Mills menulis beberapa topik misalnya tentang birokrasi, kekuasaan dan otoritas, elit
sosial, pekerja keraj putih, rasionalisasi, masalah sosial, komunisme, perang dingin, ideologi,
sosiologi dan ilmu – ilmu sosial yang lain.
Dalam menggambarkan imajinasi sosiologis, Mills menegaskan berikut. “Apa yang orang
butuhkan adalah kualitas pikiran yang akan membantu mereka untuk menggunakan informasi
dan mengembangkan alasan untuk mencapai penjumlahan jelas tentang apa yang terjadi di
dunia dan apa yang mungkin terjadi dalam diri mereka. Imajinasi sosiologis memungkinkan
pemiliknya untuk memahami adegan sejarah yang lebih besar dalam hal maknanya bagi
kehidupan batin dan karir eksternal dari berbagai individu. “Mills percaya pada kekuatan
imajinasi sosiologis untuk menghubungkan” masalah pribadi untuk isu-isu publik. ”
Seperti Mills melihatnya, imajinasi sosiologis membantu individu mengatasi dengan dunia
sosial dengan memungkinkan mereka untuk melangkah keluar sendiri, pribadi, pandangan
egois mereka tentang dunia. Dengan menggunakan imajinasi sosiologis, orang individu
dipaksa untuk melihat, dari posisi yang obyektif, peristiwa dan struktur sosial yang
mempengaruhi perilaku, sikap, dan budaya.
Dalam dekade setelah Mills, sarjana lain telah digunakan istilah untuk menggambarkan
pendekatan sosiologis dengan cara yang lebih umum. Cara lain untuk mendefinisikan
imajinasi sosiologis adalah pemahaman bahwa hasil-hasil sosial yang dibentuk oleh konteks
sosial, aktor, dan tindakan.
Teori yang dibangun oleh C. Wright Mills adalah mengenai imajinasi sosiologi. Imajinasi
sosiologi merupakan kemampuan untuk memahami sejarah dan biografi serta hubungan-
hubungan di antaranya dengan masyarakat.Dalam karyanya Power Elite dan White Collar,
Mills menggabungkan minatnya akan teori klasik dengan keprihatinan terhadap isu-isu sosial.
Salah satu di antara banyak karya Mills ialah The Power Elite yang mengetengahkan saling
berhubungan kekuatan tritunggal. Dan yang mengenai White-Collar yang dari karya tersebut
dibangun diatas pemikirannya Marx mengenai alienasi pekerjaan.
Pada saat mesin teknologi belum ada para pekerja dapat menikmati hasil kerjanya
dengan rasa puas tapi setelah mesin berkembang dan menyebar manusia kurang menikmati
hasil usahanya dengan usaha sendiri dan mengalami katerasingan (alienasi) pekerjaan serta
tidakmerasakan kepuasan akan kerjanya.Bagi kebanyakan orang dan khususnya bagi para
buruh industri dalam sistem kapitalis, pekerjaan tidak merealisasikan hakikat mereka
melainkan justru mengasingkan mereka karena dalam sistem kapitalis orang tidak bekerja
secara bebas melainkan karena semata-mata terpaksa sebagai syarat untuk hidup. Jadi
pekerjaan tidak mengembangkan melainkan mengasingkan manusia, baik diri sendiri maupun
orang lain (Frans Magnis-suseno, 2005)
Di Amerika selain berkembang tentang alienansi pekerjaan juga terdapat elite-elite
yang mengatur masyarakat. Elite yang dimaksud adalah kelompok kecil yang secara rutin
berinteraksi dan memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. penggambaran kekusaan elite
ini merupakan dalam bentuk piramida kekusaan. Bagian puncak di duduki oleh elite
berkuasa, kedua pemimpin opini lokal, dan ketiga adalah masa yang tidak memiliki
kekuasaan dan orang-orang yang tidak terorganisasi yang dikontrol oleh kekuasaan-
kekuasaan yang di atas baik secara ekonomi maupun politik, kelompok lapisan ketiga ini
dieksploitasi oleh lapisan-lapisan di atasnya. Kekuasaan nasional utama yang mengambil
keputusan-keputusan penting terletak di tangan para pemimpin bisnis raksasa (ekonomi),
pemimpin politik, dan militer.