Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGANTAR SOSIOLOGI
“ TEORI – TEORI SOSIOLOGI KLASIK ”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

1. DENNY SAPUTRA
2. ATMA SULFITA
3. MUHAMMAD ILBAR
4. RENI ANGGRAINI

DOSEN PEMBIMBING :

AFRIZAL RIVAI, M.Pd

PRODI KOMUNIKASI PENYIARAN AGAMA ISLAM

STAI – YDI LUBUK SIKAPING

2020
KATA PENGANTAR

Pertama kami mengucapkan puji syukur atas kehadiran Allah SWT.


Atas kebesaran dan limpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah “Teori-teori sosiologi klasik“. Adapun
penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar
Sosiologi.

Dalam pembuatan makalah ini mungkin penulis banyak mengalami


halangan dan kendala, akan tetapi dengan tekad yang kuat alhamdulillah
makalah ini dapat diselesaikan tepat waktunya. Terselesaikan makalah ini
tentu saja bukan karena kemampuan kami semata. Namun, karena adanya
dukungan dan bantuan dari pihak – pihak yang terkait. Sehubungan dengan
hal tersebut, perlu kiranya kami dengan ketulusan hati mengucapkan terima
kasih kepada pihak yang telah berpatisipasi membantu penyelesaian makalah
ini.

Barangkali masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini,


kami menyadari pengetahuan dan pengalaman kami sangat terbatas. Oleh
karena itu, kami mohon maaf jika ada kesalahan yang disengaja atau tidak
disengaja telah kami lakukan. Dan kami juga sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran.

Lubuk Sikaping, Desember 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG 1
B. RUMUSAN MASALAH 1
C. TUJUAN 1
BAB 2 PEMBAHASAN 2
A. Teori Sosiologi Klasik 2
B. Teori-Teori Sosiologi Klasik 2
1. Auguste Comte (1798-1857) 2
2. Emile Durkeim (1859-1917) 3
3. Karl Marx (1818-1883) 4
4. Herbert Spencer (1820-1903) 6
5. Max Weber (1864-1920) 6
BAB 3 PENUTUP 8
A. KESIMPULAN 8
B. SARAN 8
DAFTAR PUSTAKA 9

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik
dalam gejala sosial maupun natural yang ingin diteliti. Teori merupakan
sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling berkaitan yang
menghadirkan suatu tinjauan secara sistematis atas fenomena yang ada dengan
menunjukan secara spesifik hubungan-hubungan antara variabel-variabel yang
terkait,dengan tujuan memberikan eksplanasi dan prediksi atas fenonema
tersebut. Dalam hal ini teori sosiologi klasik diartikan sebagai suatu hasil
pemikiran berupa teori yang digunakan sebagai alat penganalisa fenomena
sosial pada masa menjelang abad ke-20. Teori-teori tersebut lahir dari para
tokoh-tokoh terkenal pada masa itu seperti Emile Durkhem, Max Weber, Karl
Mark, Georg Simmel dan lain-lain.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas ,rumusan masalah yang akan ditinjau
diantaranya :
1. Bagaimana teori sosiologi klasik itu muncul ?
2. Apa saja teori yang ditemukan para tokoh-tokoh sosiologi klasik ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui munculnya teori sosiologi
2. Mengetahui apa saja teori-teori yang ditemukan oleh para tokoh-tokoh
sosiologi klasik.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Teori Sosiologi Klasik


Periode ini ditandai oleh munculya aliran Sosiologi Perancis
dengan tokoh-tokoh : Saint-Simon, Auguste Comte, dan Emile Durkeim.
Sosiologi Jerman tokoh-tokoh : Karl Marx, Max Weber, dan Georg
Simmel. Sosiologi Inggris yang dipelopori oleh Herbert Spencer. Serta
Sosiologi Italia dengan tokoh Vilfredo Pareto.

B. Teori-Teori Sosiologi Klasik


1. Auguste Comte (1798-1857)
Auguste Comte sangat khawatir dan marah terhadap anarkisme
yang merasuki masyarakat saat berlangsungnya Revolusi Perancis.
Oleh karena itu Comte kemudian mengembangkan pandangan
ilmiahnya yakni positivisme atau filsafat sosial untuk menandingi
pemikiran yang dianggap filsafat negatif dan destruktif. Positivisme
mengklaim telah membangun teori-teori ilmiah tentang masyarakat
melalui pengamatan dan percobaan untuk kemudian
mendemonstrasikan hukum-hukum perkembangan sosial. Aliran
positivis percaya akan kesatuan metode ilmiah akan mampu mengukur
secara objektif mengenai struktur sosial.
Comte mengembangkan fisika sosial atau juga disebutnya sebagai
sosiologi. Comte berupaya agar sosiologi meniru model ilmu alam
agar motivasi manusia benar-benar dapat dipelajari sebagaimana
layaknya fisika atau kimia. Ilmu baru ini akhirnya menjadi ilmu
dominan yang mempelajari statika sosial (struktur sosial) dan dinamika
sosial (perubahan sosial). Comte percaya bahwa pendekatan ilmiah
untuk memahami masyarakat akan membawa pada kemajuan
kehidupan sosial yang lebih baik.

2
Ini didasari pada gagasannya tentang Teori Tiga Tahap
Perkembangan Masyarakat, yaitu bahwa masyarakat berkembang
secara evolusioner dari tahap teologis (percaya terhadap kekuatan
dewa), melalui tahap metafisik (percaya pada kekuatan abstrak),
hingga tahap positivistik (percaya terhadapat ilmu sains).
Pandangan evolusioner ini mengasumsikan bahwa masyarakat,
seperti halnya organisme, berkembang dari sederhana menjadi rumit.
Dengan demikian, melalui sosiologi diharapkan mampu mempercepat
positivism yang membawa ketertiban pada kehidupan sosial.

2. Emile Durkeim (1859-1917)


Untuk menjelaskan tentang masyarakat, Durkheim berbicara
mengenai kesadaran kolektif sebagai kekuatan moral yang mengikat
individu pada suatu masyarakat. Melalui karyanya The Division of
Labor in Society (1893), Durkheim mengambil pendekatan kolektivis
(solidaritas) terhadap pemahaman yang membuat masyarakat bisa
dikatakan primitive atau modern. Solidaritas itu berbentuk nilai-nilai,
adat-istiadat, dan kepercayaan yang dianut bersama dalam ikatan
kolektif. Masyarakat primitive/sederhana dipersatukan oleh ikatan
moral yang kuat, memiliki hubungan yang jalin-menjalin sehingga
dikatakan memiliki solidaritas mekanik. Sedangkan pada masyarakat
yang kompleks/modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun
karena terikat oleh pembagian kerja yang ruwet dan saling
menggantung atau disebut memiliki solidaritas organik.
Selanjutnya dalam karyanya yang lain The Role of Socioloical
Method (1895), Durkheim membuktikan cara kerja yang disebut Fakta
Sosial, yaitu fakta-fakta dari luar individu yang mengontrol individu
untuk berpikir dan bertindak dan memiliki daya paksa. Ini berarti
struktur-struktur tertentu dalam masyarakat sangatlah kuat, sehingga
dapat mengontrol tindakan individu dan dapat dibelajar secara objektif,
seperti halnya ilmu alam. Fakta sosial terbagi menjadi 2 bagian;
material (birokrasi dan hukum) dan nonmaterial (kultur dan lembaga

3
sosial). Dua tahun kemudian melalui Suicide (1897), Durkheim
berusaha membuktikan bahwa ada pengaruh antara sebab-sebab sosial
(fakta sosial) dengan pola-pola bunuh diri. Dalam karya itu
disimpulkan ada 4 macam tipe bunuh diri, yakni bunuh diri egoistic
(masalah pribadi), altruistic (untuk kelompok), anomik (ketiadaan
kelompok/norma), dan fatalistic (akibat tekanan kelompok).
Berdasarkan hal itu Durkheim berpendapat bahwa faktor derajat
keterikatan manusia pada kelompoknya (integrasi sosial) sebagai
faktor kunci untuk melakukan bunuh diri.
Melalui karya-karyanya, Durkheim selalu berpijak pada fungsi
kolektif sebagai bentuk aktivitas sosial, fakta sosial, dan kesatuan
moral. Durkheim mewakili kutub structural dari perdebatan struktural
melawan tindakan sosial atau perdebatan konsesus melawan konflik
yang berlangsung sepanjang sejarah sosiologi.

3. Karl Marx (1818-1883)


Karl Marx melalui pendekatan materialism historis percaya bahwa
penggerak sejarah manusia adalah konflik kelas. Marx memandang
bahwa kejayaan dan kekuasaan itu tidak terdistribusi secara merata
dalam masyarakat. Oleh karena itu kaum penguasa yang memiliki alat
produksi (kaum borjuis/kapitalis) senantiasa terlibat konflik dengan
kaum buruh yang dieksploitasi (kaum proletar).
Menurut Marx, sejarah segala masyarakat yang ada hingga
sekarang pada hakikatnya adalah sejarah konflik kelas. Di zaman kuno
ada kaum bangsawan yang bebas dan budak yang terikat. Di zaman
pertengahan ada tuan tanah sebagai pemilik dan hamba sahaya yang
menggarap tanah bukan kepunyaannya. Bahkan di zaman modern ini
juga ada majikan yang memiliki alaat-alat produksi dan buruh yang
hanya punya tenaga kerja untuk dijual kepada majikan. Di samping itu
juga ada masyarakat kelas kaya dan masyarakat tak berpunya. Semua
kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai hasil dari
kehidupan ekonomi masyarakat.

4
Proposisi utama Marx mengatakan bahwa kapitalisme adalah
bentuk organisasi sosial yang didasarkan pada eksploitasi buruh oleh
para pemilik modal. Kelas borjuis kapitalis mengambil keuntungan
dari para pekerja dan kaum proletar.
Mereka secara agresif mengembangkan dan membangun teknologi
produksi. Dengan demikian kapitalisme menciptakan sebuah system
yang mendunia.
Sosiologi Marxis tentang kapitalisme menyatakan bahwa produksi
komuditas mau tak mau membawa system sosial yang secara
keseluruhan merefleksikan pengejaran keuntungan ini. Nilai-nilai
produksi merasuk ke semua bidang kehidupan. Segala sesuatunya,
penginapan, penyediaan informasi, rumah sakit, bahkan sekolah kini
menjadi bisniss yang menguntungkan. Tingkat keuntungannya
menentukan berapa banyak staf dan tingkat layanan yang diberikan.
Inilah yang dimaksud Marx bahwa infrastruktur ekonom menentukan
suprastruktur (kebudayaan, politik, hukum, dan ideologi).
Pendekatan Sosiologi Marxis menyimpulkan mengenai ide
pembaruan sosial yang telah terbukti sebagai ide yang hebat pada abad
XX, sebagai berikut;
1) Semua masyarakat dibangun atas dasar konflik
2) Penggerak dasar semua perubahan sosial adalah ekonomi
3) Masyarakat harus dilihat sebagai totalitas yang di dalamnya
ekonomi adalah faktor dominan
4) Perubahan dan perkembangan sejarah tidaklah acak, tetapi
dapat dilihat dari hubungan manusia dengan organisasi
ekonomi
5) Individu dibentuk oleh masyarakat, tetapi dapat mengubah
masyarakat melalui tindakan rasional yang didasarkan atas
premis-premis ilmiah.
6) Bekerja dalam masyarakat kapitalis mengakibatkan
keterasingan.

5
7) Dengan berdiri di luar masyarakat, melalui kritik, manusia
dapat memahami dan mengubah posisi sejarah mereka. Melalui
kritik ilmiah dan aksi revolusioner, masyarakat dapat dibangun
kembali.

Sosiologi Marxis ini selanjutnya dikembangkan oleh tokoh-tokoh


abad XX. Seperti Gramsci, Adorno, Althusser, dan Habermas.

4. Herbert Spencer (1820-1903)


Herbert Spencer menganjurkan Teori Evolusi untuk menjelaskan
perkembangan sosial. Logika argumen ini adalah bahwa masyarakat
berevolusi dari bentuk yang lebih rendah (barbar) ke bentuk yang lebih
tinggi (beradab). Ia berpendapat bahwa institusi sosial sebagaimana
tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi terhadap lingkungan
sosialnya. Dengan berlalunya generasi, anggota masyarakat yang
mampu dan cerdas dapat bertahan. Dengan kata lain yang layak akan
bertahan hidup, sedangkan yang tak layak akhirnya punah. Ungkapan
ini sering dikaitkan dengan model evolusi dari rekan sejamannya yaitu
Charles Darwin. Oleh karena itu teori tentang evolusi masyarakat ini
juga sering dikenal dengan nama Darwinisme Sosial.
Melalui teori evolusi dan pandangan liberalnya itu, Spencer sangat
popular di kalangan para penguasa yang menentang reformasi, Spencer
setuju terhadap doktrin laissez-fairedengan mengatakan bahwa Negara
tak harus mencampuri persoalan individu kecuali fungsi pasif
melindungi rakyat. Ia ingin kehidupan sosial berkembang bebas tanpa
kontrol eksternal. Spencer menganggap bahwa masyarakat itu alamiah,
karena itu kesejahteraan dianggap percuma. Meski pandangan itu
banyak ditentang, namun Darwinisme Sosial ini sampai sekarang
masih terus hidup dalam tulisan-tulisan populer.

5. Max Weber (1864-1920)


Max Weber tidak sependapat dengan Marx yang menyatakan
bahwa ekonomi merupakan kekuatan pokok perubahan sosial. Melaui

6
karyanya, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Weber
menyatakan bahwa kebangkitan pandangan religius tertentu dalam hal
ini Protestanisme yang membawa masyarakat pada perkembangan
kapitalisme. Kaum Protestan dengan tradisi Kalvinis menyimpulkan
bahwa kesuksesan finansial merupakan tanda utama bahwa Tuhan
berada di pihak mereka. Untuk mendapatkan tanda ini, mereka
menjalani kehidupan yang hemat, menabung dan menginvestasikan
surplusnya agar mendapat modal lebih banyak lagi.
Pandangan lain yang disampaikan Weber adalah tentang
bagaimana perilaku individu dapat mempengaruhi masyarakat secara
luas. Inilah yang disebut sebagai memahami Tindakan Sosial. Menurut
Weber, tindakan sosial dapat dipahami dengan memahami niat, ide,
nilai, dan kepercayaan sebagai motivasi sosial. Pendekatan ini disebut
verstehen (pemahaman).
Weber juga mengkaji tentang rasionalisasi. Menurut Weber,
peradaban Barat adalah semangat Barat yang rasional dalam sikap
hidup. Rasional menjelma menjadi operasional (berpikir sistemik
langkah demi langkah). Rasionalisasi adalah proses yang menjadikan
setiap bagian kecil masyarakat teroganisir, professional, dan birokratis.

7
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Teori-teori sosiologi klasik muncul pada periode ini ditandai
dengan munculnya aliran Sosiologi Perancis dengan tokoh-tokohnya yaitu
Saint-Simon, Auguste Comte, dan Emile Durkeim.
Tokoh-tokoh yang mengemukakan teori sosiologi klasik
diantaranya Auguste Comte pada tahun 1798-1857, Emile Durkheim
1859-1917, Karl Marx pada tahun 1818-1883, Herbert Spencer pada tahun
1820-1903, Max Weber pada tahun 1864-1920 .

B. SARAN
Dari penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Sindung, Haryanto. 2015. Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga Postmodern (hlm
55-68). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai