Anda di halaman 1dari 18

Mata Kuliah Hubungan Antara Kelompok dan Konflik

(Charles Wright Mills)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

1. MUHAMMAD AGUNG (E031191068) 8. A. APRININA ARIESTA M. (E031191011)

2. MUH. FEBRIANSYAH (E031191038) 9. MARYAM NURUL FATANAH (E031201026)

3. TRI INDAH UTAMI (E031201024) 10. A. MUH ILHAM RAMDANU (E031210127)

4. PUTRI INDAH SARI (E031191069) 11. AISYAH YULINDASARI (E031201032)

5. MARIANA (E031191067) 12. MUH. MUFLIH ANHAF B (E031201035)

6. MUH. TAUFIK (E031201019) 13. NURUL AINUN MUJIZAT. (E031191078)

7. RANI (E031201021)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, tiada kata yang lebih patut diucapkan oleh hamba yang
beriman selain puji syukur ke hadiran Allah swt, Tuhan yang Maha Mengetahui,
pemilik segala ilmu, karena atas petunjuk-Nya, maka makalah ini dapat
diselesaikan.
Makalah ini dibuat guna memenuhi salah satu tugas dari matakuliah
Hubungan antara Kelompok dan Konflik, sekaligus sebagai bahan diskusi.
Didalamnya menjabarkan tentang biografi dan teori C. Wright Mills yang
diperoleh dari berbagai literatur.
Sungguh banyak kendala yang kami hadapi selama penyusunan makalah
ini, namun berkat usaha yang terus dilakukan, dan dukungan dan bantuan
berbagai pihak, akhirnya kami dapat melewati kendala-kendala tersebut. Tak lupa
pula kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami
selama penyusunan makalah ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, penulis mengharapkan
kritik dan saran guna terciptanya karya yang lebih baik kedepannya.
Demikian makalah ini kami buat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua, Aamiin.

Makassar, 28 Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan...........................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................................3
BAB II Pembahasan...........................................................................................................2
A. Biografi Charles W. Mills.........................................................................................4
B. Teori Konflik Charles W. Mills.................................................................................6
C. Kritik Teori Charles W. Mills..................................................................................10
D. Cotoh Kasus Teori Konflik Power Elite Charles W. Mills......................................11
BAB III Penutup..............................................................................................................13
III.1. Kesimpulan.........................................................................................................13
III.2. Saran...................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Charles Wright Mills merupakan sosiolog dari Amerika. Mills


dikenal sebagai pemikir radikal yang kaya gagasan, terbuka dan berani.
Dalam pandangan Mills, struktur sosial diciptakan melalui konflik antara
masyarakat yang berbeda kepentingan dan sumber daya. Mills sendiri
juga melihat bahwa hubungan konflik yang mengandalkan hubungan
dominasi sangat dipengaruhi oleh ekonomi dan politik. Hubungan
dominasi sendiri diciptakan oleh jaringan segelintir orang yang menguasai
ekonomi dan politik.

Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial


antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuat tidak berdaya dan
lemahnya seseorang atau sekelompok orang. Setiap elemen baik dari
masyarakat maupun pihak-pihak pembuat kebijakan yang menyumbang
terjadinya konflik di masyarakat mungkin tidak menyadari bahaya yang
mengancam disintegrasi sosial ini akan berdampak pada keutuhan negara.
Perbedaan kepentingan antara masyarakat dan pemerintah dalam
pembangunan negeri ini kerap menimbulkan pertentangan yang bersifat
terbuka. Dari sisi masyarakat yaitu adanya Pertarungan mencari
penghidupan yang lebih baik dan pemenuhan hajat hidup menyulut
timbulnya konflik antara masyarakat yang termarjinalkan dengan
masyarakat yang memiliki tingkat kenyamanan yang baik, baik itu
diperoleh karena hasil usahanya maupun karena adanya perlindungan
pemerintah terhadap kelangsungan usaha dan kesejahteraannya.
Sumbangan pemerintah dalam menciptakan konflik, dapat berawal dari
kebijakan dan tindak- tanduk pemerintah yang alih-alih pro rakyat dan
berkeadilan, malah disinyalir menguntungkan segelintir manusia yang
belum tentu juga bagian dari warga negara yang baik.

Mills merupakan salah seorang sosiolog yang cukup intens


mengamati realita negara dan kekuasaan sehingga kemudian
mengemukakan teori yang sangat terkenal, yaitu power elite theory. Mills
pun tidak sembarangan dengan teorinya, teori ini muncul berdasarkan
nasab basic social theories lainnya dan sebagai respons atas sebuah
konteks sosial tertentu. Maka dari itu makalah ini dibuat bertujuan untuk
merumuskan gagasan-gagasan Charles Wright Mills dalam bidang
sosiologi dan dikenal sebagai teori konflik dan power elite theory.

Berdasarkan uraian di atas, maka dibuatlah makalah ini guna


membahas terkait Charles Wright Mills.

A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Charles Wright Mills seorang sosiolog Amerika ?
2. Bagaimana teori konflik yang dikemukakan oleh Charles Wright Mills ?
3. Bagaimana kritikkan terhadap teori power elite C. Wright Mills ?
4. Bagaimana keterkaitan teori power elite Charles Wright Mills dengan
fenomena sosial yang terjadi di zaman sekarang ?
B. Tujuan
1. Untuk mengkaji biografi Charles Wright Mills
2. Untuk mengkaji teori konflik yang dikemukakan Charles Wright Mills
3. Untuk mengkaji kritik para pakar sosiolog terhadap teori power elite C.
Wright Mills
4. Untuk mengetahui keterkaitan teori power elite Charles Wright Mills
dengan fenomena sosial yang terjadi di zaman sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Charles W. Mills


Charles Wright Mills adalah seorang sosiolog Amerika
yang lahir di Waco Texas tanggal 28 Agustus 1916 dan meninggal
di West Nyack, New York, tanggal 20 Maret 1962. Mills dikenal
sebagai pemikir radikal yang kaya gagasan, terbuka dan berani.
Mills pernah menyatakan bahwa politik para intelektual adalah
politik kebenaran. Intelektual harus mencari the most adequate
definition (definisi yang paling tepat) dari sebuah realitas. Atas
dasar prinsip tersebut di atas maka, menurut Mills, politisasi
kebenaran adalah sesuatu yang terlarang, reduksi data realitas
adalah juga tindakan yang tidak diperkenankan. Kelihatan sekali
dari prinsip di atas bahwa Mills sungguh berupaya untuk obyektif
dalam melakukan penelitian (Mills,1963).
Rekam data pendidikannya menunjukan bahwa Mills
menyelesaikan pendidikan undergraduatenya pada bidang filsafat
di University of Texas di Austin pada tahun 1939, dan
menyelesaikan program S3nya di University of Wisconsin-
Madison pada tahun 1941 dengan bahasan disertasi tentang
pragmatisme. Setelah sempat mengabdi di University of Maryland,
College Park, dia kemudian menjabat sebagai dosen asisten
profesor bidang sosiologi di Columbia University mulai tahun 1946
sampai masa kematiannya karena serangan jantung. Jabatan guru
besar penuh baru didapatkannya pada tahun 1956. Walaupun
demikian, ia tidak pernah berniat meninggalkan New York, yang
diyakininya sebagai kota pendidikan (Robertson,1988).
Karya-karyanya antara lain adalah The New Men of Power:
America's Labor Leaders (1948) yang mengkaji masalah metafisika
kaum buruh dan dinamika pemimpin-pemimpin kaum buruh dalam
bekerjasama dengan petugaspetugas bisnis. Mills berkesimpulan
bahwa kaum buruh dibungkam dengan roti dan keju sehingga
kemudian menghentikan structural challenge (tantangan atau
perlawanan struktural) ketika merasa nyaman menjadi bagian dari
sistem. Dengan melihat pembauran mereka dalam sistem, Mills
menganggap mereka sedang memainkan peranan sebagai the New
Men of Power (Pendatang Baru dalam Kekuasaan) di kalangan
power elites di Amerika Serikat.
Karya lainnya adalah White Collar: The American Middle
Classes (1951) yang menyatakan bahwa birokrasi telah menguasai
para pekerja kota, merampok segala kebebasannya dan
menjadikannya semacam robot, yang senantiasa ditekan, tapi
anehnya, merasa senang. Mereka mendapatkan gaji, tapi teralienasi
dari dunia sosial karena tidak memiliki kesempatan dan
kemampuan untuk mempengaruhi atau merubahnya (langman,
2000). Karya yang menjadikan namanya mencuat sekali adalah The
Power Elite (1956) yang menjelaskan tentang hubungan antara elite
politik, militer dan ekonomi sebagai penentu kebijakan-kebijakan
yang sesungguhnya. Teori power elite yang disampaikan dalam
buku inilah yang akan menjadi kajian dalam makalah ini. Buku
lainnya yang juga sangat terkenal adalah The Sociological
Imagination (1959) yang menggambarkan tentang mindset
imajinasi sosiologis dalam kajian sosiologi yang menekankan pada
kemampuan menghubungkan pengalaman seseorang dengan
hubunganhubungan kemasyarakatan. Menurutnya, ada tiga
komponen yang membentuk imajinasi sosiologis: sejarah, biografi
dan struktur social (Borgatta & Rhonda, 2000). Sociological
Imagination ini memungkinkan seseorang melihat melampaui
lingkungan dan personalitas lokal sampai pada konteks yang lebih
luas.
Karya berikutnya yang juga penting adalah: The Causes of World
War Three (1958), Listen, Yankee: The Revolution in Cuba (1960),
and The Marxists (1962). Teori power elite Mills ini mendapatkan
sambutan luar biasa dari para sosiolog sezaman dan sesudahnya,
serta menjadi touchstone bagi perdebatan tentang strukture
kekuasaan di Amerika sampai saat ini. Kalau buku-buku
sebelumnya tidak banyak mendapatkan perhatian, buku The Power
Elite ini menjadi mengetuk pintu dunia sosiologi untuk
membukakan jalan bagi seorang Mills yang berani memaparkan
realita kekuasaan dan pemerintahan Amerika lengkap dengan
model skandal, koalisi dan eksploitasi massanya dengan bungkus
teori soiologi politik. Sarjanasarjana seperti W. Domhoff, Miliband
dan lainlain mencoba untuk menunggu data-data baru yang lebih
luas sebagai bukti keberlakuan teori power elite Mills ini.
B. Teori Konflik Charles W. Mills
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana
salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik juga
dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih
(individu atau kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan
yang berbeda (Muspawi, 2016). C. Wright Mills sebagai tokoh
sosiologi kontemporer menjadi pencetus teori sosiologi konflik.
Mills, menganalisis sosiologi konflik dan menyatakan bahwa
konflik terjadi karena adanya dominasi dan oligarki elite (Susan,
2019).
Mills melakukan analisis sosiologi konflik dalam risetnya
tentang struktur kekuasaan di Amerika. Mills sepakat terhadap
pendapat Weber bahwa stratifikasi sosial terbagi ke dalam tiga
dimensi, yaitu ekonomi, politik, dan prestis yang dapat
mempengaruhi hubungan konflik. Mills sendiri melihat bahwa
hubungan konflik yang mengandalkan hubungan dominasi sangat
dipengaruhi oleh ekonomi dan politik. Hubungan dominasi sendiri
diciptakan oleh jaringan segelintir orang yang menguasai ekonomi
dan politik. (Susan, 2019).
C. Wright Mills membuktikan dengan penelitiannya bahwa
memang ada kelompok elitis yang disebutnya dengan ”elite kuasa”
(power elite) yang berada dibalik semua skenario kebijakan
pemerintah. Negara Amerika Serikat memang didominasi oleh
kelompok informal yang jumlahnya terbatas tapi sangat kuat dan
berpengaruh. Power elite ini bukanlah sebuah konspirasi, karena
anggota-anggotanya tidaklah mencari kekuasaan yang luar biasa
yang mereka nikmati itu, melainkan mereka itu memainkan
kekuasaan itu karena mereka tengah menduduki posisi-posisi
penting (Mardawi, 2019).
Elite kuasa ini beranggotakan orang-orang yang posisinya
memungkinkan mereka menjadi lebih penting dari orang-orang
kebanyakan (grass root society). Mereka adalah orang-orang yang
memiliki posisi untuk memutuskan persoalan-persoalan yang
memiliki konsekuensi besar. Merekalah yang memegang tongkat
komando dari semua tingkatan dan organisasi di masyarakat
modern. Mereka mengatur perusahaan-perusahaan besar, jalannya
roda pemerintahan dan mengarahkan pembangunan militer.
Mereka menduduki jabatan-jabatan yang strategis dalam
masyarakat. Jadi, power elite ini sesungguhnya tidak mesti
pemegang kekuasaan formal, yakni pejabat pemerintahan,
melainkan sekelompok kecil orang yang memiliki pengaruh besar
untuk mengarahkan jalannya roda pemerintahan (Mardawi, 2019).
Menurut Mills dalam Mardawi (2019), power elite yang
mengendalikan Amerika terdiri dari tiga kelompok: pertama adalah
pemimpin politik tertinggi, termasuk presiden dan sedikit orang
yang menjadi anggota kunci kabinet; kedua adalah pemilik dan
direktur perusahaan besar; dan ketiga adalah panglima-panglima
militer. Koalisi tiga kelompok elite ini akhirnya juga dikenal
dengan istilah ”military-industrial complex”.
Mills, melakukan riset terhadap struktur kekuasaan
Amerika yang dari penelitian itu diperoleh suatu hubungan
dominatif, yaitu struktur sosial dikuasai elite, dan rakyat adalah
pihak dibawah kontrol politisinya. Hubungan dominatif itu muncul
karena elite-elite berusaha memperoleh dukungan politis rakyat
demi kepentingan mobilitas vertikal mereka secara ekonomi dan
politik. Elite-elite itu adalah militer, politisi, dan pengusaha
(ekonomi). Mills berpendapat bahwa para elite menekankan
kepentingannya dengan mengelola masyarakat sebagai kekuatan
politisnya melalui pembentukan opini, membangun wacana dalam
publik, dan melakukan pengorgasiran kelompok-kelompok militan
yang mendukungnya (Susan, 2019).
Elite-elite kekuasaan mempunyai keinginan besar terhadap
perkembangan diri mereka dan tentu saja secara politis mereka
membutuhkan dukungan rakyat. Media massa yang mempunyai
posisi dan peran strategis dalam menyampaikan isu-isu nasional
merupakan alat bagi elite kekuasaan untuk meraih dukungan itu,
yaitu melalui proses komunikasi informasi satu arah bukan dialog.
Proses itu merupakan bagian dari indoktrinisasi dari persuasi elite-
elite kekuasaan. Masyarakat hanya bersifat pasif sebagai penadah
informasi-informasi elite kekuasaan. Satu hal penting lainnya,
rakyat tidak cukup mengetahui realitas atau kebenaran sehingga
begitu mudah menjadi salah satu pendukung dari isu atau informasi
yang disebarkan elite melalui media massa (Susan, 2019).
Ketika elite kekuasaan menyatakan kepentingannya, orang
merasa itu juga sebagai kepentingannya sendiri. Wacana yang
dibangun elite tertanam dalam setiap orang yang terhegemoni;
dengan mengikutinya, membenarkannya, dan terlibat dalam
perdebatan wacana dengan orang-orang lain yang berbeda.
Kepentingan para elite dalam wacana itu, yang telah dibenarkan
masyarakat grass root, menjadi selaras dengan kepentingan
masyarakat tanpa harus menyadari bahwa di balik itu semua telah
terjadi penindasan terhadap kepentingan mereka yang sebenarnya.
Subangun dalam Susan (2019) menyatakan bahwa wacana para
elite merupakan suatu pesan politik yang dikemas dengan teknik
pemasaran yang sebaiknya dibaca sebagai perembesan nilai
komersial ke dalam politik dan perembesan itu, tanpa disadari oleh
semua pelaku politik, tiba-tiba sebuah budaya baru muncul, atau
lebih tepatnya kerangka besar kolonialisme budaya itu menjadi
nyata, dan amat bersifat politis. Kelompok-kelompok politik dan
para elite itu menciptakan kerangka besar kolonialisme budaya
yang pada dasarnya berusaha mengontrol kehidupan sosial politik
masyarakat dan dengan begitu masyarakat kapan pun bisa menjadi
perajurit yang mendukung kepentingan mereka tanpa harus
membayar dengan apa pun terhadap masyarakat (Susan, 2019).
Wacana yang diproduksi sebagai pemasaran komersil oleh
para elite terabsorbsi oleh kesadaran masyarakat. Menciptakan
tindakan-tindakan konflik tertentu. Pada gilirannya wacana yang
plural dari berbagai elite yang bersaing akan dipraktikkan melalui
bahasa yang tidak lepas dari kooptasi, dominasi, dan hegemoni.
Bahasa bukan semata mata alat komunikasi atau sebuah nilai yang
menunjuk pada realitas monolitik. Bahasa adalah suatu praktik
sosial, yang secara sosial, terikat, dikonstruksi, dan direkonstruksi
dalam kondisi khusus dan social setting tertentu daripada menurut
hukum yang diatur secara universal (Susan, 2019).
Analisis kritik Mills sesungguhnya tidak langsung
disebutkan sebagai bangunan teori konflik. Tetapi ciri-ciri penting
dalam analisisnya menunjukkan hubungan dominatif dalam
struktur sosial antara kelompok-kelompok elite yang berusaha
menambah kekayaannya dengan masyarakat. Dalam analisis teori
konflik, Mills juga banyak dipengaruhi oleh kerja-kerja intelektual
Marx dan Max Weber mengenai kekejaman struktur sosial yang
menindas dan dalam beberapa hal lainnya (Susan, 2019).

C. Kritik Teori Charles W. Mills


Sebuah fakta yang tidak terbantahkan bahwa teori power
elite C. Wright Mill ini telah menyita banyak perhatian para
pemain politik, pengamat politik dan intelektual yang giat
melakukan kajian sosiologi dan politik. Salah satu faktor yang
menjadikan teori ini mendapatkan perhatian luas adalah keberanian
Mills melakukan kritik terbuka atas teori-teori tentang struktur
kekuasaan yang dikemukakan oleh para pakar sebelumnya.
Sebuah fakta yang juga tidak bisa dipungkiri bahwa tidak
ada teori yang sempurna melainkan pasti memiliki celah-celah
kosong yang tidak terakomodasi oleh teori itu. Teori power elite
Mills ini bukanlah sebuah eksepsi. Walaupun Mills mendapatkan
banyak pendukung atas teori yang dibangunnya, namun tidak
sedikit para sarjana yang mengemukakan kritik kepadanya, mulai
dari kritik ringan sampai pada kritik berat.
C. Wright Mill keras sekali mengkritik dan mengungkap
kelemahan teori pluralism dan teori elite klasik. Setelah itu, tiba
gilirannya teori power elite yang dikemukakannnya menuai banyak
kritik. Meskipun demikian, tradisi kritik dalam setiap bidang kajian
adalah sesuatu yang biasa yang dapat memperkaya wawasan,
bukan menebarkan kebencian.

D. Contoh Kasus Teori Konflik Power Elite Charles W. Mills


Adanya dominasi kelas elit di Amerika ini, menurut Mills
merupakan perkembangan yang cukup baru, pada era sebelumnya
yang belum ditemukan. Ini bisa dilihat bagaimana beberapa
keputusan penting di negara adi daya seringnya tidak
menggambarkan apa yang menjadi kesadaran kolektif
masyarakat. Malah lebih mementingkan kepentingan elit sosial,
seperti mengalihkan isu nasional menjadi isu internasional.
Salah bentuk dominasi kelas elit itu, bagaimana mereka
berusaha memperoleh dukungan politis rakyat demi kepentingan
mobilitas vertikal mereka secara ekonomi dan politik. Tidak hanya
itu, dominasi elit juga telah dilakukan pada media massa yang
merupakan sebagai alat mereka untuk mendominasi masyarakat.
Saat ini media massa mempunyai posisi, serta peran
strategis dalam menyampaikan isu-isu nasional. Isu-isu itu mereka
(elit yang mendominasi) disampaikan pada media massa sebagai
alat bagi elit dalam meraih dukungan kekuasaan. Dengan semakin
aktifnya elit menyampaikan informasi di media massa, akan
memberikan dampak positif dan menjadi keuntungan mereka
dalam menggiring opini.
Terdapat perbedaan secara kultur antara Amerika dan
Indonesia, tapi pada kasus fenomena sosial saat pandemi Covid-19
masyarakat dibuat bingung oleh para penguasa. Disatu sisi,
masyarakat Indonesia harus menerapkan protokel kesehatan,
bahkan sampai sekolah pun diliburkan untuk dapat mengurangi
jumlah positif Covid-19 di Indonesia. Namun, apa yang terjadi,
Pilkada Serentak di 270 daerah malah digelar dengan
mengedepankan protokol kesehatan.
Tiga kelompok elit yang sekarang ada di Indonesia, sama-
sama menyepakati Pilkada Serentak untuk dilangsungkan. Dengan
media massa yang dimiliki penguasa, dimiliki elit politik, sama-
sama mengampanyekan Pilkada Serentak akan berlangsung aman
dengan mengedepankan protokol kesehatan, yaitu memakai
masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari
kerumunan, atau kita kenal dengan 4 M.
Contoh lainnya, yaitu Pengesehan UU Omnibus Law yang
mendapatkan penolakan dari masyarakat, karena dianggap tidak
sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia, dan hanya
mementingkan kaum elit saja.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seorang sosiolog Amerika yang lahir di Waco Texas
tanggal 28 Agustus 1916 yang dikenal dengan nama Charles
Wright Mills merupakan pemikir radikal yang kaya gagasan,
terbuka dan berani. Mills sepakat bahwa stratifikasi sosial terbagi
ke dalam tiga dimensi, yaitu ekonomi, politik, dan prestis yang
dapat mempengaruhi hubungan konflik. Mills sendiri melihat
bahwa hubungan konflik yang mengandalkan hubungan dominasi
sangat dipengaruhi oleh ekonomi dan politik. Hubungan dominasi
sendiri diciptakan oleh jaringan segelintir orang yang menguasai
ekonomi dan politik. Charles Wright Mills membuktikan dengan
penelitiannya bahwa memang ada kelompok elite yang disebutnya
dengan ”elite kuasa” (power elite) yang berada dibalik semua
skenario kebijakan pemerintah.
Analisis kritik Mills sesungguhnya tidak langsung
disebutkan sebagai bangunan teori konflik. Tetapi ciri-ciri penting
dalam analisisnya menunjukkan hubungan dominatif dalam
struktur sosial antara kelompok-kelompok elite yang berusaha
menambah kekayaannya dengan masyarakat.
B. SARAN
Kami sebagai penyusun makalah ini sangat menyadari
bahwa materi yang kami buat ini masih memiliki kekurangan. Jadi
untuk itu kami meminta kepada saudara saudari pembaca untuk
memberikan saran, kritikan, dan hal-hal lainnya yang bisa
membangun untuk menuju kepada yang lebih baik. Hal ini agar
manfaat dari makalah ini dapat diambil penyusun dan para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Borgatta, E. F., & Rhonda J. V. (2000). Montgomery, Encyclopedia of


Sociology vol. 3, Edisi 2, New York: MacMillan Reference USA, Encyclopedia
of Sociology vol. 4, Edisi 2 New York: MacMillan Reference USA, 2000

Langman, L. (2000) ”History and Biography in a Global Age: The Legacy


of C. Wright Mills,” makalah yang disampaikan pada pertemuan tahunan
American Sociological Association di Washington D.C., pada bulan Agustus

Mardawi, I. M. (2019). Charles Wright Mills dan Teori Power Elite: Membaca
Konteks dan Pemetaan Teori Sosiologi Politik Tentang Kelas Elite
Kekuasaan. Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis, (4) 2, 73-83.

Mills, C. W. (1963). “On Knowledge and Power,” dalam Irving L. Horowitz (ed),
Power, Politics and People, (New York: Ballantine Books,),

Muspawi, Mohammad. (2014). Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik


Dalam Organisasi). Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora,
16 (2), 41-46.

Robertson, I. (1988). Sociology, edisi 3, New York: Worth Publishers,


Inc.,

Susan, Novri. (2019). Sosiologi Konflik: Teori-Teori dan Analisis. Jakarta:


Prenamedia Group.

Anda mungkin juga menyukai