Anda di halaman 1dari 47

TUGAS AKHIR KEWARGANEGARAAN

CHARLES WRIGHT MILLS

Disusun oleh:

Kusena 00000012628
Joshua Garin Dwicahyo Listianto Linggo 00000015950
Luky Adlino 00000012117
Melvita Mentari Kurniawan 00000014159
Nova Damayanti 00000012183
Raden Jeremy Andrian 00000017361
Reza Stevano 00000015474
Sherly 00000015736
Valeska Siulinda Candrawinata Putri 00000017246
Valleria Vallencia 00000017918
Vena Angelica 00000015359

Dibimbing oleh:

Dr Drs. Thomas Tokan Pureklolon, MPH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
NOVEMBER 2017
Daftar Isi

Daftar Isi.................................................................................................................. 2
Curriculum Vitae dan Pemikiran Tokoh ................................................................. 3
Pemikiran Tentang Negara ...................................................................................... 7
Masyarakat, Kekuasaan, Legitimasi ..................................................................... 11
Demokrasi ............................................................................................................. 15
Monarki ................................................................................................................. 19
Pendapat Charles Wright Mills tentang Negara .................................................... 23
Sistem Sosial pada Zaman C. Wright Mills .......................................................... 27
Kesimpulan Teori .................................................................................................. 36
Implikasi Tentang Konsep Negara dan Hukum di Indonesia ............................... 39
Konklusi ................................................................................................................ 43

2
Curriculum Vitae dan Pemikiran Tokoh
Charles Wright Mills

Tempat tanggal lahir : Waco, Texas, 28 Agustus 1916

Meninggal : Nyack, New York, 20 Maret 1962

Kebangsaan : Amerika

Pendidikan :

 Menerima gelar A.B dan A.M dari Universitas Texas pada tahun 1939
 Menerima gelar Ph. D sari Universitas Wisconsin pada tahun 1941
 Bergabung dengan Fakultas Sosiologi di Universitas Columbia pada tahun
1946

Karya :

 The New Men of Power, America’s Labor Leaders (1948)


 White Collar (1951)

3
 The Power Elite (1956)

Penghargaan :

 Beasiswa Guggenheim untuk Ilmu Sosial AS dan Kanada

Pekerjaan : Sosiolog, jurnalis, aktivis

Karir :

Berawal sebagai mahasiswa teknik University of Texas, di mana dia


menerima gelar A.B dan gelar A. M dalam bidang filsafat dan sosiologi pada tahun
1939. Dari Texas dia pergi ke University of Wisconsin, di mana, ia bekerja di bawah
Howard Becker, dan menerima gelar Ph.D. dalam sosiologi dan antropologi pada
tahun 1941. Ia dipercaya untuk magang mengajar di Wisconsin, dimana ia
memegang sebuah persekutuan pengajaran selama tahun 1940 dan 1941. Pada
tahun 1941 ia ditunjuk sebagai asisten profesor sosiologi di Universitas Maryland.
Pada tahun 1945, ia adalah konsultan bisnis khusus untuk Small Plants Corporation,
dan menyiapkan laporan komite Senat tentang Usaha Kecil dan Kesejahteraan
Rakyat. Segera setelah perang berakhir pada tahun 1945, Mills dianugerahi
Guggenheim Fellowship dan juga ditunjuk sebagai asisten profesor sosiologi di
Universitas Columbia. Sampai tahun 1948 dia adalah direktur Divisi Perburuhan
Biro Riset Sosial Terapan, di mana dia bekerja di bawah pengawasan keseluruhan
Paul F. Lazarseldeld. Setelah itu, ia tetap tinggal di Universitas Columbia di
departemen sosiologi sebagai asisten professor. Selama tahun-tahun berikutnya dia
memegang kuliah tamu di Universitas Brandeis, Universitas Kopenhagen, Amerika
Serikat Air War College, dan William A. White Institute of Psychiatry. 1

Pemikiran Tokoh

Pemikiran Charles Wright Mills sebagai sosiolog memiliki imajinasi


sosiologis yang memungkinkan sesorang dapat memahami pandangan historis yang

1
C. Wright Mills. Letters and Autobiographical Writings. Berkeley and Los Angeles, California:
University of California. 2000. P.1.

4
lebih luas, dari segi pengertiannya terhadap hakikat kehidupan dan kebutuhan
kehidupan berbagai individu. Dengan menggunakan teori tersebut ia dapat melihat
bagaimana indivdu-individu dalam pengalaman sehari-harinya sering
memeperebutkan posisi sosial mereka. Dalam teori Mills sedikit mengungkapkan
teorinya tentang psikologis sosial akibat kegelisahan dan problem individu yang
sedang di hadapi sehingga mempengaruhi keadaaan sosial yang ada dalam
masyarakat. Mills menjelaskan kekuasaan elit dengan bentuk pramida kekuasaan.
Bagian paling puncak diduduki elit berkuasa yakni elit yang menguasai tiga sektor:
pengusaha, penguasa dan militer. Kemudian lapis kedua adalah pemimpin opini
lokal, cabang legislatif pemerintah, dan beragam kelompok berkepentingan.
Kemudian lapis ketiga adalah orang tidak memiliki kekuasaan dan orang yang tidak
terorganisasi baik secara ekonomi dan politik. Mills, yang sangat suka mengkritik
"retorika liberal", bagaimanapun juga mengakhiri Power Elite dengannya. Dia
menginginkan sebuah layanan sipil terkait dengan dunia pengetahuan dan tanggung
jawab, pria yang dibentuk oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab secara
nasional yang melakukan perdebatan terbuka, pria tunduk pada sejumlah asosiasi
sukarela.2

Pemikiran Charles Wright Mills sebagai seorang sosiolog memiliki


imajinasi “Tidak ada cara di mana ilmuwan sosial dapat menghindari dari pilihan
nilai dan menyiratkannya dalam pekerjaannya secara keseluruhan. Permasalahan,
seperti hal yang menyangkut ancaman terhadap nilai yang diharapkan, dan tidak
dapat dirumuskan dengan jelas tanpa pengakuan dari mereka. Nilai yang semakin
banyak, penelitian yang digunakan, dan ilmuwan sosial yang ada, memiliki tujuan
birokrasi dan ideologis. Dengan demikian, sebagai individu dan profesional yang
menghadapi pertanyaan seperti apakah mereka sadar akan kegunaannya dan sadar
akan nilai-nilai pekerjaan mereka, dan apakah ini dapat dikendalikan oleh mereka
sendiri, apakah mereka ingin mengendalikannya. Semua ilmuwan sosial,

2
C. Wright Mills. Sociology and Pragmatism: The Higher Learning in America. Paperback. 2015.
P.11.

5
berdasarkan kenyataan keberadaan mereka, terlibat dalam perjuangan antara
pencerahan dan obskurantisme.”3

Konsepnya tradisi "klasik" dalam ilmu sosial didasarkan pada


kapasitasnya untuk memenuhi tuntutan zaman akan pengetahuan yang berguna;
untuk klarifikasi dan bukan manipulasi. Mills cukup tangguh untuk menghadapi
situasi dunia yang berubah dan cukup murah hati untuk menyadari bahwa
perubahan seperti yang dilakukan adalah buatan manusia. Empat kata: kekuatan,
politik, manusia, dan pengetahuan, meringkas usaha sosial yang dibayangkan oleh
Mills. Pandangan sosiologis yang teguh dan pragmatis sebagai penampilan manusia
menjadi ciri khas Mills sepanjang karirnya. Mills melewati tiga fase intelektual-
intelektual yang berbeda. Pertama, filsafat sosial dan penyerapan penuh dalam
pelajaran klasik studi sains sosial. Kedua, penelitian empiris intensif dalam
penelitian empiris pertengahan empat puluhan. Dan ketiga, upaya menggabungkan
kepentingan ini menjadi gaya refleksi sosiologis yang bisa diterapkan.

Kepentingan pengembangan Mills dalam politik sosialis bukanlah upaya


untuk mengendarai gelombang doktrin. Ia berusaha memadukan imajinasi liberal
dengan sains sosiologis dan melalui perpaduan semacam itu untuk menghidupkan
kembali otot-otot politik demokrasi di Amerika. Mills berusaha menjelaskan
perspektif dan sistem keyakinannya sendiri dengan mengadakan dialog terbuka
dengan kaum sosialis.

Kontribusi awal Mills terhadap sosiologi, hampir tidak mungkin untuk


mengabaikan klaim bahwa pragmatisme melayani ia sebagai alat untuk memahami
pentingnya kritis masyarakat. Pragmatisme selalu berlaku bagi Mills "keberanian
pemikiran Amerika progresif untuk beberapa dekade pertama abad ini". Meskipun
"pemukulan yang agak parah" dari "sayap kiri yang modis" dan dari "pandangan
religius dan tragis tentang kehidupan politik dan pribadi. Mills, berpendapat bahwa
penemuan paling radikal dalam psikologi dan ilmu sosial saat ini adalah penemuan
bagaimana begitu banyak ciri paling intim dari orang yang berpola sosial dan

3
C. Wright Mills. The Marxists. Dell Publishing. 1962. P.9

6
bahkan ditanamkan. Menurut Mills, emosi manusia terjadi dengan referensi konstan
terhadap "biografi sosial" yang pada gilirannya merupakan bagian dari "konteks
sosial yang berpengalaman".

Pemikiran Tentang Negara


Garis besar dari ilmu sosial menurut Mills dapat dirangkum dalam empat
kata: power (kekuasaan), politics (politik), people (masyarakat), dan knowledge
(pengetahuan). Dasar tulisan Mills sangat mencerminkan karakter Mills yang keras
kepala dalam pandangannya yaitu sosiologi merupakan performa seorang manusia.
Secara distinktif, Mills melewati tiga fase, yaitu: filosofi sosial dan penyerapan
penuh nilai-nilai klasik dari ilmu sosial, periode intensif dalam penelitian empirikal,
dan suatu usaha untuk menggabungkan minat-minat tersebut menjadi suatu gaya
refleksi sosial yang realistis atau dapat tercapai. Mills melewati perjuangan yang
berat dalam mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi
pikirannya. Kurangnya dukungan publik terhadap Mills saat itu bukanlah akibat
sifat dan karakternya yang unik ataupun adanya pandangan tertentu tentang politik,
tetapi kemampuan Mills untuk tidak berpihak pada parokialisme, sekularisasi semu,
dan karakteristik lingkaran setan dari kelompok ilmu sosial Amerika saat itu
membuat Mills berbeda dari yang lain. Perhatian Mills tidak berpusat pada
perbedaan sosiologi Amerika dan negara lain, tetapi ia fokus pada hubungan antara
metode ilmiah terhadap gaya hidup sosial.4

Power (Kekuasaan) adalah segala keputusan yang diambil manusia


mengenai aturan hidup mereka dan kejadian yang menjadi sejarah zaman. Namun
hal terpenting dalam kekuasaan selain daripada pengambilan keputusan itu sendiri
ialah siapa yang menjadi perunding dan pengambil keputusan tersebut.
Pengambilan keputusan tidak bisa hanya didasarkan pada akal budi atau kesadaran
moral seorang manusia karena kekuasaan menyingkapkan bahwa moral manusia
dapat dimanipulasi. Dalam membahas tentang kekuasaan, perlu pengertian yang

4
Power, politics, and people; the collected essays of C. Wright Mills. New York, Ofxord
University Press. 1963. P.20-22.

7
baik mengenai coercion (paksaan fisik) yang juga berkaitan dengan otoritas
(kekuasaan yang dibenarkan melalui kerelaan mereka yang patuh) dan manipulasi
(kekuasaan yang didapatkan tanpa sepengetahuan mereka yang tidak berdaya).
Mills berpendapat bahwa masyarakat dan pemimpin Amerika berlindung di balik
nilai rasionalitas, sehingga keputusan yang diambil adalah berdasarkan rasional,
bukan berdasarkan alasan.5

Kekuasaan yang berdampak di tingkat nasional dan internasional berada di


tangan para pejabat politik, militer, dan ekonomi. Ketiga bidang tersebut sangat
mempengaruhi dan membentuk perkembangan dari institusi keagamaan, edukasi
dan keluarga. Hubungan antara politik, militer, dan ekonomi yang saling berikatan
membentuk suatu segitiga kekuasaan yang merupakan kunci untuk memahami
kekuasaan tingkat tinggi di Amerika. Saat orang-orang yang berkuasa di bidang
masing-masing saling bertemu dan berunding untuk mengambil sebuah keputusan
yang dampaknya makin besar, terdapat kecenderungan terbentuknya suatu jalinan
kerja sama antar mereka yang membentuk kekuasaan elit Amerika. Orang-orang
pembentuk kekuasaan elit memiliki latar belakang yang sama, baik edukasi, karir
ataupun gaya hidup. Di balik sisi kesatuan psikologis dan sosial adalah struktur dan
mekanisme dari hierarki institusional yang membuat pemimpin politik berkuasa,
pemimpin ekonomi kaya, dan pemimpin militer berotoritas. Kesatuan mereka tidak
hanya berdasar pada ciri psikologis dan sosial yang serupa, tetapi juga berdasarkan
tujuan bersama yang dapat dicapai dengan lebih mudah melalui kerjasama dalam
kesatuan kekuasaan elit.

Politik seharusnya merupakan media yang bebas bagi organisasi


independen untuk menjadi jembatan antara masyarakat tingkat rendah dan
menengah dengan para penguasa dan pengambil keputusan tingkat tinggi. Namun
organisasi-organisasi tersebut tidak efektif dan tidak memberi sumbangsih yang
besar. Menurut pengamatan Mills, partai politik berdiskusi bersama para penguasa
dan pemimpin mengenai isu-isu kecil, namun kelompok kekuasaan elit memastikan

5
Power, politics, and people; the collected essays of C. Wright Mills. New York, Ofxord
University Press. 1963. P.23-24.

8
bahwa otoritas dan kuasa mereka pegang tidak dapat ditantang dalam diskusi
tersebut. Semakin banyak orang yang terjun ke dalam dunia politik, asosiasi yang
terbentuk semakin besar dan kuasa seorang individu menjadi semakin besar dan
semakin jauh dari pengaruh masyarakat. Struktur politik demokrasi modern
menuntut adanya partisipasi aktif dalam demokrasi dan diskusi dalam pengambilan
keputusan, tidak hanya teoris demokrasi. Hal ini membutuhkan masyarakat yang
berpendidikan dengan pengetahuan yang luas dan peka terhadap keadaan sosial.
Masalah yang timbul adalah sebagian besar masyarakat dengan karakteristik
tersebut lebih memilih untuk independen dan mengejar kepentingan mereka sendiri.
Sistem politik ini membutuhkan orang-orang yang cerdas dan memiliki karya yang
terkenal dan memberi pengaruh dalam dunia pendidikan dan lainnya.

Selain itu, juga diperlukan asosiasi yang bebas antara keluarga, komunitas
kecil dan masyarakat, dengan para penguasa politik, militer, dan ekonomi. Jika
komunikasi ini tidak dapat tercapai, maka jembatan antara kehendak masyarakat
tingkat rendah tidak akan bisa mencapai para pengambil keputusan. Mills dan
beberapa sosiologis lainnya berpegang pada teori konflik, yaitu pandangan bahwa
masyarakat Amerika terpecah belah oleh tidak adanya hubungan antara masyarakat
tingkat rendah “powerless” dan para penguasa “powerful”.6

Mills percaya bahwa masyarakat abad ke dua puluh telah mewarisi tradisi
sekuler dan humanis peradaban barat yang berpuncak dalam liberalisme dan
Marxisme seratus tahun lalu. Mills mempresentasikan unsur liberal dari tradisi
humanis sebagai individualisme yang tidak berperasaan. Namun ia tidak menggali
hingga nilai akar, sehingga ia memutuskan inti dari liberalisme merupakan
kebebasan untuk mengambil keputusan dan berkomitmen pada organisasi apapun
tanpa syarat apa-apa. Pandangan Mills mengenai hal ini nantinya akan diselidiki
lebih dalam oleh Hobbes, Locke, dan Rosseau. Pendapat Mills mengenai Marxisme
sangat berbeda dari pendapatnya tentang liberalisme. Ia percaya bahwa Marxisme
tidak usang namun menggabungkan satu-satunya hal yang bernilai dari liberalisme

6
Power, politics, and people; the collected essays of C. Wright Mills. New York, Ofxord
University Press. 1963. P.97

9
yaitu cita-cita individual. Menurut Mills, pandangan moral Marxisme yang dalam
dan luas merupakan ekspresi tertinggi dan paing komprehensif dari humanisme
sekuler barat. Namun iapun tidak sepenuhnya setuju dengan pemikiran Marx
sehingga Mills membuat gagasan baru yaitu spesifitas historikal, sebuah prinsip
yang bersumber dari Karl Marx. Ia berpendapat bahwa semua orang dapat hanya
berpikir tentang zamannya sendiri, namun jika semua orang juga berpikir tentang
masa lalu dan masa yang akan datang maka ia memperluas waktunya ke dalam
suatu zaman lain.7

Mills menggagaskan pemikiran mengenai humanis ideal di tengah-tengah


masyarakat modern dengan ketidaksetaraan kekuasaan, imoralitas, dan
ketidakpedulian terhadap kehidupan publik. Menurut pandangan Mills, tren utama
dari periode post modern yang akan datang adalah sentralisasi besar atau
rasionalisasi dari semua institusi masyarakat dengan prinsip meningkatkan
rasionalitas merupakan bentuk utama dari kebebasan. Ia menyebut tren ini paradoks
rasionalitas tanpa alasan. Pandangan Mills yang melihat fakta pemusatan kekuasaan
dan pengambilan keputusan sebagai petunjuk utama bagi masyarakat untuk melihat
dalamnya dasar paralelisme Amerika. Solusi yang ditawarkan oleh Mills adalah
menggunakan kesadaran moral untuk menegaskan kepercayaan diri dan adanya
jalan yang terbuka bagi masyarakat untuk mengukir sejarah dan mengambil
keputusan-keputusan moral untuk mencapai demokrasi ideal humanisme.
Mengambil keputusan-keputusan tersebut adalah apa yang Mills anggap sebagai
“makna sebenarnya” dari mengukir sejarah. Orang yang dia harapkan dan inginkan
untuk mengambil keputusan-keputusan ini adalah kaum elit moralitas sejati.

7
Power, politics, and people; the collected essays of C. Wright Mills. New York, Ofxord
University Press. 1963. P.353-3.55

10
Masyarakat, Kekuasaan, Legitimasi
1.1 Kekuasaan

Kekuasaan seorang manusia terbatas oleh berbagai hal walaupun kekuatan


akan hal-hal tersebut tidak disadari pada kehidupan sehari-harinya. Sebagai rakyat
biasa, kekuasaan dibatasi oleh dunia dimana ia tinggal, pekerjaan, keluarga dan
lingkungan. Dengan demikian, perubahan besar merupakan kejadian yang di luar
kontrol dari seseorang dari anggota masyarakat modern. Kerangka kehidupan
masyarakat modern sedemikian rupa diatur dan bukan merupakan kehendak diri
sendiri sehingga banyak yang tidak memiliki tujuan dikarenakan ketidakberdayaan
akan kekuasaan.

Beda dengan rakyat biasa, kekuasaan seseorang dengan kedudukan yang


lebih tinggi dapat mengerahkan kekuasaan yang mereka memiliki pada rakyat
biasa. Dengan cara ini, keputusan sehari-hari yang diambil oleh rakyat biasa
merupakan pengaruh dari kekuasaan yang lebih tinggi. Kekuasaan yang dapat
melampaui dan mempengaruhi lingkungan dari rakyat biasa ini disebut sebagai
kekuasaan elite.

Kekuasaan elite tidak berdiri sendiri melainkan terdiri atas penasihat,


konsultan dan juru bicara yang berperan dalam pemikiran dan keputusan yang lebih
tinggi. Politisi di kongres maupun kelompok penekan menempati posisi kekuasaan
tepat di bawah elite kekuasaan. Selain itu, selebriti juga mengambil peranan dalam
kekuasaan.

Dalam pengaruh kekuasaan elite, tiga hal yang berperan penting adalah
ekonomi, politik dan militer. Institusi yang dikembangkan ini menjadi administratif
sedangkan keputusan kekuasaan telah menjadi terpusat. Perusahaan besar
mendominasi atas ekonomi secara administratif maupun politik sehingga berperan
penting dalam pengambilan keputusan ekonomi. Perpolitikan yang terpusat

11
menjadi lebih kuat dan pendirian yang tadinya tersebar sekarang terlibat dalam
setiap celah struktur sosial. Militer telah menjadi atribut pemerintah yang besar dan
mahal. Selain itu, militer juga ikut serta dalam domain birokrasi yang luas.

Kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan kekuasaan eksekutif sentral


dalam ketiga aspek ini telah meningkat. Selain itu, aspek administrasi telah
diuraikan dan diperkuat. Jika ketiga aspek ini semakin besar dan terpusat, mereka
akan menjadi sering terkait satu sama lain. Keterkaitan ini akan menghasilkan
konsekuensi yang lebih besar. Keputusan perusahaan dalam ekonomi akan
berdampak pada situasi militer dan politik. Keputusan politik akan berdampak pada
keberlangsungan ekonomi dan militer. Keputusan militer akan berdampak pada
aktivitas politik dan ekonomi. Dengan demikian, aspek-aspek ini tidak bisa
dianggap sebagai faktor tunggal melainkan suatu sistem yang saling berkaitan.

Untuk mengerti kekuasaan elite, terdapat tiga kunci utama yang perlu
diperhatikan. Pertama, anggota dari kekuasaan elite biasanya terdiri atas asal,
edukasi, karier dan gaya hidup yang serupa. Dikarenakan kemiripan sosial, terdapat
dasar psikologis dan sosial yang mempersatukan mereka. Kedua, di balik persatuan
ini, ditemukan tatanan akan direktorat politik, perusahaan kaya dan kemiliteran
tinggi. Kekuasaan elite akan bertambah besar jika domain-domain ini juga semakin
berkembang sehingga bentuk dari kekuasaan juga tergantung oleh domain-domain
ini. Ketiga, persatuan kaum elite bukan hanya dilandaskan kesamaan psikis dan
sosial namun juga dikarenakan adanya koordinasi yang disengaja. Hal ini dapat
dilihat ketika suatu rencana akan lebih mudah direalisasikan ketika mereka bekerja
sama sehingga kepentingan terkait dapat diraih.8

1.2 Legitimasi

Kekuasaan elite berdampak kepada legitimasi yang berlaku. Perekonomian


membutuhkan kontrol atas keputusan yang dibuat oleh negara agar berdampak
kepada perusahaan terkait. Dengan ini, legitimasi politik dapat diperoleh demi

8
C. Wright Mills. The Power Elite : New Edition. New York : Oxford University Press. 1956. P.3-
28.

12
aktivitas ekonomi perusahaan. Selain itu, kekuasaan elite juga mempengaruhi
legitimasi dari aspek militer terutama dikarenakan keberadaan dan ideologi dari
kekuasaan elite itu sendiri. Pemimpin kemiliteran tidak hanya bertindak sebagai
anggota militer namun juga sebagai peranan lain seperti eksekutif perusahaan dan
politisi.

Aspek penting dari opini publik adalah kemampuan dan kebebasan untuk
melangsungkan pembahasan. Opini publik dapat menjadi suatu aksi publik yang
sebenarnya memiliki kekuatan hukum. Institusi seperti kongres dan parlemen dapat
membahas masalah secara langsung dengan kelompok-kelompok masyarakat.
Dengan demikian, massa akan membentuk kelompok yang menunjukkan perspektif
tertentu dan berusaha agar mendapatkan kesempatan untuk berbicara di kongres.
Diskusi yang dilangsungkan ini merupakan elemen penting sehingga otonomi yaitu
legitimasi demokratis dibuat.9

1.3 Masyarakat

Dalam setiap komunitas, selalu ditemukan masyarakat tingkat atas dan


bawah. Biasanya, perbedaan antara kedua masyarakat tersebut terbilang besar.
Stratifikasi adalah suatu proses yang berlandaskan pada klasifikasi. Seseorang
dapat klasifikasi berdasarkan nilai dan pengalaman. Untuk dapat dianggap menjadi
anggota dari salah satu strata, seseorang harus memiliki kesempatan yang sama
dengan anggota strata tersebut dalam memperoleh nilai-nilai tertentu. Untuk
mengerti cara klasifikasi dari strata, terdapat empat kunci utama yang harus
dimengerti yaitu pekerjaan, kelas, status dan kekuasaan. Keempat aspek ini dikenal
sebagai dimensi stratifikasi.

Pekerjaan adalah aktivitas yang biasanya merupakan sumber penghasilan


utama namun menurut seorang individu, pekerjaan adalah kemampuan yang dapat
dipasarkan sedangkan menurut masyarakat, pekerjaan merupakan sebuah fungsi
yang menghasilkan jasa atau barang sesuai dengan pekerjaan terkait. Pekerjaan

9
C. Wright Mills. The Power Elite : New Edition. New York : Oxford University Press. 1956.
167; 277-278; 298-299

13
dihubungkan dengan kelas maupun status. Kelas dihubungkan dengan pekerjaan
karena pekerjaan merupakan sumber pendapatan sedangkan status dihubungkan
dengan pekerjaan karena pekerjaan dianggap memiliki martabat. Selain itu,
pekerjaan juga berperan dalam kekuasaan baik di dalam okupasi maupun di luar
okupasi.

Ketika sekelompok orang memiliki situasi kelas yang serupa sehingga


pilihan yang mereka ambil hampir sama, ini disebut sebagai kelas. Okupasi
dianggap lebih menentukan kelas daripada properti. Penghasilan dari suatu
tingkatan okupasi dianggap dapat menyediakan seseorang dengan segala hal.
Dalam menghubungkan kelas dengan okupasi, bukan hanya sumber penghasilan
saja yang dibahas namun juga jumlah dari penghasilan tersebut.

Prestise melibatkan satu orang untuk mengklaim dan yang satunya untuk
menghormati klaim tersebut. Klaim-klaim ini ditata sebagai aturan dan harapan
dalam sistem status. Prestise dapat berlandaskan kelahiran seseorang dan
bergantung pada ras, kebangsaan dan keluarga. Selain itu, posisi kelas atas
dianggap memiliki prestise yang lebih besar. Untuk strata menengah, prestise dapat
dilihat dari okupasi dan edukasi seseorang. Okupasi dapat mencerminkan
penghasilan dan edukasi seseorang.

Kekuasaan adalah kekuatan untuk menyadari kehendak sendiri. Ini harus


dapat disadari bahkan dengan adanya penentangan dari luar. Kekuasaan
dipengaruhi oleh kelas, status dan okupasi. Pembahasan ketiga topik ini disebut
juga sebagai kekuatan politik sehingga dapat berdampak pada aktivitas dan
kebijakan terkait. Kekuatan politik bergantung pada tiga hal yaitu keadaan
organisasi, kesempatan objektif dan mentalitas kehendak. Organisasi dipengaruhi
oleh posisi struktural dan kesadaran. Kesempatan dibatasi oleh posisi struktural dan
kehendak bergantung pada kesadaran akan minat.10

10
Irving Louis Horowitz. Power, Politics and People : The Collected Essays of C. Wright Mills.
New York : Oxford University Press. 1963. 305-317

14
Demokrasi
C.Wright Mills terkenal dengan studinya mengenai elit kekuasaan di
Amerika, dan tentang studinya mengenai kaum kelas menengah. Selain itu beliau
juga dikenal sebagai ahli di bidang “Imajinasi Sosiologis” yang menghubungan
pengalaman individu terhadap proses sejarah. Dalam salah satu buku karya Mills
yang berjudul “The Power Elite” beliau mengemukakan pendapatnya mengenai elit
kekuasaan di Amerika. Dalam bukunya terebut Mills menulusuri latar belakang
kelas sosial para pemimpin di bidang bisnis, pemerintahan, dan bidang lainnya yang
berpengaruh dan berotoritas. Menurut Mills kelompok elit kekuasaan sangat
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, walaupun pengambilan keputusan
tersebut secara formalitas dilabeli sebagai pengambilan yang demokratis. Namun
yang terjadi pada kenyatannya kelompok elite kekuasaan lah yang memegang
kekuasaan yang sesungguhnya. Mills menyatakan bahwa dalam elite kekuasaan
tidaklah penting berapapun jumlah suara, yang terpenting adalah suara dari para
pemimpin dan penguasa. Demokrasi yang seharusnya bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan bersama tidak lagi terwujud, namun demokrasi tersebut berpihak
kepada para elit penguasa. Mills mengatakan bahwa di antara masyarakat yang
plural pasti ada satu kelompok dimana lahirnya para penguasa. Kaum penguasa
negara selalu datang dari kelompok yang sama yaitu dari kaum pebisnis, militer,
dan politik. Menurut Mills elite kekuasaan ada sekelompok kecil orang-orang yang
berkuasa yang menempati “pos-komando” institusi-institusi sosial seperti
perusahaan besar, media, partai politik, dan lain sebagainya. Keputusan elite sangat
mempengaruhi kehidupan kaum lain dalam suatu lingkungan masyarakat.
Kelompok elite kekuasaan dapat mengambil keputusan tanpa memikirkan
pemilihan dan opini dari publik.11

Pada kenyataannya hal ini bertentangan dengan pemikiran Mills yang


memegang pandangan klasik tentang aktifitas publik yang penting bagi
kesejahteraan manusia. Mills mempertahankan pandangan dan pendapatnya bahwa

11
Charles Wright Mills. The Power of Elite. Oxford University Press. 1956. P.298

15
demokrasi seharusnya bebas dari dominasi dan manipulasi dalam rangka
mewujudkan kebebasan manusia dalam memilih dan berpendapat. Dalam
pernyataan Mills mengenai demokrasi, terdapat pertentangan antara pandangan
Mills dengan apa yang diamatinya pada demokrasi di Amerika.

Pada tahun 1961, presiden Amerika yaitu presiden Dwight Eisenhower


memberikan pidato terakhirnya sebelum mengakhiri masa jabatannya. Pidato
tersebut berisi pendapat mengenai peringatan kepada masyarakat di Amerika
mengenai apa yang dia katakan sebagai kompleks militer-industrial. Pidato ini
adalah bentuk perhatiannya pada bidang industri dan militer Amerika. Presiden
Dwight mengatakan bahwa militer dan industri Amerika sangat terkait satu sama
lain, dan beliau berpendapat bahwa kedua kelompok ini akan menggunakan para
kaum eksekutif pemerintahan dan kongres pemerintahan dalam rangka melindungi
kepentingan pribadi mereka sendiri. Sebelumnya pada tahun 1956, C.Wright Mills
telah mengeluarkan gagasan tentang teori pemerintahan Amerika. Dalam
gagasannya itu, C.Wright Mills mengemukakan bahwa elit kekuasaan adalah
kelompok dominan di bidang militer dan perekonomian yang dominan secara
politik.

C. Wright Mills mengatakan bahwa elit kekuasaan akan membuat


keputusan yang bertujuan untuk melindungi kekuatan mereka sendiri, bahkan jika
keputusan yang dibuat tersebut akan membawa dampak yang buruk bagi
masyarakat. Dalam buku “The Power of Elite” beliau telah menjelaskan apa yang
dimaksudkan oleh elite kekuasaan. Dalam buku tersebut juga C.Wright Mills
menyatakan bahwa pemimpin-pemimpin militer, bisnis, dan politik yang memiliki
kepentingan yang sama adalah pemimpin negara yang sebenarnya, dimana mereka
adalah kaum elit penguasa yang sejati dan mereka secara elektif melakukan
pekerjaan mereka untuk meindungi kepentingan mereka sendiri demi mencapai
tujuan bersama yang bersifat menguntungkan bagi mereka. Demokrasi yang

16
seharusnya tidak mementingkan kepentingan golongan tertentu, menjadi
kehilangan arah dan tujuannya karena adanya kelompok elite penguasa.12

Dalam semua tulisannya, Mills menginterpretasikan karya-karyanya


melalui perpektif teorotikal yang sangat dipengaruhi oleh Max Weber. C.Wright
Mills terutama berfokus pada kaum elite penguasa dalam bisnis dan pengaruh
politik. Beliau menganalisa sejauh mana elit penguasa yang berasal dari elite bisnis
berhubungan dengan elit penguasa lainnya seperti elite yang berasal dari bidang
militer dan pemerintahan negara. C.Wright Mills tertarik dengan hubungan ini
karena beliau merasa hal tersebut merupakan hal yang penting dalam sejarah
politik. Di sebuah negara yang menganut demokrasi seperti negara Amerika,
munculnya kelompok elite kekuasaan adalah sesuatu yang tidak seharusnya terjadi.
Karena suatu negara yang menganut demokrasi idealnya tidak mementingkan
kepentingan golongan tertentu. C.Wright Mills secara eksplisit menyatakan
keyakinannya bahwa doktrin keseimbangan Amerika yang berbasis demokrasi
tidak lagi terwujud. Menurut C.Wrigth Mills, munculnya kelompok elite kekuasaan
di masyarat modern, adalah elite yang mengutamakan sumber daya dari organisasi
yang berdominasi secara besar, dan telah mendominasi perindustrian dalam
masyarakat. Seiring dengan birokrasi yang telah terpusat dan membuat lingkaran
yang semakin menyempit dan terpusat adalah sesuatu yang berbahaya.13

C.Wright Mills percaya bahwa timbulnya keterasingan kelompok-


kelompok tertentu yang meluas, ketidakpedulian politik, dan kekuasaan ekonomi
dan politik yang terpusat merupakan suatu ancaman yang serius bagi demokrasi.
C.Wright Mills mendefiniskan demokrasi hanya sebagai suatu sistem dimana
mereka yang dipengaruhi oleh keputusan memiliki suara yang efektid dalam
pengambulan keputusan tersebut. Menurut C.Wright Mills, ada enam kondisi
penting dalam mempertahankan negara demokratis modern :

12
Charles Wright Mills. The Power of Elite. Oxford University Press. 1956. P.299-300
13
Charles Wright Mills. The Power of Elite. Oxford University Press. 1956. P.301-302

17
1. Publik yang mengetahui permasalahan yang sedang terjadi dan terlibat
aktif dalam memperdebatkan permasalahan yang sedang terjadi.

2. “Pihak yang bertanggung jawab secara nasional” yang memperdebatkan


isu-isu ini secara jelas dan terbuka.

3. Administrasi pegawai sipil yang independen atau berdiri sendiri terlepas


dari kepentingan pribadi kelompok-kelompok tertentu seperti misalnya
perusahaan.

4. Kemampuan Intelektual, baik yang berada di dalam maupun di luar


akademisi, yang menjalankan pekerjaan yang benar-benar relevan dengan
kebijakan publik

5. Media massa harus menjadi media komunikasi yang menginformasikan


perdebatan yang terjadi dan mampu menerjemahkan dan memberikan
sumber informasi mengenai isu yang sedang terjadi kepada masyarakat
secara lebih luas dan terbuka.

6. Asosiasi bebas yang memiliki kemampuan untuk menghubungkan


individu, keluarga, masyarakat dan publik dengan organsisasi yang lebih
formal seperti korporasi, militer dan badan pemerintahan.

Seperti yang telah dijabarkan diatas, C.Wright Mills menganggap bahwa


diskusi dan debat adalah hal yang tepat untuk dijadikan landasan dari sistem
pemerintahan yang berlandaskan pada demokrasi. Selanjutnya, asosiasi bebas ini
diperlukan untuk mempersiapkan setiap orang untuk mendapatkan kepemimpinan
yang layak didapatkan oleh semua tingkatan masyarakat demokrasi. Terdapat
sejumlah perbedaan antara konsep C.Wright Mills tentang negara demokratis
modern yang ideal dan apa yang terjadi pada kenyataannya di Amerika. Didasarkan
pada perbedaan ini, C.Wright Mills menunjukkan bahwa terdapat kemunduran pada
kelompok kecil dan asosiasi, dan mereka yang mendiskusikan isu-isu penting hanya
memiliki “suara samar dan menahan diri” dalam pengambilan keputusan secara

18
formal. Faktor struktural yang mencegah pemenuhan enam kondisi demokrasi,
bagaimanapun adalah karena munculnya para elite kekuasaan di tengah-tengah
masyarakat Amerika.14

Perusahaan-perusahaan swasta yang bertindak atas kepentingan mereka


sendiri, pengaruh militerisme, dan penolakan pemerintah untuk menangani
keduanya merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kemunduran
demokrasi di Amerika. Kekuasaan di Amerika berorientasi pada beberapa
organisasi birokrasi yang besar. Garis kontrol antara yang berkuasa di puncak
organisasi ini dan kontrol demokratis, bahkan di antara lembaga pemerintahan itu
sendiri menjadi kabur dan lemah. C.Wright Mills melihat negara Amerika sebagai
masyarakat yang didominasi oleh orang-orang yang diprivatisasi dan didominasi
oleh organsisasi birokrasi yang besar. Organisasi-organisasi ini tidak dilegitimsi
dengan baik, dan mereka tidak menimbulkan loyalitas atau antusiasme yang
meluas.

Monarki
Sama halnya monarki dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh seorang raja,15 C. Wright Mills
mengungkapkan kekuasaan absolut berada di tangan seseorang. 16 Mills
menggambarkan pemegang kekuasaan absolut tersebut sebagai tuan tanah dalam
bukunya yang berjudul ‘The Marxist’.17 Tuan tanah tersebut memperoleh seluruh
harta bendanya melalui pajak yang ditetapkan olehnya kepada masyarakat luas.
Untuk mempertahankan peraturan dan melestarikan kekuasaan maka tuan tanah
tersebut harus memiliki senjata dalam menaklukkan dan membuat tunduk sebagian
besar masyarakat dengan cara mengikatkan mereka pada peraturan – peraturan atau
undang – undang tertentu, seperti perjanjian tuan tanah dengan budak. Budak sama
sekali tidak memiliki kekuasaan, hanya tuan tanah yang memiliki kekuasaan penuh.

14
Charles Wright Mills. The Power of Elite. Oxford University Press. 1956. P.305-307
15
Arti kata monarki - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
16
C. Wright Mills. The Marxist. New York : Dell Publishing. 1962. P. 226
17
C. Wright Mills. The Marxist. New York : Dell Publishing. 1962. P. 54

19
Tuan tanah dianggap satu – satunya penguasa dan kekuasaannya mewakili semua
kaum minoritas serta kaum budak secara mutlak disingkirkan dunia perpolitikan.
Terlepas dari bentuk negara, entah itu monarki atau republik, aristrokrasi atau
demokrasi, negara budak tetaplah negara budak.18

Dalam kemajuan dunia perpolitikan, membentuk kaum borjuis yang


menjadi musuh dari kaum bangsawan dan monarki absolut. Kaum borjuis
membentuk senjata mereka yang terdiri dari kaum – kaum tertindas, seperti kaum
budak.19 Kaum borjuis berjuang untuk mencapai puncak dan akhirnya bangkit
industri skala besar dan pendirian pasar dunia. Kewenangan negara modem tidak
lebih dari sebuah komite untuk administrasi urusan konsolidasi kelas borjuis secara
keseluruhan. Ujung dari pembentukan kaum boujuis sama saja dengan monarki
absolut, yaitu untuk kepentingan golongan mereka.

Mills berpendapat bahwa tidak ada kekuasaan yang dimiliki secara absolut,
tidak secara individual.20 Dalam bukunya yang berjudul ‘The Power Elite’ yang
ditulis untuk menanggapi keadaan politik setelah perang dunia ke-II
mengungkapkan adanya kelompok elit kekuasaan yang mendominasi masyarakat
pada masa itu. Terdapat dua faktor yang memunculkan kelompok elit tersebut:21

 yang pertama, alat kekuasaan dan kekerasan yang sudah melebur


 yang kedua, adanya sifat saling bergantung antar sektor yang membentuk
kelompok elit tersebut

Kelompok elit dapat dikatakan mirip suatu perusahaan yang digambarkan


Mills sebagai piramida kekuasaan.22 Piramida kekuasaan tersebut memiliki struktur

18
C. Wright Mills. The Marxist. New York : Dell Publishing. 1962. P. 223
19
C. Wright Mills. The Marxist. New York : Dell Publishing. 1962. P. 48
20
C. Wright Mills . The Power Elite : New Edition. New York : Oxford University Press. 1956. P.
19
21
C. Wright Mills. The Sociology of C. Wright Mills
22
C. Wright Mills . The White Collar : American Middle Classes. Oxford University Press. 1951.
P. 78

20
yang mendominasi secara tidak merata yang menjadi kekuatan nasional utama
secara eksklusif. Kelompok elit kekuasaan tersebut terdiri atas 3, yaitu:23

 Pemerintah
 Militer
 Pengusaha (Ekonomi)

Dari ketiga sektor yang dikemukakan di atas, Mills meyakini bahwa sektor
pengusaha adalah yang terkuat diantara mereka. Walaupun menjadi sektor yang
terkuat, pengusaha tidak dapat menjalankan otoritas yang mereka miliki tanpa
adanya bantuan dari sektor pemerintah dan militer. Untuk itu, ketiga sektor tersebut
saling bekerja sama sehingga membentuk suatu kelompok elit yang mendominasi
sumber daya organisasi birokrasi yang ada pada masyarakat modern. Kelompok
tersebut telah memusatkan dan telah memiliki target terhadap orang – orang yang
dipercayakan menjalankan organisasi politik.24 Orang – orang tersebut nantinya
akan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pengambilan suatu keputusan
karena keputusan tersebut akan mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat,
termasuk kelompok elit. Dengan demikian, kekuatan bukanlah dimiliki oleh
individu melainkan berasal dari otoritas dan atribut organisasi sosial.

Menurut Mills, hal ini bukanlah disebut sebagai suatu konspirasi melainkan
membentuk suatu struktur sosial yang memusatkan proses pengambilan keputusan/
pada orang – orang yang memiliki latar belakang, psikologis, dan pandangan sosial
yang sama serta memiliki interaksi sosial satu sama lain.25 Kekuatan pengambilan
keputusan hampir selalu didominasi oleh kekuatan kekerasan tetapi telah
mengalami proses perubahan pada masyarakat modern ini dimana kelompok elit
kekuasaan menggunakan media massa untuk memanipulasi masyarakat.26 Media

23
C. Wright Mills . The Power Elite : New Edition. New York : Oxford University Press. 1956. P.
7
24
C. Wright Mills . The Power Elite : New Edition. New York : Oxford University Press. 1956. P.
23
25
C. Wright Mills . The Power Elite : New Edition. New York : Oxford University Press. 1956. P.
7-9
26
C. Wright Mills . The Power Elite : New Edition. New York : Oxford University Press. 1956. P.
6

21
massa menjadi alat yang sangat strategis untuk mempengaruhi pola pikir
masyarakat dan tentu saja dikendalikan dan dimanipulasi oleh kelompok elit. Media
massa menjadi bukti peranan besar para pengusaha dalam sektor ekonomi. Media
massa sangat bergantung pada ekonomi dan dikendalikan secara politik. Sehingga
tentu saja dengan mudah kelompok elit dapat mengubah pandangan masyarakat dan
mengubah kepentingan mereka menjadi seolah – olah kepentingan masyarakat itu
sendiri. Mills kuatir dengan keadaan perpolitikan dimana kelompok elit dapat
bertindah dengan tidak bertanggung jawab atau gagal bertindak sehingga
menjerumuskan ke dalam suatu bencana.

Pada bukunya yang berjudul ‘The Causes of World War Three’ kaum
menengah digambarkan sebagai pekerja upahan yang hanya bergantung pada
organisasi – organisasi besar. Kaum menengah bahkan tidak memiliki serikat
pekerja dalam ranah perpolitikan. Kaum menengah tidak banyak mempertanyakan
aturan yang dibuat oleh kaum elit, mereka hanya ingin mempertahankan organisasi
mereka dan menjamin keuntungan secara ekonomi setiap anggotanya diperoleh
secara maksimal.27

Sistem monarki yang digambarkan oleh C. Wright Mills bukanlah monarki


secara definisi mentah seperti pada kamus pada umumnya. Seperti sistem monarki
yang telah diungkapkan sebelumnya yaitu bentuk pemerintahan dimana kekuasaan
absolut yang dimiliki oleh seseorang. Tetapi Mills lebih menggambarkan
bagaimana satu golongan yang disebut sebagai kelompok elit yang secara tidak
langsung memegang kekuasaan absolut tersebut. Kekuasaan absolut tersebut
diperoleh secara tidak langsung dari media massa yang digerakkan secara politik
dan dipengaruhi oleh ekonomi. Media massa mengubah pandangan masyarakat
sehingga seakan – akan apa yang menjadi kepentingan kelompok elit menjadi
kepentingan mereka juga. Hal ini memaksa masyarakat secara halus untuk
menyetujui apa saja yang dikemukakan oleh kelompok elit. Pada sistem
perpolitikan yang lebih awal, mereka menggunakan kekerasan sebagai alat untuk

27
C. Wright Mills . The Cause of World War III. M. E. Sharpe. 1958. P. 36

22
membuat takluk masyarakat luas agar menjadi pemegang kekuasaan absolut dalam
suatu masyarakat, sedangkan apa yang kita temui sekarang yaitu media massa
dijadikan alat untuk membuat takluk sebagian besar elemen masyarakat tentu saja
agar kelompok elit tersebut mendapat kekuasaan absolut. Selain itu, Mills juga
mengungkapkan bahwa kaum menengah tidak banyak mempertanyakan mengenai
aturan yang dibuat oleh kelompok elit dan hanya mengikuti arus. Hal ini membuat
mereka seperti menjadi budak yang secara pasrah memberikan kekuasaan kepada
kelompok elit sehingga mereka secara tidak langsung menjadi kelompok yang
memiliki kekuasaan absolut.

Pendapat Charles Wright Mills tentang Negara


NILAI LIBERALISME MENURUT PEMIKIRAN C. WRIGHT MILLS

Seperti filosofi sosial lain nya, liberalisme dapat secara mudah dimengerti dan
didiskusikan sebagai : (1) artikulasi dari cita-cita, dimana tidak dipentingkan
mengenai tingkat generalitas nya, beroperasi sebagai suatu optik moral dan sebagai
kumpulan dari panduan-panduan yang dapat digunakan oleh manusia untuk
mengambil suatu keputusan; (2) teori, baik implisit maupun eksplisit, mengenai
bagaimana suatu komunitas sosial berjalan dan bekerja dalam menyelesaikan
konflik-konflik yang timbul didalam mereka; (3) fenomena sosial, yaitu sebagai
ideologi atau retorika politik, membenarkan lembaga-lembaga dan praktik tertentu.
Dalam pengertian seperti yang sudah disebutkan diatas, apa sebenarnya situasi
liberalisme hari ini?

Sebagai suatu artikulasi dari cita-cita, liberalism sudah dan merupakan suatu
bagian major dari suatu tradisi duniawi penduduk barat. Sedangkan sebagai retorika
politik, liberalisme sudah menjadi ideologi dari kelas menengah keatas. Dan
akhirnya sebagai teori dalam komunitas, pengertian liberalisme terbatas hanya pada
sekedar hubungan masa-masa heroik dari kelas menengah. Poin-poin diatas
dihubungkan, lalu dijadikan sebuah kurir untuk membawa cita-cita, walau

23
liberalisme sudah dilupakan sebagai salah satu teori yang dapat bertahan lama
dalam komunitas modern. Di abad ke-18 dan sebagian dari abad ke-19, teori
liberalisme memberikan pandangan dan harapan, namun tidak pada abad ke-20
dimana liberalisme dipandang membingungkan bagi masyarakat modern.28

Liberalisme sebagai kumpulan dari cita-cita masih dapat dipertimbangkan dan


digunakan, bahkan menarik bagi para masyarakat barat. Itu adalah salah satu alasan
mengapa liberalisme menjadi suatu denominasi yang umum bagi teori perpolitikan
di Amerika Serikat. Dalam liberalisme, semua orang dapat dengan mudah setuju
terhadap suatu keputusan umum, bahkan lebih sulit untuk dapat setuju dalam
keputusan yang beragam. Namun dengan lepasnya liberalisme dari masyarakat
modern sekarang ini, menjadikan nya sebagai sebuah topeng bagi mereka yang
tidak ingin, tidak akan, dan tidak bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan
apabila suatu paham liberalisme tersebut dijalankan.

Sebagai retorika politik, liberalisme juga telah dilarang. Jaman sekarang


liberalisme lebih sering digunakan oleh semua orang yang berbicara di depan publik
mengenai kepentingan yang bertolak-belakang dan keputusan-keputusan yang
berbeda. Krisis liberalisme dapat muncul selanjutnya akibat dari sukses nya
liberalisme digunakan sebagai bahasa dalam semua pernyataan publik, dan ketika
dijalankan bersamaan dengan kekuatan serta kekuasaan maka liberalisme dapat
bersifat administratif.29

Kita tentu nya tidak dapat menghilangkan atau membubarkan liberalisme begitu
saja hanya karena digunakan sebagai denominasi yang umum bagi retorika politik.
Kendati demikian, sebagai denominasi yang umum, liberalisme dapat menahan
keputusan-keputusan yang kuat yang dibentuk dengan terbuka oleh para penggagas
keputusan. Selain itu liberalisme juga berulang kali bertindak sebagai artikulasi

28
Power, Politics, and People: The Collected Essays of C. Wright Mills. South End Press. 1967.
P.187

29
Power, Politics, and People: The Collected Essays of C. Wright Mills. South End Press. 1967
P.188

24
dalam kehidupan duniawi masyarakat, menekan sifat-sifat individual yang tak
ternilai, dan memperjuangkan hak-hak dari setiap individu untuk setuju dengan
hukum yang mudah dimengerti. Berdasarkan pola pikir tersebut, para penganut
liberalisme menganggap bahwa manusia seharusnya dapat mengatur takdir
kehidupan masing-masing.

Asumsi menurut teori liberalisme mengenai suatu komunitas, harus dapat sesuai
dengan nilai-nilai yang ada sehingga dapat berlabuh dan beroperasi sebagai
petunjuk dalam peraturan. Cita-cita liberal pada abad ke-18 dan ke-19 berlabuh
pada beberapa asumsi dasar mengenai kondisi dari komunitas yang modern, yaitu
sebagai berikut:

(I) Liberalisme berasumsi bahwa kebebasan dan keamanan bersama-sama


adalah sebuah nilai utama, yang ada di dalam suatu dunia
kewiraswastaan yang kecil.
(II) Para liberalis klasik terutama para persuasi Rousseauian dan
Jeffersonian, berasumsi bahwa terdapat predominansi atau kekuatan
dari area-area pedesaan atau kota-kota kecil.
(III) Asumsi ketiga mengenai masyarakat, yang merupakan suatu
karakteristik liberalisme klasik, sudah menjadi tekanan terhadap
otonomi dari institusi-institusi yang berbeda tingkatan nya.
(IV) Asumsi yang mungkin paling halus dan menjangkau jauh bahkan dinilai
paling berkaitan secara filosofi adalah bahwa individu adalah kursi dari
sebuah rasionalitas.
(V) Berkaitan dengan asumsi ke-4 diatas, bahwa terdapat kepercayaan
dalam suatu otoritas yang eksplisit.

HUBUNGAN IDEOLOGI DENGAN EKONOMI MENURUT C. WRIGHT


MILLS

Banyak aliran sekarang-sekarang ini yang membingungkan ideologi dengan


kenyataan sosial. Hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi.

25
Apa yang paling penting dalam sebuah analisa sosial? (1) hubungan yang
jelas antara konsepsi dan nasionalisme; (2) perbedaan konsepsi dari sebuah negara
yang dapat terjadi akibat adanya perbedaan strata sosial diantara negara-negara
tersebut; (3) alasan untuk kedua perbedaan disebabkan oleh perbedaan kelas dan
latar belakang sosial dari masyarakatnya; (4) tidak terdapat diskriminasi dalam
perbedaan-perbedaan itu sehingga tidak dapat ditanyakan untuk siapa nasionalisme
tersebut?30

Pertanyaan seperti itu tidak dapat di jawab apabila tidak bertanya kepada
mereka yang disebut sebagai “debunkers”. Kita tidak dapat menjawab pertanyaan
itu tanpa adanya pengetahuan mengenai sejarah sosio-ekonomi.

Pemikiran ekonomi politik de Sales belum adekuat dimana dapat dilihat dari
fakta bahwa dia melihat kolektivisme sebagai satu dari tiga tren mayor di dunia,
mendefinisikan nya sebagai sebuah kecendrungan untuk mengintegrasikan individu
kepada sebuah organisasi yang kompleks dari suatu industri sosial yang modern
untuk mendapatkan sebuah efisiensi yang lebih baikdan bila memungkinkan, lebih
aman. Pemikiran seperti itu adalah suatu kesalahan dimana dapat terjadi
kesalahpahaman dari negara-negara dalam perkembanganya. Jadi siapapun yang
berpikiran seperti itu maka tidak seharusnya berekspektasi untuk melokalisasi suatu
kondisi dinamis menjadi peperangan.31

Kesalahan lain dalam teori tersebut adalah terjadi nya distorsi terhadap
objek-objek didalam nya apabila dipandang menggunakan teori tersebut seperti
misalnya memandang mitos-mitos rasial sebagai suatu tolak ukur dari sebuah
sosialisme nasional.

Walaupun poin mengenai kapitalisme yang bertolak belakang dengan


demokrasi bukan suatu yang asli, namun sangat lah tepat apabila dikatakan bahwa

30
Power, Politics, and People: The Collected Essays of C. Wright Mills. South End Press. 1967.
P.521
31
Power, Politics, and People: The Collected Essays of C. Wright Mills. South End Press. 1967.
P.522

26
pembaca buku publik tersebut akan setuju walaupun saya sendiri meragukan
pernyataan de Sales akan meyakinkan orang-orang. de Sales dapat melihat
kapitalisme seperti melihat kiamat dari dunia hanya dengan mengisolasi
kapitalisme dari sebuah monopoli kapitalisme.

Apakah itu merupakan sebuah kepentingan ideologi untuk membatasi


pengertian dan pembelaan dari sebuah demokrasi yang sangat tulus seperti dengan
konsep yang dikemukakan de Sales? Dan apakah terdapat sebuah kepentingan
moral untuk sirkumlokasi kan imperalisme dari Inggris? Apabila kita tidak
menghadapi fakta-fakta tersebut maka kita membiarkan orang-orang Burma dan
India yang memberi tahu kan kepada kita, dan apabila kita tidak mampu untuk
melihat sedalam itu maka lihat lah ke bawah Karibian dimana situasi disana masih
dalam kondisi karet.

Sistem Sosial pada Zaman C. Wright Mills


Seperti seniman-seniman lainnya, seorang penulis adalah hasil dari zaman
yang ditinggalinya. C. Wright Mills tinggal di masa dimana banyak peristiwa
sejarah terjadi, berbagai macam peristiwa dan kejadian yang berdampak sampai
hari ini, seperti perang dunia kedua yang berdampak besar di Eropa, dan perang
dingin diantara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Karena kejadian dan kondisi sosial
sebuah masa dapat mempengaruhi kepercayaan dan ideologi seseorang penulis,
sangat penting bagi kita untuk memahami politik, peristiwa, dan kondisi sosial di
zaman sang penulis, sehingga kita dapat memiliki pemahaman yang komprehensif
tentang penulis tersebut. Dengan demikian, sistem sosial, kondisi, dan peristiwa
yang membentuk Amerika Serikat pada akhir abad keduapuluh, terutama diantara
tahun 1920 sampai 1962 akan dibahas, sehingga kita dapat lebih memahami kondisi
sosial yang membentuk pemikiran, kepercayaan, dan ide-ide C. Wright Mills. Masa
tahun 1920an adalah masa kemajuan ekonomi bagi banyak orang Amerika. Banyak

27
perusahaan tumbuh lebih besar selama tahun 1920an, dan menciptakan banyak
pekerjaan baru. Upah untuk kebanyakan orang Amerika meningkat.32

Ekonomi yang kuat juga menciptakan lingkungan yang tepat untuk banyak
perubahan penting dalam kehidupan sosial sehari-hari untuk populasi Amerika.
Tingkat pertumbuhan fenomenal ekonomi Amerika selama tahun 1920-an dipimpin
oleh industri otomotif. Jumlah mobil meningkat secara besar antara tahun 1920 dan
1929, hingga menyebabkan produksi baja, karet, kaca piring, dan bahan lainnya
untuk meningkat. Konsumerisme meningkat di Amerika Serikat, dan dampak
industri periklanan meningkat, hingga tingkat tabungan orang Amerika turun tajam
di tahun 20-an, dan hutang pribadi mereka meningkat, akibat membeli banyak
produk-produk yang sebenarnya tidak diperlukan.33

Tahun 1920 membawa perasaan kebebasan kepada jutaan penduduk


Amerika, terutama pemuda Amerika, dimana diantaranya adalah tentara muda yang
baru kembali dari perang dunia pertama di Eropa dengan gagasan baru. Banyak dari
tentara muda ini tidak mau menerima tradisi lama keluarga mereka saat mereka
kembali ke Amerika. Sebaliknya, mereka ingin mencoba cara hidup baru. Banyak
pemuda Amerika, baik pria maupun wanita, mulai menantang beberapa tradisi
orang tua dan kakek-nenek mereka. Misalnya, beberapa wanita muda mulai
bereksperimen dengan jenis baju baru. Banyak remaja juga mulai merokok.
Produksi rokok di Amerika Serikat meningkat dua kali lipat antara 1918 dan 1928.
Banyak wanita juga mulai minum alkohol.34,35

32
A New Society Economic & Social Change [Internet]. [cited 2017 Oct 28]. Available
from: https://www.cliffsnotes.com/study-guides/history/us- history-ii/america- in-the-
twenties/a-new- society-economic--social-change
33
Changes in Social Class in America in the 1920s _ Synonym [Internet]. [cited 2017 Oct
28]. Available from: https://classroom.synonym.com/changes-in- social-class- in-america-
in-the- 1920s-12083429.html
34
Class in 1920s America » The Great Gatsby Study Guide from Crossref-it [Internet].
[cited 2017 Oct 28]. Available from: http://crossref-it.info/textguide/the- great-
gatsby/34/2393
35
American History “Roaring Twenties” a Time of Economic and Social Change [Internet].
[cited 2017 Oct 28]. Available from: https://learningenglish.voanews.com/a/american-
history-- roaring-twenties- a-time- of-economic- and-social- change-112612204/115985.html

28
Pola pikir dan nilai-nilai sosial juga mengalami sebuah perubahan.
Kekuatan penting di balik perubahan ini adalah peningkatan kemandirian wanita
Amerika. Pada tahun 1920, negara tersebut mengesahkan Amandemen ke-19, yang
memberi perempuan hak untuk menyoblos. Banyak wanita juga mengambil
pekerjaan selama perang dunia pertama dan terus bekerja setelah perang dunia
sudah berakhir. Selain itu, penemuan berbagai maca mesin baru juga membebaskan
mereka dari harus menghabiskan waktu berjam-jam bekerja di rumah mencuci
pakaian, menyiapkan makanan, dan melakukan pekerjaan lain. Pendidikan juga
berdampak besar kepada perubahan sosial pada tahun 1920an. Semakin banyak
orang Amerika mendapatkan pendidikan yang baik. Jumlah siswa yang bersekolah
di SMA meningkat dua kali lipat antara tahun 1920 dan 1930. Walaupun banyak
perubahan telah terjadi, hidup masih sulit bagi banyak orang termasuk orang kulit
hitam, orang asing, dan kelompok minoritas lainnya.36

Kondisi sosial Amerika Serikat juga terdampak dengan kejadian di Rusia.


Pada tahun 1917, sebuah revolusi komunis berhasil terjadi di Rusia, Revolusi Rusia,
di mana ada penggulingan kekerasan melawan institusi kapitalis di negara Rusia.
Akibatnya, komunis menyerukan pemberontakan internasional, di mana 70.000
orang radikal bergabung dengan Partai Komunis pada tahun 1920an. Selanjutnya,
ada kejadian dimana komunis membom kantor pemerintah dan bisnis di Amerika
Serikat. Hal ini menyebabkan kepanikan, dan pemerintah menyerbu kantor dan
rumah orang-orang yang tersangka komunis.37

Walaupun hampir semua orang di Amerika Serikat terkena dampak dari


“The Great Depression”, masa tahun 1930-an mengalami periode konflik antar-
kelas yang sangat besar.38 Salah satu alasan yang mungkin terjadi adalah cara

36
A New Society Economic & Social Change [Internet]. [cited 2017 Oct 28]. Available
from: https://www.cliffsnotes.com/study-guides/history/us- history-ii/america- in-the-
twenties/a-new- society-economic--social-change
37
The Red Scare in the 1920 - History Learning Site [Internet]. [cited 2017 Oct 28].
Available from: http://www.historylearningsite.co.uk/modern-world- history-1918- to-
1980/america-1918- 1939/the-red- scare-in- the-1920/
38
The Red Scare in the 1920 - History Learning Site [Internet]. [cited 2017 Oct 28].
Available from: http://www.historylearningsite.co.uk/modern-world- history-1918- to-
1980/america-1918- 1939/the-red- scare-in- the-1920/

29
tanggapan konflik berbeda diantara individu kelas atas dan kelas bawah. Kelas atas
secara keseluruhan masih mempertahankan sebagian besar dari kekayaan yang
mereka miliki sebelum peristiwa tersebut, dan dalam kebanyakan kasus tidak
menderita pengangguran. Sebagai cara untuk menampilkan kemakmuran mereka
yang menerus dalam menghadapi penderitaan nasional, banyak penduduk kalangan
kelas atas mulai memamerkan kekayaan mereka lebih dari sebelumnya. Kelas
menengah kebawah, dimana banyak di antaranya dipecat dari pekerjaan oleh karena
“The Great Depression” terkejut dan marah dengan tampilan kekayaan mewah ini.39

Kelas-kelas atas mulai membenci penduduk kelas menengah kebawah lebih


dari sebelumnya terutama karena program “New Deal”, yang mendapat dananya
dari uang pajak kelas atas. Mereka melihat program semacam itu sebagai sesuatu
yang tidak adil, bukanlah sesuatu yang merupakan tanggung jawab mereka untuk
menyediakannya.

Di tengah ketegangan ini, konflik antara kelas seringkali menjadi sangat


serus hingga melibatkan kekerasan, terutama dalam kasus demo pekerja. Penduduk
Amerika kelas atas, yang terpicu oleh Revolusi Rusia, takut pada kemungkinan
bahwa para pekerja dari kelas menengah kebawah bergabung dengan partai
Komunis.40

Tahun 1940-an adalah masa pertumbuhan dan perubahan bagi Amerika


Serikat, yang dipicu oleh perang dunia kedua. Para cendekiawan-cendekiawan
Eropa melarikan diri dari zona konflik, membawa gagasan baru bersama mereka
yang membantu Amerika Serikat berkembang setelah perang dunia kedua berakhir.
Juga disebabkan oleh perang dunia kedua, sentimen anti-Jerman dan anti-Jepang

39
Class in the 1930’s [Internet]. [cited 2017 Oct 28]. Available from:
http://xroads.virginia.edu/~ug02/newyorker/class.html
40
The 1930s Lifestyles and Social Trends Overview - U [Internet]. [cited 2017 Oct 28].
Available from:
http://ic.galegroup.com/ic/uhic/ReferenceDetailsPage/ReferenceDetailsWindow?displayG
roupName=Reference&zid=f650d58a1576fdd18fbb94c1d4352391&p=UHIC%3AWHI
C
&action=2&catId=&documentId=GALE%7CCX3468301229&source=Book
mark&u=nys
l_ro_rush&jsid=621aa65cb8b5200e6a9d6944d43bc69f

30
meningkat, menyebabkan banyak orang jerman dan jepang menderita serangan
diskriminatif.

Dengan kebanykan pria berperan di perang dunia, wanita mengambil banyak peran
baru di Amerika Serikat. Pabrik-pabrik yang dibutuhkan untuk menghasilkan
bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pertempuran mempekerjakan para wanita, dan
mereka juga dipekerjakan di berbagai macam tempat untuk menjaga ekonomi
negara pada masa perang. 4 juta wanita dipekerjakan untuk pekerjaan kantor, dan
2,5 juta wanita bekerja di berbagai macam pabrik. Bahkan saat bekerja, wanita
masih memenuhi peran ibu rumah tangga sampai batas tertentu. Tidak semua
wanita pergi bekerja, beberapa masih tinggal di rumah bersama keluarga yang
mereka miliki sebelum perang dimulai.41

Masa tahun 1950-an adalah masa kemakmuran, harapan dan juga masa ketakutan
akan serangan nuklir, yang disebabkan oleh perang dingin diantara Amerika dan
Uni Soviet. Dikenal sebagai dekade "Baby Boom", sekitar 4 juta bayi lahir setiap
tahun selama dekade ini, yang disebabkan oleh banyak tentara yang pulang dari
perang dunia kedua.42 Investasi di bidang infrastruktur seperti jalanan baru,
teknologi komputer dan kemajuan militer menghasilkan ekonomi yang terus
menerus berkembang. Tahun 1950-an menandai perubahan dramatis dalam
kebijakan dan undang-undang yang terkait dengan hak-hak sipil. Dimana para
penduduk-penduduk berkulit hitam mulai dapat hak-hak yang sama dengan
populasi kulit putih, dan proses de-segregasi dimulai.43

Ketegangan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat mengakibatkan ketakutan akan
serangan nuklir yang meluas. Rasa panik tentang penyebaran komunisme
diperdalam dengan dimulainya Perang Korea pada tahun 1950. Banyak keluarga

41
The 1940s An Extreme Society - Mibba [Internet]. [cited 2017 Oct 28]. Available from:
http://www.mibba.com/Articles/History/5102/The-1940s- An-Extreme- Society/
42
America’s Social Conditions in the 1950s _ Synonym [Internet]. [cited 2017 Oct 28].
Available from: http://classroom.synonym.com/americas-social- conditions-1950s-
18192.html
43
Society in The 1950s [Internet]. [cited 2017 Oct 28]. Available from:
https://www.shmoop.com/1950s/society.html

31
kelas menengah membangun tempat penampungan bom nukir dengan harapan bisa
bertahan dari sebuah bom atom. Sekolah mengajarkan kepada anak-anak apa yang
harus dilakukan jika terjadi serangan bom atom, dan literatur tentang cara bertahan
hidup bila berhadapan dengan serangan nuklir didistribusikan secara luas pada
penduduk negara. Pemerintah negara juga berharap bahwa tindakan mendorong
penduduk Amerika untuk bersiap-siap dalam kejadian serangan nuklir akan
meningkatkan dukungan publik untuk investasi dana tambahan kepada senjata
nuklir Amerika Serikat.44

Konsep Tentang Hukum


Teori kritis yang diinformasikan oleh Nietzsche, Marx, Freud dan Foucault
meninggalkan kerangka teoretis dari yurisprudensi apologetis. Perpecahan,
bipolaritas antara hukum dan kekuasaan, legalitas dan legitimasi, norma dan
pengecualian secara ideologis dibangun dan hanya nyata. Hukum dan kekuasaan
mengikuti strategi operasi yang sama dan termasuk dalam rezim makna yang sama.
Kedua bidang saling terkait erat, keduanya terkait dalam proyek gabungan untuk
membangun subjek (legal) dengan beroperasi pada zoe, kehidupan manusia.

Hukum berhubungan erat dengan kekuatan dan kekuatan. Seperti yang


dikatakan oleh Walter Benjamin, dalam kerja kerasnya meniru yurisprudensi
'Critique of Violence', kekerasan menemukan dan mempertahankan hukum.
Kekerasan pendirian hukum dulu. Sebagian besar konstitusi modern diperkenalkan
terhadap protokol legalitas konstitusional yang ada pada saat diadopsi, sebagai hasil
revolusi, pemisahan diri, kemenangan atau kekalahan dalam perang atau penjajahan
kolonial. Kekerasan revolusioner menunda hukum dan konstitusi dan
membenarkan dirinya sendiri dengan mengklaim mendirikan negara baru, sebuah
konstitusi yang lebih baik dan undang-undang yang adil untuk menggantikan sistem

44
America’s Social Conditions in the 1950s _ Synonym [Internet]. [cited 2017 Oct 28].
Available from: http://classroom.synonym.com/americas-social- conditions-1950s-
18192.html

32
korup atau tidak bermoral yang diberlakukannya pemberontakan. Pada saat
terjadinya, kekerasan akan dikutuk sebagai tindakan ilegal, brutal, jahat.

Tetapi bila berhasil, kekerasan revolusioner akan secara sah dilegalkan


secara retrospektif sebagai alat untuk mengakhiri transformasi sosial dan hukum.
Sebagian besar sistem hukum adalah hasil dari kekuatan, keturunan perang,
revolusi, pemberontakan atau pendudukan. Kekerasan pendirian ini dapat
diundangkan kembali dalam kontes besar yang merayakan pembangunan bangsa
dan negara atau dilupakan dalam tindakan penegakan undang-undang baru dan
interpretasi konstitusi baru.

Bahkan dalam sistem hukum yang mapan dan demokratis, bayang-bayang


kekerasan yang populer dari negara dan menggerakkan undang-undang tersebut
dengan cara yang tidak dapat diprediksi dan tidak diinginkan untuk cara-cara yang
ampuh. Undang-undang tersebut menerima hak terbatas untuk melakukan
demonstrasi dan mogok dan dalam pengertian ini mengakui, dengan cara yang
enggan dan takut, bahwa kekerasan tidak dapat dituliskan dalam sejarah. Selama
kekacauan publik dan protes dalam pemogokan para penambang, demonstrasi anti-
globalisasi, pemberontakan Desember di Yunani, para komentator mengecam para
pemrotes yang menyebut mereka 'tidak demokratis', kekerasan mereka 'tidak
berperasaan'.

Argumennya adalah bahwa dalam peraturan demokrasi dan peraturan negara bagian
barat, orang memiliki instrumen yang cukup untuk memberi tekanan pada
pemerintah dan mengubah kebijakan dan undang-undang melalui jalur demokratis
yang ada. Namun, sejarah Barat penuh dengan protes dan huru-hara dan pemogokan
yang dikutuk karena pada saat itu, sangat berkontribusi terhadap kebebasan dan hak
yang kita anggap remeh.

Hukum masyarakat menurut C.Wright Mills

Mills menulis “The Power Elite”, mengidentifikasi individu tertentu sebagai


'kelas atas nasional' yang memiliki sebagian besar kekayaan negara, mengelola

33
bank dan perusahaannya, mengendalikan universitas dan media massa dan staf
beberapa posisi dengan peringkat tertinggi di pemerintahan dan pengadilan. Mills
selanjutnya menjelaskan bahwa elit ini sering bergerak dengan lancar di antara
posisi di dalam tiga ranah pengendali. Misalnya, Hillary Clinton pindah dari posisi
wanita pertama ke presiden menjadi sekretaris negara. Mitt Romney pindah dari
dunia usaha ke gubernur dan bahkan calon presiden. Mills mencatat bahwa elit
kekuasaan ini biasanya adalah orang-orang yang berinteraksi satu sama lain secara
teratur dan biasanya mengadakan pandangan politik dan ekonomi yang sama atau
agenda.

Banyak ahli teori elit kekuasaan sebenarnya berpendapat bahwa tidak ada
yang namanya demokrasi sejati karena beberapa individu ini memiliki begitu
banyak kekuatan sehingga keinginan orang-orang biasa tidak dapat didengar. Para
teoretikus ini percaya bahwa mereka yang berada di puncak begitu jauh dari rata-
rata orang dan mereka begitu kuat sehingga tidak ada persaingan yang benar untuk
mereka. Jadi, biasanya mereka cenderung mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Kelompok Elit menurut C.Wright Mills

Menurut Mills, "elite elit" yang eponymous adalah mereka yang menempati
posisi dominan, di institusi dominan (militer, ekonomi dan politik) dari negara yang
dominan, dan keputusan mereka (atau kurangnya keputusan) memiliki konsekuensi
yang sangat besar, tidak hanya untuk populasi AS tapi, "populasi utama dunia."

Mills mengidentifikasi dua kelas alumni Ivy League, yang diinisiasi


menjadi persaudaraan eselon atas atau klub final, seperti Porcellian and Fly Club,
dan mereka yang tidak. Mereka yang diprakarsai, Mills melanjutkan, menerima
undangan mereka berdasarkan tautan sosial yang pertama kali didirikan di akademi
persiapan swasta elit, di mana mereka terdaftar sebagai bagian dari tradisi keluarga
antebellum. Dengan cara ini, mantel elit umumnya melewati keluarga. Keluarga
historis yang menonjol, seperti keluarga Kennedy, membentuk "Metropolitan 400."
Tampil di sini adalah Rose dan Joseph Kennedy pada tahun 1940.Elit yang
dihasilkan, yang mengendalikan tiga institusi dominan (militer, ekonomi dan sistem

34
politik) pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi satu dari enam jenis,
menurut Mills:

Mills berpendapat bahwa sekelompok kecil pria di dalam bidang politik,


militer dan perusahaan - elit kekuasaan - membuat 'keputusan yang bergema ke
semua bidang kehidupan Amerika' (Summers 2006).

Gagasan hukum yang diremehkan C.Wright Mills

C. Wright Mills meremehkan gagasan seperti kelas penguasa - yang dia


gambarkan sebagai 'frase yang sangat padat'. Baginya teori yang mendasari gagasan
'kelas penguasa' tidak memberi cukup otonomi pada tatanan politik. Dalam
memahami hal ini, kita dapat melihat pengaruhnya di The Power Elite dari Max
Weber (tidak disangka mengingat karya yang dia dan Hans Gerth lakukan). Dia

merasa masyarakat perlu berubah dan perubahan itu akan terjadi melalui mereka
yang memiliki pengetahuan dan menggunakannya dengan benar. Dia merasa bahwa
berpikir kritis adalah sarana untuk mendapatkan pengetahuan penting ini dan,
dengan demikian, menggunakan pemikiran ini untuk menciptakan apa yang dia
sebut imajinasi sosiologis.

35
Kesimpulan Teori
Dari pemikiran tentang negara, C.Wright Mills mendapat bahwa negara
dapat dikatakan dalam 4 kata: power (kekuasaan), politics (politik), people
(masyarakat), dan knowledge (pengetahuan). Mills mempunyai karakter yang
sangat mempercayai dirinya sendiri terhadap pandangan-pandangannya yaitu
bahwa sosiologi merupakan performa dari seorang manusia. Mills telah berjuang
untuk mencari makna-makna dari kata-kata yang ia sebutkan, dengan filosofi sosial,
penyerapan ilmu sosial dan penelitian empirikal yang ia dapati. Tetapi, dukungan
publik terhadap Mills di awal karir sangat sedikit, bukan karena akibat sifat dan
karakternya tetapi karena kemampuan Mills untuk tidak berpihak pada
parokialisme, sekularisasi semu, dan karakteristik lingkaran setan dari kelompok
ilmu sosial Amerika yang telah membuat pandangan berbeda terhadap Mills
dibandingkan orang lain.

Power (kekuasaan) merupakan keputusan yang diambil oleh manusia untuk


mencakup aturan hidup mereka. Pengambilan keputusan tidak berdasarkan pada
akal budi atau kesadaran moral seseorang manusia, tetapi karena kekuasaan lainnya
seperti coercion (paksaan fisik), otoritas, manipulasi. Politik merupakan media
yang bebas bagi organisasi independen untuk menjadi jembatan antara masyarakat
tingkat rendah dan menegah dengan para penguasa yang akan mengambil
keputusan tingkat tinggi, sehingga terjadi komunikasi. Sistem politik ini
membutuhkan orang-orang yang cerdas dan memiliki karya terkenal. People
(masyarakat) diartikan di sebuah negara adalah sebagai asosiasi yang terlibat dan
merupakan bebas antara keluarga, komunitas kecil dan masyarakat dengan para
penguasa politik, militer dan ekonomi. Pandangan Mills dalam pemusatan
kekuasaan dan pengambilan keputusan sebagai petunjuk utama bagi masyarakat
untuk melihat dasar parelisme Amerika, sehingga keputusan menurut Mills adalah
makna sebenernya dari mengukir sejarah.

Dari Masyarakat, kekuasaan, legitimasi; C Wright Millis, menjelaskan teori


kekuasaan sebagai seorang manusia terbatas di kehidupan sehari-hari. Pada rakyat

36
biasa kekuasaan dibatasi oleh tempat tinggal, pekerjaan, keluarga dan lingkungan.
Untuk masyarakat modern banyak diantara mereka tidak memiliki tujuan
dikarenakan ketidak berdayaan akan kekuasaan. Dalam pengaruh kekuasaan elite,
terdapat tiga hal yang berperan penting seperti ekonomi, politik dan militer. Untuk
mengerti kekuasaan elite, terdapat tiga kunci utama; yaitu anggota dari kekuasaan
elite, penguasa yang memfasilitasi dan persatuan kaum elite. Untuk teori legitimasi,
perekonomian membutuhkan kontrol atas keputusan yang dibuat oleh negara, oleh
karena itu legitimasi politik dapat diperoleh demi aktivitas ekonomi perusahaan.
Opini publik dan saran atas suatu aksi dapat sebernya memiliki kekuatan hukum,
hal ini penting sebagai otonomi yaitu legitimasi demokratis. Teori masyarakat oleh
Mills, bahwa dalam setiap komunitas selalu ditemukan masyarakat tingkat atas dan
bawah. Klasifikasi seseorang dilihat dari nilai dan pengalaman yang dibagi dari
strata yang terdapat empat kunci utama yaitu pekerjaan, kelas, status dan
kekuasaan.

Untuk teori Demokrasi oleh Mills, demokrasi seharusnya bertujuan untuk


mencapai kesejahteraan bersama. Tetapi demokrasi tersebut berpihak kepada para
elit penguasa. Mills mengatakan bahwa di antara masyarakat yang plural terdapat
suatu kelompok dari tersebut yang akan menjadi penguasa dan kaum penguasa
negara selalu terdapat dari golongan kelompok kaum pembisnis, militer dan politik.
Keputusan elite sangat mempengaruhi kehidupan kaum lain dalam suatu
lingkungan masyarakat. Kekuasaan kelompok elite dapat mengambil keputusan
tanpa memikirkan pemilihan dan opini dari publik. Menurut Mills terdapat enam
kondisi penting dalam mempertahakan negara demokratis modern, yaitu publik
seharusnya mengetahui permasalahan yang sedang terjadi dan terlibat aktif dalam
perdebatan, publik harus memperdebatkan isu-isu secara jelas dan tebuka,
administrasi pegawai sipil yang independen atau berdiri sendiri terlepas dari
kepentingan pribadi dari suatu kelompok, kemampuan intelektual, baik yang berada
di dalam maupun di luar akademisi, media massa harusnya menjadi media
komunikasi yang menginformasikan perdebatan yang terjadi dan mampu
menjermahkan dan memberikan sumber informasi yang pantas dan asosiasi bebas

37
yang memiliki kemampuan untuk menghubungan individual dengan organisasi dari
pemerintah.

Untuk teori monarki oleh C.Wright Mills, bahwa kekuasaan absolut berada
di tangan seseorang. Menurutnya tuan tanah diangap satu-satunya penguasa dan
kekuasaanya mewakili semua kaum minoritas serta kaum budah secara mutlak yang
disingkirkan dunia perpolitikan. Dalam kemajuan dunia yang penuh berpolitik,
kaum borjuis terbentuk yang menjadi musuh dari kaum bangsawan dan monarki
absolut. Kewenangan negara modern tidak lebih dari sebuah pembentukan komite
untuk administrasi urusan konsolidasi kelas borjuis secara keseluruhan. Pada
akhirnya pembentukan kaum borjuis sama saja dengan monarki absolut yaitu untuk
kepentingan golongan mereka sendiri. Mills berpendapat bahwa kekuasaan tidak
dimiliki oleh dirinya sendiri secara absolut, tidak secara individual. Sistem monarki
yang dikatakan oleh Mills, bukanlah monarki yang biasanya tetapi yaitu
pembentukan pemerintahan dimana kekuasaan dimiliki satu golongan yang disebut
sebagai kelompok elit yang secara tidak langsung memegang kekuasaan absolut
tersebut. Kekuasaan absolut tersebut diperoleh secara tidak langsung dari media
massa yang diformat secara politik dan dipengaruhi oleh ekonomi. Mills juga
mengukapakan bahwa kaum menegah tidak banyak mempertanyakan mengenai
aturan yang dibuat oleh kelompok elit, sebab hal ini membuat mereka seperti
menjadi budak yang secara pasrah hanya memberikan kekuasaan kepada kelompok
elit.

Untuk teori liberalisme, filosofi dan sosial dari Mills dapat dimengerti dan
didiskusikan sebagai artikulasi dari cita-cita yang dimana tidak dipentingkan
mengenai tingkat generalitas nya, beroperasi sebagai optik moral dan kumpulan
dari panduan-panduan yang dapat digunakan oleh manusia untuk mengambil suatu
keputusan. Teori yang bersifat implisit maupun eksplisit mengenai bagaimana suatu
komunitas sosial berjalan dan bekerja dalam menyelesaikan konflik-konflik yang
timbul dan fenomena sosial sebagai ideologi atau retorika politik. Liberalisme
sebagai kumpulan dari cita-cita yang masih dapat dipertimbangkan dan digunakan
bahkan menarik bagi para masyarakat-masyarakat barat. Dalam hal ini, semua

38
orang dapat dengan mudah setuju terhadap suatu keputusan umum. Dalam
hubungan ideologi dengan ekonomi menurut Mills, pemikiran ekonomi politik de
Sales belum adekuat dimana dapat dilihat dari fakta bahwa dia melihat kolektivisme
sebagai suatu dari tiga tren mayor di dunia.

Teori hukum masyarakat bedasarkan C.Wright Mills, mengatakan bahwa


kelas elit ini sering bergerak dengan lacar di antara posisi di dalam tiga ranah
pengendali. Mills mencatat bahwa kekuasaan ini biasanya adalah orang-orang yang
berinteraksi sau sama lain secara teratur dan biasanya mengadakan pandan politik
dan ekonomi yang sama atau agenda. Lalu, teori kelompok elit menurutnya adalah
mereka yang menempati posisi dominan, di institusi dominan seperti di militer,
ekonomi dan politikd dari negara yang domoninan mereka yang mengambil
keputusan yang disebut sebagai “populasi utama dunia”. Dari gagasan hukum yang
diremehkan C.Wright Mills, teorinya Mills mengatakan bahwa “kelas penguasa”
tidak memberi cukup otonomi pada tatanan politik. Dalam memahami hal tersebut
kita dapat melihat pengaruhnya di The Power Elite dari Max weber. Dia merasa
masyarakat perlu berubah dan perubahan itu akan terjadi melalui mereka yang
memiliki pengetahuan dan menggunakan dengan benar. Menurut Mills, berpikir
kritis merupakan sarana untuk mendapatkan pengetahuan penting ini dan demikian
melalui pikiran ini terlahirkan sebutan imajinasi sosiologis.

Implikasi Tentang Konsep Negara dan Hukum di Indonesia


Terdapat beberapa teori Charles Wright Mills yang dapat diimplikasikan di
Indonesia salah satunya adalah teorinya tentang psikologis sosial akibat kegelisahan
dan masalah individu yang dihadapi sehingga mengakibatkan perubahan pada
keadaan sosial yang ada dalam masyarakat Indonesia. Setiap manusia pasti tentunya
memiliki tujuan hidupnya masing-masing dan ingin mencapainya dengan cara
tertentu. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan tingkatan kegelisahan dan
problem yang dihadapi dikarenakan perbedaannya tujuan hidup. Semakin
kompleks tujuan hidup yang ingin dicapai maka akan semakin rumit masalah yang
akan dihadapi menyebabkan semakin gelisahnya suatu individu.

39
Kekuasaan elit pun turut berperan di Indonesia dimana terdapat piramida
kekuasaan yang menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat. Kekuasaan itu sendiri
merupakan keputusan yang diambil manusia mengenai jalan hidup mereka. Hal
terpenting dalam kekuasaan adalah pengambilan keputusan dimana pengambilan
keputusan ini tidak hanya didasarkan pada akal budi atau kesadaran moral seorang
manusia dikarenakan moral manusia dapat dimanipulasi oleh lingkungan
sekitarnya.

Bagian paling puncak yang diduduki elit berkuasa di Indonesia yakni elit
yang menguasai tiga sektor yaitu pengusaha, penguasa, dan militer. Pengusaha-
pengusaha di Indonesia merupakan salah satu contoh dimana yang kaya akan
semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Hal ini dapat dilihat dari
kehidupan kota Jakarta dimana walaupun infrastruktur sudah semakin maju tetapi
masih banyak masyarakat yang belum mencapai kecukupan ekonomi. Pendidikan
yang belum merata menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan terdapatnya
jenjang antara yang berpendidikan tinggi dengan yang berpendidikan rendah.
Penguasa seperti penduduk yang terpilih untuk menduduki jabatan dalam badan
pemerintahan masih tergolong banyak yang memanfaatkan kekuasaannya untuk
kepentingan pribadi tanpa memikirkan kepentingan Bersama. Contohnya saat jalan
raya terlibat kemacetan banyak penguasa yang menggunakan jasa iring-iringan
dengan polisi agar dapat melewati kemacetan. Hal ini tentu membuat orang yang
bukan penguasa mempunyai banyak pikiran negatif dimana belum tentu para
penguasa tersebut memang mempunyai keperluan terdesak. Di sisi lain terkadang
ada beberapa ambulans yang memang sedang terdesak untuk membawa pasien
kegawatdaruratan tanpa adanya iringan polisi agar dibukakan jalan. Tentu dapat
dipertimbangkan lagi dengan baik oleh pemerintah agar dapat memprioritaskan apa
yang seharusnya diprioritaskan. Dalam militer pun gerap masih banyak yang
menyalahgunakan wewenangnya sebagai pelindung negara seperti menggunakan
jalur yang tidak seharusnya dilewati serta mendapatkan kekebalan hukum dalam
kondisi tertentu.

40
Kemudian bagian kedua dari puncak adalah pemimpin opini lokal, cabang
legislatif pemerintah, dan beragam kelompok kepentingan seperti ulama atau ustad,
pemimpin organisasi masyarakat. Individu pada kelompok ini umumnya dipandang
masyarakat baik terdapat pihak yang pro maupun pihak yang kontra. Tentunya hal
ini kadang mengarahkan masyarakat tidak selalu ke arah yang positif tetapi juga
dapat menjadi negatif. Salah satunya diakibatkan oleh kurangnya pendidikan pada
golongan masyarakat menengah kebawah yang terpengaruh oleh opini lokal yang
beredar secara luas dalam dunia jurnalisme di Indonesia. Seringkali masyarakat
golongan ini mempercayai suatu hal yang belum tentu kebenarannya sehingga
mengakibatkan pertikaian pihak pro dan kontra. Kelompok kepentingan yang
beredar di masyarakat sangat beragam dari berbagai aspek mulai dari agama,
budaya, politik, sosial, dan masih banyak lagi. Kelompok kepentingan ini memiliki
kemampuan dominasi dikarenakan banyaknya anggota yang berpengaruh didalam
suatu kelompok tersebut.

Lapisan terakhir dari puncak elit kekuasaan adalah orang yang tidak
memiliki kekuasaan dan orang yang tidak terorganisasi baik dalam segi hal
ekonomi maupun politik. Lapisan ini merupakan lapisan yang tidak bisa dibilang
pasif melainkan tidak memiliki wewenang untuk merubah keputusan-keputusan
yang telah ditetapkan pemerintah. Hak-hak yang dimiliki lapisan ini merupakan hak
yang seadanya tanpa adanya keistimewaan. Terkadang apabila orang dari golongan
ini bermaksud untuk melakukan suatu perubahan mengakibatkan tertindasnya
orang tersebut dikarenakan kurangnya kemampuan untuk mendominasi lingkungan
sekitarnya.

Teori lain yang dapat diimplikasikan di Indonesia adalah liberalisme.


Indonesia menurut Charles Wright Mills merupakan negara yang mempunyai
berbagai macam budaya dimana semua budaya ini tidak memiliki hierarki
melainkan bekerja sinergis secara bersama dalam kehidupan bermasyarakat.
Awalnya liberalisme merupakan kumpulan cita-cita yang masih dapat
dipertimbangkan dan dipergunakan, bahkan menarik bagi masyarakat barat. Oleh
karena di Indonesia kebebasan berpendapat masih sulit karena dapat menimbulkan

41
konflik maka liberalisme di Indonesia masih kurang diterapkan. Hal ini dikarenakan
liberalisme dianggap sebagai sifat yang digunakan oleh orang mengenai
kepentingan yang bertolak-belakang dan perbedaan keputusan.

Akan tetapi, liberalisme tidak dapat dihilangkan begitu saja hanya karena
digunakan sebagai denominasi yang umum bagi retorika politik. Liberalisme dapat
bertindak sebagai artikulasi dalam kehidupan duniawi masyarakat, menekan sifat-
sifat individual yang tidak ternilai, dan memperjuangkan hak-hak setiap individu
untuk setuju dengan hukum yang mudah dimengerti. Para penganut liberalisme
menanggap bahwa manusia sudah seharusnya dapat mengatur takdir kehidupan
masing-masing karena derajat setiap manusia itu sama. Sebagai contoh, setiap
manusia memiliki kepercayaannya masing-masing, hak untuk memilih
kepercayaan tersebut sudah merupakan sebuah liberalisme bagi manusia tersebut.
Kepercayaan tidak dapat dipaksakan hanya karena seseorang tidak mempercayai
hal yang lainnya. Liberalisme dalam konteks ini berarti juga terbuka akan segala
perbedaan yang ada dan mau menerima perbedaan tersebut. Pada tahun-tahun
sebelumnya di Indonesia pada Kartu Tanda Penduduk agama yang tertera
jumlahnya terbatas padahal masih banyak daerah-daerah kecil di Indonesia yang
menganut kepercayaan daerahnya sendiri. Hal ini menentang liberalisme seseorang
untuk memiliki kepercayaan yang dianutnya. Akan tetapi, baru-baru ini sudah
mulai diberlakukan pencantuman tulisan Penghayat Kepercayaan di Kartu Tanda
Penduduk dan Kartu Keluarga. Ini merupakan sebuah kemajuan dalam liberalisme.

Teori Hukum tentu tidak lepas dari implikasi di Indonesia dikarenakan


Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki hukum yang ketat. Ahli teori
banyak berpendapat bahwa tidak ada demokrasi sejati dikarenakan adanya kaum
mayoritas dan minoritas dimana beberapa individu dapat memiliki banyak kekuatan
sedangkan individu lainnya tidak memiliki kekuatan. Hukum berhubungan erat
dengan persaingan antar kekuatan. Sebagian besar sistem hukum terbentuk dari
kekuatan, keturunan perang, revolusi, pemberontakan atau pendudukan.

42
Di Indonesia pada era sebelum kemerdekaan banyak terjadi pemberontakan
sehingga dulu hukum masih dianggap remeh. Pada era modern ini hukum masih
dapat berubah-berubah dimana yang dulunya tidak diberlakukan hukum mati, tetapi
sekarang hukum mati diberlakukan. Hal ini diakibatkan kurangnya pemikiran kritis
masyarakat Indonesia sehingga menyebabkan tidak konsistennya suatu keputusan
karena diputuskan tanpa pemikiran yang matang. Pemikiran kritis menurut Mills
merupakan sarana untuk mendapatkan pengetahuan penting karena melalui pikiran
dapat dilahirkan suatu imajinasi sosiologis.

Konklusi
Dari pemikiran tentang negara, C.Wright Mills mendapat bahwa negara
dapat dikatakan dalam 4 kata: power (kekuasaan), politics (politik), people
(masyarakat), dan knowledge (pengetahuan). Power (kekuasaan) merupakan
keputusan yang diambil oleh manusia untuk mencakup aturan hidup mereka.
Pengambilan keputusan tidak berdasarkan pada akal budi atau kesadaran moral
seseorang manusia karena adanya paksaan dari kaum elit. People (masyarakat)
diartikan di sebuah negara adalah sebagai asosiasi yang terlibat dan merupakan
bebas antara keluarga, komunitas kecil dan masyarakat dengan para penguasa
politik, militer dan ekonomi. Untuk masyarakat modern banyak diantara mereka
tidak memiliki tujuan dikarenakan ketidak berdayaan akan kekuasaan. Untuk
mengerti kekuasaan elite, terdapat tiga kunci utama; yaitu anggota dari kekuasaan
elite, penguasa yang memfasilitasi dan persatuan kaum elite. Untuk teori legitimasi,
perekonomian membutuhkan kontrol atas keputusan yang dibuat oleh negara
sehingga dapat digunakan oleh kaum bisnis untuk mencapai agendanya sendiri.
Teori masyarakat oleh Mills, bahwa dalam setiap komunitas selalu ditemukan
masyarakat tingkat atas dan bawah yang ditentukan oleh pekerjaan, kelas, status
dan kekuasaan.

Demokrasi seharusnya bertujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama.


Tetapi demokrasi tersebut berpihak kepada para elit penguasa yaitu, golongan
kelompok kaum pembisnis, militer dan politik. Kekuasaan kelompok elite dapat

43
mengambil keputusan tanpa memikirkan pemilihan dan opini dari publik. Untuk
teori monarki oleh C.Wright Mills, kekuasaan absolut berada di tangan seseorang.
Kekuasaan negara modern tidak lebih dari sebuah pembentukan komite untuk
administrasi persatuan kelas borjuis. Kaum borjuis sama saja dengan monarki
absolut yaitu untuk kepentingan golongan mereka sendiri. Sistem monarki yang
dikatakan oleh Mills, bukanlah monarki yang biasanya tetapi yaitu pembentukan
pemerintahan dimana kekuasaan dimiliki satu golongan yang disebut sebagai
kelompok elit yang secara tidak langsung memegang kekuasaan absolut tersebut
yang diperoleh dari media masssa yang terpengaruh oleh ekonomi. Kaum
menengah mengikuti aturan yang dibuat oleh kelompok elit, menjadi budak pasrah
hanya memberikan kekuasaan kepada kelompok elit.

Untuk teori liberalisme, filosofi dan sosial dari Mills dapat dimengerti dan
didiskusikan sebagai penyampaian dari cita-cita yang dimana tidak dipentingkan
mengenai tingkat generalitas nya, beroperasi sebagai optik moral dan kumpulan
dari panduan-panduan yang dapat digunakan oleh manusia untuk mengambil suatu
keputusan. Teori hukum masyarakat bedasarkan C.Wright Mills, mengatakan
bahwa kelas elit ini sering bergerak dengan lacar di antara posisi di dalam tiga ranah
pengendali. Lalu, teori kelompok elit menurutnya adalah mereka yang menempati
posisi dominan; mengendalikan militer, ekonomi dan politik negara yang disebut
sebagai “populasi utama dunia”. Max weber merasa masyarakat perlu berubah dan
perubahan itu akan terjadi melalui mereka yang memiliki pengetahuan dan
menggunakan dengan benar.

Implikasi teori C Wright Mills di Indonesia salah satunya adalah teorinya


tentang psikologis sosial akibat kegelisahan dan problem individu yang dihadapi
mengakibatkan perubahan pada keadaan sosial Indonesia. Kekuasaan elit pun turut
berperan di Indonesia dimana terdapat piramida kekuasaan yang menjadi fondasi
kaum dominan di masyarakat. Pengusaha-pengusaha di Indonesia merupakan salah
satu contoh dimana yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin
miskin. Hal ini dapat dilihat dari kehidupan kota Jakarta dimana walaupun
infrastruktur sudah semakin maju tetapi masih banyak masyarakat yang belum

44
mencapai kecukupan ekonomi. Pendidikan yang belum merata menjadi salah satu
faktor yang mengakibatkan terdapatnya kesenjangan antara yang berpendidikan
tinggi dengan yang berpendidikan rendah. Hal ini tidak dibantu oleh penguasa yang
mementingkan keuntungan dirinya sendiri dibanding masyarakat. Contohnya saat
jalan raya terlibat kemacetan banyak penguasa yang menggunakan jasa iring-
iringan dengan polisi agar dapat melewati kemacetan. Di sisi lain terkadang ada
beberapa ambulans yang memang sedang terdesak untuk membawa pasien
kegawatdaruratan tanpa adanya iringan polisi agar dibukakan jalan. Tentu dapat
dipertimbangkan lagi dengan baik oleh pemerintah prioritas jalan. Dalam militer
pun gerap masih banyak yang menyalahgunakan wewenangnya sebagai pelindung
negara mendapatkan kekebalan hukum dalam kondisi tertentu.

Kemudian bagian kedua dari puncak adalah pemimpin opini lokal, cabang
legislatif pemerintah, dan beragam kelompok. Individu pada kelompok ini
umumnya dipandang masyarakat oleh dua sisi yang saling bertolak belakang. Salah
satunya diakibatkan oleh kurangnya pendidikan pada golongan masyarakat
menengah kebawah yang terpengaruh oleh propaganda lokal. Kelompok
kepentingan ini memiliki kemampuan dominasi dikarenakan banyaknya dan
gampangnya anggota yang terpengaruh di kelompok tersebut. Lapisan terakhir dari
puncak elit kekuasaan adalah orang yang tidak memiliki kekuasaan dan orang yang
tidak terorganisasi baik dalam segi hal ekonomi maupun politik. Lapisan tidak
memiliki wewenang untuk merubah keputusan-keputusan yang telah ditetapkan
pemerintah karena ketidak mampuan untuk mempengaruhi opini orang sekitarnya.

Teori lain yang dapat diimplikasikan di Indonesia adalah liberalisme.


Indonesia merupakan negara yang beragam budaya namun tidak memiliki hierarki
melainkan bekerja sinergis seperti motto Negara ini, Bhineka Tunggal Ika.
Liberalisme dapat bertindak sebagai artikulasi dalam kehidupan duniawi
masyarakat, menekan sifat-sifat individual yang tidak ternilai, dan
memperjuangkan hak-hak setiap individu untuk setuju dengan hukum yang mudah
dimengerti. Para penganut liberalisme menanggap bahwa manusia sudah
seharusnya dapat mengatur takdir kehidupan masing-masing karena derajat setiap

45
manusia itu sama. Sebagai contoh, setiap manusia memiliki kepercayaannya
masing-masing, hak untuk memilih kepercayaan tersebut sudah merupakan sebuah
liberalisme bagi manusia tersebut. Liberalisme dalam konteks ini berarti juga
terbuka akan segala perbedaan yang ada dan mau menerima perbedaan tersebut.

Teori Hukum tentu tidak lepas dari implikasi di Indonesia dikarenakan Indonesia
sendiri merupakan negara yang memiliki hukum yang ketat. Ahli teori banyak
berpendapat bahwa tidak ada demokrasi sejati dikarenakan adanya kaum mayoritas
dan minoritas dimana beberapa individu dapat memiliki banyak kekuatan
sedangkan individu lainnya tidak memiliki kekuatan. Pada era modern ini hukum
masih dapat berubah-berubah dimana yang dulunya tidak diberlakukan hukum
mati, tetapi sekarang hukum mati diberlakukan. Hal ini diakibatkan kurangnya
pemikiran kritis masyarakat Indonesia sehingga menyebabkan tidak konsistennya
suatu keputusan karena diputuskan tanpa pemikiran yang matang.

46
Daftar Pustaka
1234567891011121314

1. Reissman L, Mills CW. The Power Elite. Am Sociol Rev. 1956;21(4):513.


2. Treviño AJ. Mills, Charles Wright (1916–62). In: International
Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences. 2015. p. 533–8.
3. Ferrarotti F. C. Wright Mills and the Caricature of Marxism. Crit Sociol.
1969;11:140–2.
4. Hutchins RM. The Higher Learning in America. Society. 1996;33(5):69–
75.
5. Trevino AJ. The Hispanic Writings of C. Wright Mills: A Study in Social
Psychology. Am Sociol. 1997;28(2):29–56.
6. Gane N, Back L. C. Wright Mills 50 Years On: The Promise and Craft of
Sociology Revisited. Theory, Cult Soc. 2012;29(7–8):399–421.
7. Schulenberg JL. C. Wright Mills: Tracing the Sociological Imagination.
Sociol Imagin. 2003;39:47–65.
8. Form W. C. Wright Mills: Letters and Autobiographical Writings. Contemp
Sociol. 2001;30:327–8.
9. McQuarie D. The “Plain Marxism” of C. Wright Mills. Insurg Sociol.
1981;10:83–94.
10. Sigler JA. The Political Philosophy of C. Wright Mills. Sci Soc.
1966;30:32–49.
11. Horowitz IL. Marxism According to C. Wright Mills. Philos Phenomenol
Res. 1964;24(3):402–5.
12. Horowitz IL. The Sociological Imagination of C. Wright Mills. Am J
Sociol. 1962;68(1):105–7.
13. Barrow CW. Plain Marxists, Sophisticated Marxists, and C. Wright Mills’
The Power Elite. Sci Soc. 2007;71(4):400–30.
14. Anonymous. C. Wright Mills, the “Power Elites” and the Middle Class.
Ann di Sociol. 1967;4:20–4.

47

Anda mungkin juga menyukai