Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KEDUDUKAN HADITS DAN INGKAR SUNNAH


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist
Dosen Pengampu: Drs. H. Bukhori, M.Ag.

Nama Kelompok :
Muhammad Faiz Akhmaludin (1218030121)
Muhammad Kaisa Alhaq (1218030125)
Muhammad Roihansyah (1218030130)
M. Rafha Aprilisyah H (1218030127)

KELOMPOK 3
KELAS C
SEMESTER 2
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021/1443H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas Rahmat dan Ridho Allah SWT, karena tanpa
Rahmat dan Ridho-Nya, kami tidak akan dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan menyelesaikan sesuai dengan waktunya. Sholawat beserta salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Drs. H. Bukhori M.A. selaku
dosen pengampu ulumul hadits yang telah membimbing kami dan terimakasih kepada
temen-temen sekalian yang telah membantu dalam mengumpulkan data-data atau ide-
ide dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik
dan rapih.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita, serta
pengetahuan para pembacanya. Namun terlepas dari itu, mungkin dalam pembuatan
makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui, maka dari itu kami perlu
kritikan dan masukan demi tercapainya makalah yang sempurna dan lebih baik
kedepannya.

Di Tempat, 25 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1.Latar Belakang..............................................................................................................1
1.2.Tujuan Masalah.............................................................................................................1
1.3.Rumusan Masalah.........................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
2.1.Pengertian Al-Hadits.....................................................................................................3
2.2.Kedudukan Hadits.........................................................................................................3
2.3.Inkar Sunnah.................................................................................................................3
BAB III.......................................................................................................................................7
PENUTUP..................................................................................................................................7
3.1.Kesimpulan...................................................................................................................7
3.2.Saran.............................................................................................................................7
DAFTAR ISI..............................................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum seseorang mempelajari hadis atau sebelum seseorang mempelajari hadis, dia
terlebih dahulu harus mengerti istilah-istilah yang dipakai ulama dalam mempelajari hadis,
sehingga akan memudahkan dalam pembelajaran berikutnnya. Tanpa mengetahui istilah-
istilah tersebut seseorang akan mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Istilah-istilah itu
merupakan simbol-simbol yang disepakati bersama secara terminologi untuk
mengidentifikasi masalah dengan tujuan memudahkan pembahasan berikutnya untuk
menunjuk sesuatu yang dimaksud secara simpel dansederhana, sehingga sampai kepada
tujuan yang dimaksud. Pembelajaran dalam ilmu hadis memang sangat luas dan rumit
permasalahannya karena objek yang dilakukan dalam pembelajaran menyangkut masalah
periwayatan, baik sifat dan identitas para perawi ataupun yang diriwayatkan (marwi) untuk
menetapkan kualitas suatu hadis.

1.2 Rumusan Masalah


Mengacu pada latar belakang di atas,maka yang menjadi rumusan dalam makalah ini
adalah:
1. Apa pengertian Al-Hadits
2. Pengertian Kedudukan Hadits
3. Pengertian Inkar Sunnah

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian Al-Hadits
2. Mengetahui mengenai Kedudukan Hadits
3. Mengetahui Inkar Sunnah

ii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Al-Hadits


Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau
waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu
ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan,
perbuatan, dan perkataan.
Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya dalam
berbagai tujuan dan persuaian (situasi).
Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti  pekerjaan
melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan
ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu saksi dan sumpah dari pihak
penuduh.
Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh
Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar itu
adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik terhadap
perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan
suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa Nabi,
Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya, namun Nabi
diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari Nabi. Keadaan
diamnya Nabi itu dapat dilakukan pada dua bentuk :
Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh Nabi.
Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa siapa pelaku berketerusan melakukan
perbuatan yag pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini tidaklah
menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi tidak
mengetahui berketerusannya si pelaku itu melakukan perbuatan yang di benci dan dilarang
itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.
Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak diketahui pula
haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya adalah meniadakan
keberatan untuk diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi
mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya, berarti Nabi berbuat kesaahan ;
sedangkan Nabi terhindar bersifat terhindar dari kesalahan.

ii
2.2 Kedudukan Hadits
Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas hukum
dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah dalam
Al-Quran.
Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan hukum Al-
Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak, karena memang untuk
itulah Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang
berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan
dikalangan ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri yang
menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh karenanya tidak
perlu lagi ditambah oleh sumber lain.
Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua
setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat
Islam. Jumhur ulama mengemukakan alasannya dengan beberapa dalil, di antaranya :

1. Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada rasull
sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti yang tersebut dalam
surat An-Nisa : 59 :

 artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang mentaati Rasul berarti
mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa : 80:
Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan
Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.
Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah mengikuti apa-apa
yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana tercakup dalam Sunnahnya.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bla wahyu mempunyai
kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai kekuatan hukum untuk dipatuhi.
Kekuatan hadits sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua segi: pertama, dari segi
kebenaran materinya dan keduadari segi kekuatan penunjukannya terhadap hukum. Dari segi
kebenaran materinya kekuatan hadits mengikuti kebenaran pemberitaannya yang terdiri dari
tiga tingkat, yaitu: mutawatir, masyhur,  danahad sebagaimana dijelaskan diatas.
Khabar mutawatir ditinjau dari segi kuantitas sahabat yang meiwayatkannya dari Nabi dan
juga kuantitas yang meriwayatkannya dari sahabat dan seterusnya adalah qath i dalam arti
diyakini kebenarannya bahwa hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits mutawatir
ini tidak banyak namun mempunyai kekuatan sebagai dalil sebagaimana kekuatan Al-Qur’an.
Khabar mutawatir mempunyai kekuatan tertinggi di dalam periwayatan dan menghasilkan
kebenaran tentang apa yang diberitakan secara mutawatir sebagaima kebenaran yang muncul

ii
dari hasil pengamatan. Para ulama sepakat mengatakan bahwa khabar mutawatir
menghasilkan ilmu yakin meskipun mereka berbeda pendapat dalam menetapkan cara sampai
kepada ilmu yakin itu secara tanpa memerlukan pembuktian atau memerlukan pembuktian
kebenarannya. Untuk sampainya khabar mutawatir itu kepada ilmu yakin harus terpenuhi
syarat-syarat tertentu. Di antaranya syarat-syarat itu disepakati oleh ulama dan syarat lainnya
diperselisihkan. Syarat-syarat yang disepakati ada yang menyangkut pembawa berita.
Hadits atau Sunnah dibagi menjadi tiga  macam, yaitu:
1.      Sunnah Qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah yang ada hubungannya dengan
pembinaan hukum Islam.
2.      Sunnah Fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah yang diberitakan para sahabat mengenai
soal-soal ibadah dan lain.
3.      Sunah Taqriryah, yaitu segala hadis yang berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW terhadap
apa yang datang dari Sahabatnya.Nabi SAW membiarkan sesuatu perbuatan yang dilakukan
oleh para sahabat,setelah memenuhi beberapa syarat,baik mengenai pelakunya maupun
perbuatanya.
Ulama Usul Fikih menetapkan perbuatan Nabi terbagi atas beberapa bagian :
1.      Jibilli (tabi’at) yaitu semua perbuatan Nabi yang termasuk urusan tabi’at seperti makan,
minum dan lain-lain. Maka hukumnya mubah baik untuk perorangan maupun umatnya.
2.      Qurb (pendekatan) seperti ibadah shalat, puasa, shadaqah atau yang seumpamanya.
3.      Mu’amalah (hubungan dengan sesama manusia) seperti jual beli, perkawinan dan lain-lain.

Rasulullah SAW adalah orang yang setiap perkataan dan perbuatannya menjadi pedoman
bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum (senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT).
Dengan demikian pada hakekatnya Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari
Allah. Kalau Al Qur’an merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi
maupun redaksinya langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari
Allah yang di ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada ummat
dengan cara beliau sendiri.

.......‫(النحل‬.........‫وانزلنا اليك الذكر لتبين للناس ما نزل اليهم‬


“kami telah menurunan peringatan (Al-Qur’an) kepada engkau (Muhammad) supaya kamu
menerangkan kepada segenap manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka (QS.
An-Nahl 44).
..‫(الحشر‬........‫ فخذوه وما نهكم عنه فانتهوا‬a‫ما اتكم الرسول‬
“apa-apa yang didatangkan oleh Rasul kepada kamu, hendaklah kamu ambil dan apa yang
dilarang bagimu hendaklah kamu tinggalkan” (QS. Al-Hasyr 7)
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa sunnah/ hadits merupakan penjelasan Al-Qur’an.
Sunnah itu diperintahkan oleh Allah untuk dijadikan sumber hukum dalam Islam. Dengan
demikian, sunnah adalah menjelaskan Al-Qur’an, membatasi kemutlakannya dan
mentakwilkan kesamarannya. Allah menetapkan bahwa seorang mukmin itu belum dapat
dikategorikan beriman kepada Allah sebelum mereka mengikuti segala yang diputuskan oleh
Rasulullah SAW dan dengan putusannya itu mereka merasa senang.

ii
2.3 Inkar Sunnah
Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut bahasa,
artinya “menolak atau mengingkari”, berasal darikata kerja, ankara-yunkiru. Sedangkan
Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya adalah, “jalan yang dijalani,
terpuji atau tidak,” suatu tradisi yang sudah dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik.
Secara definitif Ingkar al-Sunnah dapat ddiartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu
paham keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah untuk
dijadikan sebagai sumber san dasar syari’at Islam.
Inkar sunnah adalah gerakan yang ada di kalangan umat Islam yang tidak atau enggan
mengikuti sunnah Nabi Muhammad Saw, mereka hanya berpegang kepada al-Quran saja, ada
juga menyebut inkar sunnah dengan munkir sunnah, jadi inkar sunnah adalah kelompok dari
kalangan umat Islam yang menolak ototritas dan kebenaran sunnah sebagai hukum dan
sumber ajaran Islam.
Imam Syafi’i membagi mereka kedalam tiga kelompok, yaitu :
1.Golongan yang menolak seluruh Sunnah Nabi SAW.
2.Golongan yang menolak Sunnah, kecuali bila sunnah memiliki kesamaan dengan petunjuk
al-Qur’an.
3.Mereka yang menolak Sunnah yang berstatus Ahad dan hanya menerima Sunnah yang
berstatus Mutawatir.
Sejarah Inkar Sunnah
a.Inkar Sunnah pada masa Periode Klasik
Pertanda munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika Imran bin
Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk tidak perlu
mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja. Menanggapi pernyataan
tersebut Imran menjelaskan bahwa “kita tidak bisa membicarakan ibadah (shalat dan zakat
misalnya) dengan segala syarat-syaratnya kecuali dengan petunjuk Rasulullah saw.
Mendengar penjelasan tersebut, orang itu menyadari kekeliruannya dan berterima kasih
kepada Imran.
Sikap penampikan atau pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang dilengkapi dengan
argumen pengukuhan baru muncul pada penghujung abad ke-2 Hijriyah pada awal masa
Abbasiyah.

Argumen kelompok yang menolak Sunnah secara totalitas

ii
Banyak alasan yang dikemukak an oleh kelompok ini untuk mendukung pendiriannya, baik
dengan mengutip ayat-ayat al-Qur’an ataupun alasan-alasan yang berdasarkan rasio. Diantara
ayat-ayat al-Qur’anyang digunakan mereka sebagai alasan menolak sunnah secara total
adalah surat an-Nahl ayat 89 :

‫ب تِ ْبيَانًا لِّ ُكلِّ َش ْي ٍء َّوهُ ًدى َّو َرحْ َمةً َّوبُ ْش ٰرى لِ ْل ُم ْسلِ ِميْن‬
َ ‫ْك ْال ِك ٰت‬
َ ‫َونَ َّز ْلنَا َعلَي‬

“Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu….”
Kemudian surat al-An’am ayat 38 yang berbunyi:

ِ ‫ِآاَّل ا ُ َم ٌم اَمْ َثالُ ُك ْم ۗ َما َفرَّ ْط َنا فِى ْالك ِٰت‬


‫ب‬
“…Tidaklah kami alpakan sesuatu pun dalam al-Kitab…”
Menurut mereka kepada ayat tersebut menunjukkan bahwa al-Qur’an telah mencakup segala
sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama, tanpa perlu penjelasan dari al-Sunnah. Bagi
mereka perintah shalat lima waktu telah tertera dalam al-Qur’an, misalnya surat al-Baqarah
ayat 238, surat Hud ayat 114, al-Isyra’ ayat 78 dan lain-lain.
Adapun alasan lain adalah bahwa al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab yang baik dan
tentunya al-Qur’an tersebut akan dapat dipahami dengan baik pula.
Argumen kelompok yang menolak hadits Ahad dan hanya menerima hadits Mutawatir.
Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa ayat al-Qur’an sebagai
dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:

‫اِ َّن الظَّ َّن اَل يُ ْغنِ ْي ِم َن ْال َح َش ْيـ ًۗٔا‬


“…Sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”.
Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat dijadikan
hujjah atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan agama harus
didasarkan pada dalil yang qath’I yang diyakini dan disepakati bersama kebenarannya. Oleh
karena itu hanya al-Qur’an dan hadits mutawatir saja yang dapat dijadikan sebagi hujjah atau
sumber ajaran Islam.
b. Inkar Sunnah pada Periode Modern
Tokoh- tokoh kelompok Ingkar Sunnah Modern (akhir abad ke-19 dan ke-20) yang terkenal
adalah :
·Taufik Sidqi (w. 1920) dari Mesir
·Ghulam Ahmad Parvez dari India
·Rasyad Khalifah kelahiran Mesir yang menetap di Amerika Serikat, dan

ii
·Kasasim Ahmad mantan ketua partai Sosialis Rakyat Malaysia
Mereka adalah tokoh-tokoh yang tergolong pengingkar Sunnah secara keseluruhan. Argumen
yang mereka keluarkan pada dasarnya tidak berbeda dengan kelompok ingkar sunnah pada
periode klasik.
Tokoh-tokoh “ Ingkar Sunnah “ yang tercatat di Indonesia antara lain adalah :
·Lukman Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia)
·Dadang Setio Groho (karyawan Inilever)
·Safran Batu Bara (guru SMP Yayasan Wakaf Muslim Tanah Tinggi) dan
·Dalimi Lubis (karyawan kantor Departemen Agama Padang Panjang).
Sebagaimana kelompok ingkar sunnah klasik yang menggunakan argumen baik dalil naqli
maupun aqli untuk menguatkan pendapat mmereka, begitu juga kelompok ingkar sunnah
Indonesia. Diantara ayat-ayat yang dijadikan sebagai rujukan adalah surat an-Nisa’ ayat 87 :

‫َﻮﻤﻦ ﺍﺼﺪﻖ ﻤﻦ ﺍﷲ ﺤﺪﻴﺜﺎ‬


Menurut mereka arti ayat tersebut adalah “Siapakah yang benar haditsnya dari pada Allah”.
Kemudian surat al-Jatsiayh ayat 6:

‫ﻓﺒﺄﻱ ﺤﺪﻴﺚ ﺒﻌﺪ ﺍﷲ ﻮﺍﻴﺎﺗﻪ ﻴﺆﻤﻨﻮﻦ‬


Menurut mereka arti ayat tersebut adalah “Maka kepada hadits yang manakah selain firman
Allah dan ayat-ayatnya mereka mau percaya”.
Selain kedua ayat diatas, mereka juga beralasan bahwa yang disampaikan Rasul kepadaumat
manusia hanyalah al-Qur’an dan jika Rasul berani membuat hadits selain dari ayat-ayat al-
Qur’an akan dicabut oleh Allah urat lehernya sampai putus dan ditarik jamulnya, jamul
pendusta dan yang durhaka. Bagi mereka Nabi Muhammad tidak berhak untuk menerangkan
ayat-ayat al-Qur’an, Nabi hanya bertugas menyampaikan.
Berikut beberapa Pokok Ajaran Inkar Sunnah:
o -Tidak percaya kepada semua hadits Rosulullah SAW, menurut mereka hadits itu
bikinan ---Yahudi untuk menghancurkan Islam.
o -Dasar hukum dalam Islam hanya Alqur’an saja.

َ ‫ا ْشهَ ُدوا بَِأنَّا ُم ْسلِ ُم‬ 


]13[‫ون‬
o mereka tidak mengakui dua syahadat yang kita ucapkan karena tidak ada dalam Al
Qur’an.
o -Shalat mereka bermacam-macam, ada yang shalatnya dua rakaat dua rakaat dan ada
yang hanya eling saja.
o -Puasa hanya wajib bagi orang yang melihat bulan saja, kalau seorang saja
yang melihat bulan maka dialah yang wajib untuk puasa. Mereka berpendapat
demikian merujuk pada ayat,
  ُ َ‫فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّشه َْر فَ ْلي‬
]14 [ ُ‫ص ْمه‬
ii
o -Orang yang meninggal tidak dishalati karena tidak ada dalilnya dari Al Qur’an.
o -Pakaian Ihram adalah pakaian orang Arab dan membikin repot. Oleh sebab itu waktu
mengerjakan haji boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta mamakai jas dan
dasi.
o -Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.
o -Nabi Muhammad tidak  berhak untuk menjelaskan tentang ajaran Al Qur’an.
o -Haji boleh dilakukan selama empat bulan Haram, yaitu Muharram, Rajab, Dzul
Qa’dah, dan Dzul Hijjah.
o -Masjidil Aqsha di Palestina bukan tempat suci umat Islam.
o -Nabi Muhammad pernah sesat.
o -Seluruh pengajar-pengajar Inkar Sunnah adalah yang diutus oleh Allah Ta’ala.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad
sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi.
Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu,
atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid
berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku hadits. Itulah pembentukan hadits.

3.2. Saran
Semoga penulisan makalah ini dapat menjadi motivasi bagi pembaca untuk
mempelajari lebih dalam mengenai pengertian hadits dan kedudukan hadits. Dan kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah kami,
maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang dapat membangun, sehingga dapat
memperbaiki makalah berikutnya.

ii
DAFTAR PUSTAKA

https://www.tongkronganislami.net/hadis-shahih-pengertian-klasifikasi-macamnyabeserta-
contohnya
https://www.tongkronganislami.net/hadis-hasan/ Hadits Syadz: Pengertian, Macam-
macam dan Contohnya (ahdabina.com) Pengertian Hadits Mursal, Macamnya, Contoh Serta
Hukumnya - Bacaan Madani
| Bacaan Islami dan Bacaan Masyarakat Madani Pengertian Hadits Maudhu Lengkap
dengan Contohnya untuk Dipahami
| kumparan.com Hadits Dha’if: Macam-macam Sebab dan Contohnya (ahdabina.com)
Hadits Syadz: Pengertian, Macam-macam dan Contohnya (ahdabina.com)

12

Anda mungkin juga menyukai