1
BIOGRAFI TOKOH
University, kemudian Lulus dari Presidency College di Universitas Calcuta tahun 1959,
menduduki ranking teatas dalam bahasa inggris. Ia kemudian ke Amerika Serikat belajar di
Universitas Cornell sampai mendapat gelar MA dan PhDnya di bidang sastra inggris. Gayatri
sempat menikah dengan orang Amerika, Talbot Spivak, namun kemudian bercerai, tetapi
namanya sampai sekarang tetap dipakainya. Penghargaan yang pernah ia terima adalah
Padma Bhushan, Beasiswa Guggenheim untuk Kemanusiaan Amerika Serikat dan Kanada.
Gayatri tidak pernah menyebut identitas agamanya, ia tidak menjalankan ritual Hindu,
meskipun terlahir sebagai Hindu. Ia menyatakan sebagai orang Hindu ketika kelompok Hindu
fundamentalis di India, bagian kecil mayoritas Hindu yang moderat, ia menyatakan dirinya
Present” terdapat beberapa gagasan dan pandangan Gayatri Chakravorty Spivak yang
2
POSKOLONIAL
Secara etimologis, istilah poskolonialisme berasal dari bahasa Inggris,
“postcolonialism” yang di bentuk dari kata post + colonial + isme, yang secara harfiah
berarti faham mengenai teori yang lahir setelah kolonial. Poskolonial merupakan turunan kata
dari “kolonial”. Istilah colonia dalam bahasa Romawi berarti tanah pertanian atau
dalam sebuah negeri baru, sekolompok orang yang bermukim dalam sebuah lokasi baru
dengan membentu sebuah komunitas yang tunduk atau terhubung dengan Negara asal.
penggunaan istilah “pasca/pos” pada kedua istilah tersebut persamaannya adalah pasca/pos
sama-sama menaruh perhatian pada persoalan historiografi dan refleksifitas dalam politik
perbedaan. Secara definitif teori poscolonial lahir sesudah kebanyakan Negara-negara terjajah
budaya menuju budaya kulit putih. Kebudayaan kulit putih dipandang sebagai acuan
perkembangan bagi semua budaya, bahkan acuan ini tetap berlangsung walaupun sebuah
negara telah memperoleh kemerdekaannya, dimana sebuah pemerintahan yang baru yang
berasal dari masyarakat setempat memandang rakyatnya dengan cara pandang orang-orang
dianggap sebagai penduduk yang terbelakang, miskin dan lain sebagainya. Hal ini
membuktikan bahwa pada masa kolonial, negara-negara penjajah memiliki dominasi yang
atau pengaruh kolonialisme terhadap kebudayaan atau masyarakat tertentu dengan cara
pemikiran Gayatri Spivak, orang-orang terjajah itu adalah masyarakat “Dunia Ketiga”, dan
3
mereka bukanlah satu dan tidaklah seragam. Ada heterogenitas baik wilayah, manusia, dan
menyediakan kerangka untuk mendestabilisasi bahwa ada asumsi tersembunyi yang melekat
dalam pemikiran barat yang selama ini mengklaim diri sebagai kebenaran tertinggi dan
universal. Tujuan dari Poskolonial adalah untuk melawan sisa-sisa dampak dari terjadinya
kolonialisme dalam pengetahuan termasuk pada sisi kultur. Gayatri berorientasi pada
terwujudnya tata hubungan dunia yang baru di masa depan. Teori yang berasumsi dan
mengeksplor perbedaan fundamental antara negara penjajah dan negara yang dijajah dalam
menyikapi arah perkembangan budayanya. Mengkaji karakter budaya yang lahir terutama
pandangan kaum kolonialis Barat yang merendahkan Timur atau masyarakat jajahannya.
kepentingan dan kekuasaan mereka. Barat cenderung merendahkan cara berpikir Timur yang
dianggap tidak selaras dan sederajat dengan mereka. Epistemologi Barat menempatkan
dirinya sebagai subjek (self) sementara yang lain adalah subjek (the other). Sampai dengan
akhir abad ke-20 pun, saat penjajahan telah lama berakhir, alih-alih menyesal dengan
Hasil dari bekerjanya kolonialisme selama lebih dari tiga abad sangat banyak dan
beragam. Melalui prespektif poskolonial lah semua dampak buruk tersebut diungkap.
Dampak tersebut tidak hanya berbagai penderitaan fisik dan bathin sepanjang berlangsungnya
penjajahan namun sampai dengan saat ini setelah lebih dari setengah abad penjajahan
poskolonial. Gayatri Chakravorty Spivak melihat salah satu dampak yang menyedihkan dari
4
SUBALTERN
Pola relasi kekuasaan memunculkan kaum yang mendominasi dan kaum yang
didominasi. Hubungan antar kedua kaum dapat dilihat dari kuatnya pembangunan ideologi
yang dilancarkan oleh kaum yang mendominasi terhadap kaum yang didominasi. Suatu
ideologi dari kaum dominan mampu membentuk pandangan kaum minoritas yang
menekankan penerimaan secara damai, hal ini disebut sebagai hegemoni kaum dominan
terhadap kaum minoritas. Ekspresi kuasa ini tidak hanya ditunjukkan dalam ranah politik
formal pemerintahan untuk melanggengkan dominasinya tetapi juga ditunjukkan oleh setiap
interaksi sosial masyarakat. Setiap interaksi sosial memunculkan kaum minoritas dan kaum
dominan. Kaum-kaum minoritas ini muncul disaat kuatnya hegemoni kaum dominan
sehingga menimbulkan lemahnya akses terhadap ranah publik. Munculnya bahasan mengenai
kaum minoritas tidak terlepas dari berbagai gagasan dan teori yang membentuknya. Teori
poskolonial, identitas dan politik identitas, Marxisme, dan Feminisme adalah sebagian
gagasan yang mempengaruhi pola relasi kuasa yang mengukuhkan kaum dominan dan kaum
Sebagai salah satu tokoh poskolonial, Gayatri Chakravorty Spivak menulis dalam
sebuah essai yang berjudul “Can the Subaltern Speak?”, Ia menyebutkan bahwa terdapat
suatu kekerasan epistemis yang menimpa subaltern India. Ia menegaskan bahwa dengan
memperoleh kembali identitas kultural kolektif ternyata membuat subaltern akan kembali ke
posisi subordinat dalam masyarakat. Istilah subaltern diadopsi dari pemikir Italia, Antonio
Gramsci yang menggunakan istilah itu bagi kelompok sosial subordinat, yakni kelompok-
kelompok dalam masyarakat yang menjadi subjek hegemoni (kekuasaan) kelas-kelas yang
berkuasa.
Bagi Gayatri Spivak, subaltern merupakan kelompok marjinal (kecil) yang selalu
menjadi objek bagi kelas yang dominan dan berkuasa. Merekalah yang tidak pernah ditulis
5
namanya dalam sejarah. Pemikir kolonial menganggap bahwa mereka yang terpinggirkan itu
sebagai bentuk seragam, hanya dilabeli sebagai “masyarakat terjajah” atau “pribumi” tanpa
mau tau etnisnya, gender, pendidikan. Gayatri menjelaskan sejarawan India Ranajit Guha dari
kelompok kajian subaltern mengadopsi gagasan gramsci untuk mendorong penulisan kembali
sejarah India yang kemudian mendefinisikan subaltern sebagai “mereka yang bukan elite” .
Perihal essai yang ditulisnya, ia sama sekali tidak menduga bahwa tulisannya itu begitu
terkenal. Tulisan itu sebenarnya tentang adik dari nenek Gayatri Spivak. Adik neneknya yang
apartemen ayahnya yang sederhana di Calcutta Utara tahun 1926. Peristiwa bunuh diri itu
mengandung teka-teki. Hampir sepuluh tahun kemudian, baru diketahui bahwa Bhuvaneswari
adalah satu anggota kelompok yang terlibat dalam perjuangan bersenjata bagi kemerdekaan
India. Baru kemudian juga diketahui bahwa keputusan menggantung diri itu diambil karena
Bhuvaneswari tak mampu melakukan pembunuhan politik yang dipercayakan kelompok itu
kepadanya dan menyadari kebutuhan praktis bagi sebuah kepercayaan. Subaltern tidak bisa
bahaya klaim mereka atas suara kelompok-kelompok subaltern. Klaim-klaim semacam itu
“satu”.
Wacana tentang oposisi biner yang tidak setara menjadi landasan berpikir dari teori
poskolonialisme dimana penekanan struktural yang diambil adalah antara negara kolonialis
dan negara jajahannya. Poskolonialisme melihat bahwa negara yang merdeka selama ini
sebenarnya belum merdeka secara pikiran dan budaya karena hegemoni atas ilmu
pengetahuan yang masih belum bisa dihilangkan dari pemikiran negara-negara baru merdeka
6
ini tadi. Pemikiran Barat sejatinya masih mempengaruhi perilaku negara dan berbagai hal
lainnya yang membuat Timur atau negara baru merdeka tetap berada pada posisi inferior
negara berkembang akan kemerdekaan dirinya untuk berpikir dan bertindak berdasarkan
lingkungan dan kebudayaan natural yang selama ini tidak bisa mereka ekspresikan sebagai
Pada masa kolonialisme juga terdapat istilah The Man yang merujuk pada golongan
Eropa yang berasal dari ras kaukasoid dimana mereka, bangsa Eropa percaya bahwa mereka
diciptakan dengan begitu unik dan merupakan gambaran terbaik dari manusia dan diberkati
dengan berbagai talenta dan kekuasaan, sehingga mereka memiliki hak khusus untuk
melakukan ekspansi dan kolonialisasi terhadap bangsa lain yang mereka anggap sebagai The
Native. The Native sendiri adalah bangsa lain yang bukan merupakan ras kaukasoid yang
Di berbagai tempat di dunia, selalu ada manusia yang tidak punya suara dan tidak dapat
berbicara. Sedihnya hal itu selalu berhubungan dengan situasi saat ini. Selalu ada orang-orang
yang dibungkam, itu sebabnya Gayatri mengatakan jangan menjadi mayoritas bungkam tak
bersuara. Subalternasi selalu terjadi ketika yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin
miskin. Harus memikirkan yang paling dasar dan berbuat sesuatu agar mereka tidak selalu
menjadi subaltern. “Tak ada orang tertindas yang bisa bicara. Apalagi, perempuan, ia akan
begitu saja dilupakan,” ucap Gayatri. Perempuan juga termasuk kaum yang terpinggirkan, ia
mengatakan bahkan dalam masyarakat yang “normal” perempuan bisa masuk subaltern, yaitu
dalam masyarakat patriarkhi. Untuk itulah Gayatri Chakravorty Spivak terkenal juga sebagai
tokoh Feminisme.
7
FEMINISME
Feminis berasal dari kata “Femme” (woman), berarti perempuan (tunggal) yang
berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak) sebagai kelas sosial
(Ratna, 2004:184). Feminis merupakan gerakan yang dilakukan oleh kaum wanita untuk
kebudayaan yang dominan, baik dalam tataran politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial
lainnya.
salah satu subaltern yang terkurung dan tidak dapat berbicara, bahkan pada keadaan seperti
yang terjadi saat ini, khususnya yang terjadi pada masyarakat patriarkhi. Pemikiran Spivak
dan tidak bisa bersuara. Perempuan, petani desa, kaum terpinggirkan lainnya yang disebut
Spivak sebagai subaltern. Spivak menganggap bahwa suara dari perempuan dimarjinalkan
(Morton, 2008 :194). Spivak pernah mengemukakan bahwa gerakan feminisme di Barat
bukan cuma gerakan ekonomi politik, melainkan juga sebuah proyek konstitusi subjek
dianggap lemah, powerless, dieksploitasi, dan tidak berdaya. Salah satu bentuk konstitusi
subjek yang selalu diangkat adalah bahwa “Perempuan Dunia Ketiga” adalah korban “budaya
patriarki Dunia Ketiga” yang salah satu bentuknya adalah tradisi adat dan agama, sehingga
membutuhkan uluran tangan “Laki-laki dan Perempuan Dunia Pertama” yang dianggap
mandiri dan bebas untuk mengangkat dan memberdayakannya dari kubangan penindasan.
Ungkapan terkenal Spivak untuk mengejek konstruk kolonial tersebut adalah “white
men saving brown women from brown men”. Bukan sekedar persoalan “subjek orang kulit
putih menyelamatkan perempuan kulit coklat” tapi justru soal reproduksi dan duplikasi
8
individualisme dan proyek feminisme sebagai sesuatu yang penting dan baik. Seperti halnya
dulu Karl Marx membenarkan kolonialisme sebagai tahap awal mengeluarkan masyarakat-
masyarakat kolonial dari kubangan “pra-sejarah” menuju terang benderang sejarah melalui
pintu imperialisme.
tentang pemikiran-pemikiran para filsuf kontemporer seperti Jaques Derrida. Dalam kasus
perempuan persoalan semakin kompleks. Seseorang yang miskin, berkulit hitam dan
perempuan pula mempunyai tiga beban sekaligus. Pada permasalahan Dunia Ketiga,
mendiskriminasikan wacana dan budaya lokal. Pendiskriminasian ini dipicu lewat kondisi-
kondisi imperialis. Dalam wacana feminis Dunia Ketiga terdapat “kolonialisasi ganda”
adanya kontras antara ketidakmatangan politik dunia ketiga dengan ethos progresif
feminisme Barat. Jadi, representasi perempuan Dunia Ketiga tampil sebagai yang bodoh,
miskin, tidak terdidik, terikat tradisi, terdomestikasi, orientasi keluarga tradisional, dan
korban. Sedangkan representasi perempuan Barat tampil sebagai pintar, mapan, terdidik,
punya pilihan bebas dan modern (Mohanty dalam Leela Gandhi, 1998 :200). Pengetahuan
tentang Dunia Ketiga menjadi objek pengetahuan Dunia pertama, seperti yang
dipermasalahkan oleh Gayatri Spivak terhadap tulisan Julia Kristeva, “Perempuan Cina”
sebuah teks yang ditulis di Perancis pada tahun 1970. Spivak menganggap tulisan Kristeva
hanyalah tulisan elaborasi sendiri tentang perempuan Cina yang dilihat sebagai other (yang
lain).
9
MARXISME
Gayatri Spivak termasuk tokoh yang menganut dan terpengaruh pemikiran Marx, salah
satu pandangannya yang serupa adalah bahwa kehadiran kelompok eksternal menjadi penting
sebagai usaha untuk mendorong terjadinya perubahan atau gerakan sosial bagi subaltern.
Dalam pandangannya melalui pendekatan Marxis kelompok yang tertekan ini juga terjadi
karena adanya dominasi Struktural dalam pembagian sistem kerja Internasional, karena akan
menciptakan sebuah dominasi sebuah kelas superior terhadap terhadap kelas inferior tersebut
akan sulit dalam berbicara. Gayatri Spivak mengambil contoh masyarakat yang dijajah
tentunya akan tidak bisa menyuarakan pendapatnya karena ada perlakuan oleh pihak kolonial
DEKONSTRUKSI
Menurut Gayatri Spivak dekonstruksi adalah upaya pembongkaran pemikiran,
ketidak koherensian dan ketidak ajegan. ( Sulistyo Iriyanto, Perempuan dan Hukum : 43)
Metode dekonstruksi ini ia gunakan untuk meruntuhkan kekuasaan wacana pusat dan
membuka ruang bagi tuntutan masyarakat marginal. Baginya dekonstruksi bukanlah sebuah
kebenaran-kebenaran itu diproduksi dalam dan melalui formasi-formasi sosial dan politik.
tersebut sehingga pihak yang tadinya tertindas dapat bersuara. Dengan teori dekonstruksi ini
Gayatri Chakravorty Spivak menjadi salah satu tokoh terkenal poskolonial, dengan
10
REFLEKSI DARI ANGGOTA KELOMPOK
Dengan mendapatkan tugas ini, pertama-tama kami tersadar bahwa kemampuan
membaca teks berbahasa Inggris itu sangat diperlukan untuk mengkaji dan membaca
literatur-literatur filsafat. Karena dengan mendapat tugas untuk meresume buku “A Critique
kesulitan untuk memahami dan mendapatkan apa inti dari buku tersebut. Akhirnya dari bab
preface kami mendapatkan inti dari bab Philosophy yaitu tentang Poskolonial, Subaltern,
Feminisme, Marxisme dan Dekonstruksi. Kami mencoba cari lain dengan mengenali lebih
dalam dulu siapakah itu Gayatri Chakravorty Spivak dan apa saja peran dan eksistensinya
Setelah mendapatkan berbagai sumber barulah kami mengerti bahwa Gayatri Spivak
ini adalah tokoh yang memperjuangkan kaum-kaum lemah yang sebenarnya punya tempat
dan hak untuk didengar dan dianggap. Menurut kami Gayatri Spivak ini tokoh filsuf India
yang cukup pas dan relevan dengan zaman-zaman sekarang ini. Karena tidak bisa dipungkiri
bahwa masih ada sisa-sisa dampak dari zaman kolonial yang menyiksa, mengekang dan
subaltern. Selain itu juga soal Feminismenya, kami juga melihat bagaimana usaha Gayatri
untuk menaikkan derajat dan posisi wanita dalam perannya di masyarakat dan hal ini juga
relevansinya sangat nyata dalam perkembangan menuju kemanusiaan yang lebih baik.
Maka dengan menyusun makalah sederhana ini semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca dan bagi kami, untuk mengkaji lebih banyak dan mendalam persoalan persoalan
filsafat di Abad modern, sekaligus melihat lagi kepada filsuf-filsuf modern yang sekarang
11
DAFTAR PUSTAKA
Spivak, Gayatri. 1999. A Critique of Postcolonial Reason Toward a History of the Vanishing
Present, Harvard University Press, England.
Said, Edward W. Orientalisme. 2010. Orientalisme. Pustaka Belajar
Hartiningsih, Maria & Ninuk Mardiana Pambudy. 2009. Membaca Gayatri Chakravorty
Spivak. Diunduh dari http://kunci.or.id/articles/membaca-gayatri-chakravorty-spivak/.
Morton, Stephen. 2008. Gayatri Spivak :Etika, Subaltern, dan Kritik Penalaran Poskolonial.
Pararaton, Yogyakarta.
Moore-Gilbert, Bart. 2000. Postcolonial Theory: Contexs, Practices, Politics. London:Verso.
Hobsbawm, Eric and Terence Ranger (editors). 2004. The Invention of Tradition.
Cambridge: Cambridge University Press.
Sutrisno, Mudji. 2004. Hermeneutia Pascakolonial. Kanisius, Yogyakarta.
12