Abstrak
Pemanasan global yang kini menjadi isu dunia, nampaknya mulai dirasakan oleh
sebagian dari masyarakat, dengan berubahnya suhu udara, naiknya jumlah volume
hujan dan munculnya genangan (banjir) di beberapa daerah. Atas dasar itulah
pemberdayaan masyarakat untuk ikut berkiprah, merupakan salah satu bentuk
sumbangsih kiat-kiat kepedulian dalam kaitannya dengan upaya pengendaliannya.
Bab I
Pendahuluan
Pemanasan global telah menjadi isu internasional sejak beberapa dekade yang
lalu, walaupun mungkin sebenarnya masih terdapat ketidakpastian apakah benar akan
terjadi pemanasan global. Sebagai akibat dari pemanasan global, memberikan dampak
sangat besar baik terhadap iklim dunia, maupun kenaikan permukaan air laut.
Dampak iklim global ini akan mengakibatkan perubahan tatanan hujan pada
suatu wilayah; dimana sebagian wilayah hujannya akan bertambah dan di beberapa
wilayah lainnya hujannya akan berkurang. Hal ini memberikan dampak turunan
terhadap sistem pertanian dalam arti luas.
Kenaikan permukaan laut akan menyebabkan terendamnya daerah pantai yang
rendah, hal ini akan menimbulkan kesulitan terhadap negara-negara yang memiliki pulau-
pulau kecil, seperti Maldives, Fiji dan Marshall; negara dengan delta yang luas (Mesir dan
Banglades); serta negara yang memiliki daerah rawa pantai yang luas seperti Indonesia.
Di Indonesia daerah rawa pantai seperti mangrove, tambak udang, daerah
pasang surut dan kota-kota yang berdataran rendah seperti (Jakarta, Surabaya dan
Banjarmasin), terancam akan terendam. Kerugian lain misalnya akan munculnya
gelombang badai dan menyusupnya intrusi air laut.
Mencermati atas uraian tersebut di atas, dalam kaitannya dengan upaya
pengendalian terhadap pemanasan global, memberdayakan masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam membangun kawasan hijau baik dalam bentuk hutan maupun
hijauan lainnya, merupakan alternatif pendekatan yang dinilai efektif dan rasional.
Bab II
Pemanasan Global dan Pelestarian Hutan
2.1. Fenomena Pemanasan Global
Bumi mempunyai suhu yang sesuai bagi kehidupan baik manusia maupun
lainnya, akibat dari efek rumah kaca (ERK). Jika tidak ada ERK di dunia ini, maka
bumi akan mempunyai suhu di bawah titik beku, yang akan berpengaruh terhadap
kehidupan di muka bumi ini. Dengan demikian ERK tidaklah seburuk apa yang
diduga oleh setiap insan yang awam terhadap penge-tahuan tersebut.
Cahaya matahari yang berwarna putih, sebenarnya terdiri atas berbagai
macam jenis warna (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu). Masing-masing
jenis warna mempunyai panjang gelobang tertentu, cahaya ungu mempunyai panjang
gelombang terpendek, dan merah terpanjang. Di sisi lain ada cahaya yang tidak
tampak yaitu Ultra violet dengan panjang gelombang lebih pendek dari pada
cahaya unggu; namun sebaliknya cahaya infra-merah dengan panjang gelombang
lebih panjang dari pada merah, dan merupakan sinar yang bersifat panas.
Di dalam atmosfer, bumi terdapat berbagai jenis gas; dimana gas-gas tersebut
dapat meneruskan sinar matahari yang bergelombang pendek, hingga sinar mata hari
dapat sampai ke permukaan bumi dan akibat yang ditimbulkannya permukaan bumi
menjadi panas; dan permukaan bumi memancarkan kembali sinar yang diterimanya.
Menurut hukum fisika panjang gelombang sinar yang dipancarkan sebuah benda
tergantung pada suhu benda tersebut. Makin tinggi suhunya akan semakin pendek
gelombangnya. Matahari dengan suhu yang tinggi, memancarkan sinar dengan
gelombang yang pendek. Namun sebaliknya karena permukaan bumi dengan suhu yang
rendah, maka memancarkan sinar dengan gelombang panjang yaitu sinar infra-merah.
Sinar infra merah dalam atmosfer terserap oleh gas tertentu, hingga tidak terlepas ke
angkasa luar. Panas yang terperangkap di dalam lapisan bawah atmosfir yang disebut
troposfer; sebagai akibat yang ditimbulkannya permukaan bumi dan tropsfer menjadi
naik suhu udaranya; dan peristiwa inilah yang disebut dengan istilah efek rumah kaca.
Gas yang menyebabkan terjadinya ERK disebut gas rumah kaca (GRK);
yang antara lain meliputi uap air (H2O); Carbon dioksida (CO2); metan (CH4); N02;
Ozon dan CFC (gas buatan manusia).
Pemantauan terhadap kadar GRK dalam atmosfer, kecuali air menunjukan kecende-
rungan semakin meningkat; oleh karena itu dikhawatirkan intensitas ERK akan menjadi naik,
hingga suhu permukaan bumi akan menjadi lebih tinggi dari keadaan sekarang ini; peristiwa
inilah yang dikenal dengan istilah pemanasan global. Menurut Scneirder (1989), jika
kecenderungan seperti sekarang ini terus berlangsung, maka pada abad yang akan
datang suhu udara permukaan bumi akan naik antra 2,3oC sam pai 7,0oC; walaupun
kenaikan ini nampaknya kecil, namun dampaknya akan sangat besar.
a. Perubahan iklim
Para pakar lingkunagan sependapat bahwa pemanasan global akan menyebab-
kan terjadinya perubahan iklim sedunia. Karena kenaikan suhu udara di permukaan
bumi, maka laju penguapan air akan meningkat, dengan demikian jumlah awan dan
hujan secara umum akan meningkat; dan menyebabkan distribusi curah hujan secara
regional akan berubah. Di suatu daerah tertentu jumlah hujannya naik, akan tetapi di
beberapa tempat lainnya akan mengalami penurunan.
Di Asia Tenggara, curah hujan akan bertambah; sedangkan di wilayah Indonesia bagi
daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, penambahan curah hujan akan menimbulkan
bahaya banjir dan meningkatnya erosi. Sedangkan kenaikan suhu udara karena pemanasan
global akan mempersulit masalah kekurangan air (defisit air) di daerah tertentu.
Mencermati pernyataan Scneirder (1989), terhadap perubahan suhu udara, kecende-
rungan yang kini dirasakan telah menjadi kenyataan. Di beberapa kota di Indonesia, pada
tahun 1970-an rata-rata suhu udara di Jakarta tercatat berkisar antara 24oC dan 26oC, dan kini
telah berubah antara 28,12oC dan 30,26oC; di Bogor tercatat berkisar antara 24,09oC dan
25,11oC, kini telah berubah antara 25,14oC dan 27,31 oC, sedangkan di kota Bandung
tercatat berkisar antara 18,11oC dan 23,15 oC, dan kini telah berubah antara 24,28oC dan
26,22oC. Perubahan suhu udara di beberapa kota juga berpengaruh terhadap kelembaban
relatif, yang cenderung turun rata-rata dari ketiga kota 6,23% hingga 8,35%.
Perkiraan lainnya yang menyertai perubahan iklim di Asia Tenggara, menurut
Scneirder (1989), naiknya frekuensi dan intensitas badai. Indonesia saat ini masih
beruntung karena terletak di luar daerah badai topan; namun demikian apakah badai
yang berlangganan di bagian wilayah Filipina akan bergeser kearah selatan.
Terhadap perubahan curah hujan, nampaknya juga mulai dirasakan pengaruh-
pengaruhnya. Walaupun curah hujan meningkat dan ditandai dengan peningkatan
genangan (banjir), akan tetapi neraca keseimbangan air setiap tahunnya memperlihatkan
defisit air yang semakin berkelanjutan. Suatu contoh S. Ciliwung di Kota Depok, pada
tahun 1970-an, pada bulan kering (Agustus), tercatat memiliki debit >413 m 3/detik;
namun kini pada bulan yang sama hanya memiliki debit 32,44 m3/detik; S. Serayu di
Rawalo (Jembatan Cindaga), pada bulan Juli tercatat memiliki debit 1.843 m 3/detik, dan
kini pada bulan yang sama hanya memiliki debit 169,65 m 3/detik, dan kemungkinan juga
terjadi pada beberapa sungai lainnya. Contoh isu di atas, memperlihatkan adanya
perubahan-perubahan yang terjadi akibat pemanasan global dimuka bumi ini.
Bab III
Upaya Penanganan Terhadap Penyebab
Pemanasan Global
Bab IV
Beberapa Aspek Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Pelestarian Hutan
(1). Aspek kesadaran pentingnya hutan (kawasan hijau) sebagai salah satu penyangga
kenyamanan lingkungan hidup;
(2). Aspek peningkatan pengetahuan masyarakat dalam kaitannya dengan multiguna
peranan fungsi hutan (kawasan hijau);
(3). Aspek ekonomi, memberikan informasi dan peluang untuk bekerja dan berusaha
pada sektor perhutanan;
(4). Aspek sosial, dimana hutan merupakan bagian hidup bagi masyarakat, karena
produk oksigen dari pepohonan hutan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap
insan kehidupan;
(5). Aspek pengaman, dimana hutan (kawasan hijau) merupakan kawasan penyangga
baik terhadap kesuburan tanah, air dan kehidupan satwa liar;
Bab V
Kesimpulan dan Saran
(1). Dampak pemanasan global akibat efek rumah kaca, nampaknya kini menjadi tanggung-
jawab bersama mengingat bahwa ancaman-ancamanya mulai dapat dirasakan.
(2). Upaya pengendalian terhadap pemanasan global dinilai belum terlambat; serta
keyakinan para pakar lingkungan bahwa pepohonan baik dalam bentuk hutan,
budidaya pertanian dan atau lainnya mampu untuk mengegah dan
mengendalikannya. Untuk itu menggalakan partisipasi masyarakat untuk ikut
berkiprah merupakan pendekatan yang dinilai cukup strategis.
(3). Penyuluhan atas peranan fungsi jasa biologis, ekologis dan hidrologis kawasan
hijau, nampaknya perlu diperdayakan kepada masyarakat secara luas; mengingat
bahwa pepo-honan merupakan bagian dari kehidupan setiap insan.
Daftar Pustaka
_______________, 2001. Analisis Debit Aliran Sungai Ciliwung dan Serayu; (Studi
Kasus Hubungan Aliran Debit dan Tutupan Vegetasi). Jurusan Geografi
FMIPA Universitas Indonesia.
_______________, 2002. Konsepsi Pengelolaan Kawasan Resapan Air Secara
Terpadu Berkelanjutan (Studi kasus wilayah Kota Depok sebagai kawasan
resapan air). Makalah pada seminar Nasional Forum Masyarakat Air Indonesia,
tanggal 12 Maret 2002, Kedutaan Belanda Jakarta.
_______________, 2002. Fenomena Banjir di Wilayah Perkotaan. Diskusi Forum
Masyarakat Air Indonesia, tanggal 18 Maret 2002, Gedung Kindo Jakarta.