Skripsi:
Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar garjana strata satu
(S1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
ii
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
ABSTRAK.............................................................................................................iii
PENGESAHAN SKRIPSI.....................................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN...............................................................................vi
MOTTO................................................................................................................vii
PERSEMBAHAN...............................................................................................viii
KATA PENGANTAR...........................................................................................x
DAFTAR ISI..........................................................................................................xi
PEDOMAN TRANSLITERASI........................................................................xiv
BAB I: PENDAHULUAN
B. Identifikasi Masalah.......................................................................................4
C. Pembatasan Masalah.......................................................................................5
D. Rumusan Masalah...........................................................................................5
E. Tujuan Penelitian............................................................................................6
F. Kegunaan Penelitian.......................................................................................6
G. Telaah Pustaka................................................................................................7
H. Metodologi Penelitian.....................................................................................8
xi
A. Definisi Demokrasi....................................................................................13
ALQURAN
Imran..........................................................................................................50
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................56
B. Saran..........................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Alquran adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat
Muhammad saw. untuk memberi petunjuk, kabar gembira dan peringatan kepada
umat manusia serta membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah saw.
Rasulullah saw.1
sahabat pada saat itu menjadi perdebatan di masa yang akan datang. Ketika Nabi
wafat para sahabat mencoba menafsirkan dengan ijtihad mereka sehingga tidak
Alquran dan umat Islam adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Bagi
umat Islam, ajaran etis Alquran bersifat mutlak dan bisa diaplikasikan di segala
ruang dan waktu (shahih li kulli zaman wa makan). Tapi, fenomena dewasa ini
1
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Quran (Jakarta, Pustaka Litera AntarNusa,
2014), 1.
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
pengkajian Alquran.
pertama kali Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad. Pada saat itu Nabi
ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. 2 Sepeninggal Nabi Muhammad,
menafsirkan Alquran sesuai dengan keilmuan, latar belakang, dan kondisi sosial-
politik yang mereka miliki. Hal ini disebabkan semakin luasnya penyebaran Islam
yang dibarengi dengan beragam permasalahan yang kompleks. Sejak saat itulah
penghayatan terhadap relevansi Alquran untuk masa sekarang. Oleh karena itu,
kebutuhan masa kini. Di lain pihak masih terdapat kekhawatiran jika penyajiian
2
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan,
(Bandung: Penerbit Mizan, 2007), 71.
3
Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok al-Qur’an, terj. Anas Mahyudin, (Bandung:Pustaka,
1996), 11.
Abdullah Saeed. Namun masih sedikit tulisan yang menguraikan ide-ide yang
berjalan dengan mulus, karena akan berhadapan dengan otoritas tradisi penafsiran
legalitis-linguitis.
dengan mereka dalam urusan itu...” adalah bagian dari runtutan ayat-ayat yang
lebih panjang yang diturunkan dalam konteks Perang Uhud (3 H/625 M) antara
umat Islam dan para penentang mereka, penduduk Mekkah, di mana umat Islam
hampir saja mengalami kekalahan. Dari segi redaksi, ayat di atas berisi pesan
demikian, ayat ini berlaku juga secara universal bagi setiap Muslim, khususnya
yang merupakan salah satu pilar dari demokrasi. Fokus utama ayat ini adalah
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas terdapat beberapa masalah
ethic-legal (etik-hukum).
pandangan Abdullah Saeed terbatas dalam penafsiran ayat 159 surat Ali
Imran.
pembahasannya hanya pada penafsiran ayat 159 surat Ali Imran menurut
hanya pada ayat tersebut. Hal ini agar fokus yang penulis teliti terarah dan tidak
meluas.
4
Abdullah Saeed, al-Qur’an Abad 21: Tafsir Kontekstual (Bandung: Mizan Pustaka,
2015), 246.
C. Pembatasan Masalah
mana penulis menekankan kepada pokok inti pembahasannya supaya tidak meluas
kepada pembahasan yang tidak diperlukan. Jadi pembahasan yang akan dipilih
salah satu ayat Alquran yaitu surat Ali Imran ayat 159.
D. Rumusan Masalah
Dari uraian masalah di atas, terdapat beberapa rumusan masalah yang akan
2. Bagaimana konsep syura menurut Abdullah Saeed pada ayat 159 surat Ali
Imran?
E. Tujuan Penelitian
berikut:
Alquran.
2. Untuk mengetahui pendekatan Abdullah Saeed terhadap surat Ali Imran ayat
159.
F. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap ada manfaat yang bisa
diperoleh baik oleh penulis pribadi maupun pembaca. Penelitian ini merupakan
sebagai berikut:
G. Telaah Pustaka
antara lain:
1. Musyawarah dalam Surat Ali Imron 159 Menurut Perspektif Para Mufassir
yang ditulis oleh Achmad Dhafir untuk memperoleh gelar sarjana strata satu
(S1) UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2015. Dalam penelitiannya,
Dhafir mengambil garis besar pembahasan pada surat Ali Imran ayat 159
Gagasan Tafsir Fazlur Rahman. Sebuah jurnal karya Lien Iffah Naf’atu Fina,
akan penulis lakukan, dengan menjadikan ayat 159 surat Ali Imran sebagai
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
harus ditempuh oleh seorang peneliti, untuk sampai pada kesimpulan yang benar
tentang riset yang dilakukan.5 Dalam upaya memperoleh gambaran yang jelas,
rinci, serta analisi dan sistematis atas permasalahan ini, penelitian ini
5
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Alquran dan Tafsir (Yogyakarta: Idea press
Yogyakarta, 2015), 5.
ini bersifat kepustakaan, maka sumber datanya berasal dari buku-buku atau kitab-
2. Sumber Data
Sumber data berikut berupa sumber data primer (pokok) dan sumber data
sekunder (penunjang).
a) Data Primer
data primer penulis dalam penelitian ini adalah kitab atau buku karya
seperti:
Abdullah Saeed
b) Data Sekunder
antaranya adalah:
5) Dan lain-lainya
ini ayat 159 surat Ali Imran menjadi contoh ayat pilihan untuk dikaji lebih
6
LexyJ, Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarta, 1991), 263.
7
Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik (Bandung:
Tarsito, 1994), 45.
berfikir deduktif-induktif yakni cara berfikir yang bertolak pada suatu teori
ada secara khusus yang kemudian dianalisa dan hasilnya akan menemukan
I. Sistematika Pembahasan
hasil yang lebih sistematis, maka penulisan ini akan dibagi menjadi beberapa bab
penafsirannya.
dan merupakan inti dari pembahasan skripsi ini meliputi penafsiran ayat 159 surat
dari rumusan masalah yang disajikan dalam bentuk pertanyaan dan saran-saran
BAB II
A. Definisi Demokrasi
dua sisi, pengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Secara sempit,
Sedangkan secara luas, demokrasi tidak hanya dipahami sebagai suatu bentuk
mendengar dan menerima pendapat orang lain. Dari penjelasan di atas, pada
1
Fuad Fachruddin Fatah, Agama dan Pendidikan Demokrasi, Cet I (Jakarta: Pustaka
Alvabet, 2006)
13
Menurut Mahfud MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem
asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat
mencakup hak untuk mendapatkan perlakuan sama dengan orang lain, berkenaan
rakyat. Sebaliknya, prinsip ini juga membebankan kewajiban kepada rakyat untuk
lima prasyarat yang harus dipenuhi. Pertama, dalam membuat keputusan yang
bersifat kolektif dan mengikat, hak istimewa setiap warga negara harus
2
Ibid, 28.
3
A. Ubaidillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2006), 130.
mempunyai hak yang sama untuk menyatakan hak-hak politiknya. Ketiga, adanya
yang sama dalam penilaian yang logis demi mencapai hasil yang diinginkan.
Keempat, adanya kontrol terakhir terhadap agenda. Di sini warga negara juga
memiliki kekuasaan eksklusif untuk menentukan yang harus dan tidak harus
diputuskan melalui proses yang memenuhi ketiga hal di atas. Ini dalam rangka
masyarakat yang meliputi semua orang dewasa dalam kaitan penegakan hukum.4
pemerintahan.5
didasarkan kepada perbedaan kondisi sosial, sehingga tolok ukur demokrasi sulit
perkembangan dewasa ini pada esensinya baru pada ranah politik, di mana rakyat
terlibat langsung dalam pemilihan calon wakil-wakil rakyat dan calon pemimpin
4
Ma‟mun Murod Al-Brebesy, Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dus dan Amien Rais
Tentang Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990), 60.
5
Mohtar Masoed, Negara, Kapita dan Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),
24.
yang telah ditetapkan dan diusungkan oleh partai politik sebagai wujud partisipasi
rakyat, dan pada tataran sistem pemerintahan dijalankan oleh wakil-wakil rakyat
sesuatu sistem yang harus dijalankan dalam kehidupan sosial dan politik.
otokrasi. Meskipun Natsir dikenal sebagai seorang demokrat sejati dan pendukung
konsep bagi sistem politik dan hak asasi manusia, yakni hak kebebasan berbicara,
hak mengontrol kekuasaan, dan hak persamaan di muka hukum. Namun begitu,
6
Muhammad Natsir, Islam dan Demokrasi, dalam Mencari Demokrasi, Gagasan dan
Pemikiran, Kholid O. Santosa (Ed.), Cet ke-II, (Bandung: Sega Arsy, 2009), 120-121.
sistem politik Islam tidak dapat dibandingkan dengan sistem demokrasi dalam
di tangan Tuhan. Kedua, dalam praktik suara rakyat dapat dimanipulasi. Islam
adalah sistem yang unik, yang mengembangkan prinsip-prinsip syura dan hak
asasi manusia.7
dengan gagasan kedaulatan Tuhan, tetapi konsep kedaulatan rakyat tidak pernah
Sementara itu, Nurcholish Madjid menyadari bahwa nilai-nilai Islam dan nilai-
nilai demokrasi adalah bertentangan, tetapi dia melihat kesesuaian antara Islam
pemerintahan yang modern, dalam arti bahwa ada partisipasi politik yang
hubungan keluarga. Hal ini dianggap sebagai gagasan yang sangat modern untuk
7
Frans Magnis-Suseno, dkk, Agama dan Demokrasi, (Jakarta: P3M, 1992), 40.
saat itu, yang kegagalannya dapat dijelaskan dengan penggantian sistem monarki
Umayyah.8
rakyat harus dikontrol oleh konstitusi Negara. Sementara Islam (syariah) harus
dalam kehidupan berbangsa. Implementasi Islam adalah urusan pribadi yang bisa
Dari paparan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa secara substansial, para
dan ada yang dengan syarat, yaitu tidak bertentangan dengan kehendak Tuhan.
didasarkan pada ajaran-ajaran Al-Qur‟an dan praktik historis di masa Nabi dan
8
Nurcholis Madjid, Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah dalam Islam Doktrin dan
Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2008), 13.
9
Aden Widjan SZ, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Safaria Insania Press,
2007), 203.
dengan mereka dalam persoalan itu” serta pada Al-Qur‟an (42:38), “yang
Dari segi prinsip, meskipun rata-rata umat Islam menerima demokrasi, ada
segelintir dari mereka yang bergelut dengan dilema apakah demokrasi cocok atau
karena dianggap asing dengan Islam. Adnan Ali Ridha al-Annahwy, misalnya,
secara tegas mengatakan demokrasi adalah produk manusia di bumi kafir dan
republik, Muawiyah berbentuk monarki, pada abad ke-19 dan paruh pertama abad
ke-20 berbentuk monarki konstitusional, dan akhirnya pada paruh kedua abad ke-
20 bercorak republik. Pendapat yang senada ini banyak sekali, yang intinya
Syadzali dalam bukunya Islam dan Tata Negara, Ahmad Syafii Maarif dalam
10
Ibid, 204.
11
Adnan „Ali Ridha Al-Annahwy, Syura Bukan Demokrasi, (Kuala Lumpur: Polygraphic
Press Sdn. Bhd., 1990), hlm. 30
Tidak Ada Negara Islam.12 Sebagian lagi berpendapat bahwa demokrasi dan
pemilihan umum adalah cerminan sistem syura yang diajarkan dalam Islam dan
Dari uraian yang telah lalu, dapat kita pahami adanya perbedaan
pengambilan pendapat berdasarkan mayoritas, namun sebuah jalan hidup (the way
peradaban Barat.
karena minimal syura itu berbeda dengan demokrasi dalam tiga prinsip dasar:
1. Dalam sistem syura, pembuat dan penentu hukum adalah Allah SWT.
12
Moenawar Khalil, Khalifah (Kepala Negara) Sepanjang Pimpinan Qur’an dan Sunnah,
(Solo: Ramadhani, 1984), 4.
menyatakan, demokrasi adalah: “Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.” Karena itu, menyamakan syura dengan demokrasi tidaklah tepat dan jelas
tak proporsional. Jika ingin tepat dan proporsional, sistem demokrasi seharusnya
demokrasi.
Memang, ada kemiripan antara syura dan demokrasi, yang mungkin dapat
Kemiripan itu ialah, dalam syura ada proses pengambilan pendapat berdasarkan
suara mayoritas, seperti terjadi dalam Perang Uhud, identik dengan yang ada
masalah kemiripan ini akan gamblang dengan sendirinya. Sebab tidak selalu syura
berpatokan pada suara mayoritas. Ini sangat berbeda dengan demokrasi yang
13
Adnan „Ali Ridha Al-Annahwy, Syura Bukan Demokrasi, (Kuala Lumpur: Polygraphic
Press Sdn. Bhd., 1990), 93-94.
Kemiripan syura dan demokrasi menjadi lebih tak bermakna jika kita
dari kehidupan), 2) dibuat oleh manusia, yang didasarkan pada dua ide pokok: (a)
kedaulatan di tangan rakyat dan (a) rakyat sebagai sumber kekuasaan, memegang
dari kehendak rakyat. Oleh karena itu, pihak minoritas tidak mempunyai pilihan
selain tunduk dan mengikuti “pendapat mayoritas”. Maka itu dalam demokrasi
dikenal dengan istilah vox vopuli, vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.
atau minoritas, melainkan pada nash-nash syari‟at. Sebab yang menjadi musyarri’
produk hukum diambil atas persetujuan mayoritas rakyat, baik secara langsung
perwakilan). Inilah cacat terbesar dari sistem demokrasi. Manusia dengan segala
Dalam perlembagaan Islam, hanya dua badan yang penting, yaitu eksekutif
dari rakyat. Menurut Rasyid Ridha, al-ahl al-halli wa al-‘aqd terdiri dari
pemimpin umat Islam seperti ulama, pemimpin masyarakat, dan pejabat tinggi
Yang jelas, syura, ijma’, dan ijtihad memiliki dukungan yang sama, yaitu
ketiga konsep itu menjamin kebebasan bersuara lantas menjadi unsur penting
kepada apa yang dikatakan demokrasi Islam. Walaupun begitu, Islam sebagai
berbeda dengan demokrasi yang meletakkan kemauan manusia sebagai tolok ukur
kemauan rakyat hanya bisa dibenarkan setelah penerimaan mereka terhadap Islam
sebagai hukum Tuhan. Ini bermakna, kebebasan dan pemilihan umat Islam dalam
Allah. Tegas beliau lagi, pemerintahan Islam tidak dinafikan mempunyai unsur-
unsur demokrasi untuk mengisi yang tidak ada nash, tetapi apabila sudah ada
14
Abu A‟la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan: Satu Penilaian Kritis terhadap Sejarah
Pemikiran Pemerintahan Islam, terj. Muhamad Al-Baqir, (Kuala Lumpur: Dewan
Pustaka Fajar, 1969), 29.
BAB III
dan merupakan keturunan suku bangsa Arab Oman yang bermukim di pulau
Maladewa. Masa kecil hingga remaja, dia habiskan di sebuah kota bernama
Meedho yang merupakan bagian dari kota Atoll. Dia belajar di madrasah Pakistan
Di Arab Saudi, dia belajar bahasa Arab dan memasuki beberapa lembaga
beberapa gelar akademik, bahkan sampai sekarang masih tetap mengajar pada
Di Australia, Abdullah Saeed mengajar Studi Arab dan Islam pada progam
strata satu dan progam pascasarjana (progam S2 dan S3). Di antara mata kuliah
1
Biografi ini diolah dari “Curriculum Vitae Professor Abdullah Saeed” yang diambil dari:
http://www.abdullahsaeed.org dan
http://asiainstitute.unimelb.edu.au/about/staff/academic/abdullah_saeed/cv, diakses tanggal 2
Juli 2018. Biografi ini juga diambil dari Skripsi Lien Iffah Naf‟atu Fina yang berjudul
“Interpretasi Kontekstual (Studi Pemikiran Hermeneutika al-Qur‟an Abdullah Saeed)” UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ushuluddin tahun 2009.
26
Hermeneutika Alquran, Islam dan Hak Asasi Manusia, Islam dan Muslim di
Australia. Bagi orang-orang yang bergelut di bidang Studi Islam, pasti tidak asing
mendengar nama beliau. Buku dan artikelnya banyak dijadikan bahan diskusi di
kalangan intelektual dan praktisi seputar tema Tafsir Alquran, Ekonomi Islam dan
Hukum Syariah.
Saeed juga terlibat dalam berbagai kelompok dialog antar kepercayaan, antara
Kristen dan Islam, dan anatar Yahudi dan Islam. Karena kemahirannya dalam
Tengah Asia Selatan danAsia Tenggara. Bahkan dia memiliki banyak relasi pakar
dan riset di seluruh dunia. Karena kemahiran, sepak terjang dan keseriusannya di
internasional.
memperoleh gelar di dua negara yang berbeda yaitu Arab dan Australia,
2
Diambil dari: http://www.abdullahsaeed.org dilengkapi dengan riwayat pendidikan dari:
http://asiainstitute.unimelb.edu.au/about/staff/academic/abdullah_saeed/cv, diakses pada tanggal
2 Juli 2018.
Saudi Arabia.
Arab Saudi.
pekerjaan sejak dia menyandang gelar mulai dari Sarjana sampai Profesor.
Hal ini dapat dilihat dari riwayat pekerjaan yang pernah digelutinya sebagai
berikut:
a. Tahun 1988-1992 sebagai tutor dan dosen paruh waktu dalam mata
kuliah Bahasa dan Sastra Arab dan Studi Timur Tengah di Universitas
Melbourne Australia.
c. Tahun 1993-1995 sebagai konsultan mata kuliah Bahasa Arab dan Studi
Islam di Sekolah Tinggi Islam King Khalid Victoria. Di tahun yang Sama
Saeed juga mendapat jabatan sebagai Asisten Dosen dalam mata kuliah
Universitas Melbourne.
e. Tahun 1996-1999 sebagai dosen senior dalam mata kuliah Studi Arab
f. Tahun 1999 sebagai Visiting Scholar di Sekolah Studi Orang Timur dan
pada Centre for Islamic Law and Society pada universitas yang sama.
kategorinya:3
buku ini.
3
Diambil dari: http://www.abdullahsaeed.org, dilengkapi dengan karya-karya Abdullah Saeed
yang telah di rangkum dan disempurnakan dalam kurikulum vitenya yang terdapat di:
http://asiainstitute.unimelb.edu.au/about/staff/academic/abdullah_saeed/cv, diakses pada tanggal
2 Juli 2018.
Wales Press. Tulisan Saeed ini termuat pada pembahasan sub bab
diterbitkan di London dan New York oleh Curzon tahun 2003. Saeed
dan sekolah Islam serta organisasi Islam juga dikaji dalam buku ini.
terbesar di dunia. Isi dari buku ini terdiri dari sebelas esai yang
untuk menegaskan bahwa Islam dan Alquran dalam arti luas yang
London dan New York oleh Routledge pada tahun 2006. Sebagai
oleh Routledge dan Oxon. Merupakan salah satu koleksi besar dari
14) Islam and Human Right diterbitkan di Cheltenham Glos (UK) tahun
berekpresi, hak kesetaraan dalam hukum Islam dan skema hak asasi
manusia dalam Islam. Buku ini sangat berguna dan menarik bagi
yang sangat baik bagi mereka yang tertarik dengan isu Islam dan hak
asasi manusia.
15) Family Law and Australian Muslim Women sebagai editor bersama
Dalam buku ini Saeed mengambil inspirasi dan rujukan dari banyak
terkadang boleh jadi sebuah distorsi. Jika dilihat lebih detail, buku
bukunya yang terbaru ini, Saeed meneliti tentang ajaran Islam dalam
agama tersebut.
125-132.
Shari’a in the West: Facts, Fears, and the Future of Islamic Rules on
Islam and Politics, diterbitkan di New York tahun 2013 oleh Oxford
Sukuk” ditulis oleh Saeed dan Salah dalam The Islamic Debt Market
Publishing. 42-66.
1(3) 1995.
1(1), 1999.
Selain itu masih ada puluhan artikel dan makalah seminar Abdullah
Engineer menegaskan hanya ada dua pilihan bagi umat Islam, apakah Alquran
akan ditinggalkan atau Alquran diinterpretasi agar sesuai dengan kondisi modern.
Dengan menerima penafsiran yang telah mapan selama ini, tentu sebagian orang
tidak akan tertarik kepada Alquran. Maka tidak ada pilihan lain bagi umat Islam
membawa warna baru dalam kaitan bagaimana cara memahami Alquran yang
Kesadaran akan pentingnya relasi antara teks, penafsir dan realitas baru, serta
tidak melulu hanya berfokus kepada makna literal teks, belakangan muncul di
ayat-ayat ini menjadi penting karena pada kenyataannya, ayat-ayat inilah yang
„paling tidak siap‟ ketika dihadapkan dengan realitas, padahal pada saat yang
kesempatan, sebagai kelanjutan dari apa yang telah dilakukan Rahman dengan
double movement-nya. selain itu, berulang kali dinyatakan Saeed pula bahwa
gagasannya ini adalah sebagai bentuk counter terhadap model penafsiran tekstual,
yakni penafsiran yang hanya menuruti bentuk literal teks. Dia pada akhirnya
4
Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajdi dan Cici Fakhra
Assegaf (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1994), 3.
5
Yang termasuk di dalamnya adalah ayat-ayat tentang iman kepada Tuhan, Nabi dan kehidupan
setelah kematian; aturan-aturan dalam pernikahan, perceraian dan warisan; apa yang diperintahkan
dan dilarang; perintah puasa, jihad dan hudud; larangan mencuri, hubungan dengan non-Muslim;
perintah yang berhubungan dengan etika, hubungan antaragama dan pemerintahan. Lihat,
Abdullah Saeed, Interpreting the Qur'an: Towards a Contemporary Approach (New York:
Routledge, 2006), 1.
sesuai dengan nama yang dilekatkan kepada model penafsiran idealnya yakni
serius terhadap konteks, terutama konteks pada masa pewahyuan dan konteks
kontemporer masa sekarang. Setidaknya ada tiga pendekatan besar yang mungkin
modern. Mereka menganggap makna Alquran sebagai sesuatu yang sudah tetap
6
Abdullah Saeed, The Quran: An Introduction (New York: Routledge, 2008), 219-232.
7
Abdullah Saeed, Interpreting the Qur'an: Towards a Contemporary Approach (New
York: Routledge, 2006), 105.
8
Abdullah Saeed, Paradigma, Prinsip dan Metode Penafsiran Kontekstualis atas
Alquran, (Yogyakarta: Baitul Hikmah Press, 2017), 5.
seorang laki-laki boleh menikahi empat orang istri, maka ini harus beralku
menikahi empat istri pada abad ke-1/ke7 di Hijaz tidaklah penting. Contoh yang
paling je;as dari penafsiran Tekstualis dapat ditemukan saat ini dikalangan orang-
pada linguistik dan penolakan terhadap konteks sosio-historis yang terkait, akan
Jamaat Islami (anak benua India) dan beberapa golongan modernis lain.10
memahami konteks politis, sosial, historis, kultural dan ekonomi ketika ayat-ayat
tingkat kebebasan yang lebih tinggi bagi ilmuwan Muslim modern untuk
menentukan apa yang bisa dan tidak bisa berubah di wilayah ayat-ayat etika-
9
Ibid, 6.
10
Ibid, 6.
Rahman disebut neo-modernis atau Ijtihadis, atau disebut juga Muslim „progresif‟
meyakini bahwa proyek semacam inovasi metodologis ini diperlukan dan penting
hukum, sebuah dimensi yang merupakan aspek penting dalam Alquran dan
menempati porsi besar dalam Alquran. Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam
tradisi tafsir dan fikih klasik adalah bahwa para ulama tafsir cenderung
11
Ibid, 7.
ahli hukum. Hubungan yang begitu kuat anatara tafsir dan fikih menjadikan ulama
adalah dalam pikiran kebanyakan umat Islam, hasil pemikiran fuqaha‟ pada masa
formasi hukum menjadi standar yang harus digunakan untuk mengukur atau
ayat-ayat ini. Sampai di sini, saya telah menjelaskan hirarki nilai yang dapat
12
Abdullah Saeed, Paradigma,... 284.
BAB IV
Sejak awal, Saeed sudah menegaskan, bahwa pencarian metode yang bisa
perlunya menghargai, belajar dan memanfaatkan apa yang masih relevan dan
model tafsir baru tidak akan mungkin tanpa proses menyaring, mengembangkan,
konteksnya; ciri khas hirarkis nilai-nilai Alquran dan bagaimana nilai-nilai seperti
Alquran adalah sebuah teks berbahasa Arab dari abad ke-7 M, dan, dengan
46
sintaktik, stilistika, dan semantik teks tersebut. Semua itu secara berguna bisa
diaplikasikan terhadap Alquran untuk tujuan ini. Namun, lebih banyak isu yang
diterapkan sejak masa Islam awal. Dalam kasus pelaksanaan hukuman Al-Quran
tangan. Perlu dicacat, teks Al-Quran yang memaparkan hukuman ini tidak
menyatakan bahwa ini tidak harus dilaksanakan dalam kondisi ekonomi yang
sulit. Namun, karena masalah kelaparan, beberapa orang bisa saja menjadi
terpaksa untuk melakukan pencurian lantaran rasa lapar, dan tentunya penerapan
bagaimana Alquran ditafsirkan pada masa awal. Umar menafsir ulang aturan-
yang sesuai dengan spiritnya sehingga tetap sesuai dengan lingkungan yang
akan konteks yang berubah menjadi acuan tafsir kontekstual masa kini.1
1
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21:Tafsir Kontekstual, (Bandung, PT Mizan Pustaka,
2015), 67-68.
Isu utama bagi usaha penafsiran ini adalah bagaimana Alquran dibuat
selaras dengan masyarakat Muslim yang beragama dalam kurun lebih dari 1.400
spiritual dan historis serta menyoroti manusia dengan cara melampaui konteks-
demi mengakomodasi berbagai situasi dan kondisi yang baru. Alquran sering
tidak menyoroti isu-isu dan hal spesifiknya namun pada level prinsip-prinsip
serta perhatiannya pada kaum yang terpinggirkan, lemah dan rentan bersamaan
seorang akademisi dalam melihat perkembangan kaum muslim pada abad ini.
Kelompok tekstualis yang digugat oleh Saeed tidak melihat konteks pewahyuan
Saeed mengakui bahwa salah satu isu yang paling sensitif, bagi banyak
umat Islam, yang diangkat oleh pendekatan kontekstual adalah bahwa pendekatan
ini dikhawatirkan mengubah berbagai pendapat hukum dan teologis yang telah
2
Ibid, 294.
ada yang dianggap setara dengan dasar-dasar agama Islam serta tidak boleh
diubah. Oleh karena itu, Saeed menawarkan kerangka hirarki nilai berdasarkan
prinsip-prinsip dasar agama yakni nilai-nilai kunci yang menjadi perhatian dalam
karyanya tersebut setidaknya bergantung pada dua aspek kunci penafsiran Al-
Quran sebagai bahan analisis yaitu konteks makro awal dan konteks makro
modern. Saeed juga tidak menafikkan bahwa penafsiran Al-Quran tradisonal yang
telah membangun serangkain konsep, metode dan analisis yang berkait dengan
tujuan ini. Dengan tidak hanya melakukan analisis lingusitik terhadap teks Al-
Quran, Saeed juga menawarkan adanya rekonstruksi konteks makro awal yang
di abad 21 ini.
Hal penting yang menurutnya perlu di garis bawahi dalam rangka membangun
penafsiran secara kontekstual adalah bahwa teks Al-Quran awal tidak bisa terlepas
B. Penafsiran Kontekstual Abdullah Saeed terhadap ayat 159 Surat Ali Imran
urusan itu...” adalah bagian dari runtutan ayat-ayat yang lebih panjang yang
diturunkan dalam konteks Perang Uhud (3 H/625 M) antara umat Islam dan para
mengalami kekalahan. Fokus utama ayat ini adalah gagasan mengenai syura
kepada Alquran 3:159, seperti pandangan ringkas oleh at-Thabari dalam tafsirnya
atas ayat ini menyatakan bahwa dia menganggap ayat ini hanya ditujukan kepada
Nabi.3 Dalam kajiannya mengenai makna syura, dia menegaskan bahwa ini paling
tepat dipahami sebagai sebuah perintah Tuhan kepada Nabi untuk bermusyawarah
dengan para sahabat dalam urusan peperangan, jadi secara tidak langsung merujuk
kepada Perang Uhud dan bahwa Tuhan bermaksud menjadikan ini sebagai
contoh.4
Konsep syura secara langsung diangkat dalam Alquran, dan para mufasir
Muslim telah mengeksplorasi hal ini secara rinnci. Meski kebanyakan mufasir
3
Thabari, Jami’ al-Bayan, tafsir al-Qur’an 3:159, www.altafsir.com diakses pada 13 Juli
2018
4
Ibid.
awal tidak memberikan tafsiran politik yang kuat atas syura ini, beberapa mufasir
sesudahnya mendukung pemahaman yang lebih luas yang mencakup juga dimensi
negara Islam telah diperkenalkan oleh para mufasir seperti Qurtubi, sejalan
Sedangkan Maududi tidak memberikan tafsiran rinci atas bagian di ayat ini,
anatara mereka dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami
Dalam tafsirnya atas ayat tersebut, pendekatan Maududi sangat politis. Dia
menggunakan diskusi ayat ini sebagai titik awal untuk membangun teorinya
kebahasaannya secara umum menjadi konsep politik yang matang. Dia memuji
syura dalam beberapa ungkapan umum, sebagai “kualitas terbaik dari kaum
beriman dan pilar penting cara hidup yang Islami”. Menurutnya mengabaikan
oleh Tuhan. Pentingnya lagi, dia memahami syura sebagai kewajiban bagi umat
Islam.5
Para sarjana Muslim di masa modern juga tidak kalah getol dalam
membicarakan atau lebih pantas menyandingkan antara konsep syura yang Islami
dengan konsep demokrasi yang dianggap model dari Barat. Perbedaan berbagai
didasarkan pada teks-teks dan hadis spesifik bisa digunakan untuk menjustifikasi
pemberontakan di banyak negara Arab akhir-akhir ini. Lebih dari itu, ada
negara, dan gagasan bahwa semua warga negara berhak memilih pemimpin
politik dan perwakilan parlemen mereka saat ini telah mengakar kuat dalam
pemikiran umat Islam. Di masa modern, pemikiran ini diwakili dengan konsep-
demokrasi yang sudah lazim, termasuk lembaga parlemen yang dipilih oleh
5
Sayyid Abul Ala Maududi, Tafhim al-Qur’an: The Meaning of The Qur’an, tafsir al-
Qur’an 42:36.
6
Abdullah Saeed, Al-Qur’an Abad 21:Tafsir Kontekstual, (Bandung, PT Mizan Pustaka,
2015), 256.
rakyat. Konteks yang berubah ini telah memengaruhi banyak mufasir Alquran
kontemporer dan pemikir Muslm yang telah mulai menyatakan bahwa konsep
menjadi pintu gerbang penelitian-penelitian baru yang akan ada setelahnya dengan
Rahman atau Abdullah Saeed. Banyak kajian-kajian baru yang terus dilakukan
oleh Saeed bahkan sarjana Muslim dalam bidang tafsir mengingat model
Pendekatan ini bermula dari rangkaian metode yang dicoba dibangun oleh
Rahman dengan gagasan double movement, kemudian Saeed melihat ada sebuah
kekosongan yang memungkinkan bisa terus diisi dengan kajian. Dengan begini
bukan tidak mungkin kontinuitas atas pendekatan ini bahkan hal baru dalam
bidang tafsir khususnya bisa terus terbarui, sehingga misi shalih li kulli zaman wa
bahwa syura tidak pernah menjadi sinonim bagi demokrasi secara konseptual atau
patriarkial, namun, dia berpendapat bahwa para pemikir Muslim harus melakukan
hal itu dan mengaitkannya kembali dengan ayat-ayat Alquran dan Sunnah sebagai
fondasi. Turabbi membuat perbedaan antara empat jenis syura: 1) syura universal,
yang juga merupakan bentuk syura yang paling tinggi dan kuat, yang ditunjukkan,
misalnya, dalam berbagai referendum dan pemilihan umum. Jenis syura seperti ini
didasarkan kepada para ahli, dan 4) syura yang didasarkan pada jajak pendapat.
Para sarjana Muslim yang lain juga membuat kajian perbandingan yang
mendalam antara syura dan demokrasi. Ali Shariatii dikutip pernah menyatakan
progesif dan bahkan paling Islami. Rasyid al-Ghannushi dari Tunisia juga
menciptakan lembaga apapun yang lebih baik dari parlemen, seharusnya tidak ada
Pada implikasinya menunjukkan bahwa pada periode awal Islam dan pada
periode awal penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan syura,hanya ada sedikit
7
Ibid, 259.
masa awal, syura telah dianggap sebagai sebuah konsep informal dan tidak
dan tak ada kewajiban atas hal ini. Lagi, penafsiran ini sangat berkait dengan
konteks spesifik saat itu. Dalam sistem kesukuan saat itu, seseorang tidak bisa
dengan isu-isu politik, atau isu-isu berkait dengan peperangan dan perdamaian.
Setiap pemahaman sebagai tindakan tepat yang diperlukan untuk isu tertentu
harus dicapai melalui musyawarah dengan para tokoh pentingyang berbeda, dan
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pada akhirnya, konsep syura oleh para mufasir Alquran kontemporer dan
B. Saran
dikarenakan teori atau metode yang terbatas dalam membuka dan memahami
56
Selesainya tulisan ini bukan berarti berakhirnya akan sebuah kajian yang
lebih mendalam maupun yang lebih luas lagi cakupannya, maka akan sangat
menarik dan akan ditemukan penemuan-penemuan baru dalam kajian Ilmu Tafsir.
segenap pembaca dari skripsi ini untuk memberikan saran yang baik apabila
dalam penulisan ini terdapat kesalahan atau hal yang belum benar, sehingga pada
akhirnya penulis menjadi pribadi yang mulia dan bermanfaat bagi manusia
lainnya.
A‟la al-Maududi, Abu, Khilafah dan Kerajaan: Satu Penilaian Kritis terhadap
Sejarah Pemikiran Pemerintahan Islam, terj. Muhamad Al-Baqir, Kuala Lumpur:
Dewan Pustaka Fajar, 1969.
A‟la Maududi, Abu, Tafhim al-Qur’an: The Meaning of The Qur’an, tafsir al-
Qur‟an 42:36. www.englishtafsir.com
Ali Engineer, Asghar, Hak-hak Perempuan dalam Islam, terj. Farid Wajdi dan
Cici Fakhra Assegaf, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1994.
Iffah Naf‟atu Fina, Lien, Skripsi yang berjudul “Interpretasi Kontekstual (Studi
Pemikiran Hermeneutika al-Qur’an Abdullah Saeed)” UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta Fakultas Ushuluddin tahun 2009.
Madjid, Nurcholis, Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah dalam Islam Doktrin dan
Peradaban, Jakarta: Paramadina, 2008.
Masdar, Umaruddin, Membaca Pikiran Gus Dur dan Amin Rais Tentang
Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Murod Al-Brebesy, Ma‟mun, Menyingkap Pemikiran Politik Gus Dus dan Amien
Rais Tentang Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990.
Mustaqim, Abdul, Metode Penelitian Alquran dan Tafsir, Yogyakarta: Idea press
Yogyakarta, 2015.
Qutb, Fi Zhilal al-Qur’an, tafsir al-Qur’an 3:159, Kairo: Dar al-Shuruq, 1986.
Syihabuddin, “Konsep Negara dan Demokrasi dalam Perspektif Hukum Islam dan
Konstitusi Modern”, Tesis—Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Thabari, Jami’ al-Bayan, tafsir al-Qur’an 3:159, Zamakhsyari, Kasysyaf, tafsir al-
Qur‟an 3:159. www.altafsir.com diakses pada 13 Juli 2018.
Widjan SZ, Aden, Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Safaria Insania
Press, 2007.
http://www.abdullahsaeed.org
http://asiainstitute.unimelb.edu.au/about/staff/academic/abdullah_saeed/cv,
diakses pada tanggal 2 Juli 2018.