana mayoritas dunia
Islam berada dibawah kolonialisme dan imperialisme Eropa, serta banyak belajar dari
dunia Barat dalam rangka mengembalikan balance of poweer. Pada masa ini pula
dunia Islam bangkit kembali dengan melakukan pembaharuan (tajdid) atau masa
kebangkitan kembali umat Islam, serta banyak negara berpenduduk umat Islam Yang
mendapat kemerdekaannya.

Apabila dilihat dari periodisasi tersebut, maka periode pertengahan merupakan masa
dimana umat Islam mengalami masa kemunduran setelah sebelumnya terjadi kemajuan yang
begitu pesat di masa klasik, khususnya tatkala umat Islam berada pada masa kekuasaan
Abbasyiyah yaitu masa the Golden Age. Kemunduran yang terjadi pada periode pertengahan
ini menyentuh berbagai aspek kehidupan seperti halnya dalam ilmu pengetahuan, umat Islam
mengalami stagnasi dan sulit untuk bangkit kembali.

A. Fase Kemunduran

Awal mula dari periode pertengahan ini sering ditandai dengan runtuhnya kekuasan
dinasti Abbasiyah akibat serangan kekuatan asing yang secara bertubi-tubi menyerang
wilayah-wilayah kekuasaan Islam khususnya Baghdad yang menjadi pusat dari kekuasaan

1
Ading Kusdiana, Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, (Bandung: Pustaka Setia Bandung, Cet-1,
2013), hlm. 3.
Islam saat itu. Penyerangan pertama berasal dari bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hullagu
Khan. Namun, sebelum mengarahkan serangan terhadap Baghdad, sejak tahun 606 H/1209 M
Mongol yang pada awalnya dipimpin oleh Jengis Khan ini telah terlebih dulu memulai
serangan terhadap wilayah-wilayah Islam yang lain seperti Turki, Ferghana, Samarkand, serta
Turkistan. Adapun sepuluh tahun berikutnya mereka pun melakukan kembali serangan ke
wilayah Bukhara, Khurasan, Hamadzan, Quzwain, hingga perbatasan Irak yaitu Azerbaijan.
Penyerangan yang dilakukan bangsa Mongol ini dilakukan secara biadab, karena di setiap
daerah yang mereka lalui, senantiasa melakukan pembunuhan secara besar-besaran kepada
penduduk daerah tersebut, mereka pun banyak menghancurkan bangunan-bangunan seperti
sekolah, mesjid, hingga gedung-gedung pun mereka bakar.2
Dengan demikian, tidak mengherankan bila di tahun 656 H/1258 M, pasukan Mongol
yang telah dipimpin oleh Hullagu Khan yang merupakan masih keturunan Jengis Khan ini
melakukan penyerangan secara membabi buta di wilayah pusat islam yakni kota Baghdad.
Dinasti abbasiyah yang pada saat itu dipimpin oleh khalifah Al-Mu’tashim pun tak mampu
untuk menahan serangan 20.000 pasukan Mongol.3 Akibat dari penyerangan ini, bangunan-
bangunan pendukung khazanah umat Islam saat itu seperti Baitul Hikmah yang merupakan
fasilitas terlengkap dan menyimpan segala macam ilmu pengetahuan pun ikut lenyap di
tangan para pasukan Mongol. Oleh karena itu, jatuhnya Baghdad akibat penyerangan ini
merupakan awal mula dari masuknya umat Islam ke dalam masa kemunduran peradaban
Islam.
Pada akhirnya kota Baghdad pun diperintah oleh bangsa Ilkhan yang merupakan
nama lain dari keturunan Hullagu Khan. Selama satu setengah abad tersebut, umat Islam
mencoba untuk bangkit kembali di bawah pimpinan bangsa Ilkhan yang sedikit demi sedikit
mencoba untuk membangkitkan kembali keilmuan Islam seperti di masa Mahmud Ghazan
yaitu raja ke-7 dari bangsa Ilkhan yang telah memeluk Islam. Namun usaha tersebut, harus
mengalami kegagalan kembali karena di masa pimpinan raja ke-16 yakni Sulaiman, umat
Islam harus mengalami kembali serangan yang begitu mengerikan dari Timur Lenk.
Sebenarnya Timur lenk ini telah memeluk islam dan masih keturunan dari bangsa Mongol,
akan tetapi karena ia berambisi ingin menjadi penguasa besar dan menjadi satu-satunya raja
di bumi, maka kebiadaban serta kekejaman pun masih melekat kuat dalam dirinya. Sama
seperti yang dilakukan pendahulunya, ia pun melakukan serangan terlebih dulu sejak tahun
1370 M dari wilayah-wilayah Islam yang lain seperti Khawarizm. Pada tahun 1381 M, ia pun

2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2018), hlm. 124, hlm. 113.
3
Ibid, hlm. 114.
melakukan penyerangan ke wilayah Khurasan, Herat, Afghanistan, Persia, Fars, Kurdistan,
Isfahan (Iran), Irak, Syiria dan Anatolia (Turki). Akhirnya pada tahun 1393 M, Timur Lenk
pun berhasil menguasai Baghdad dan mengakhiri pemerintahan bangsa Ilkhan.4
Perlu diketahui, bahwa meskipun umat Islam berada dalam masa kritis akibat
serangan-serangan yang diarahkan dari bangsa Mongol dan Timur Lenk, namun umat Islam
masih memiliki satu harapan terhadap dinasti Mamluk yang berada di Mesir. Dinasti mamluk
ini merupakan satu-satunya dinasti yang mampu bertahan dari serangan Mongol, bahkan
ketika Timur Lenk melakukan penyerangan terhadap Mesir di tahun 1401 M, dinasti Mamluk
memang mengalami kekalahan, namun dinasti ini tidak langsung runtuh ketika diserang oleh
Timur Lenk, karena keruntuhan dinasti ini terjadi pada tahun 1517 M tatkala dinasti lain yang
lebih besar dari mereka yaitu Turki Utsmani mampu mengalahkan Mamluk, dan menjadikan
Mesir sebagai bagian dari provinsi mereka.

 Pemerintahan Militeristik

Sistem pemerintahan yang militeristik tidak hanya diterapkan pada masa 3 kerajaan
besar saja, namun di masa pemerintahan dinasti Mamluk pun menerapkan sistem militeristik.
Dinasti mamluk memberikan corak pemerintahan yang baru dalam lintas sejarah peradaban
dinasti-dinasti Islam, dengan cara menciptakan suatu tradisi baru dalam sistem suksesi
kepemimpinan yaitu pola pemerintahan oligarki militer. Bentuk pemerintahan ini merupakan
suatu bentuk pemerintahan yang menerapkan kepemimpinan berdasarkan kekuatan dan
pengaruh, bukan melalui garis keturunan. Sehingga Sultan yang lemah bisa saja disingkirkan
atau diturunkan dari kursi jabatannya oleh seorang Mamluk yang lebih kuat dan memiliki
pengaruh besar di tengah-tengah masyarakat. Kelebihan lain dari sistem ini adalah tidak
adanya istilah senioritas yang berhak atas juniornya untuk menduduki jabatan sultan,
melainkan lebih berdasarkan keahlian dan kepiawaian seorang Mamluk tersebut.5

 Stagnasi Ilmu Pengetahuan

Sebenarnya keadaan ilmu pengetahuan pada masa dinasti Mamluk ini cukup maju bila
dibandingkan dengan dinasti-dinasti lain yang terdapat dalam periode pertengahan. Karena
Mesir berhasil terhindar dari kehancuran, maka persambungan perkembangan peradaban
dengan masa klasik pun relatif masih terlihat dan beberapa diantara prestasi yang pernah

4
Ibid, hlm. 117-120.
5
Mundzirin Yusuf, Peradaban Dinasti Mamluk di Mesir, (Thaqafiyyat, Vol. 16, No 2, Desember 2015), hlm. 156.
dicapai pada masa klasik juga bertahan di Mesir.6 Hal ini pun didukung dengan semakin
banyaknya para ilmuwan Baghdad yang bermigrasi ke Mesir untuk mencari perlindungan dan
jaminan dalam kehidupan. Hingga pada akhirnya ilmu pengetahuan pun berhasil berkembang
dengan sangat pesat, seperti sejarah, astronomi, matematika, kedokteran dan ilmu agama.7
Para ilmuwan besar yang muncul kala itu adalah Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi dan
Ibn Khaldun, dalam bidang sejarah; Nasiruddin al-Tusi, dalam bidang Astronomi; Abu al-
Faraj al-ibry, dalam bidang matematika; Abu al-Hasan Ali al-Nafis (penemu susunan dan
peredaran darah dalam paru-paru manusia), Abdul Mun‟im al-Dimyathi (seorang dokter
hewan), Al-Razi sebagai perintis psykoterapi, dalam bidang kedokteran; Salahuddin bin
Yusuf, dalam bidang opthalmologi; Ibn Taimiyah (pemikir reformis dalam Islam), As.
Sayuthi, dalam bidang ilmu keagamaan; Ibn Hajar al-Asqalani dalam ilmu hadis dan lain-lain
(Hitti,1970:128).8
Meskipun banyak menghasilkan ilmuwan besar, kemajuan yang dicapai oleh dinasti
mamluk masih berada dibawah prestasi yang pernah dicapai oleh umat Islam masa klasik.
Selain faktor bahwa Baghdad yang merupakan penyedia fasilitas-fasilitas ilmiah dari pusat
peradaban Islam telah hancur, maka faktor utama lain yang juga menyebabkan dinasti serta
kerajaan Islam lain tak mampu untuk mengatasi stagnasi ilmu pengetahuan ini karena metode
berpikir tradisional yang telah ditanamkan oleh Al-Ghazali, maka karyanya yang fenomenal
yakni Tahafut al-falasifah dan Mizan al-amal, dinilai telah berhasil mempengaruhi secara
kuat terhadap pemikiran para ulama serta para pemikir kala itu, hingga akhirnya berakibat
pada melemahnya kajian filsafat dan sains, sedangkan kitabnya Ihya’ ‘ulum al-din telah
berhasil menyebarkan ajaran tasawuf dengan mengintegrasikannya ke dalam ilmu-ilmu
agama.9

 Kemajuan Pesat dalam Bidang Seni dan Arsitektur

Salah satu ciri yang menandai dinasti-dinasti Islam yang terdapat di masa periode
pertengahan adalah kemajuan yang dicapai dalam bidang seni dan arsitektur. Seperti halnya
yang dilakukan oleh dinasti Mamluk, mereka banyak mendatangkan arsitek ke Mesir untuk
membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah serta melakukan pengembangan

6
Yatim, Sejarah Peradaban, hlm. 124.
7
Abdullah Nur, Dinasti Mamalik Mesir, (Jurnal Hunafa, Vol. 2, No. 2, Agustus 2005), hlm. 154.
8
Ibid.
9
St. Noer Farida Laila, “Dikotomi Keilmuan dalam Islam Abad Pertengahan Telaah Pemikiran Al-Ghazali dan Al-
Zarnuji”, (Dinamika Penelitian, Vol. 16, No. 2, 2016), hlm. 385.
dalam seni bangunan, model-model keramik, ukir-ukiran dan kerajinan yang artistik. Dengan
demikian, kecenderungan terhadap seni dan arsitektur ini boleh menjadi contoh bagi dinasti-
dinasti lain yang beradab. Bahkan hingga kini Kairo telah dan masih menjadi salah satu kota
yang indah dari dunia Muslim (Lewis, 1988: 167).10

 Bahasa Arab Mengalami Penurunan

Dengan berakhirnya dinasti Mamluk di tangan Turki Utsmani, maka peran Arab yang
biasanya sangat dominan memengaruhi peradaban Islam seperti di masa Klasik, atau ketika
semua wilayah kekuasaan Islam berhasil disatukan dalam satu budaya bahasa yakni bahasa
Arab yang dijadikan sebagai bahasa resmi dan administrasi, tidak bisa dilakukan lagi di masa
pertengahan ini. Islam telah terintegrasi dalam dinasti-dinasti atau pun kerajaan-kerajaan
Islam di wilayah-wilayah yang bukan Arab dan sudah sangat jauh dari tempat awal Islam
berkembang, serta hal terpenting lainnya bahwa yang menguasai pusat-pusat kekuasaan Islam
saat itu bukan berasal dari bangsa Arab.11 Seperti halnya yang terjadi di kerajaan Utsmani,
bahasa yang digunakan adalah bahasa Turki; di kerajaan Safawi, bahasa yang digunakan
bahasa Persia; di kerajaan Mughal, bahasa yang digunakan pun bahasa Urdu. Dengan
demikian, kedudukan bahasa Arab di masa pertengahan ini mengalami kemunduran karena
tidak dilakukan pengembangan kembali.12

B. Fase 3 Kerajaan Besar

Sebenarnya, selain dinasti Mamluk, dinasti Ilkhan, serta 3 kerajaan besar ini, terdapat
pula dinasti-dinasti lain yang berkuasa dalam masa pertengahan ini, yaitu:13

Tahun Dinasti Wilayah

749 – 1258 M Abbasiyah Baghdad

1077 – 1307 M Saljuq of Rum Bagian tengah Turki meluas ke bagian timur

1130 - 1269 M Almohads Maghrib, Spanyol

1169 – 1260 M Ayyubids Maghrib, Egypt, Sebagian barat dari Arabia

1228 – 1574 M Hafsids Tunisia, Bagian barat Aljazair

1229 – 1454 M Rasulid Yaman


10
Wahyudin Darmalaksana, Dinasti Mamalik Di Mesir, (El-Harakah, Vol.11, No.2, Tahun 2009), hlm. 124.
11
Yatim, Sejarah Peradaban, hlm. 3-4.
12
Ibid, hlm. 154.
13
Landy Trisna Abdurrahman, “Karakteristik Pemerintahan Dunia Islam Era Abad Pertengahan Islam”,
(Spiritualis, Vol.4, No. 2, 2018), hlm. 181-182.
1250 – 1517 M Mamluk Mesir, Syria

1256 – 1336 M Ilkhanids Iran, Iraq

1281 – 1922 M Ottomans Turki, Syria, Egypt, Cyprus, Tunisia,


Aljazair, Bagian barat Arab

1370 – 1506 M Timurid Asia Tengah, Iran

1501 – 1732 M Safavids (Safawiyah) Iran

1511 – 1628 M Sa’did Maroko

1526 – 1858 M Mughals India

1631 M Alawis Maroko

1746– sekarang Saudi Bagian tengah Arab, meluas ke bagian barat

Fase Kemajuan 3 Kerajaan Besar

1. Kerajaan Utsmani

Kerajaan Utsmani didirikan pada tahun 1281 M oleh bangsa Turki dari Kabilah
Orghuz yakni Utsman I. Pada awalnya bangsa Turki mendiami daerah Mongol dan daerah
utara negeri China, kemudian mereka berpindah ke Turkistan, Persia, Irak, hingga Asia
Tengah.14 Karena mereka merupakan bangsa yang nomaden, maka sangatlah wajar bila
mereka memiliki watak yang keras dan senang berperang yang merupakan tabiat alami,
warisan dari nenek moyang mereka yang berada di Asia Tengah.
Kerajaan Utsmani berhasil mencapai puncak zaman keemasannya pada masa
pemerintahan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520- 1566 M). Karena pada masa inilah wilayah
Kesultanan Turki Utsmani berhasil meluas sedemikian rupa, melebihi wilayah-wilayah yang
dicapai oleh Sultan-sultan sebelumnya. Bahkan kekuasaan Kesultanan Turki Utsmani kala itu
berhasil menjangkau tiga wilayah sekaligus yaitu benua, Asia, Afrika dan Eropa. 15 Selain itu,
masih pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni, berhasil pula disusun sebuah kitab undang-
undang (Qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan
hukum bagi kesultanan Turki Utsmani sampai datangnya reformasi pada abad ke 19.16
14
Yatim, Sejarah Peradaban, hlm. 129.
15
Hanifah, Peran Sultan Sulaiman Al-Qanuni dalam Membangun Kejayaan Kesultanan Turki Utsmani pada
Abad ke 16, (Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2017), hlm. 103.
16
Yatim, Sejarah Peradaban, hlm. 135.
 Pemerintahan Militeristik

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pada masa 3 kerajaan besar ini,
pemerintahan yang diterapkan adalah sistem pemerintahan yang militeristik. Mereka berhasil
mencapai kemajuannya bahkan menjadi salah satu kerajaan terbesar di dunia kala itu, karena
sistem militer yang mereka miliki telah sangat mapan.
Mereka menggunakan pola baru dalam pembinaan militer yang dimulai dari masa
Orkhan yaitu Putera Utsman yang berhasil mereformasi dan membentuk tiga pasukan utama
yang di asramakan dalam lingkungan dan suasana Islami yaitu: pertama, tentara Sipani
(tentara reguler) yang mendapatkan gaji tiap bulannya. Kedua, tentara Hazeb (tentara
irreguler) yang digaji pada saat mendapatkan harta rampasan perang (mal al-ghanimah).
Ketiga, tentara jenissary yang direkrut pada saat berumur dua belas tahun, dan kebanyakan
adalah anak-anak kristen yang dibimbing secara Islam serta disiplin yang kuat.17
Pasukan jenissary inilah yang pada akhirnya dijadikan sebagai tentara utama kerajaan
Turki Usmani, dan pada gilirannya pasukan jenissary dapat mengubah dinasti Utsmani
menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam
penaklukan negeri-negeri non muslim. Oleh karena itu, ketika masa Orkhan I, dinasti
Utsmani berhasil untuk pertama kalinya menaklukkan Azmir (Asia Kecil) pada tahun 1327,
Thawasyani (1330), Uskandar (1338), Ankara (1354), serta Gholipolli (1356).18

 Stagnasi Ilmu Pengetahuan

Sebagai bangsa yang berdarah militer, kerajaan Utsmani tidak terlalu memfokuskan
kegiatannya terhadap ilmu pengetahuan. Padahal seharusnya bila kemajuan militer dapat
berimbang dengan kemajuan ilmu pengetahuannya, maka kerajaan Utsmani akan sanggup
menghadapi musuh dari Eropa yang telah lebih maju dalam persenjataan serta ilmu
pengetahuannnya.19

 Kemajuan Pesat dalam Bidang Seni dan Arsitektur

Meskipun tidak berhasil menonjolkan dirinya dalam Ilmu Pengetahuan, Turki Usmani
cukup banyak memiliki para ahli yang berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam
seperti yang terlihat dari banyaknya karya-karya agung berupa bangunan yang indah dalam
17
Mudhiah, Sistem Militeristik Kerajaan Turki Utsmani, (Jurnal Tarbiyah Islamiyah: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Agama Islam, Vol. 8, No 1. Januari –Juni 2018), hlm. 23.
18
Fathur Rahman, Sejarah Perkembangan Islam di Turki, (Tasamuh: Jurnal Sudi Islam, Vol. 10, No. 2,
September 2018), hlm. 295.
19
Yatim, Sejarah Peradaban, hlm. 168.
Masjid Jami’ Muhammad al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman dan Masjid Abu Ayyub al-
Anshary. Adapun salah satu masjid yang terkenal akan hiasan kaligrafi indahnya adalah
masjid yang pada awalnya merupakan Gereja Aya Sophia. Kaligrafi masjid ini merupakan
hasil dari karya Musa Azam yang berhasil menutupi gambar-gambar Kristiani sebelumnya
dengan hiasan-hiasan kaligarfi indah miliknya.20
2. Kerajaan Syafawi

Pada awalnya kerajaan Syafawi berasal dari gerakan tarekat yang terdapat di Ardabil,
sebuah kota di Azerbaijan. Nama yang digunakan dalam tarekat ini adalah Syafawiyah
karena didasarkan pada pendiri tarekatnya yaitu Safi Al-Din. Gerakan tarekat ini perlahan
mengubah bentuk kegiatan yang pada awalnya hanya tarekat dengan pengajian tasawuf murni
berubah menjadi gerakan keagamaan yang memiliki pengaruh besar di Persia, Syiria, dan
Anatolia. Dengan demikian, gerakan agama yang mereka lakukan telah melahirkan pengikut-
pengikut yang fanatik sehingga tak bisa dipungkiri bahwa pengikut dari gerakan ini memiliki
keinginan besar untuk berkuasa. Keinginan ini pun pada akhirnya terwujud, tatkala gerakan
Tarekat Syafawi dipimpin oleh Juneid (1447-1460 M) dan berhasil memperluas geraknya
dengan menambahkan kegiatan politik dalam gerakan keagamaannya.21
Kejayaan kerajaan Syafawi dicapai tatkala pemerintahan dipegang oleh Abbas I
(1588-1628 M). Secara politik, Abbas mampu mengatasi berbagai kemelut yang dapat
mengganggu stabilitas negerinya dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang telah
lepas dari kekuasaan Syafawi seperti di tahun 1598 M, berhasil menaklukan Herat, Marw,
Balkh hingga mencoba utuk merebut kembali wilayah-wilayah kekuasaan Syafawi yang telah
ditaklukan oleh Kerajaan Utsmani pada tahun 1602 M, seperti Tabriz, Sirwan dan Baghdad;
pada tahun 1605-1606 M, merebut Nakhchivan, Erivan, Ganja, dan Tifilis; serta di tahun
1622 M, menaklukan pulau Hurmuz, dan berhasil pula mengubah pelabuhan Gumrun
menjadi pelabuhan Bandar Abbas, sehingga perekonomian mereka bisa mengalami
peningkatan karena salah satu jalur dagang antara Timur dan Barat yang biasa diperebutkan
oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya telah dimiliki oleh kerajaan Syafawi.22

 Pemerintahan Militeristik

Kerajaan Syafawi mencapai puncak kejayaannya pada masa Abbas I. Namun jauh
sebelum itu pengelolaan secara lebih mendalam terhadap para tentara telah mulai ditanamkan
20
Ibid, hlm. 132.
21
Ibid, hlm. 138-139.
22
Ibid, hlm. 143-144.
di masa Ismail I (1501-) yang merupakan raja pertama yang resmi memproklamirkan diri
sebagai raja Syafawi di kota Tabriz. Tentara-tentara ini diberi nama Qizilbash karena
mengacu pada sorban merah yang sering mereka gunakan. Tentara-tentara ini berasal dari
kalangan prajurit Turki yang nomaden, mereka telah menjadi bagian tentara Qizilbash tatkala
menjadi pengikut dari gerakan fanatik Syiah.23
Karena memiliki kemampuan organisasi yang tangguh, mereka seringkali
dimanfaatkan oleh para raja untuk memainkan perang penting dan sentral dalam perebutan
kekuasaan yang terus menerus terjadi selama berabad-abad ke depan. Ketika tidak berperang,
mereka dijadikan sebagai pasukan pengawal kerajaan, dan berguna untuk memadamkan
pemberontakan didalam pemerintahan.24

 Stagnasi Ilmu Pengetahuan

Meskipun tidak sebanding dengan kemajuan yang ada di masa Klasik, namun
kemajuan ilmu pengetahuan yang terdapat di masa kerajaan Syafawi ini cukup terbilang maju
bila dibandingkan dengan dua kerajaan besar lainnya. Faktor utama yang menjadi pendorong
terjadinya pengembangan dalam ilmu pengetahuan adalah karena bangsa Persia telah dikenal
sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, tak mengherankan bila kerajaan Syafawi mampu untuk
melanjutkan tradisi keilmuan di masa pemerintahannya.25
Contoh ilmuwan-ilmuwan besar yang hadir dari masa kerajaan Syafawi adalah Baha
Al-Din Al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan; Sadar Al-Din Al-Syaerazi, filosof;
Muhammad Baqir Ibn Muhammad Damad, seorang Filosof, ahli sejarah, teolog, dan pernha
mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah26.

 Kemajuan Pesat dalam Bidang Seni dan Arsitektur

Kemajuan seni berjalan beriringan dengan kemajuan arsitekturnya, kita dapat melihat
gaya-gaya arsitektur yang indah dalam bangunan-bangunan seperti mesjid Shah yang
dibangun tahun 1611 dan mesjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun pada tahun 1603 M. Ibu
kota kerajaan pun yakni Isfahan, behasil disulap menjadi kota yang sangat indah, dan terdiri
dari berbagai fasilitas penunjang kehidupan warganya seperti mesjid-mesjid, rumah-rumah

23
https://ganaislamika.com/dinasti-safawi-persia-2-pedang-dan-pena/, diakses pada tanggal 16 Desember
2020, pukul 22.10 WIB.
24
Ibid.
25
Yatim, Sejarah Peradaban, hlm. 144.
26
Ibid.
sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, istana Chihil Sutun, hingga
dilengkapi pula dengan taman-taman wisata yang tertata secara rapi dan indah. Adapun unsur
seni lainnya terlihat pula dalam bentuk-bentuk kerajinan tangan seperti keramik, karpet,
permadani, pakaian, tenunan, mode, tembikar, hingga seni lukis pun dikembangkan sejak
masa Tahmasp I.27

3. Kerajaan Mughal

Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan pertama yang berkuasa di India, namun terdapat
kerajaan-kerajaan atau pun dinasti-dinasti yang sebelumnya telah mengawali penyebaran
Islam di India, seperti dinasti Ghaznawi yang mengawali penaklukan muslim atas India yang
kemudian dilanjutkan oleh dinasti Ghuridiyah sejak tahun 1173-1206 M, Kesultanan Delhi
yang dapat dibagi kedalam 5 fase, yaitu, Dinasti Aybeg (1206-1290 M), Khalji (1290-1320),
Tughluq (1320-1413 M), Sayyid (1414-1451 M), Lodi (1451-1526 M).28
Dengan demikian, kerajaan Mughal mulai berkuasa di India sejak tahun 1526
dibawah pimpinan Zahirudin Babur yang merupakan cucu dari Timur Lenk. Pendirian dinasti
ini tidak didapat secara mudah, karena sebelum benar-benar menjadikan kota Delhi sebagai
ibu kota kerajaannya, Babur harus mengalami terlebih dulu pertempuran yang teramat
dahsyat di Panipat pada tahun 1526 M. Setelah berhasil keluar menjadi pemenang, Babur
masih harus berusaha mengalahkan penyerangan besar yang berasal dari raja-raja Hindu di
seluruh India, serta harus menumpas habis golongan yang masih setia dengan Lodi dalam
pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M.29
Adapun puncak kejayaan kerajaan Mughal, diraih oleh sultan Akbar yang berhasil
memajukan Mughal hampir dalam setiap aspek kehidupan, khususnya dalam bidang politik
serta agama dengan melakukan kebijakan besar yakni politik sullakhul serta faham din-ilahi
yang meskipun menimbulkan kontroversi besar namun berhasil mengantarkan masa
pemerintahannya ke puncak kejayaan keraajaan Mughal.

 Pemerintahan Militeristik

Sistem pemerintahan yang diterapkan Mughal pun bernuansa militerisitik. Kala itu
sultan adalah penguasa dktator, pemerintahan daerah dipegang oleh seorang sipah salar
(kepala komandan), sedang subdistik dipegang oleh faujdar (komandan). Jabatan-jabatan

27
Yatim, Sejarah Peradaban, hlm. 144-145.
28
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet-1, 2000), hlm. 673.
29
Yatim, Sejarah Peradaban, hlm. 148.
sipil pun diberikan jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran dan para pejabat juga
diharuskan untuk mengikuti latihan kemiliteran.30

 Stagnasi Ilmu Pengetahuan

Kemajuan dalam ilmu pengetahuan masih kurang terasa dalam masa pemerintahan
kerajaan Mughal, tetapi meskipun begitu tetap muncul tokoh dari masa pemerintahan Mughal
seperti Abu Fadl, seorang sejarawan yang mempunyai karya terkenal yakni Akhbar Nama
dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figur
pemimpinnya. Selain itu, terdapat pula penyair terkenal seperti Malik Muhammad Jayazi
yang menghasilkan karya besar berjudul Padmavat, sebuah karya aegoris yang mengandung
pesan kebajikan jiwa manusia.31

 Kemajuan Pesat dalam Bidang Seni dan Arsitektur

Banyak karya besar yang dihasilkan oleh kerajaan Mughal, bahkan hingga kini, hasil
karya seni tersebut masih bisa kita nikmati seperti istana Fatpur Sikri di Sikri, Taj Mahal di
Agra, Mesjid Raya Delhi serta istana indah di Lahore.32

Fase Kemunduran 3 Kerajaan Besar


Secara umum kemunduran yang dialami 3 kerajaan besar ini diakibatkan oleh ketidak
mampuan para penguasa selanjutnya untuk megimbangi kekuasaan yang pernah dialami oleh
para penguasa sebelumnya. Adapun dalam perjalanan proses kemundurannya mengalami
perbedaan masing-masing, yaitu:
Di masa kerajaan Utsmani, setelah masa kejayaan dialami oleh sultan Sulaiman Al-
Qanuni, kemunduran tidak langsung terasa bahkan terasa lambat karena meskipun telah
terjadi kemunduran secara drastis di abad 17 M dan abad 18 M, mereka masih mampu untuk
melakukan ekspansi ke beberapa daerah di Eropa Timur dan juga masih dianggap sebagai
sebuah negara besar yang disegani oleh lawan, hingga akhirnya kerajaan Utsmani berakhir
pada abad 20 M.33
Kemunduran ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah karena wilayah
kekuasaan yang terlalu luas, mereka memiliki sistem adiministrasi pemerintahan yang kurang
rapi namun memiliki wilayah negara yang begitu luas dan tentunya membutuhkan
30
Ibid, hlm. 149.
31
Ibid, hlm. 151.
32
Ibid, hlm. 151.
33
Ibid, hlm. 155-156.
administrasi yang rumit dan kompleks. Oleh karena itu, sejak dua abad lebih sultan Sulaiman
Al-Qanuni wafat, kerajaan Utsmani tak mampu untuk menahan wilayah-wilayah yang ingin
melepaskan diri dari kekuasaan Utsmani, baik yang berasal dari daerah-daerah yang
berpenduduk non-muslim seperti wilayah-wilayah yang ada di Eropa, hingga daerah-daerah
yang berpenduduk muslim seperti di Mesir, dinasti Mamluk yang berhasil berkuasa kembali.
Adapun faktor utama yang mengakibatkan kerajaan Utsmani berakhir adalah gerakan
pembaharuan politik di pusat pemeritahan yang dilakukan oleh Kemal Attaturk, mengakhiri
sudah corak Islam dari pemerintahan Utsmani menjadi sebuah Republik Turki yang
memisahkan antara agama dan negara, pada tahun 1924 M.34
Adapun dalam kerajaan Mughal, setelah sultan Akbar mencapai puncak kejayaannya,
maka kemunduran tidak langsung terasa, karena kemajuan masih bisa dipertahankan oleh 3
sultan setelahnya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M) dan terakhir
Aurangzeb (1658-1707 M).35 Kemunduran benar-benar terasa setelah Aurangzeb wafat,
karena kebanyakan sultan penerusnya adalah sultan-sultan yang lemah sehingga tak mampu
untuk menahan serangan-serangan yang diarahkan oleh kaum Hindu, suku Asyfar yang
dipimpin oleh Nadir Syah pada tahun 1739, bangsa Afghan yang dipimpin oleh Ahmad Khan
Durani pada tahun 1761, hingga serangan-serangan yang diarahkan oleh bangsa asing lain
yang benar-benar mengakhiri kerajaan Mughal adalah bangsa Inggris dengan kongsi
dagangnya yaitu EIC, pada tahun 1858 M.
Setelah satu abad ditinggal oleh sultan Abbas, kerajaan Syafawi mengalami
kemunduran yang sangat drastis, raja-raja setelah sultan Abbas benar-benar lemah dan tak
mampu mempertahankan kekuasaan Syafawi. Adapun faktor utama yang menyebabkan
kerajaan Syafawi benar-benar hancur adalah serangan-serangan yang pertama kali diarahkan
dari bangsa Afghan pada tahun 1709 M. Bangsa Afghan mulai merebut wilayah-wilayah
yang dikuasai oleh kerajaan Syafawi seperti Qandahar, Herat, dan Mashad. Kemudian di
tahun 1221, bangsa Afghan merebut kembali wilayah Kirman, hingga di tanggal 25 Oktober
1722 M, bangsa Afghan yang dipimpin oleh Mir Mahmud berhasil menguasai Isfahan.
Kemudian ketika kerajaan Syafawi mencoba untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang
dikuasai bangsa Afghan khususnya kota Isfahan, sultan Tahmasp II mencoba untuk
bekerjasama dengan bangsa Asyfar yang kala itu dipimpin oleh Nadir Khan. Namun
sayangnya ketika Isfahan telah berhasil direbut, pada tahun 1831, Nadir Khan malah
memecat Tahmasp II dan mengangkat Abbas III (putera Tahmasp II) yang masih kecil untuk

34
Ibid, hlm. 166-167.
35
Ibid, hlm. 155.
menjadi raja. Setelah 4 tahun berjalan, tepatnya di tahun 1736 M, Nadir Khan mengangkat
dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III. Demikian, berakhirlah kekuasaan kerajaan
Syafawi di Persia.36

Kesimpulan
Dengan demikian dapat kita simpulkan, bahwa karakteristik yang terdapat di masa
pertengahan ini terbagi menjadi dua, yaitu fase kemunduran yang terjadi sejak Baghdad
diserang oleh bangsa Mongol dan Timur Lenk, dalam fase ini pun masih terdapat satu
kerajaan yang berpengaruh di kalangan umat Islam saat itu yakni dinasti Mamluk yang
berdiri di Mesir. Dinasti Mamluk pun memilki karakterik yang hampir sama dengan
karakteristik yang dimiliki oleh 3 kerajaan besar di masa pertengahan ini yaitu kerajaan
Utsmani, Syafawiyah dan Mughal. Di dalam fase kemajuan dan kemunduran tiga kerajaan
besar, dapat kita lihat karakteristik yang melekat pada masa pemerintahannya seperti
pemerintahan yang militeristik, stagnasi dalam ilmu pengetahuan hingga kemajuan pesat
dalam bidang seni dan arsitektur. Namun, terdapat pula karakteristik lain yang secara umum
mewakili dua fase ini adalah bahasa Arab yang mengalami penurunan, karena bangsa-bangsa
yang menguasai Islam di masa pertengahan ini bukanlah berasal dari bangsa Arab, dan
wilayah-wilayah pusat kekuasaan Islam pun bukan di Arab lagi.

36
Ibid, hlm. 157-158.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Kusdiana, Ading, Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, (Bandung: Pustaka
Setia Bandung, Cet-1, 2013).
Lapidus, Ira. M, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet-1,
2000).
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2018).

Jurnal:
Abdurrahman, Landy Trisna, “Karakteristik Pemerintahan Dunia Islam Era Abad
Pertengahan Islam”, (Spiritualis, Vol.4, No. 2, 2018).
Darmalaksana, Wahyudin, Dinasti Mamalik Di Mesir, (El-Harakah, Vol.11, No.2, Tahun
2009).
Hanifah, Peran Sultan Sulaiman Al-Qanuni dalam Membangun Kejayaan Kesultanan Turki
Utsmani pada Abad ke 16, (Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2017).
Laila, St. Noer Farida, “Dikotomi Keilmuan dalam Islam Abad Pertengahan Telaah
Pemikiran Al-Ghazali dan Al-Zarnuji”, (Dinamika Penelitian, Vol. 16, No. 2, 2016).
Mudhiah, Sistem Militeristik Kerajaan Turki Utsmani, (Jurnal Tarbiyah Islamiyah: Jurnal
Ilmiah Pendidikan Agama Islam, Vol. 8, No 1. Januari –Juni 2018).
Nur, Abdullah, Dinasti Mamalik Mesir, (Jurnal Hunafa, Vol. 2, No. 2, Agustus 2005).
Rahman, Fathur, Sejarah Perkembangan Islam di Turki, (Tasamuh: Jurnal Sudi Islam, Vol.
10, No. 2, September 2018).
Yusuf, Mundzirin, Peradaban Dinasti Mamluk di Mesir, (Thaqafiyyat, Vol. 16, No 2,
Desember 2015).

Internet:
https://ganaislamika.com/dinasti-safawi-persia-2-pedang-dan-pena/, diakses pada tanggal 16
Desember 2020, pukul 22.10 WIB.

Anda mungkin juga menyukai