Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

EMILE DURKHEIM

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Ibu Ai Royati, S.Pd.,


Selaku Guru Mata Pelajaran Sosiologi

Disusun Oleh:
Ketua : Euis Kamelia
Anggota : Rosi Rosmawati
Nining Karningsih
Yosep Teguh I.H
Iman Lukman Nur Hakim
Rizki Mulyawan

SMA NEGERI JATINUNGGAL


SUMEDANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya makalah ini
dapat kami selesaikan dengan baik dan atas kehendak-Nya semua proses
pembuatan makalah ini dapat berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini kami tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu proses pembuatan makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Terima kasih kepada teman-teman yang telah ikut memberikan
motivasi dan doa sehinga kami terus berusaha pantang menyerah dan terus
bersemangat dalam menghadapi rintangan yang menghalangi penulisan karya
ilmiah ini.
Makalah yang berjudul “Emile Durkheim " yang berisi biografi dan teori-
teorinya.
Tak ada gading yang tak retak tak ada sesuatu yang sempurna, begitu juga
dengan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Untuk
itu dengan senang hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi perbaikan penelitian ini untuk ke depan.

Bantarujeg, Agustus 2017

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Biografi dan Perjalanan Hidup Emile Durkheim ......................................... 3
B. Teori-Teori Emile Durkheim ....................................................................... 6
C. Kritik Terhadap Emile Durkheim .............................................................. 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13
A. Kesimpulan ................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Durkheim dianggap sebagai “bapak” sosiologi modern, karena usaha-
usahanya menjadikan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang baru. Ia percaya
bahwa masyarakat dapat dipelajari secara ilmiah. Ia menolak pendekatan
individual dalam memahami fenomena dalam masyarakat dan lebih memilih
pendekatan secara sosial. Oleh karena itu ia juga berusaha memperbaiki metoda
berpikir sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pada pemikiran-pemikiran
logika filosofi tetapi sosiologi. Menurut Durkheim, masyarakat dibentuk oleh
“fakta sosial” yang melampaui pemahaman intuitif kita dan mesti diteliti melalui
observasi dan pengukuran. Ide tersebut adalah inti dari sosiologi yang
menyebabkan Durkheim sering Dianggap sebagai “bapak” sosiologi (Gouldner,
1958). Meskipun istilah “sosiologi” telah dilahirkan Auguste Comte beberapa
tahun sebelumnya, namun belum ada lapangan sosiologi yang berdiri sendiri
dalam universitas pada akhir abad ke-19. Belum ada sekolah, departemen, apalagi
professor dalam bidang sosiologi. Tantangan yang signifikan dari sosiologi adalah
filsafat dan psikologi, dua ranah ilmu ini mengklaim melingkupi ranah yang ingin
diduduki sosiologi. Cita-cita Durkheim terhadap sosiologi sekaligus menjadi
dilemanya adalah menjadikan sosiologi menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri
dan merupakan ranah yang bisa diidentifikasi.
Untuk memisahkan sosiologi dari filsafat, Durkheim berpendapat bahwa
sosiologi mesti berorientasi kepada penelitian empiris. Ia merasa terancam oleh
aliran filsafat yang terdapat dalam sosiologi itu sendiri. Dalam pandanganya,
tokoh utama lainya seperti Auguste Comte dan Herbert Spencer, keduanya lebih
memiliki perhatian pada filsafat, dalam teori abstrak, kemudian mereka
mempelajari dunia sosial secara empiris. Jika ranah ini diteruskan berdasarkan
arah yang disusun oleh Comte dan Spencer, Durkheim khawatir, ranah ilmu ini
tidak akan lebih dari sekadar sebuah cabang filsafat. Artinya, Durkheim merasa
perlu mengkritik Comte dan Spencer karena mereka terlalu berpegang pad aide

1
yang ada tentang fenomena sosial, dan bukanya pada studi atas dunia riil secara
aktual. Ia menganggap Comte masih keliru karena telah mengandaikan secara
teoritis bahwa dunia sosial selalu bergerak menuju kondisi masyarakat yang kian
lama kian sempurna bukannya melakukan kerja ilmiah yang sungguh-sungguh,
ketat, dan mendasar dalam mengkaji perubahan hakikat berbagai masyarakat.
Spencer pun juga begitu, dia dianggap mengandaikan begitu saja adanya harmoni
dalam masyarkat, dan bukanya mengkaji apakah harmoni itu benar-benar ada atau
tidak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Emile Durkheim dan perjalanan hidupnya yang
mempengaruhi teori-teorinya?
2. Apa saja teori yang dikemukakan oleh Emile Durkheim?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi dan latarbelakang Emile Durkheim yang mempengaruhi
teori-teorinya.
2. Mengetahui dan memahammi teori-teori yang dikemukaan oleh Emile
Durkheim.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi dan Perjalanan Hidup Emile Durkheim


Emile Durkheim lahir pada tanggal 15 April 1858 di Epinal, Prancis. Ia
berasal dari keluarga rabbi atau pendeta bagi kaum Yahudi. Tetapi pada umur
belasan tahun, Ia menyangkal silsilah keturunanya (Strenski, 1997: 4). Sejak saat
itu, minat terhadap agama lebih akademis daripada teologis (Mestrovic, 1988). Ia
tidak hanya kecewa dengan ajaran agama, namun juga pada pendidikan umum
dan penekananya pada soal-soal literer dan estetis. Ia mendambakan bisa
mempelajari metode-metode ilmiah dan prinsip-prinsip moral yang bisa memandu
kehidupan sosial. Pada tahun 1887 Ia mengajar filsafat di beberapa sekolah
provinsi di sekitar Paris.
Keinginanya dalam mempelajari ilmu pengetahuan semakin besar ketika Ia
melakukan perjalanan ke Jerman. Disana Ia mengenal psikologi ilmiah yang
dirintis oleh Wilhelm Wundt. Di tahun-tahun setelah kunjunganya ke Jerman,
Durkheim menrbitkan beberapa karya yang menuliskan pengalamanya di Jerman.
Publikasi-publikasi ini membantu Ia memperoleh posisi di departemen filsafat di
Universitas Bordeaux pada tahun 1887. Disana Durkheim memberikan kuliah
dalam ilmu sosial di sebuah Universitas Prancirs untuk pertama kalinya. Hal ini
merupakan prestasi terbesar, karena hanya berjarak satu dekade sebelumnya
kehebohan menggemparkan merebak di sebuah Universiras Prancis setelah
seorang mahasiswa menyebut Auguste Comte dalam disertasinya. Tanggung
jawab utama Durkheim adalah memberikan pedagogik untuk calon guru sekolah,
dan mata kuliahnya yang paling penting adalah pendidikan moral. Alasan dari
pendidikan moral sendiri adalah agar para pendidik mampu menularkan sistem
moral kepada siswa-siswanya yang diharapkan memperbaiki kemrosotan moral
yang Ialami masyarakat Prancis.
Pada tahun 1893, ia menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa
Prancis, The Division of Labor in Society, dan tesisnya dalam bahasa latin tentang
Montesqieu. Disusul pada tahun 1895, terbit pernyataan metodologi

3
utamanya, The Rules of Sociological Method, lalu pada tahun 1897 metode-
metode tersebut diterapkan dalam studi empiris pada buku Suicide. Pada tahun
1896 ia menjadi professor penuh di Bordeaux. Pada tahun 1902 ia diundang oleh
universitas di Prancis paling terkenal, Sorbonne, dan pada tahun 1906 resmi
menjadi professor untuk ilmu pendidikan, pada tahun 1913 bertambah satu
jabatan dan berubah menjadi professor ilmu pendidikan dan sosiologi. Karya
terkenal lainya adalah The Elementary Forms of Religious Life, terbit tahun 1912.
Kini Durkheim seringkali disebut sebagai seorang yang berhaluan politik
konservatif termasuk pengaruhnya dalam bidang sosiologi. Namun, pada zamanya
ia dikenal sebagai seorang liberal, dan ini tercermin ketika Ia secara aktif dalam
membela Alfred Dreyfus, kapten tentara keturunan Yahudi yang dinyatakan
bersalah melakukan pengkhianatan karena diduga membocorkan dokumen rahasia
Prancis kepada kedutaan Jerman dan divonis mati oleh kebanyakan orang yang
bermotif anti-Semitisme atau anti-Yahudi. Durkheim sangat tersinggung oleh
persoalan Dreyfus itu, khususnya anti-Semit yang ada di dalamnya. Namun
Durkehim tidak menyebut anti-Smitisme tersebut sebagai rasisme di kalangan
mayarakat Prancis. Secara khusus, ia melihatnya sebagai suatu gejala penyakit
moral yang dihadapi masyarakat Prancis secara keseluruhan.
Ketika masyarakat mengalami penderitaan, ia harus menemukan seseorang
yang dapat diintai pertanggung jawaban atas derita tersebut, yang menanggung
nasib buruk: dan mereka yang ditentang publik pada dasranya telah dirancang
untuk memainkan peran ini. Itu semua adalah kaum paria yang berfungsi sebagai
korban yang dihukum. Yang meyakinkan saya dalam tafsir ini adalah bagaiman
vonis pengadilan kasus dreyfus dibuat pada tahun 1894. Ada gelombang
kegembiraan di boulevard. Orang merayakan bak kemenangan sesuatu yang
seharusnya menjadi sebab bagi duka publik. Paling tidak mereka tahu siapa yang
harus disalahkan atas terjadinya kesulitan ekonomi dan tekanan moral yang
mereka alami. Kesulitan datang dari orang Yahudi. Tuduhan inin telah dibuktikan
secara resmi. Dengan fakta ini, beberapa hal tampak semakin baik dan orang
merasa nyaman. (Lukes, 1972: 345)

4
Perhatian Durkheim terhadap kasus Dreyfus adalah perhatianya yang juga
begitu dalam seumur hidupnya terhadap moralitas dan krisis moral yang dihadapi
masyarkat modern. Menurutnya, jawaban atas kasus Dreyfus tidak lain karena
akhir kekacauan moral yang ada dalam masyarakat. Karena perbaikan moral
dalam masyarakat tidak dapat dilakukan secara mudah dan cepat, maka Durkheim
menyarankan adanya tindakan yang lebih khusus seperti tindakan tegas bagi
mereka yang memancing kebencian terhadap orang lain dan pemerintah
dengan berupaya menunjukan kepada masyarakat atau publik bahwa
menyebarkan rasa kebencian itu adalah penyesatan dan terkutuk. Ia juga
menyerukan kepada orang “berani menyuarakan dengan lantang apa yang mereka
pikirkan, dan bersatu pada untuk meraih kemenangan dalam perjuangan melawan
kegilaan publik” (Lukes, 1982:347)
Perhatian Durkheim pada sosialisme juga dijadikan bukti untuk melawan
gagasan bahwa Ia adalah seorang konservatif, meski sosialisme ini sangat berbeda
dengan pemikiran Marxisme. Ia menamakan Marxisme itu sebagai serangkaian
“hipotesis yang data diperdebatkan dan ketinggalan zaman.” (Lukes, 1972: 323).
Menurut Durkheim, sosialisme mempresentasikan gerakan yang ditujukan bagi
regenerasi moral masyarakat melalui moralitas ilmiah, dan tidak dengan cara
politik jangka pendek maupun pada aspek ekonomi sosialisme. Ia tidak melihat
ploretariat sebagai berkah atau penyelamat bagi masyarkat, dan sangat menentang
agitasi atau kekerasan. Menurutnya sosialisme, adalah suatu paham dan keadaan
yang merepresentasikan sistem tempat di mana prinsip moral ditemukan melalui
studi sosiologi ilmiah harus diberlakukan.
Durkheim berpengaruh begitu besar terhadap perkembangan sosiologi,
dan tak hanya terbatas pada bidang sosiologi saja. Sebagian besar pengaruhnya
terhadap bidang lain berasal dari jurnal L’annẻ Sociologique, yang ia dirikan pada
tahun 1898. Sebuah lingkaran intelektual tumbuh dan berkembang dari jurnal itu
dan Durkheim menjadi pusatnya. Melalui lingkaran itu, ia dan gaasan-gagasanya
mempengaruhi berbagai bidang seperti antropologi, sejarah, bahasa dan psikologi
yang sedikit ironis, karena menyerang disiplin ini.

5
Durkheim wafat pada tanggal 15 November 1917. Dia adalah sosok
paling disegani di kalangan intelektual Prancis, namun baru dua puluh tahun
kemudian, yakni Talcott Parson saat menerbitkan buku berjudul The Structure of
Social Action (1937), karya Durkheim mulai berpengaruh signifikan dalam
sosiologi Amerika.

B. Teori-Teori Emile Durkheim


1. Teori Solidaritas (The Division of Labour in Society)
Dalam buku ini menerangkan bahwa masyarakat modern tidak diikat
oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaaan yang sama,
akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa
mereka agar tergantung satu sama lain. solidaritas menunjuk pada suatu
keadaan hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan pada
perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh
pengalaman emosional bersama.
a. Solidaritas Mekanis
Solidaritas mekanis dibentuk oleh hokum represif karena anggota
masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain, dan karena
mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun
pelanggaran terhadap system nilai bersama tidak akan dinilai main-main
oleh setiap individu. Pelanggar akan dihukum atas pelanggaranya
terhadap system moral kolektif. Meskipun pelanggaran terhadap system
moral hanya pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum
dengan hukuman yang berat.
b. Solidaritas Organic
Masyarakat solidaritas organic dibentuk oleh hukum restitutif.
Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk
kejahatan mereka, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap
individu tertentu atau sekmen tertentu dari masyarakat bukannya
terhadap sistem moral itu sendiri. Dalam hal ini, kurangnya moral
kebanyakan orang tidak melakukan reaksi xecara emosional terhadap

6
pelanggaran hukum. Durkheim berpendapat masyarakat modern bentuk
solidaritas moralnya mengalami perubahan bukannya hilang.
Dalam masyarakat ini, perkembangan kemandirian yang
diakibatkan oleh perkembangan pembagian kerja menimbulkan
kesadaran-kesadaran individual yang lebih mandiri, akan tetapi sekaligus
menjadi semakin tergantung satu sama lain, karena masing-masing
individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian
pekerjaan sosial.
2. Fakta Sosial (The Rule Of Sociological Method)
Fakta sosial ini menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu:
a. Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak,
ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial inilah yang merupakan
bagian dari dunia nyata contohnya arsitektur dan norma hukum.
b. Dalam bentuk non-material, yaitu sesuatu yang ditangkap nyata
(eksternal). Fakta ini bersifat inter subjective yang hanya muncul
dari dalam kesadaran manusia, sebagai contoh egoisme, altruisme,
dan opini.
Penjelasan mengenai fakta sosial dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu :
a. Penjelasan sebab-akibat
Fakta sosial harus dijelaskan berdasarkan fakta-fakta sosial
yang mendahuluinya sehingga dapat mengetahui sebab dari
terbentuknya fakta sosial tersebut. Setelah sebab tersebut ditemukan,
selanjutnya mencari penyebab fakta sosial tersebut masih ada.
Kenyataan bahwa fakta sosial itu masih ada selanjutnya dapat
dijelaskan berdasarkan fungsi yang dimilikinya.
b. Penjelasan fungsional
Fungsi suatu fakta sosial harus selalu ditemukan dalam
hubungannya dengan suatu tujuan sosial lainnya. Ini berari bahwa
harus diteliti apakah ada persamaan antara fakta yang ditinjau
dengan keperluan-keperluan umum dari organisme sosial itu dan
dimana letak persesuaiannya.

7
Perbedaan fakta sosial dengan fakta individu.
a. Fakta sosial
Fakta sosial adalah perbuatan-perbuatan yang ada diluar
individu secara terpisah, umum, dan memaksa karena fakta itu tidak
dapat terlepas dari individu-individu secara bersama-sama serta
memaksakan individu berbuat sesuai dengan keadaan
masyarakatnya. Jadi fakta sosial tidak menyatu dengan individu-
individu secara utuh tetapi juga tidak bisa lepas dari individu-
individu tersebut. Inti dari fakta sosial ini yaitu adanya tindakan yang
dilakukan disebabkkan karena adanya pola dalam hubungan sosial
itu sendiri.
b. Fakta individu
Sedangkan fakta individu , sering disebut sebagai fakta organis
atau fakta psikis. Fakta organis ini merupakan tindakan yang
dilakukan dengan didasari kesadaran individu itu sendiri. sehingga
tidak ada bentuk intervensi dari luar yang memaksa seseorang untuk
melakukan tindakan tersebut karena tidak memerlukan sebuah
pola dalam sistem sosial.
Menurut Emile Durkheim, fakta sosial tidak dapat direduksi
menjadi fakta individu, karena ia memiliki eksistensi yang independen
ditengah-tengah masyarakat. Fakta sosial sesungguhnya suatu kumpulan
dari fakta-fakta individu akan tetapi kemudian diungkapkan dalam suatu
realitas yang riil. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa fakta sosial
dihasilkan oleh pengaruh dari fakta psikis (sui generis).
3. Teori Bunuh Diri (Suicide)
Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative
merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang
bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk
melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan
disiplin Sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di
beberapa negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang

8
dikumpulkannya menunjukkan kesimpulan bahwa gejala-gejala
psikologis sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk
melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri
sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang
karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya
terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan
masyarakat.
Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan
sosial yang pokok dalam masyarakat:
a. Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama
Dari data yang dikumpulan Durkheim menunjukkan bahwa
angka bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan
dengan penganut agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak di
dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh masing-masing
agama tersebut kepada para penganutnya.
b. Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga
Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa semakin kecil
jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula
keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar,
mengikat orang pada kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-
anggota kesatuan tersebut.
c. Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik
Dari data yang dikumpulkan, Durkheim menyimpulkan bahwa
di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi dengan
baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan
masyarakat sipil.
Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka
bunuh diri ternyata lebih kecil pada masa revolusi atau pergolakan
politik, dibandingkan dengan dalam masa tidak terjadi pergolakan
politik.

9
Durkheim membagi tipe bunuh diri ke dalam 4 macam:
a. Bunuh Diri Egoistis
Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam
masyarakat atau kelompok di mana individu tidak berinteraksi
dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini
melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat,
dan masyarakat bukan pula bagian dari individu. Lemahnya integrasi
sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut melahirkan
perbedaan angka bunuh diri. Misalnya pada masyarakat yang
disintegrasi akan melahirkan arus depresi dan kekecewaan.
Kekecewaan yang melahirkan situasi politik didominasi oleh
perasaan kesia-siaan, moralitas dilihat sebagai pilihan individu, dan
pandangan hidup masyarakat luas menekan ketidakbermaknaan
hidup, begitu sebaliknya.
Durkheim menyatakan bahwa ada faktor paksaan sosial dalam
diri individu untuk melakukan bunuh diri, di mana individu
menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial.
b. Bunuh Diri Altruistis
Terjadi ketika integrasi sosial yang sangat kuat, secara harfiah
dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri. Salah satu
contohnya adalah bunuh diri massal dari pengikut pendeta Jim Jones
di Jonestown, Guyana pada tahun 1978. contoh lain bunuh diri di
Jepang (Harakiri).
Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin banyak harapan
yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan adanya
sesuatu yang indah setelah hidup di dunia. Ketika integrasi
mengendur seorang akan melakukan bunuh diri karena tidak ada lagi
kebaikan yang dapat dipakai untuk meneruskan kehidupannya, begitu
sebaliknya.

10
c. Bunuh Diri Anomic
Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat
terganggu. Gangguan tersebut mungkin akan membuat individu
merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka,
yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas
terhadap kesenangan.
Bunuh diri ini terjadi ketika menempatkan orang dalam situasi
norma lama tidak berlaku lagi sementara norma baru belum
dikembangkan (tidak ada pegangan hidup). Contoh: bunuh diri dalam
situasi depresi ekonomi seperti pabrik yang tutup sehingga para
tenaga kerjanya kehilangan pekerjangan, dan mereka lepas dari
pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan.
Contoh lainnya seperti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan
yang tiba-tiba individu menjauh dari struktur tradisional tempat
mereka sebelumnya melekatkan diri.
d. Bunuh Diri Fatalistis
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim
menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri ini
seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang
tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.
4. Teori tentang Agama (The Elemtary Forms of Religious Life)
Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-
bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis.
Agama menurut Durkheim merupakan ”a unified system of belief and
practices relative to sacret things”, dan selanjutnya “ that is to say, things
set apart and forbidden – belief and practices which unite into one single
moral community called church all those who adhere to them.” Agama
menurut Durkheim berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu
membedakan mengenai hal-hal yang dianggap sacral dan hal-hal yang
dianggap profane atau duniawi.

11
Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan
perwujudan dari collective consciouness sekalipun selalu ada
perwujudaan-perwujudan lainnya. Tuhan dianggap sebagai simbol dari
masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciouness kemudian
menjelma ke dalam collective representation. Tuhan itu hanya lah
idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggapnya sebagai
makhluk yang paling sempurna (Tuhan adalah personifikasi masyarakat).
Kesimpulannya, agama merupakan lambang collective
representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk
memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang
terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka tentang
collective consciouness semakin bertambah kuat. Sesudah upacara
keagamaan suasana keagamaaan dibawa dalam kehidupan sehari-hari,
kemudian lambat laun collective consciouness tersebut semakin lemah
kembali.

C. Kritik Terhadap Emile Durkheim


Durkheim mendapat kritik terhadap jalan pikirannya yang tidak kenal
kompromi tentang besarnya peran jiwa kelompok yang membentuk individu-
individu anggota masyarakat yang oleh pengeritiknya dianggap berat sebelah.
Namun, Durkeim membantah kritikan tersebut sebab teori-teorinya bukan tak
berdasar, melainkan diperoleh dari penelitian-penelitian langsungnya dan dengan
metode-metode scientific.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Emile Durkheim adalah seorang sosiolog terkenal dari Perancis.Selama
hidupnya ia menulis banyak buku diantaranya adalah The Division of Labor in
Society, The Rules of Sociological Method, The Elementary Form of Religious
Life,dan Suicide.
Durkheim terkenal dengan teorinya yang disebut dengan “fakta
sosial”.Menurutnya,Fakta sosial adalah cara bertindak, baku maupun tidak, yang
dapat berperilaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal, atau bisa
juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah cara bertindak yang umum dipakai suatu
masyarakat dan pada saat yang sama keberadaanya terlepas dari manifestasi-
manifestasi individual.
Dalam bukunya The Division of Labor in Society,ia mengemukakan
mengenai solidaritas sosial yang kemudian ia bagi menjadi solidaritas mekanik
dan solidaritas organik.Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan
solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif. Karena masyarakat seperti itu
memiliki kesaman norma dan moralitas bersama. Sebaliknya, masyarakat dengan
solidaritas organis dibentuk oleh hukum restitutif. Seseorang yang melanggar
mesti melakukan restitusi untuk kejahatan mereka. Pelanggaran yang terjadi
dilihat sebagai serangan terhadap individu atau segmen lain, bukan terhadap
sistem moral.
Dalam bukunya yang kedua Suicide,dikemukakan dengan jelas hubungan
antara pengaruh integrasi sosial dan kecenderungan orang melakukan bunuh
diri. Durkheim ingin mengetahui pola atau dorongan sosial dibalik tindakan
bunuh diri yang terlihat sepintas merupakan tindakan yang sangat individual.Ada
empat jenis bunuh diri menurut Durkheim yaitu Altruistis,Egoistis,Anomik dan
Fatalistis.
Selain itu di dalam bukunya The Elementary Form of Religious
Life, Durkheim mengulas tuntas mengenai sifat-sifat, sumber, bentuk-bentuk,

13
akibat dan variasi agama dari sudut pandangan sosiologistik. Asal mula agama
menurut Durkheim adalah berasal dari masyarakat sendiri. Setiap masyarakat
selalu membedakan sesuatu yang dianggap sacral dan hal-hal yang dianggap
profane atau duniawiah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ritzer, George dan Douglas J. 2004. Goodman. Teori Sosiologi. Nurhadi


(penerjemah). Yogyakarta: KREASI WACANA
Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori
Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Osborne, Richard dan Borin Van Loon. 1998. Mengenal Sosiologi for
Beginners. Siti Kusumawati A. (penerjemah). Bandung: Mizan

15

Anda mungkin juga menyukai