Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

GEORGE SIMMEL
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Sosiologi Klasik Dosen
Pengampu: Dr. Kustana, M.Si., CSP.

Disusun oleh:

Irgi Yudha Prawira (1218030093)


Keisha Alya Khairany (1218030099)
Lia Indriani (1218030102)
Muhammad Roihansyah (1218030130)
Muhammad Valdy Satria P (1218030133)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2022 M/1443 H
KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat,
taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda alam,
yakni Nabi Muhammad saw. Tak lupa kepada keluarganya, para sahabatnya, serta
kepada kita semua selaku umatnya hingga akhir zaman nanti.

Adapun tujuan dari makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari bapak Dr.
Kustana, M.Si., CSP. pada mata kuliah Teori Sosiologi Klasik. Selain itu, kami
berharap makalah ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan tentang “George
Simmel” bagi kami sendiri selaku penulis maupun orang yang membacanya. Tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dr. Kustana, M.Si., CSP. selaku dosen
pengampu mata kuliah Teori Sosiologi Klasik yang telah membimbing kami, dan
terima kasih kepada rekan-rekan sekalian yang telah dalam pembuatan makalah ini,
sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik dan rapih.

Kami menyadari masih terdapat keterbatasan dalam penyampaian makalah ini.


Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun serta dukungan dari
berbagai pihak sangat kami sambut dengan tangan terbuka demi perbaikan di masa
yang akan datang.

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 2
BAB I PEMBAHASAN .............................................................................................. 3
2.1 Riwayat Hidup George Simmel .......................................................................... 3
2.2 Interaksi Sosial Menurut George Simmel ........................................................... 5
2.3 Proses Interaksi Versus Bentuk Isi ...................................................................... 8
2.4 Superordinasi dan Sub Ordinasi ........................................................................ 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 17
73.2 Saran ................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Georg Simmel adalah anak bungsu dari seorang usahawan Yahudi.Ia ditinggal
mati oleh ayahnya ketika dia masih kanak-kanak. Sebagai seorang anak kota yang
berorientasi kota pula, seluruh hidupnya ditandai dengan petualangan. Berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Demikian juga dengan ilmu pengetahuan
yang dituntutnya. Georg Simmel lahir di Berlin pada 1 Maret 1858 ini belajar sejarah,
filsafat, sampai sosiologi. Bahkan ketika dia menjadi dosen privat pada 1885, ilmu
yang diajarkannya mulai dari ilmu logika, sejarah filsafat, etika, psikologi sosial,
sampai sosiologi. Dan Georg Simmel adalah seorang dosen yang populer. Salah satu
hasil pemikiran Georg Simmel yaitu bagaimana munculnya masyarakat. Hal ini
berkaitan dengan interaksi timbal balik yang terjadi di masyarakat.

Dalam pemikirannya, Simmel banyak dipengaruhi oleh seorang filsuf,


Immanuel Kant.Kant mengembangkan suatu pemikiran yang melihat bahwa individu
pada dasarnya baik danmemiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri. Dari
pemikiran Kant, Simmel jugamenyadari bahwa setiap manusia itu unik dan berbeda
satu sama lain.Studinya tentang filsafat juga turut mempengaruhi pemikirannya.
Contohnya,pemikiran tentang interaksi diadopsinya dari pemikiran Empedokles dan
Heraklitos. Menurut Simmel, interaksi sosial terdiri dari asosiasi dan sosiasi. Hal ini
selaras dengan pemikiran filsuf-filsif tersebut tentang harmonisasi kosmos yang
berbicara bahwa benci dan cinta, baik dan jahat,ada untuk membentuk alam semesta.
Dalam hal lain, ia juga dipengaruhi oleh model evolusi Spencer mengenai kompeksitas
sosial yang semakin bertambah.

Evolusi ini berusaha menjelaskan perubahan masyarakat secara bertahap dari


suatu struktur yang sederhana ke suatu sturktur yang lebih kompleks. Maka dariitu,

1
dalam pemikiran tentang masyarakat, terlebih dahulu dia menjelaskan tentang individu.
Namun perlu diingat bahwa Simmel juga dipengaruhi oleh ilmu-ilmu yang
dipelajarinya seperti filsafat, psikologi, politik, maupun ekonomi. Dalam hidupnya dia
menaruh perhatian dalam bidang-bidang itu, baik dalam studi, pengajaran, maupun
dalam tulisannya. Hal ini membuat pemikiran sosiologinya juga lebih kompleks
menyangkut ilmu-ilmu lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana riwayat hidup George Simmel?

2. Bagaimana interaksi sosial menurut George Simmel?

3. Bagaimana proses interaksi versus bentuk isi?

4. Apa yang dimaksud superordinasi dan sub ordinasi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui riwayat hidup George Simmel

2. Untuk mengetahui interaksi sosial menurut George Simmel

3. Untuk mengetahui proses interaksi versus bentuk isi

4. Untuk mengetahui superordinasi dan sub ordinasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Riwayat hidup George Simmel

Georg Simmel lahir tahun 1858 di pusat kota Berlin. Ayahnya seorang
pedagang Yahudi kaya, yang masuk agama Kristen, dan meninggal ketika Georg masih
sangat kecil, dan hubungan dengan ibunya agak jauh. Sesudah kematian ayahnya,
seorang teman keluarga itu diminta untuk menjaga Georg, dan kekayaan berupa uang
yang ditinggalkan oleh pengasuhnya itu memungkinkan dia kemudian untuk
mempertahankan suatu gaya hidup borjuis yang enak, meskipun selama karirnya dia
tidak berhasil memperoleh uang.
Simmel menerima gelar doktor dari Universitas Berlin tahun 1881 dan mulai
mengajar di sana tahun 1885. Dia merupakan seorang guru yang cemerlang, peka,
sangat dalam pengetahuannya mengenai berbagai macam hal. Kuliahnya berhasil
sehingga tidak hanya mahasiswa saja yang menghadirinya tetapi juga kaum elit
intelektual di berlin.
Meskipun pengetahuannya luas, kecemerlangan kuliahnya yang diakui dan
banyaknya serta mutu tulisannya, pengakuan profesional yang diberikan kepada
Simmel selama kehidupan profesionalnya itu sangatlah sedikit. Selama lima belas
tahun dia tetap sebagai dosen-privat (Privatdozent, yakni dosen yang tidak dibayar
yang gajinya berdasarkan pembayaran mahasiswa). Kemudian dia menerima gelar
"Profesor Luar Biasa", tetapi hanya merupakan kehormatan belaka tanpa kompensasi
uang, Simmel akhirnya meninggalkan Universitas Berlin tahun 1914, untuk menerima
posisi sebagai profesor penuh pada Universitas Strasbourg, namun malang kehidupan
akademisnya segera terhenti karena pecah perang.

3
Meskipun pengakuan profesional yang resmi kurang, keahlian simmel dalam
memberikan kuliah menghasilkan banyak pengagum, dan persahabatannya dengan
kalangan intelektual akademis, menyenangkan dia. Bersama dengan Tonnies dan
weber, Simnel mengharapkan untuk mendirikan perkumpulan German Society for
sociology. Weber berusaha supaya simmel dipromosikan lebih cepat, namun tidak
berhasil. simmel tentu bukan berasal diluar lingkungan akademis seperti halnya dengan
comte diprancis di awal abad itu, namun statusnya jelas bersifat marginal.
Ada beberapa alasan untuk posisi marginalnya simmel ini. Coser dan spylmann
menunjukan bahwa daerah yahudi simmel mungkin merupakan salah satu alasan.
Selain sikap anti-Semit di Jerman, Simmel sendiri memperbesar marginalitasnya
dengan menolak untuk menyesuaikan diri dengan suatu spesialisasi yang sudah diakui
dalam dunia akademis. Minatnya sangat luas, dan dari titik pandangan kaum akademis
yang berkuasa pada waktu itu, hal ini memperlihatkan untuk mengambil suatu bagian
tertentu dalam suatu spesialisasi yang sudah diakui dan untuk mengabdikan dirinya
dalam bidang ilmu pengetahuan secara penuh. Simmel tertarik pada usaha membangun
suatu jenis filsafat atau sosiologi yang komprehensif. Sebaliknya, sepert: Coser
kemukakan," Simmel nampaknya mengikuti dorongan hatinya, mulai dari
epistemologi Kant sampai ke sosiologi mengenai makanan atau mode atan topik apa
saja lainnya yang mungkin muncul dalam fantasinya. Dalam proses itulah dia
mengembangkan sejumlah sketsa yang analitis dan brilian, namun hasil
keselurubannya bersifat fragmen-fragmen saja.
Juga perserikatan Simmel sebagai calon di bidang sosiologi tidak banyak
membantu. kaum historisi Jerman nampaknya menyangkal legitimasi sosiologi ilmu
pengetahuan tersendiri, khususnya seperti yang nampak dalam sistem komprehensif
Comte misalnya. Kaum historisi Jerman menekankan bahwa setiap masyarakat
memiliki etos budayanya sendiri, dan bahwa perilaku individu dan proses sosial harus
dimengerti sebagai suatu manifestasi etos ini. Tambahan pula, cendekiawan Jerman
seperti Wilhelm Dilthey, yang hidup semasa Simmel, mengadakan pembedaan yang
tajam antara dunia alam (nature) dan dunia perilaku manusia dan budayanya serta

4
mengemukakan bahwa hukum deterministil yang universal tidak berlaku untuk dunia
manusia dan budaya. Singkatnya, mereka yang dipengaruhi oleh posisi historisi tidak
menerima ide bahwa sosiologi dapat memberikan suatu penjelasan yang komprehensif
mengenai dunia sosial hukum-hukum deterministik yang universal. Mereka kuatir
bahwa usaha serupa itu akan menyebabkan penyangkalan terhadap kebebasan manusia
dan keunikan individu masyarakat. Simmel tidak setuju dengan pendekatan sistem (ala
Comte), dan gaya kerja simmel menghindari pendekatan seperti ini. Namun demikian,
Simmel sangat setuju bahwa sosiologi itu merupakan suatu disiplin ilmiah tersendiri.
Juga Jesser mengemukakan, kehidupan akademis lebih tertutup dan karena itu
kurang terbuka untuk kritikan-kritikan sosial dan intelektual. Sebagai hasilnya, tipe
kehidupan intelektual yang bebas dan bertentangan dengan kebudayaan muncul
dikalangan orang pinggiran dari dunia akademis itu. Simmel yang termasuk dalam
orang pinggiran ini dengan demikian menambah kesulitan untuk diterima di kalangan
akademis yang sudah mapan.
Bagaimanapun juga, latar belakang Simmel yang kekotaan itu serta status
akademisnya pasti memberikannya kepekaan akan hal-hal yang halus dan tidak kentara
dalam proses sosial yang tercermin dalam tulisannya. Mungkin beberapa dari
pandangan ini tidak muncul kalau Simmel berakar lebih kuat lagi dalam perspektif
intelektualnya dan jadinya kurang obyektif lagi.

2.2 Interaksi Sosial Menurut George Simmel

George Simmel memaparkan kunci dari interaksi sosial adalah kesadaran.


Mustahil manusia berinteraksi tanpa adanya rasa sadar dan tujuan. Menurut Blumer
(dalam Ritzer, 2015:275) interaksi adalah proses di mana kemampuan berpikir
ditingkatkan dan ditunjukkan. Topik tersebut berkaitan dengan kunci dalam interaksi
sosial yaitu kesadaran, dengan adanya rasa sadar maka individu melibatkan daya pikir.
Secara tak langsung dalam interaksi sosial, individu dengan individu atau individu
dengan kelompok sedang menunjukkan dan mengembangkan daya pikir mereka.

5
Sejalan dengan itu, Brinkerhoft dan White (dalam Damsar, 2015:8)
memusatkan perhatiannya pada interaksi manusia dalam kajian sosiologi. Interaksi
sosial yang dimaksud adalah suatu tindakan sosial yang bersifat timbal balik melalui
kontak dan komunikasi dua arah atau lebih. Dalam interaksi sosial, tindakan sosial
memiliki makna atau arti subjektif bagi individu yang dikaitkan dengan orang lain.
Lalu kontak sosial dikatakan sebagai tahap awal terjadinya interaksi sosial. Kontak
sosial identik dengan sentuhan langsung, namun seiring berkembangnya peradaban,
pada zaman modern kontak sosial dapat terjadi melalui media komunikasi yang
tersedia. Interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak ada komunikasi yang berarti
adanya pemberitahuan atau penyampaian informasi yang telah ada dalam benak pikiran
manusia.

Manusia mempelajari arti dan simbol dalam interkasi sosial di mana manusia
menggunakan nalar untuk dapat terbentuk dalam proses interaksi. Manusia dikatakan
sebagai makhluk yang kreatif disamping manusia sosial, karena mampu mengolah arti
dan simbol yang digunakan dalam tindakan dan interaksi sosial berdasarkan penafsiran
terhadap situasi saat interaksi berlangsung. Lalu melalui pola tindakan sosial dan
interaksi sosial yang saling terkait akan membuat suatu kelompok dan masyarakat.

Simmel (dalam Ritzer 2015:43) memusatkan perhatiannya pada interaksi sosial


dan kesadaran individu yang kreatif , dengan teori utamanya tentang interaksionalisme
simbolik. Maka manusia berinteraksi satu sama lain untuk berbagai tujuan, motif, dan
kepentingan. Simmel cenderung menyorot masalah-masalah berskala kecil, terutama
tindakan dan interaksi individual. Ide Simmel yang paling terkenal yaitu tentang bentuk
interaksi yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu interaksi berdasarkan bentuk dan
interaksi berdasarkan tipe. Simmel (dalam Faruk 2013:36) berpendapat bahwa konflik
bukanlah suatu ancaman terhadap kebersamaan. Adanya interaksi sosial sebagai
sebuah hubungan sosial, memungkinkan terjadinya konflik sebagai dampak dari
interaksi tersebut. Namun, Simmel tidak memusingkan konflik dalam interaksi,
menurutnya konflik merupakan bentuk dari interaksi. Interaksi sosial dan konflik akan

6
memungkinkan suatu interaksi langsung dan bertahan pada masyarakat. Peningkatan
jumlah manusia dalam interaksi sosial, akan berpengaruh pada pola interaksi dan
menimbulkan bentuk pengelompokan sosial serta keterlibatan sosial.

Interaksi sosial berdasarkan tipe yang diungkapkan oleh Simmel dibagi menjadi
interaksi antarindividu, interaksi individu dengan kelompok, dan interaksi kelompok
dengan individu. Bentuk sosial berdasarkan tipe mempunyai hubungan timbal balik
dan bersifat saling mempengaruhi

a. Interaksi Sosial Antar Individu


Interaksi sosial antarindividu dianggap sebagai interaksi yang terjadi
dengan melibatkan dua individu, serta sama – sama memiliki tujuan. Dua
orang asing di stasiun yang sedang menantikan datangnya kereta misalnya,
satu diantaranya tidak memakai jam tangan, dan menepuk pundak individu di
sebelahnya untuk menanyai pukul berapa. Setelah itu mereka bertanya jawab
hingga kereta yang mereka tumpangi tiba. Dua orang tersebut dikatakan telah
melakukan interaksi sosial antarindividu, karena memenuhi syarat interaksi
sosial yaitu kontak sosial dan komunikasi. Tujuan dari orang menanyakan jam
adalah mengetahui waktu, dan yang ditepuk memberikan informasi.
b. Interaksi Sosial Antara Individu dengan Kelompok
Kehidupan sosial memungkinkan segala hal berkaitan dengan interaksi
sosial terjadi, seperti halnya interaksi sosial antara individu dengan kelompok.
Interaksi soial ini mengahdapkan satu orang yang berinteraksi dengan
beberapa orang yang terdapat di dalam kelompok. Seorang guru tengah
menyampaikan materi pada siswanya yang berjumlah 30 orang, dapat
dikatakan sebagai interaksi individu dengan kelompok. Kontak sosial dalam
hal ini berupa pandangan mata yang ditujukan guru kepada beberapa
siswanya, sedangkan komunikasi berupa penyampaian materi dan tanya jawab
dalam satu kelas.
c. Interaksi Sosial Antara Kelompok dengan Individu

7
Interaksi sosial bersifat saling mempengaruhi, seperti halnya interaksi
antara kelompok dengan individu. Contoh sederhana yaitu pada demonstrasi
yang dilakukan mahasiswa kepada rektor pada kampus. Sekelompok
mahasiswa menuntut penurunan uang kuliah karena tidak sebanding dengan
kinerja dosen yang mengajar. Demo ditujukan kepada rektor sebagai
pemimpin tertinggi kampus agar mereka mengambil solusi. Kasus demikiran
kelompok mahasiswa mempengaruhi individu yaitu rektor kampus agar
menindak lanjut permasalahan. Syarat interaksi sosial tidak pula hilang dalam
kondisi demikian.

2.3 Proses Interaksi Versus Bentuk Isi

Simmel memberikan suatu konsep tentang masyarakat melalui interaksi timbal


balik. Masyarakat dipandang lebih daripada hanya sebagai suatu kumpulan individu
melainkan masyarakat menunjuk pada pola interaksi timbal balik antar individu. Pokok
perhatian Simmel dari interaksi sosial bukanlah isi melainkan bentuk dari interaksi
sosial itu sendiri. Simmel memiliki pandangan seperti itu karena menurutnya dunia
nyata tersusun dari tindakan dan interaksi. pendekatan Simmel meliputi
pengidentifikasian dan penganalisaan bentuk-bentuk yang berulang atau pola-pola
"sosiasi" (sociation). Sosiasi meliputi interaksi timbal-balik. Melalui proses ini, di
mana individu saling berhubungan dan saling mempengaruhi, masyarakat itu sendiri
muncul.

Gambaran tentang hakikat kenyataan sosial ini menunjukkan bahwa


masyarakat lebih daripada jumlah individu yang membentuknya. Tambahan pula ada
pola interaksi timbal-balik di mana mereka saling berhubungan dan saling
mempengaruhi. Tetapi seperti sudah dijelaskan, masyarakat tidak pernah ada sebagai
sesuatu benda obyektif terlepas dari anggota-anggotanya. Kenyataannya itu terdiri dari
kenyataan proses interaksi timbal-balik. Pendekatan ini mengusahakan keseimbangan

8
antara pandangan nominalis (yang percaya hanya individu yang riil) dan pandangan
realis atau teori organik (yang mengemukakan bahwa kenyataan sosial itu bersifat
independen dari individu yang membentuknya). Seperti Spykmann kemukakan,
Simmel dapat dihargai sebagai orang yang mengalihkan perhatiannya dalam bidang
sosiologi dari filsafat tentang masyarakat ke suatu ilmu tentang asosiasi. Sebagai suatu
disiplin ilmiah, sosiologi harus memiliki, sebagai tujuan utamanya, identifikasi dan
analisa mengenai berbagai bentuk yang berulang dalam interaksi timbal-balik melalui
mana masyarakat itu muncul.

Sejumlah contoh dari kehidupan sehari-hari dapat dikemukakan untuk


menggambarkan proses sosiasi itu. Misalnya, sejumlah individu yang terpisah satu
sama lain atau berdiri sendiri-sendiri saja, yang sedang menunggu dengan tenang di
terminal lapangan udara tidak membentuk jenis masyarakat atau kelompok. Tetapi
kalau ada pengumuman yang mengatakan bahwa kapal akan tertunda beberapa jam
karena tabrakan, beberapa orang mungkin mulai berbicara dengan orang di
sampingnya, dan di sanalah muncul masyarakat. Dalam hal ini "masyarakat"

Jadi, untuk memahami perspektif Simmel, kita harus menjelaskan dua konsep
yang dia bedakan, yakni bentuk dan isi. Secara kasarnya, pembedaan ini sejajar dengan
pembedaan dalam filsafat Kant antara kategori-kategori pemikiran yang bersifat a
priori dan isi empirisnya. Khususnya, Simmel tertarik untuk mengisolasikan bentuk
atau pola di mana proses interaksi itu dapat dibedakan dari isi kepentingan, tujuan atau
maksud tertentu yang sedang dikejar melalui interaksi itu. Sebagai suatu analogi,
Simmel menggagaskan dalam suatu bayangan mengenai geometri kehidupan sosial,
dengan mengidentifikasi bentuk-bentuk yang dapat diabstraksikan dari proses interaksi
yang berlangsung terus dan dianalisa secara terlepas dari isinya. Pembedaan bentuk
dan isi interaksi dapat dilihat dalam beberapa hal sebagai berikut:

9
a. Sosiabilita

Sosiasi atau interaksi itu dipisahkan isinya sendiri atau isi yang tidak ada
hubungannya dengan itu, maka bentuk yang dihasilkan adalah sosiabilita. Dalam
beberapa hal semua interaksi bersifat sosiabel, atau sekurang-kurangnya bersifat sosial.
Tetapi sosiabilita sebagai suatu bentuk yang murni, merupakan interaksi yang terjadi
demi interaksi itu sendiri dan bukan untuk tujuan lain. Contoh sosiabilita ada banyak,
yang paling jelas adalah interaksi dalam suatu silaturahmi. Harapan dari diadakannya
silaturahmi adalah bahwa orang akan berinteraksi, tetapi interaksi mereka tidak terbatas
pada masalah praktis sehari-hari. kantor Dalam beberapa hal, percakapan mengenai
hal-hal yang terjadi setiap hari sebenernya dianggap kurang menarik. Misalnya, orang
bisa bekerja sama dalam kantor bertahun-tahun lamanya dan mempunyai kepentingan
yang sama, tetapi pada silaturahmi saat lebaran, orang mengerti bahwa mereka tidak
akan membicarakan bisnis. Orang yang selalu cukup memasukkan masalah-masalah
pekerjaan sehari-hari dalam percakapan, mungkin cukup membosankan, seperti
seorang pertapa yang duduk di sudut jalan dan tidak mau bergaul.

Pemisahan isi materil atau yang praktis dari bentuk sosiabilita yang murni dapat
juga diamati dalam interaksi antara orang-orang asing. Mereka tidak memiliki "isi"
kehidupan sehari-hari yang sama; hubungan mereka satu-satunya adalah kehadiran
mereka bersama yang sementara sifatnya. Mereka mungkin saling bersikap acuh tak
acuh, tetapi kalau mereka memulai berinteraksi, maka interaksinya itu akan mungkin
mencerminkan bentuk sosiabilita yang murni. Jadi mungkinmerekabersenda-gurau
mengenai cuaca, meskipun mereka tidak saling membutuhkan informasi, dan mereka
mengetahui hal itu. Pokok pembicaraan tidak sepenting kenyataan yang menjadi dasar
bagi bentuk sosiabilita.

10
b. Hubungan Seksual

Contoh lain yang memperlihatkan pembedaan antara bentuk-isi diberikan


Simmel dengan mendiskusikan orang yang berpacaran, atau hubungan seksual.
Sebagaimana sosiabilita merupakan bentuk otonom atau bentuk "bermain" dari sosiasi,
pacaran adalah bentuk otonom atau bentuk "bermain" dari dorongan-dorongan erotik
atau insting. Sebagai suatu bentuk yang murni, pacaran tidak mencakup interaksi
sosiabel yang mungkin mendahului hubungan seksual. Juga tidak meliputi interaksi
yang jelas menghindari kemungkinan pemuasan seksual. Hubungan pacaran ditandai
oleh suatu keseimbangan yang harmonis antara kedua ekstrem itu. Masing-masing
pihak akan menampilkan perilaku yang merangsang dengan memberikan kesan daya
tarik seksual yang ada pada waktu itu, dan sekaligus dengan caranya sendiri menahan
untuk berbuat atau menuntutsuatu kesungguhan yang tegas (asal keduanya tahu dan
tidak salah mengerti akan maksud pasangannya). Dengan cara ini mereka bisa
menikmati bentuk hubungan seksual yang menarik dan memuaskan diri tanpa
memasukkan isi dari hubungan seperti itu.

c. Pentingnya Bentuk dan Sosiologi

Pembedaan bentuk dan isi memungkinkan kita untuk melihat konsepsi Simmel
mengenai pokok permasalahan dalam sosiologi sebagai suatu ilmu yang terpisah dari
ilmu-ilmu sosial lainnya. Sosiologi bukan merupakan suatu studi ensiklopedik
mengenai segala sesuatu yang bersifat sosial (seperti nampaknya bagi Comte); juga
bukan merupakan suatu filsafat umum mengenai sejarah atau sebagai suatu studi
mengenai tingkat kehidupan sosial yang murni subyektif. Sebaliknya, sosiologi
membuat abstraksi dari kesatuan kompleks keseluruhan kenyataan sosial menurut
pusat perhatiannya sendiri. Menurut Simmel, itu adalah bentuk sosiasi dan interaksi
timbal-balik, termasuk "identifikasi, pengaturan sistematis, penjelasan psikologis, dan
perkembangan sejarah tentang bentuk-bentuk sosiasi yang murni".

11
Simmel menyajikan sejumlah sketsa sosiologis di mana bentuk-bentuk tertentu
diidentifikasi, dianalis, kadang-kadang dibagi menjadi lebih kecil atau dibandingkan
dengan bentuk-bentuk yang berhubungan secara kontras, dan digambarkan dengan
contoh-contoh yang kongkret dari satuan-satuan yang luas. Tujuan umumnya adalah
untuk memperlihatkan bagaimana bentuk yang sama itu dapat dimanifestasikan dalam
pelbagai konteks budaya atau sejarah (atau dengan pelbagai isinya). Banyak bagan ini
merupakan analisa sosiologis yang sangat cemerlang dan merangsang, tetapi tidak ada
hubungan sistematis dan tidak membentuk suatu teori yang komprehensif.

Levine mengembangkan suatu daftar lengkap mengenai berbagai bentuk yang


didiskusikan Simmel menjadi tiga topik utama: (1) proses-proses sosial, (2) tipe-tipe
sosial, dan (3) pola-pola perkembangan. Dalam daftar proses sosial, Levine mencatat
bentuk-bentuk seperti perilaku kolektif elementer, pembentukan partai, pembagian
kerja, isolasi, asosiasi dari tiga atau lebih anggota, subordinasi di bawah satu
pemimpin, oposisi terhadap penguasa, konfliktompetisi, unifikasi, persaingan, rasa
terima kasih, kagum, dan percakapan. Tipe-tipe sosial memusatkan perhatiannya bukan
pada proses interaksi keseluruhannya, tetapi pada perilaku peran yang khas dari
seseorang yang terlibat. Beberapa contoh dapat kita lihat seperti penengah, orang yang
tidak memihak, wasit, atasan, bawahan, makelar, pedagang, wanita, orang miskin,
orang asing, dan aristokrat. Pola-pola perkembangan mencakup proses-proses sosial
yang lebih kompleks; contohnya adalah diferensiasi sosial, perubahan dari basis
organisasi sosial yang bersifat lokal ke yang fungsional, perubahan dari kriteria
eksternal atau mekanik sebagai dasar untuk suatu organisasi sosial ke kriteria yang
lebih rasional, dan pemisahan bentuk dari isi, dan munculnya bentuk sebagai sesuatu
yang bersifat otonom.

Selain memberi tekanan pada sosiologi "formal" ini, Simmel juga


mengidentifikasi dua "bidang masalah" tambahan dalam sosiologi: "sosiologi umum"
dan "sosiologi filsafat". Sosiologi umum pada dasarnya merupakan penerapan dari
metoda sosiologinya yang khusus (yakni, identifikasi pelbagai bentuk sosiasi) pada

12
perkembangan sejarah. Bisa termasuk di dalamnya analisa tentang perkembangan
ekonomi, struktur politik, kreativitas budaya, atau pola-pola sejarah lainnya sebagai
akibat dari kegiatan-kegiatan kelompok tertentu atau masyarakat di mana tipe-tipe pola
interaksi tertentu itu ada. Bisa juga lainnya yang meliputi studi mengenai perubahan
masyarakat secara bertahap dari individu yang sederhana yang memiliki struktur yang
tidak berdiferensiasi yang bersifat homogen ke struktur individu yang heterogen
dengan lebih kompleks dan sangat berdiferensiasi, yang terintegrasi melalui saling
ketergantungan yang semakin tinggi.

2.4 Superordinasi dan Sub Ordinasi

Simmel menjelaskan mengenai superordinasi dan subordinasi dalam kerangka


interaksi dalam masyarakat, ini berupa ketaatan atau ketundukan pada superordinat
yang berkedudukan lebih tinggi. Superordinasi dan subordinasi mempunyai
hubungan timbal-balik. Sang pemimpin tidak ingin menentukan secara lengkap
pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan orang lain. Lebih tepatnya, sang
pemimpin mengharapkan bawahannya bereaksi baik secara positif maupun negatif.
Bentuk interaksi tersebut ataupun setiap bentuk lainnya, tidak akan pernah bisa ada
tanpa hubungan timbal balik. Bahkan, di dalam bentuk dominasi yang paling
menindas pun, orang-orang subordinat setidaknya sampai derajat tertentu
mempunyai kebebasan pribadi. Bagi sebagian besar orang, superordinasi meliputi
suatu usaha untuk melenyapkan secara lengkap independensi orang-orang
bawahannya, tetapi Simmel berargumen bahwa suatu hubungan sosial akan berhenti
berada jika hal itu benar-benar terjadi.

Ada tiga jenis subordinasi yang menurut Simmel dapat menjelaskan fenomena
ini. Subordinasi tersebut adalah subordinasi di bawah seorang individu, subordinasi
di bawah lebih dari satu individu, dan subordinasi terhadap prinsip umum.

13
Subordinasi di bawah seorang individu menunjukkan dominasi seorang
pemimpin dan ketaatan terhadapnya. Hal ini dapat dilihat dalam sebuah keluarga
yang mempunyai banyak pelayan. Majikan mereka memiliki pelayan yang biasa
membantu urusan rumah tangga, yang mengantar jemput sang majikan, dan yang
mengurus kebun. Subordinasi seperti ini cenderung menyatukan pihak subordinat.
Perasaan senasib dan satu tujuan membuat subordinat merasa setara. Hal tersebut
menjadikan superordinat, dalam hal ini majikan, mudah mengarahkan
subordinatnya. Ini bisa berarti positif ataupun negatif karena bisa saja subordinat
bersatu untuk menentang pemimpinnya itu. Saat gaji seorang pelayan tidak dipenuhi
misalnya, para pelayan yang sudah kompak akan melakukan mogok kerja bersama
pada majikannya. Namun, perilaku ini bisa lebih kompleks dalam masyarakat yang
heterogen sifatnya. Penentangan terhadap pemimpin bisa saja tidak terjadi karena
sebagian besar subordinat merasa takut. Akhirnya, permusuhan tersebut mereka
belokkan ke anggota-anggota lainnya. Hal ini, menurut Simmel, bisa diatasi kalau
pemimpin tersebut memberikan suatu ikatan bersama di antara subordinatnya.
Simmel pun membedakan macam-macam subordinasi:

1. Subordinasi melalui penyamarataan. Dalam kasus pelayan-majikan di atas,


jika pemimpin mampu menghilangkan kesenjangan antar subordinat sehingga
mereka semua sama dalam pelayannya, maka kekuasaan pemimpin tersebut
dapat menjadi mutlak. Kesenjangan ini meliputi jenjang dan kekuasaan
subordinat, seperti status dan perlakuan majikan terhadap mereka.

2. Subordinasi melalui gradasi, meliputi pemantapan atau pembiaran atas adanya


jenjang dan kekuasaan tersebut. Misalnya, yang mempunyai perlakuan
istimewa di antara pelayan lainnya adalah supir. Keberadaan dan peran supir
tersebut akan terus dilanggengkan sebagai pola antara yang berada di antara
majikan dan pelayan lain yang lebih rendah kedudukannya.

14
3. Subordinasi terhadap salah satu dari anggota mereka sendiri. Para anggota
yang ada dalam pihak subordinat, taat kepada salah satu dari anggota
subordinat tersebut. Misalnya kaum bangsawan yang menginginkan posisi raja
hanya berasal dari kalangan mereka sendiri.

4. Subordinasi terhadap seseorang dari luar. Biasanya hal ini terjadi pada
kelompok yang statusnya rendah, baik itu status ekonomi, sosial, maupun
politik. Sekelompok buruh angkut mungkin akan mengangkat preman sekitar
yang lebih kuat dan kaya dari mereka untuk menjadi pemimpin. Mereka
kurang percaya pada kemampuan buruh lain yang ada dalam kelompok
tersebut meskipun mereka masih ada dalam satu kelompok.

Lain halnya dengan subordinasi dengan satu orang, subordinasi yang


melibatkan lebih dari satu orang cenderung lebih obyektif dan hubungan atau
interaksi yang terjalin tidak intens serta kurang menjangkau ranah pribadi. Hal ini
tidak mutlak, karena dalam kenyataanya ditemukan kejadian dimana subordinasi
dibawah banyak orang tidak adil dan benar-benar tidak obyektif tetapi terdapat pula
keuntungan subordinat terhadap superordinat lebih dari satu. Keuntungan tersebut
dapat diraih dengan peningkatan interaksi terhadap satu dari para superordinat.
Dengan interaksi yang lebih intens akan menjadi modal bagi subordinat dalam
menghadapi superordinat yang lain atau subordinat dapat menggunakan kedekatan
dengan superordinat tersebut sebagi ‘tameng’ dalam menghadapai kondisi tertentu
dengan superordinat yang lain. Selain keuntungan, kerugian, baik mental maupun
fisik, dapat diterima oleh subordinat yang memiliki ketaatan terhadap superordinat
ketika terjadi perselisihan diantara superordinat. Sebagai subordinat, kondisi seperti
tersebut menjadikannya sebagai pion bagi kedua atau lebih superordinat yang
berkonflik. Hal ini dapat dilihat dalam kasus anak pada keluarga yang mengalami
broken home. Kedua orang tua yang bertikai umumnya menginginkan anak berada
bersama dengan mereka. Hal ini tentu membuat sang anak bingung dan tertekan
secara emosi. Dalam kasus ini, anak adalah subordinat dan kedua orang tua adalah

15
para superordinat. Satu hal lagi yang perlu digarisbawahi adalah hubungan interaksi
yang terjadi diantara para superordinat turut memengaruhi pula keadaan subordinat.

Pola subordinasi yang berikutnya adalah pola subordinasi terhadap prinsip


umum. Prinsip umum disini bisa berarti hukum yang legal atau sekadar norma-
norma yang diakui oleh anggota masyarakat. Subordinasi model ini dinilai bebas
dari kepentingan maupun kesewenangan pihak-pihak lain sehingga dianggap
menguntungkan. Di sisi lain, subordinasi kepada prinsip dianggap sebagai bentuk
kebebasan yang paling tinggi. Dalam hubungan ini, Simmel mendiskusikan
subordinasi seorang individu pada prinsip moral atau hati nurani. Hati nurani
selanjutnya adalah salah satu faktor yang turut berperan serta dalam terciptanya nilai
kemudian dituangkan ke dalam norma yang kemudian sebagian besar norma
tersebut dilegalkan menjadi Undang-undang. Subordinasi pada prinsip moral
menarik untuk dianalisis, contoh aktual yang dapat diambil adalah ketaatan anggota
terorisme yang mengatasnamakan agama pada pemimpinnya. Prinsip yang diakui
oleh kelompok ini sangat bertentangan dengan prinsip umum (hukum atau Undang
Undang) masyarakat Indonesia. Tetapi, mereka tetap mengabdikan dirinya terhadap
prinsip yang mereka percayai. Mereka yakin kebahagiaan itu ada pada kebenaran
dan ketundukan pada prinsipnya, bukan ketaatan pada pemerintah dan hukum
buatan manusia.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pokok perhatian utama Simmel bukanlah isi melainkan bentuk interaksi


sosial.perhatian ini muncul dari keidentikan Simmel dengan tradisi Kantian dalam
filsafat,yang memisahkan bentuk dan isi. Namun pandangan Simmel cukup sederhana.
Dari sudut pandang Simmel, dunia nyata tersusun dari peristiwa,tindakan,interaksi, dan
lain sebasginya yang tak terhingga. Simmel memberikan suatu konsep tentang
masyarakat melalui interaksi timbal balik. Masyarakat dipandang lebih daripada hanya
sebagai suatu kumpulan individu sebaliknya masyarakat menunjuk pada pola interaksi
timbal balik antara individu. Pendekatan Simmel meliputi pengidentifikasian dari
penganalisaan bentuk-bentuk yang berulang atau pola-pola “sosiasi” (sociation).
Dengan demikian jika individu-individu saling berhubungan dan saling
mempengaruhi, maka terbentuklah suatu masyarakat. Proses interaksi timbal balik itu
bisa bersifat sementara dan berlangsung lama. Pembedaan bentuk dan isi interaksi
dapat dilihat dalam beberapa hal yaitu, Sosiabilita, hubungan seksual, pentingnya
bentuk dan sosiologi, dan Superordinasi dan Subordinasi

3.2 Saran
Meski sangat sedikit orang yang menganut pemikiran Simmelian, Simmel acap
diakui sebagai seorang “innovator gagasan dan tolok ukur teoritis”. Konsekuensinya,
Simmel sering kali dipandang sebagai sumber alami wawasan yang harus digali bagi
hipotesis empiris ketimbang sebagai satu kerangka kerja koheren bagi analis teoretis.

17
DAFTAR PUSTAKA

Doyle, P. J. (1994). Teori Sosiologi: Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Ritzer, George. 2021. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Simmel, Georg, Georg Simmel on individuality and Social Forms, edited by Donald N.
Levine, Chicago: University of Chicago Press, 1971.
Aini, Ela Nur. 2019. “Interaksi Sosial Dalam Novel Suraya Karya Nafi’ah Al Ma’rab
(Kajian Teori Georg Simmel)” dalam Interaksi Sosial dalam Novel Karya
Nafi’ah Al Ma’rab (Kajian Teori Georg Simmel (hlm. 1-11). Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri
Surabaya

18

Anda mungkin juga menyukai