Anda di halaman 1dari 9

TEORI KONFLIK

MENURUT GEORGE SIMMEL

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Manajemen Konflik
yang dibina oleh Bapak Drs. Ketut Diara Astawa, SH., M.Si

Oleh:
Ayu Milatul (170711636)
Danvhi Ayusandra Sekartadji (170711636)
Dyan Nurvita Martvianti (170711636)
Ika Yunita Damayanti (170711636082)
Meylani Catur Ambarwati (170711636)
Nanda Nandyana (170711636)
Nizar Khabibulloh (170711636)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKUTAS ILMU SOSIAL
2019
DAFTAR ISI

Halaman Sampul …………………………………………………………………………... 1


Daftar Isi …………………………………………………………………………………... 2

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………......


A. Latar Belakang ………………………………………………………………...
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………..
C. Tujuan …………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………


A. Latar Belakang
B. Faktor Penyebab
C. Cara Mengatasi

BAB III. PENUTUP ……………………………………………………………………...


A. Kesimpulan ……………………………………………………………………
B. Saran …………………………………………………………………………..

DAFTAR RUJUKAN …………………………………………………………………....


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia hidup memiliki status sebagai makhluk sosial. Secara sederhana bisa
diartikan manusia memiliki kebutuhan akan manusia lainnya. Namun, manusia juga
memiliki naluri alamiah untuk menginginkan sesuatu yang dapat memnuhi
kebutuhannya. Faktor dasar inilah yang menjadi acuan bahwa manusia akan
senantiasa memenuhi kebutuhannya, sementara sumber daya yang ada bisa dikatakan
terbatas. Dalam menyelesaikan masalah sosial dibutuhkan suatu teori untuk
menyelesaikannya. Teori – teori tersebut lahir dari pengalaman – pengalaman yang
terjadi dalam kehidupan sehari – hari. Karena setiap individu mengalami pengalaman
yang berbeda maka teori yang muncul juga akan berbeda antara satu individu dengan
individu yang lain.
Di zaman modern ini dengan berbagai aktivitas dan kepentingan dapat
mmembuat seorang individu atau kelompok mengalami persinggungan dengan
individu dan kelompok yang lain yang akan mengakibatkan konflik.konflik yang
berkepanjangan akan dapat merusak dan memperburuk tatanan sosial masyarakat.
Namun, konflik juga dapat berperan positif dalam memperkuat persatuan. Konflik
senantiasa ada dalam setiap sistem sosial. Dapat dikatakan konflik merupakan suatu
ciri sistem sosial. Oleh karena itu jika terjadi konflik diperlukan manajemen dan
sistem penyelesaian yang baik agar konflik tersebut tidak merusak tatan sosial yang
ada dan diharapkan dari terjadinya konflik tersebut akan membuat tatanan sosial yang
ada kan semakin baik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah :
1. Bagaimanakah latar belakang George Simmel ?
2. Bagaimanakah faktor penyebab terjadinya konflik menurut George Simmel ?
3. Bagaimanakah cara mengatasi konflik menurut George Simmel ?

C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai :
1. Untuk mengetahui latar belakang George Simmel.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya konflik menurut George Simmel.
3. Untuk mengetahui cara mengatasi konflik menurut George Simmel.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang George Simmel
Menurut Simmel masyarakat adalah suatu bentuk interaksi sosial yang terpola
seperti halnya jaring laba-laba. Dan ini merupakan tugas dari sosiolog untuk meneliti
bentuk interaksi sedemikian itu bagaimana mereka terjadi dan mewujud di dalam
kehidupan sejarah dan seiring budaya yang berbeda. Sosiologi adalah “master
science” dimana orang dapat menemukan hokum-hukum yang mengatur semua
perkembangan sosial. Simmel tidak melihat masyarakat sebagai bentuk organisme
sebagaimana menurut comte ataupun Spencer. Menurut Simmel masyarakat terdiri
dari jaringan yang banyak liku-liku nya. Masyarakat hanyalah sebuah nama untuk
sejumlah individu-individu yang dihubungkan oleh interaksi. Struktur super-
individual yang lebih luas seperti halnya Negara, keluarga, klan, kota, atau
persekutuan dagang hanyalah merupakan kristalisasi interaksi.
Sekalipun Simmel memandang bahwa struktur kelembagaan yang lebih luas
juga merupakan lapangan yang sah bagi studi sosiologi dia lebih suka membatasi
karyanya pada penyelidikan tentang apa yang disebutnya interaksi diantara atom-atom
masyarakat. terutama dia membatasi perhatian utamanya pada pola-pola dasar dari
interaksi antara individu-individu yang berada di bawah kelompok sosial yang lebih
luas (sekarang dikenal dengan mikro sosiologi). Perhatian Simmel pun hanya
ditujukan pada interkasi.
Dengan kerangka sosiologi inilah mengapa Simmel disebut sebagai tokoh
sosiologi formal. Adapun bentuk-bentuk dari hubungan sosial menurut Simmel
antaralain: Dominasi (penguasaan), Subordinasi (penundukan), kompetisi, imitasi,
pembagian pekerjaan, pembentukan kelompok atau partai-partai dan banyak lagi
bentuk perhubungan sosial yang kesemuanya terdapat di dalam kesatuan-kesatuan
sosial seperti kesatuan agama, kesatuan keluarga, kesatuan organisasi dagang, sekolah
dan lain-lain lagi. Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan haruslah dapat atau bertujuan
untuk melajkukan deskripsi, klasifikasi, analisa dan penyelidikan tentang bentuk-
bentuk hubungan sosial itu. Simmel memang selalu berusaha melakukan analisa,
klasifikasi, dan interpretasi dari bentuk-bentuk hubungan sosial seperti masalah
isolasi, kontak-kontak sosial, diferensiasi sosial, superordinasi, oposisi dan
sebagainya. Sehingga Simmel mengibaratkan masyarakat seperti jarring laba-laba.
Bagi simmel bentuk-bentuk yang ditemukan di dalam kenyataan sosial tidak pernah
bersifat murni. Setiap fenomena sosial merupakan elemen formal yang bersifat ganda,
antara kerja sama dan konflik, antara superordinasi dan subordinasi, antara intimasi
atau keakraban dan jarak sosial, yang kesemuanya dijalankan di dalam hubungan
yang teratur di dalam struktur yang kurang lebih bersifat birokratis.
Apa yang pada akhirnya sangat menarik perhatian dikemudian hari dari
sosiologi Simmel ini adalah uraianya yng begitu luas tentang konflik-konflik di
dalam kehidupan sosial. Menurut Simmel, perhubungan sosial selalu mencakup di
dalam dirinya harmoni dan konflik, penarikan dan penolakan, inta dan kebencian.
Pendeknya Simmel melihat melihat bagaimana hubungan manusia selalu ditandai
oleh adanya ambivalensi atau sikap mendua. Simmel tidak pernah memimpikan suatu
masyarakat yang tanpa mengalami friksi terutama antara individu dengan masyarakat.
Bagi Simmel konflik merupakan suatu yang esensial dari kehidupan sosial sebagai
komponen yang tidak dapat dihilangkan di dalam komponen kehidupan sosial.
Sebagian atau bahkan kebanyakan orang menganggap konflik merupakan sesuatu
yang negative sementara consensus merupakan sesuatu yang positif bagi kehidupan
masyarakat. Masyarakat yang baik bukanlah masyarakat yang bebas dari konflik,
sebaliknya dalam bentuk bersama dari berbagai konflik menyilang antara bagian-
bagian dari komponen masyarakat. Perdamaian dan permusuhan, konflik dan
ketrtiban sebenarnya bersifat korelatif. Kedua-duanya sama-sama mempertangguh
dan juga menghancurkan bagian-bagian dari adat-istiadat yang ada sebagai dialektika
abadi dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu akan merupakan kesalahan
sosiologi apabila seseorang mencoba untuk memisahkan antara sesuatu yang teratur
atau tertib dengan yang tidak tertib, dengan masyarakat yang mencapai harmoni
dengan yang mengalami konflik, sebab keduanya merupakan realita yang berbeda,
melainkan hanya berbeda, melainkan hanya berbeda di dalam aspek formalnya belaka
dari suatu realita yang sama.

B. Faktor Penyebab Konflik Menurut George Simmel

C. Cara Mengatasi Konflik Menurut George Simmel


Menurut George Simmel ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan konflik, yaitu sebagai berikut :
1. Kemenangan di salah satu pihak atas pihak lainny.
2. Kompromi atau perundingan di antara pihak – pihak yang bertikai, sehingga
tidak ada pihak yang sepenuhnya menang dan tidak ada pihak yang merasa
kalah. Contohnya, perundingan di Helsinki, Finlandia tentang penyelesaian
permasalahan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia
yang akhirnya mencapai kesepakatan bahwa Nangroe Aceh Darussalam masih
menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Rekonsiliasi antara pihak – pihak yang bertikai.hal ini akan mengembalikan
suasana persahabatan dan saling percaya di antara pihak – pihak yang bertikai
tersebut. Contohnya dalam penyelesaian konfrontasi antara Indonesia dengan
Malaysia mengenai kepulauan Sipadan dan Ligitan.
4. Saling memaafkan atau salah satu pihak memaafkan pihak yang lain.
5. Kesepakatan untuk tidak berkonflik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Rujukan

https://www.academia.edu/34939618/George_Simmel_Biografi_dan_Pandangannya. Diakses
pada 26 September 2019.

Dewi, Santi. 2018. HAFAL MAHIR MATERI SOSIOLOGI. Jakarta : PT. Gramedia

Anda mungkin juga menyukai