BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Jessie Bernard
Kehidupan dan karya Jessie Bernard ditandai oleh kapasitas untuk tumbuh
dan berkembang luar biasa. Ia tak henti-hentinya memindahkan perhatian ke
kawasan intelektual yang baru bagi dirinya. Proses pergeseran ini dilukiskannya
dalam My Four Revolutions: An Autobiographical Account of the American
Sociological Association (1973). Dalam artikel ini dan dalam karyanya ini,
Bernard menyajikan revolusinya yang terakhir sebagai sebuah gerakan menuju
feminisme masa kini atau yang disebutnya Pencerahan Feminis (1967). Dengan
menurut partisipasi Bernard dalam pencerahan feminis, kita dapat melihat banyak
tentang partisipasi wanita dalam sosiologi Amerika abad 20.1
Jessie Ravitch, lahir pada 8 Juni 1903 di Minneapolis. Pertumbuhan
penting pertamanya terjadi ketika ia meninggalkan keluarga imigran Yahudinya
untuk belajar di Universitas Minnesota di usia 17 tahun. Di Universitas ini ia tak
hanya untuk pertama kali keluar dari lingkungan imigran namun yang lebih
penting lagi, ia mulai mengaitkan dirinya dengan upaya membangun sosiologi
sebagai profesi yang diakui penuh di dunia akademi Amerika. Ia menjadi murid
Sorokin yang kemudian mendirikan jurusan sosiologi di Harvard, dan belajar
dengan L.L Bernard yang menjadi tokoh penting yang mendirikan The American
Sociological Review. Jessie menjadi asisten Bernard selama 4 tahun yang
kemudian menikahinya tahun 1925. Studinya dengan Bernard memberinya
landasan pendekatan positivistik atau sosiologi sebagai ilmu yang meninggalkan
ciri-cirinya
di
seluruh
karyanya
yang
terakhir
dalam
kemampuannya
dengan
perpecahannya
dengan
positivisme
ini,
pada
topik yang luas, dengan memasukkan teori-teori lain. Keempat, teori-teori feminis
tidak hanya menegaskan alternative-alternatif, tetapi berkarya melalui teks-teks
patriarkis. Teori-teori itu tidak lagi Cuma menyalahkan atau menerima tulisantulisan yang disampaikan. Tulisan-tulisan yang ada tersebut kini dianalisis, diuji,
dan dipertanyakan. Pada akhirnya, teori feminis menekankan institusi-institusi
sosial dan tindakan sosial, dengan memberikan kerangka-kerangka alternative.
C. Kerangka-kerangka Feminisme
Pendekatan-pendekatan studi wanita yang dicakup oleh beberapa sosiolog
meliputi tradisi feminisme liberal, feminisme Marxis, feminisme radikal,
feminisme sosialis, dan untuk tingkat kurang luas, konsep-konsep yang lebih baru
mengenai feminisme kultural dan feminisme pasca structural. Teori-teori tersebut
mempunyai kesamaan dalam fokus mengenai penindasan terhadap wanita di
dalam masyarakat, namun teori-teori itu berbeda dalam definisi tentang penyebabpenyebab penindasan wanita itu, serta cara-cara pemecahan yang ditawarkannya
bagi perubahan sosial atau individual. 7
1. Feminisme Marxis
Kaum feminis marxis tradisional mencari asal penindasan terhadap wanita
dari permulaan pemikiran kekayaan pribadi. Penyebab penindasan wanita
dihubungkan dengan tipe organisasi sosial, khususnya tatanan perekonomian.
Sistem kelas yang berdasarkan pemilikan pribadi, secara inheren bersifat
menindas, dan kaum lelaki kulit putih mempunyai kedudukan-kedudukan
istimewa di dalamnya. Unsur kunci yang membedakan feminisme Marxis dari
teori-teori feminis lain terletak pada anggapannya, bahwa kapitalisme atau
penindasan kelas merupakan penindasan utama. Penindasan kelas khususnya
dikaitkan dengan cara kapitalisme menguasai wanita dalam kedudukankedudukan yang direndahkan. 8
Jagger
dan
Rothanberg
para
teoritisi
feminis
radikal
menunjukkan sifat-sifat mendasar penindasan wanita lebih besar daripada bentukbentuk penindasan lain (ras, kelas) dalam berbagai hal:
tanpa diketahui.
Penindasan wanita memberikan suatu model konseptual untuk
memahami semua bentuk penindasan lain.
meliputi
perubahan-perubahan
sosial
radikal
instiusi-instiusi
masyarakat. Buku Juliet Mitchell, Womens Estate (1971), telah meletakan dasardasar untuk feminisme sosialis. Didalamnya ia menggambarkan politik-politik
penindasan sebagai suatu konsekuensi, baik dari penindasan patriarkat maupun
penindasan kelas. Ia memperkenalkan konsepsi-konsepsi inti feminis sosialis,
untuk menganalisis dimensi-dimensi penindasan, seperti produksi, reproduksi,
sosialisasi dan seksualitas.15
Heidi Hartmann (1981), feminis terkemuka lainnya di dalam kerangka
sosialis, menyatakan bahwa basis patriarki adalah pembagian kerja seksual, yang
benar-benar ada pada semua masyarakat. Basis material patriarki kontrol atas
buruh wanita membuat laki-laki bisa mengontrol akses wanita kepada sumbersumber produktif. Sebagai memelihara anak-anak, wanita memproduksi
hubungan-hubungan sosial matriarkat, termasuk hubungan antargenerasi kaum
lelaki atau perempuan melalui proses sosialisasi keluarga ini, kemitraan patriarki
dan kapitalisme diabsahkan. Kapitalisme menjalin kekuatan dengan patriarki
untuk mendominasi buruh wanita dan seksualitas, melalui penguatan dan
pengembangan ideologi yang merasionalisasikan penindasan wanita. Ada
kemungkinan bahwa feminisme sosialis itu tak kurang dari pertemuan aliran
aliran feminisme Marxis, feminisme radikal dan pemikiran psikoanalisis yang
lebih kuat.16
4. Feminisme Kultural
Feminisme kultural adalah pandangan bahwa feminitas merupakan bentuk
perilaku manusia yang paling diperlukan. Untuk menoleh pandangan ideal melalui
maskulinitas, dan cap-cap yang diberikan pada feminitas oleh dunia patriarkis,
14 Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, Ibid.,
15 Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, Ibid.,
16 Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, Ibid., h. 30
sebab
aktivitas
intelektual
meliputi
berpikir,
mencari
dan
10
menonjolnya isu seksualitas dikalangan feminis kulit putih tidak relavan pada
banyak perempuan kulit hitam di dunia ketiga.20
7. Feminisme Liberal
Dalam tradisi feminisme-liberal, penyebab penindasan wanita dikenal
sebagai kurangnya kesempatan dan pendidikan mereka secara individual atau
kelompok. Cara pemecahan untuk mengubahnya, yaitu menambah kesempatankesempatan bagi wanita, terutama melalui institusi-institusi pendidikan dan
ekonomi. Landasan sosial bagi teori ini muncul selama revolusi Perancis dan
masa pencerahan di Eropa Barat. Perubahan-perubahan sosial besar-besaran
tersebut, menyediakan baik argumen-argumen politik maupun moral, untuk
gagasan-gagasan mengenai kemajuan, kontrak, sifat dasar, dan alasan yang
memutuskan ikatan-ikatan dan norma-norma tradisional. Asumsinya, apabila
wanita diberi akses yang sama untuk bersaing, mereka akan berhasil. Kaum
feminis liberal secara khusus mengabaikan suatu analisis yang sistematis
mengenai faktor-faktor stuktural, dan menganggap bahwa rintangan-rintangan
sosial dapat diatasi oleh usaha individual dan campur tangan pemerintah. Mereka
juga mengabaikan cara-cara, bagaimana diskriminasi sosial dan institusional bisa
mempengaruhi
pilihan-pilihan
individual,
sehingga
menciptakan
pola
ketidakadilan. 21
Tradisi feminis liberal dimulai sejak tahun 1792, ketika Mery
Wollstonecraft menerbitkan A Vindication of The Right of Women (1799). Masa itu
merupakan periode pemikir-pemikir liberal besar, dan perkembangan teori-teori
kontrak sosial. Filosof-filosof seperti Rosseau, pada waktu itu, menegaskan suatu
rasionalitas, bahwa laki-laki mempunyai kapasitas akal-budi untuk menguasai
seluruh kehidupan dunia tetapi wanita, berdasarkan sifat-sifatnya mesti dibatasi
pada pendidikan dan tugas-tugas rumah tangga. Marry Wollstonecraft , Aphra
20 PIP Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2010), h.135
21 Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, Op. Cit., h. 21
11
Behn, dan penulis-penulis lain pada masa itu menekankan bahwa wanita juga
memiliki kapasitas akal budi, karena itu mesti mempunyai hak-hak yang sama
dengan laki-laki.22
Ungkapan utama teori ketidaksetaraan gender adalah feminisme liberal,
yang berargumen bahwa wanita dapat mengklaim kesetaraan dengan pria
berdasarkan suatu kecakapan manusia yang hakiki untuk menjadi agensi moral
yang bernalar, bahwa ketidaksetaraan gender adalah hasil dari pemolaan
berdasarkan seksi pembagian kerja, dan bahwa kesetaraan gender dapat dihasilkan
dengan mengubah pembagian kerja melalui pemolaan kembali lembaga-lembaga
kunci: hukum, kerja, keluarga, pendidikan, dan media.23
Secara historis unsur pertama di dalam argumen feminisme liberal adalah
klaim untuk kesetaraan gender. Klaim itu pertama, diungkapkan dengan jelas
secara politis di dalam Deklarasi Sentimen-sentimen yang dibuat garis besarnya di
Seneca Falls, New York, 1848 dengan maksudnya yang jelas untuk
menyepadankan dan memperluas Deklarasi itu dibuka dengan baris revisionis
kami memandang kebenaran-kebenaran ini sudah jelas dengan sendirinya, bahwa
semua pria dan wanita diciptakan sama, mengubah daftar keluhan untuk
berfokus pada keadaan wanita, dan menyimpulkan dengan suatu seruan kepada
wanita agar melakukan apapun yang diperlukan untuk mendapat hak-hak yang
setara dengan pria. Didalam argumen-argumennya, Deklarasi Sentimen membuat
pergerakan wanita menuntut wacana intelektual Pencerahan, revolusi Amerika dan
Prancis, dan gerakan penghapusan perbudakan. Deklarasi itu mengklaim hak-hak
untuk wanita yang sesuai dengan semua umat manusia di bawah hukum alam,
berdasarkan kapasitas manusia untuk penalaran dan agensi moral, menegaskan
bahwa hukum-hukum yang menyangkal hak wanita untuk kebahagiaan
bertentangan dengan aturan-aturan agung alam dan tidak mempunyai otoritas:
22 Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, Ibid., h. 22
23 George Ritzer, Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir
Postmodern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 794
12
13
Wanita diberi tanggung jawab terutama untuk lingkungan privat. Pria diberi akses
yang istimewa kepada lingkungan publik (yang dilihat oleh para feminis liberal
sebagai fokus dari imbalan-imbalan sebenarnya kehidupan sosial, uang,
kekuasaan, status, kebebasan, kesempatan-kesempatan untuk pertumbuhan dan
kepercayaan pada diri). Fakta bahwa wanita mempunyai akses yang mereka
butuhkan untuk lingkungan publik, tentu saja, adalah suatu kemenangan yang
dicapai gerakan wanita dan gerakan feminisme liberal, sebagaimana fakta bahwa
wanita merasa dapat mengajukan beberapa tuntutan kepada pria untuk membantu
di dalam pekerjaan di lingkungan privat. Kedua lingkungan itu senantiasa
berinteraksi di dalam kehidupan wanita (lebih banyak dibanding pria), dan kedua
lingkungan itu masih dibentuk oleh ideologi patriarkis dan seksisme, yang juga
masih meresap di dalam media massa kontemporer.26
Disatu sisi, wanita menemukan pengalaman mereka di dalam lingkungan publik
pendidikan, kerja, politik, dan ruang publik masih dibatasi oleh praktik-praktik
deskriminasi, marginalisasi, dan pelecahan. Di sisi lain, di dalam lingkungan
privat, mereka mendapati diri di dalam suatu ikatan waktu sewaktu mereka
kembali ke rumah dan anak yang ditanamkan oleh ideologi mengenai pelaksanaan
intensi tugas ibu . Tekanan-tekanan pada wanita
interaktif di dalam cara-cara yang kompleks dan salah satu ciri dari teori feminis
kontemporer ialah usaha-usahanya untuk memahami interaksi-interaksi itu.
Kemampuan wanita untuk bersaing di bidang karier dan profesi dirintangi oleh
tuntutan-tuntutan lingkungan privat. Lingkungan publik norma pekerja ideal
yang mengasumsikan jadwal kehidupan yang tersedia bagi laki-laki yang tipikal
memperhebat tekanan kepada komitmen-komitmen rumah dengan menyusutkan
sumber-sumber daya waktu dan energi wanita yang pada gilirannya menambah
tuntutan pada mereka untuk melakukan manajemen krisis dirumah. Hubungan
seksisme wanita dengan kegiatan-kegiatan lingkungan yang privat yakni
pengasuhan, manajemen emosi dan pemeliharaan rutin berarti bahwa wanita
diharapkan melakukan pekerjaan tambahan itu di dalam lingkungan publik, yang
26 George Ritzer, Ibid., h. 797
14
sering terbawa ke dalam pekerjaan-pekerjaan bergaji rendah ketika keahliankeahlian wanita yang demikian dipasarkan. Pemolaan seksi pekerjaan dan
rumah itu menempatkan ibu tunggal pada resiko ekonomi yang sangat berbahaya
dan merupakan salah satu faktor di dalam feminisme pemiskinan yang
meningkat.27
15
16
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jessie Ravitch, lahir pada 8 Juni 19d3 di Minneapolis. Pertumbuhan
penting pertamanya terjadi ketika ia meninggalkan keluarga imigran
Yahudinya untuk belajar di Universitas Minnesota di usia 17 tahun. Ia
menjadi murid Sorokin yang kemudian mendirikan jurusan sosiologi
di Harvard, dan belajar dengan L.L Bernard yang menjadi tokoh
penting yang mendirikan The American Sociological Review.
2. Dalam tahun 1960-an, tujuan-tujuan politik feminis terfokus pada
penentuan wanita agar sederajat dengan laki-laki. Suatu perubahan
politik feminis terjadi, ketika kaum feminis menunjukkan teori-teori
mereka untuk menerangkan otonomi wanita yakni, hak wanita untuk
politik, sosial, ekonomi, dan penentuan diri secara intelektual.
3. Kerangka-kerangka feminisme diantaranya yaitu Feminisme Marxis,
radikal, sosialis, Kultural, Pascastrukturalis, Kulit Hitam serta
Feminisme Liberal
4. Dalam studi Jessie Bernard The Future of Marriage (1972/1982),
Jessie menganalisis perkawinan sebagai hal yang sekaligus merupakan
sistem budaya dari kepercayaan-kepercayaan dan ideal-ideal, susunan
institusional peran-peran dan norma-norma, dan suatu kompleks
18
pengalaman-pengalaman
interaksional
bagi
wanita
dan
pria
individual.
5. Karya besar Jessie Bernard antara lain Marriage and Family among
Negroes (1956), The Female World (198d), The Future of Marriage
(1982), dan The Female World From a global Perspective (1987)
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini tentunya banyak kekurangannya, oleh
karena itu Penulis berharap agar pembaca dapat menggali lebih jauh lagi
mengenai materi Jessie Bernard.