Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI

“MAHZAB HISTORISMUS DAN INSTITUSIONALISME”

Dosen Pengampu : Prasetio Ariwibowo S.M.B.,M.M.,Ph.D

Disusun Oleh: Kelompok 5

1. Nita 202214500316
2. Nissa Arifa Sidqi As-safir 202214500348
3. Nabila Yeva Putri 202214502142
4. Fauziah Dinda Aulia 202214502235
5. Ajeng Syaira Wening Galih 202214500333
6. Monika Ramadhani 202214500332

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT. Yang atas Rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari
makalah ini adalah “ Mahzab Historismus dan Mahzab Institusionalisme”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-sebesarnya kepada
dosen mata kuliah Sejarah Perkembangan Ekonomi. Bapak Prasetio Ariwibowo
S.M.B.,M.M.,Ph.D. Yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepda pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami jauh dari sempurna. Dan ini merupakan Langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karna itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan
saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
kami pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada semuanya.

Jakarta, Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I ....................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................................................. 2
BAB II...................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3
2.1 Mahzab Historismus ....................................................................................................... 3
2.2 Tokoh - Tokoh Mahzab Historismus ............................................................................. 4
2.2.1 Fredrich List (1789-1846) ....................................................................................... 4
2.2.2 Bruno Hilderbrand (1812-1878) .............................................................................. 5
2.2.3 Gustov Von Schmoler (1839-1917) ........................................................................ 7
2.2.4 Karl Butcher (1847-1930) ....................................................................................... 7
2.2.5 Werner Sombart (1863-1941) .................................................................................. 9
2.2.6 Walt Whitmer Rostow (1916-1979) ........................................................................ 9
2.3 Mahzab Institusionalisme ............................................................................................. 10
2.3.1 Sejarah Pengembangan Mahzab Institusionalisme................................................ 10
2.4 Tokoh - Tokoh Mahzab Institusionalisme ................................................................... 11
2.4.1 Thorstein Bunde Veblen (1857-1929) ................................................................... 11
2.4.2 Wesley Clair Mitchel ............................................................................................. 13
2.4.3 Gunnar Karl Mrydal .............................................................................................. 13
2.4.4 Joseph S. Schumpeter ............................................................................................ 13
2.5 Perilaku Usaha Pemilik Mahzab Institusionalisme ...................................................... 13
2.6 Perilaku Konsumen Mahzab Institusionalisme ............................................................ 14
2.7 Kelemahan Mahzab Institusionalisme ......................................................................... 15
BAB III .................................................................................................................................. 16
PENUTUP.............................................................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mazhab historis mengkaji pertumbuhan ekonomi dari sisi sejarahnya, sehingga teori-
teori ini disebut pula Teori Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi. Teori ini berasal dari
Jerman pada abad XIX sebagai reaksi terhadap “sistem persaingan bebas” (laissez faire)
yang lahir dan berkembang di Inggris. Dengan berhasilnya tokoh-tokoh neo-klasik dalam
mementahkan serangan pemikiran-pemikiran sosialis/marxis, maka bendera sistem
liberal/kapitalisme kembali berkibar. Walaupun sistem pakar-pakar neo-klasik berhasil
mementahkan serangan kaum sosialis, tidak berarti sistem ini dianut semua negara-negara
di daratan Eropa. Pada waktu yang bersamaan, di Jerman perkembangan suatu aliran
pemikiran ekonomi yang disebut Aliran Sejarah (historism). Pola pemikiran aliran sejarah
didasarkan pada prespektif sejarah. Kerangka dasar teoritisnya berikut pola pendekatan yang
digunakan oleh aliran sejarah dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi sangat berbeda
dan terpisah dari aliran utama (mainstream) yang berawal dari kaum klasik.
Mahzab institusional dimulai oleh Walton Hamilton pada tahun 1919 Pandangan tokoh-
tokoh awal institusi mazhab tersebut Tekanan beberapa isu antara lain: perubahan teknologi
(teknologi mengubahspek psikologi dan aspek hukum adalah aspek-aspek yang harus
diikutsertakan dalam analisis ekonomi. Pada awalnya tampilan ini cukup berkembang
karena dianggap lebih mewakili dunia nyata (karena memiliki bukti empiris). Orang yang
paling berpengaruh dan mempunyai peran dominan terhadap keberadaan aliran institusional
adalah Thorstein Bunde Veblen (1857-1929). Veblen pada intinya mengkritik teori-teori
yang digunakan kaum klasik dan neo-klasik dan model model secara teoritisnya dan
menggoda terlalu tajam fenomena-fenomena ekonomi. Pemikiran ekonomi klasik dan neo-
klasik juga dikritiknya karena dianggap mengabaikan aspek-aspek non ekonomi seperti
kelembagaan dan lingkungan. Padahal pengaruh dan keadaan lingkungan sangat besar
terhadap perilaku laku ekonomi masyarakat. Bagi Veblen masyarakat adalah suatu
kompleksitas dimana tiap-tiapnya orang hidup, dan tiap orang terpengaruh ikut serta
mempengaruhi pandangan serta perilaku orang lain. Dari penelitian dan pengamatannya ia
Kesimpulannya adalah perilaku masyarakat berubah dari tahun ke tahun. Bagi Veblen

1
masyarakat merupakan suatu fenomena evolusi, dimana segala sesuatunya terus menerus
mengalami perubahan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Mazhab Historismus dan Mazhab Institusionalisme?
2. Bagaimana dasar pemikiran dari tokoh Mazhab Historismus dan Mazhab
Institusionalisme?
3. Bagaimana sejarah pengembangan Mahzab Institusionalisme?
4. Bagaimana perilaku pemilik usaha, perilaku konsumen, dan kelemahan dalam
Mahzab Institusinalisme?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang mazhab historismus dan institusionalisme
2. Untuk mengetahui dan memahami dasar pemikiran dari tokoh Mazhab Historismus
dan Mazhab Institusionalisme
3. Untuk mengetahui dan memahami sejarah pengembangan Mahzab Institusionalisme
4. Untuk mengetahui dan memahami perilaku pemilik usaha, perilaku konsumen, dan
kelemahan dalam Mahzab Institusinalisme

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Mahzab Historismus


Mazhab Historismus dikenal sebagai penganjur paham nasionalisme, baik dalam
kehidupan ekonomi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut dikarenakan
paham tersebut sudah tertanam begitu dalam bahkan menjadi bagian dari masyarakat
Jerman pada umumnya.Semenjak pecah Perang Napoleon pada akhir abad ke-18 dan
dipicu oleh rasa patriotisme dan nasionalisme yang begitu kuat, masyarakat Jorman yang
semula terbagi ke dalam 39 negara bagian (sebagai konsekuensi dari perjanjian damai
dengan pihak Perancis) memimpikan adanya unifikasi atau penyatuan Jerman dan adanya
pembaharuan di bidang konstitusi. Namun, adanya konflik yang berkepanjangan, baik
berupa konflik internal maupun konflik eksternal, menyebabkan proses unifikasi Jerman
berjalan melambat dan memakan waktu yang cukup lama.Pada abad ke-19, adanya
perbedaan pada institusi sosial dan ekonomi antara Jerman dan Inggris, ternyata
berimplikasi pada perbedaan ideologi ekonomi mereka. Teori-teori berasal dari Inggris
(Inggris dikenal dengan paham ekonomi klasiknya) dinilai tidak mampu memahami dan
memberikan solusi atas situasi di Jerman pada masa itu.
Oleh karena itu. berawal dari sinilah mazhab Historismus berkembang sebagai sebuah
kritik atas doktrin ekonomi klasik. Pola pemikiran mazhab historismus ini didasarkan
atas perspektif sejarah terhadap masalah dan fenomena ekonomi, Gagasan-gagasan yang
dikemukakan oleh penganut mazhab ini tidak lepas dari kondisi sosial-ekonomi
masyarakat Jerman pada abad ke-19. Menurut mazhab ini, fenomena ekonomi hanya
dipandang sebagai sebuah "bagian" tertentu dari perjalanan sejarah suatu bangsa. Oleh
karena itu, pemikiran ekonomi dan penelitian tentang masalah-masalah ekonomi harus
berada dalam konteks perspektif sejarah sehingga setiap kebijakan yang dihasilkan
didasarkan atas realitas di dunia nyata, bukan berdasarkan atas pemikiran yang abstrak
dan dengan asumsi-asumsi yang terkadang kurang realistis
Menurut pandangan mazhab ini, pemikiran kaum klasik dinilai terlalu abstrak- teoretis
karena mengandalkan metode deduksi dalam analisisnya. Selain itu, mazhab ini juga
menolak hukum-hukum ekonomi yang diajukan oleh kaum Klasik sebagai sesuatu hal
yang bersifat universal. Sebaliknya, mazhab ini lebih condong pada metode induksi

3
empiris dalam analisisnya. Hukum ekonomi harus dianggap sebagai suatu hal yang
bersifat relatif karena segala sesuatu itu tergantung pada dimensi ruang dan waktu Para
ahli sejarah membuktikan bahwa perkembangan ekonomi merupakan sebuah fenomena
yang unik dan tidak berlaku secara universal. Oleh karena itu, anggapan tentang adanya
hukum alam di bidang ekonomi sulit diterima oleh mazhab ini. Pemikiran mazhab ini
mendominasi pemikiran ekonomi di Jerman selama abad ke-19 sampai awal abad ke-20.
Prinsip dan Ajaran Mazhab Historismus:
- Mahzab Historismus menekankan pendekatan yang bersifat evolusioner pada ilmu
ekonomi. Mazhab ini memusatkan perhatiannya pada pertumbuhan dan
pembangunan secara kumulatif.
- Mazhab Historismus menekankan pentingnya peranan pemerintah dalam
perekonomian.
- Mazhab Historismus menggunakan pendekatan induktif dalam analisisnya.
- Mazhab Historismus memberikan dukungannya pada pandangan- pandangan yang
bersifat konservatif.

2.2 Tokoh - Tokoh Mahzab Historismus

2.2.1 Fredrich List (1789-1846)


Friedrich List lahir di Reutlingen, Wurttemberg, Jerman Tidak ingin mengikuti
jejak sang ayah sebagai seorang pengrajin kulit yang sukses, List kecil memutuskan
untuk menjadi seorang pegawai pada salah satu kantor pelayanan publik di kotanya.
Pada tahun 1816, karimnya melaju pesat dan kemudian diangkat sebagai salah satu
pejabat pemerintahan di negerinya. Satu tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1817
dia diangkat sebagai guru besar ilmu administrasi dan politik di University of
Tübingen.Pada tahun 1824 sampai 1832. List merantau di AS dan mendalami ilmu
jurnalistik. Ideidenya tentang proteksionisme mendapat sambutan yang hangat di
AS. Sekembalinya dari AS. pada tahun 1834 ide List tentang perlunya kawasan
perdagangan dan pasar bersama (common market) terwujud ditandai dengan
lahirnya Zollverein yakni semacam perjanjian bersama untuk menentukan tarif
pabean (mirip dengan customs union pada masa sekarang). Pada masa itu wilayah
Jerman terbagi atas tiga puluhan kerajaan kecil dan menengah, di mana masing-
masing kerajaan tersebut mempunyai tarif yang berbeda-beda. Di mata List, hal

4
tersebut merupakan sebuah hambatan dalam meraih pasar yang lebih luas bagi
produk- produk Jerman pada umumnya.
Pokok Pikiran Frederich list
Friedrich List dipandang sebagai pelopor pemikiran ekonomi pada mazhab
Historismus. Selain itu. List juga menonjol sebagai eksponen konsep nasionalisme
ekonomi. Pemikiran. List tertuang secara rinci di dalam bukunya yang berjudul Das
Nationale System der Politischen Oekonomie (1841) yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. dengan judul The National System of
Political Economy, International Trade, Trade Policy and German Customs Union
pada tahun 1856.
Menurut List, ada lima tahap perkembangan ekonomi-didasarkan pada cara
produksi-suatu masyarakat yaitu:
1. Tahap berburu atau barbarian, yang merupakan ciri masyarakat primitif di
mana pada tahap ini masyarakat memenuhi kebutuhannya hanya dari alam
(ekstraktif);
2. Tahap beternak atau pastoral, di mana pada tahap ini sudah ada kegiatan
beternak,namun masih bersifat nomaden
3. Tahap agraris, di mana pada tahap ini masyarakat mulai menetap dan bertani
secara subsisten,
4. Kombinasi antara tahap bertani dan industri manufaktur dan perdagangan, di
mana pola- pola industri manufaktur dan perdagangannya masih dalam bentuk
yang sederhana;
5. Kombinasi antara tahap bertani dan industri manufaktur dan perdagangan, di
mana pola-pola industri manufaktur dan perdagangannya sudah dalam bentuk
yang maju.

2.2.2 Bruno Hilderbrand (1812-1878)


Hildebrand merupakan tokoh yang berpengaruh terhadap perkembangan mahzab
historismus dalam ilmu ekonomi. Menurut Hildebrand, tingkatan kelompok
masyarakat dalam melakukan transaksi ekonomi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1) Tukar - menukar secara natural (barter)
Perekonomian barter adalah bentik perekonomian pertukaran yang paling awal.
Dalam perekonomian barter, khususnya barter yang tradisional (barang-barang
atau jasa-jasa) dipertukarkan secara langsung oleh kedua pihak. Salah satu

5
keterbatasan sistem barter adalah bahwa perdagangan diantara kedua belah
pihak terjadi apabila keduanya saling membutuhkan barang yang dipertukarkan
tersebut. Hal ini mengakibatkan jumlah dan ragam produk yang dipertukarkan
menjadi sangat terbatas, sementara waktu dan biaya yang diperlukan untuk
kegiatan pertukaran tersebut relatif besar.
2) Tukar - menukar dengan perantara uang
Dalam perekonomian ini, pertukaran dilakukan dengan menggunakan suatu
media yang dinamakan uang. Kegunaan uang mengalami perkembangan
sehingga tidak hanya lagi sekedar alat tukar. Dalam teori ekonomi moneter
terdapat 4 kegunaan uang, yaitu :
1. Alat tukar
2. Alat penyimpan nilai/daya beli
3. Satuan hitung
4. Ukuran pembayaran masa depan (hutang piutang)
Pengertian uang dari waktu ke waktu juga mengalami kemajuan yang berarti.
Hal ini diindikasikan dengan berkembangnya instrumen - instrumen keuangan
(financial instrument). Tukar - menujar dengan perantara uang juga telah
mengalami perkembangan yang mengarah kepada apa yang disebut dengan
kredit. Dan sebagai alat tukar ada dua sifat penting yang harus dipenuhi oleh
uang, yaitu dapat diterima secara umum dan dapat digunakan sebagai alat dalam
pertukarang barang-barang dan jasa-jasa.
3) Tukar - menukar dengan menggunakan kredit
Dalam setiap transaksi selalu dijumpai 3 fenomena antara lain :
1. Negoisasi
2. Penyerahan barang dan jasa yang ditransaksikan
3. Pembayaran (dalam perekonomian uang lazim dengan menggunakan satuan
mata uang tersebut)
Apabila antara penyerahan barang/jasa dengan pembayaran terdapat perbedaan
waktu yang cukup berarti (sesuai dengan perjanjian kedua pihak), makanproses
pertukaran itu dikatakan berlangsung secara kredit. Pengenalan kredit akan
memperlancar kegiatan transaksi, yang selanjutnya mendorong perkembangan
produksi dan konsumsi yang demikian berarti bagi pertumbuhan ekonomi.

6
Kelemahan dan pemikiran Hildebrand ini adalah sejarah pemikiran ekonomi
hanya bersifat monografi yang bersifat deskriptif tengang masalah - masalah
ekonomi.

2.2.3 Gustov Von Schmoler (1839-1917)


Gustov Von Schmoler merupakan salah satu tokoh yang pemikirannya sangat
bertentangan dengan aliran klasik. Pemikirannya selalu menempatkan peranan
pemerintah yang bersifat fleksibel untuk memperbaiki keadaan perekonomian di
suatu wilayah. Schmoler sangat beryakinan bahwa pasar tidak akan berjalan dengan
adil dan merata jika hanya mengandalkan mekanisme pasar (Demand & Supply).
Pemikiran Schmoler lebih mengedepankan sektor politik dan sosial yaitu dengan
meningkatkan kesejahteraan kaum buruh berupa didirikan dibinanya organisasi-
organisasi serikat pekerja.
Keberhasilan dari pemikiran Schmoler ini adalah terciptanya Undang-undang
sebagai bahan pertimbangan pemerintah untuk melindungi kaum buruh dari
penindasan kalangan pengusaha dan diberikannya jaminan sosial kepada kalangan
buruh sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pemikiran Schmoler sangat
maju pada zamannya karena pada saat itu, negara-negara di Eropa belum memiliki
Undang-undang perlindungan kaum buruh.

2.2.4 Karl Butcher (1847-1930)


Karl Bucher telah menghasilkan suatu analisis dengan mengacu kepada
evolusi perekonomian di Jerman. Dia mencoba mensintesakan pendapat List dan
Hildebrand dengan mengatakan bahwa perekonomian tumbuh melalui 3 tahap,
yaitu:
b. Produksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri (Rumah Tangga)
Pada tahap ini suatu rumah tangga memproduksi sendiri produk-produk yang
mereka butuhkan, yang dengan demikian tidak terdapat perdagangan seperti
yang banyak dikenal pada saat sekarang. Unit-unit produksi dengan sendirinya
juga merupakan unit-unit konsumsi. Dalam pada itu kebutuhan masyarakat
terhadap barang-barang dan jasa-jasa masih sangat terbatas. Organisasi
produksi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat pokok
dengan menggunakan teknologi yang masih sangat sederhana.

7
c. Perekonomian Kota
Dalam tahap ini, perdagangan sudah mulai meluas. Skala perdagangan yang
terjadi masih dalam lingkup kecil dan hanya bersifat antar keluarga di suatu
dusun, kampung atau pedesaan, dimana diantara para pelaku satu sama lain
mungkin masih saling mengenal. Pasar (arti fisik) cenderung untuk berada di
tempat yang relatif ramai, meskipun berlokasi di daerah pedesaan. Dengan
semakin berkembangnya perdagangan, maka pasar akan semakin ramai pula,
sehingga lamban laun berkembang menjadi suatu kawasan yang disebut kota
yang melahirkan perekonomian kota.
Karakteristik yang menonjol dari perekonomian kota, dibandingkan dengan
perekonomian rumah tangga antara lain:
(1) Skala perdagangan, yang tercermin dari nilai dan volume barang-barang
serta jasa-jasa yang diperdagangkan, menjadi semakin besar dan hal ini
berimplikasi kepada berkembangnya sektor transportasi.
(2) Ragam barang-barang dan jasa-jasa yang diperdagangkan semakin banyak.
(3) Jarak angkut dari barang-barang yang diperdagangkan semakin jauh yang
mencerminkan adanya kemajuan dalam bidang transportasi.
(4) Banyaknya diantara para pelaku yang terlibat dalam perekonomian kota ini
satu sama lain tidak saling mengenal.
(5) Peranan kaum pedagang dan pengusaha pada umumnya menjadi semakin
menonjol sehingga kadang-kadang menyaingi kekuasaan raja.
(6) Penggunaan uang sudah semakin meluas mengakibatkan perekonomian
menjadi lebih efisien, merangsang unit-unit produksi dan konsumsi untuk
berkembang lebih lanjut sehingga perekonomian kota jauh lebih dinamis dari
perekonomian rumah tangga.
c. Perekonomian Nasional
Pada tahap ini produksi dan pertukaran sudah mengalami kemajuan selangkah
lagi dimana hampir semua kegiatan ekonomi perkotaan dan pedesaan di suatu
negara sudah semakin terintegrasi. Kegiatan produksi sudah berorientasi ke
pasar (market oriented) yaitu barang diproduksi untuk dijual ke pasar. Peranan
pedagang menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan oleh batas wilayah
kekuasaan antara satu negara dengan negara lainnya sudah semakin
jelas.Peranan pemerintah dalam ekonomi perdagangan dengan demikian
menjadi semakin penting. Negara-negara di Eropa pada masa itu biasa disebut

8
dengan merkantilisme (1500-1750 Masehi) atau zaman kapitalisme awal.
Merkantilisme adalah suatu paham yang menekankan pentingnya
pembentukan suatu negara nasional yang kuat melalui pemupukan
kemakmuran nasional. Dalam pertumbuhan perekonomian nasional ini
dilakukan dalam konteks internasional, dimana kebijaksanaan perdagangan
internasional memperoleh perhatian yang sangat penting.
Seperti halnya dalam teori pertumbuhan List dan Bruno Hildebrand, sudah
barang tentu tidak akan dapat diketahui secara pasti dan tegas batas-batas
diantara ketiga tahap pertumbuhan ekonomi Karl Bucher ini.

2.2.5 Werner Sombart (1863-1941)


Werner Sombart adalah seorang ekonom dan sosiolog Jerman yang hidup pada
akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ia terkenal dengan karyanya yang berjudul
“The Modern Capitalism” (1902), di mana ia membahas perkembangan
kapitalisme dalam sejarah. Sombart mengadopsi pendekatan historis dalam analisis
ekonomi, mencoba menjelaskan bagaimana kapitalisme berkembang dan berubah
dari waktu ke waktu. Ia juga mencoba memahami peran faktor-faktor sosial dan
budaya dalam perkembangan ekonomi.

2.2.6 Walt Whitmer Rostow (1916-1979)


Walt Whitman Rostow adalah seorang ekonom Amerika yang dikenal karena
konsep “stages of economic growth” (tahap pertumbuhan ekonomi) yang
dipaparkannya dalam bukunya yang berjudul “The Stages of Economic Growth: A
Non-Communist Manifesto” (1960). Rostow berpendapat bahwa negara-negara
mengalami serangkaian tahap pertumbuhan ekonomi yang khas, mulai dari tahap
tradisional hingga tahap tingkat konsumsi massa.
Pendekatannya didasarkan pada ide bahwa sejarah dan tahap pertumbuhan
ekonomi saling terkait, dan ia berusaha memberikan kerangka kerja historis untuk
memahami perkembangan ekonomi. Kedua tokoh ini berusaha menghubungkan
perkembangan ekonomi dengan konteks sejarah, tetapi Sombart lebih menekankan
faktor sosial dan budaya, sementara Rostow fokus pada tahap pertumbuhan
ekonomi. Meskipun mereka tidak selalu dikategorikan sebagai tokoh murni dalam
tradisi historisme, pemikiran mereka mencerminkan pengaruh pendekatan sejarah
dalam analisis ekonomi

9
2.3 Mahzab Institusionalisme

2.3.1 Sejarah Pengembangan Mahzab Institusionalisme


Ekonomi institusional merupakan sebuah pemikiran dalam ilmu ekonomi yang
bermakna pandangan bahwa sebuah prilaku ekonomi (economic behaviour) suatu
pihak atau seseorang yang sangat dipengaruhi tehadap institusi tertentu. Institusi
dalam hal ini mempunyai arti yang luas serta secara singkat bisa diartikan sebagai
"aturan main" dalam sebuah kelompok masyarakat yang ada didalam sebuah
kelompok itu sendiri. Institusi formal dapat juga berupa suatu regulasi, peraturan,
hukum perdagangan dll; sementara itu, institusi bisa berupa konvensi, budaya, tren,
dsb. Dengan demikian institusi di sini tidak memiliki kesamaan dengan organisasi.
Mazhab Institusional awalnya ada sebagai sanggahan terhadap sebuah pandangan
atau mazhab ekonomi neo-klassik yang menyatakan bahwa suatu perilaku ekonomi
seseorang hanya merupakan suatu yang disarankan pada sebuah keinginan setiap
orang untuk lebih memaksimalkan keuntungan.
Aliran Historismus berkembang di daratan Amerika pada abad ke-20 yang
dinamakan aliran Institusionalisme. Aliran historismus dan institusional
merupakan aliran ilmu ekonomi yang memiliki kesamaan dalam menolak ajaran
ekonomi klasik. Institusionalisme sedikit bertolak belakang dengan falsafah
pemikiran Historisme, hal ini dikarenakan aliran institusional lebih memperhatikan
masalah-masalah ekonomi dalam kehidupan masyarakat juga berbeda. Orang yang
paling berpengaruh dan mempunyai peran dominan terhadap keberadaan aliran
institusional adalah Thorstein Bunde Veblen (1857-1929). Veblen pada intinya
mengkritik teori-teori yang digunakan kaum klasik dan neo-klasik dan model
model teoritisnya dan cenderung terlalu menyederhanakan fenomena-fenomena
ekonomi. Pemikiran ekonomi klasik dan neo-klasik juga dikritiknya karena di
anggap mengabaikan aspek-aspek non ekonomi seperti kelembagaan dan
lingkungan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh keadaan dan lingkungan sangat besar
terhadap tingkah laku ekonomi masyarakat.
Mahzab ekonomi institusional membahas perilaku ekonomi dengan memakai
alat analisis yang telah dikembangkan dengan dukungan dari empat teori yang bisa
dipakai sebagai alat analisis. Teori itu tediri dari:
a. Teori biaya transaksi (transaction cost theory)
b. Teory hak kepemilikan (property rights theory)

10
c. Teori pilihan public (public choice theory)
d. Teori permainan (game theory).
Perkembangan mazhab Institusional mengalami kendala bahkan cendrung
ditinggalkan sebab tidak adanya pembahasan lebih lanjut dari pendukung mazhab
dan pada akhirnya bisa membetuk serta memberikan landasan teori yang sangat
kuat. Di sisi lain, perkembangan mazhab neo klasik yang secara luas mulai
mengembangakan alat ekonometrik dalam analisisnya serta perkembangan
mazhab ekonomi kesejahteraan (Welfare Economics) yang diusung oleh J.M.
Keynes, yang membuat mazhab institusional menjadi lebih tertinggal sebab
dengan alat-alat analisis itu mazhab neo-klasik menjadi dinaggap lebih mampu
untuk mendapatkan penjelasan secara empirik.
Pada tahun 1970-an, mahzab ekonomi institusional mengalami kebangkitan
lagi, Tetapi mahzab ekonomi institusional yang baru bangkit tersebut tidak
semuanya sama dengan mahzab ekonomi institusional yang dibawa oleh Vablen
dkk. Hal tersebut mengakibatkan mahzab institusional yang datang belakangan
sering dinamakan mazhab institusional baru (New Institutional Economic)
sementara dari pandangan Veblen dkk selanjutnya serting disebut sebagai mazhab
institusional lama (Old Institusional Economic). Ketidaksamaan yang begitu
mendasar lainnya antara mazhab institusional lama dan baru ialah azhab
institusional baru memakai dua dasar asumsi yaitu bahwa manusia berprilaku
rasional (rational individual behaviour) serta adanya fungsi preferensi individu
yang jelas (individual preferences function) yang merupakan asumsi dasar yang
sangat penting bagi mazhab neo-klassik. Mahzab institusional baru merupakan
bentuk pengembangan dari mazhab neo-klassik. Para tokoh yang
mengembangkan mazhab institusional baru tersebut diantaranya ialah Ronald
Coase, Oliver Williamson, Doughlas North, dan Harold Demsetz.

2.4 Tokoh - Tokoh Mahzab Institusionalisme

2.4.1 Thorstein Bunde Veblen (1857-1929)


Orang yang paling berpengaruh dan mempunyai peran dominan terhadap
keberadaan aliran institusional adalah Thorstein Bunde Veblen (1857-1929).
Veblen pada intinya mengkritik teori-teori yang digunakan kaum klasik dan neo-
klasik dan model model teoritisnya dan cenderung terlalu menyederhanakan

11
fenomena-fenomena ekonomi. Pemikiran ekonomi klasik dan neo-klasik juga
dikritiknya karena di anggap mengabaikan aspek-aspek non ekonomi seperti
kelembagaan dan lingkungan. Padahal pengaruh keadaan dan lingkungan sangat
besar terhadap tingkah laku ekonomi masyarakat.
Bagi Veblen masyarakat adalah suatu kompleksitas dimana tiap orang hidup,
dan tiap orang dipengaruhi serta ikut mempengaruhi pandangan serta perilaku
orang lain. Dari penelitian dan pengamatannya ia menyimpulkan bahwa perilaku
masyarakat berubah dari tahun ke tahun. Penelitian tentang perubahan perilaku
dilakukannya dengan pendekatan metode induksi. Bagi Veblen masyarakat
merupakan suatu fenomena evolusi, dimana segala sesuatunya terus menerus
mengalami perubahan.
Konsep Pemikiran Dari Teori Veblen:
Inti pemikiran Veblen dapat dinyatakan dalam beberapa kenyataan ekonomi
yang terlihat dalam perilaku individu dan masyarakat tidak hanya disebabkan oleh
motivasi ekonomi tetapi juga karena motivasi lain (seperti motivasi sosial dan
kejiwaan), maka Veblen tidak puas terhadap gambaran teoretis tentang perilaku
individu dan masyarakat dalam pemikiran ekonomi ortodoks. Dengan demikian,
ilmu ekonomi menurut Veblen jauh lebih luas daripada yang ditemukan dalam
pandangan ahli-ahli ekonomi ortodoks.
Revolusi perkembangan pemikiran yang dikemukakan Veblen yaitu dengan
memperluas lingkup pengkajian ilmu ekonomi, membawa akibat perluasan dan
perubahan dalam metodologi, andaian-andaian, dan perilaku variabel-variabel
ekonomi. Veblen melihat pengkajian ilmu ekonomi dari berbagai aspek ilmu sosial
sehingga diperlukan interdisiplin. Oleh karena itu pula Veblen mendapat tuduhan
bukan sebagai seorang pemikir ekonomi, tetapi sebagai seorang sociologist.
Pandangan pemikiran Veblen yang utama bahwa teori-teori ekonomi ortodoks,
seperti teori konsumsi, perilaku bisnis, andaian-andaian laba maksimal, persaingan
sempurna ditolaknya. Persaingan sempurna hampir tidak terjadi, yang banyak
terjadi adalah monopoli, bukan persaingan harga, tetapi harga ditetapkan lebih
tinggi. Konflik-konflik yang terjadi bukan lagi antara tenaga kerja dan pemilik
modal, tetapi antara bisnismen dengan para teknisi. Karena dunia bisnis telah
dikuasai oleh mesin, maka peranan teknisilah yang menentukan proses produksi.
Selanjutnya pandangan Veblen pada tahap awal sukar dipahami oleh ahli-ahli
ekonomi, karena dia menggunakan istilah-istilah yang datang dari disiplin lain.

12
Namun demikian, pandangan-pandangannya telah mendorong berkembangnya
aliran ekonomi kelembagaan Amerika Serikat. Murid-muridnya melanjutkan dan
melakukan pengembangan terhadap pemikiran- pemikirannya.

2.4.2 Wesley Clair Mitchel


Wesley clair mitchel adalah murid, teman dan pengagum Veblen. la berjasa dalam
me-ngembangkan metode-metode kuantitatif dan menjelaskan peristiwa-peristiwa
ekonomi. Salah satu karyanya yang sudah menjadi klasik adalah : Business Cycles
and Their Causes. Sesudah PD2, Mitchel mengorganisasi sebuah badan penelitian
“National Bureau of Economic Research”. Dari penelitian ini memungkinkan lebih
dikembangkannya penelitian-penelitian tentang pendapatan nasional, fluktuasi
ekonomi atau Business cycles, perubahan produktivitas, analisis harga.

2.4.3 Gunnar Karl Mrydal


Gunnar karl myrdal banyak menulis buku, antara lain: An American Dilema,Value
in Social Theory, Challenge to Affluence, dan Asian Drama: An Inquiry into The
Poverty of Nations. Salah satu pesan Myrdal pada ahli-ahli ekonomi ialah agar ikut
membuat value judgement. Jika itu tidak dilakukan struktur-struktur teoritis ilmu
ekonomi akan menjadi tidak realistis. Myrdal percaya bahwa pemikiran
Institusional sangat diperlukan dalam melaksanakan pembangunan di Negara
berkembang. Myrdal meraih nobel dibidang Ekonomi pada tahun 1974 bersama
F.A Hayek atas jasa-jasanya dalam menyumbang pemikiran ekonomi, terutama
bagi pembangunan Negara berkembang.

2.4.4 Joseph S. Schumpeter


Schumpeter di masukkan ke dalam aliran institusional karena ia mengatakan
bahwa sumber utama kemakmuran bukan terletak dalam ekonomi itu sendiri,
melainkan berada di luarnya, yaitu dalam lingkungan dan institusi masyarakat.
Sumber kemakmuran terletak dalam jiwa kewiraswastaan para pelaku ekonomi
yang mengarsiteki pembangunan.

2.5 Perilaku Usaha Pemilik Mahzab Institusionalisme


Merujuk pada cara pemilik atau pengelola institusi atau organisasi berperilaku
berdasarkan norma-norma, aturan, dan praktik yang ada dalam lingkungan institusi atau

13
organisasi tersebut. Para pengusaha menghasilkan barang-barang dan jasa untuk
memperoleh keuntungan melalui kerja keras. investasi masuk ke dalam transformasi
produksi yang di namakan 'Production for use' Namun, pada masa kini laba dan
keuntungan sebagian tidak di peroleh melalui kerja keras. tetapi dengan trik-trik bisnis
tanpa mempedulikan nasib orang lain yang di namakan 'Production for profit'.
Vablen melihat dalam masyarakat amerika yang tumbuh dengan pesat telah
melahirkan suatu golongan disebut Absentee Oownership golongan para pengusaha modal
besar dan mengusai sejumlah perusahaan, tapi tidak ikut terjun langsung dalam kegiatan
operasional dan di serahkan kepada pegawai kepercayaan. menurut Vablen, bahwa
pengusaha mementingkan laba tanpa memperhatikan cara yang di jalani. Di beberapa
negara berkembang masih di jumpai aturan permainan atau rule of law yang tidak jelas
dengan adanya kerja sama antara militer demi bisnis monopolinya.
Dalam pandagan vablen ia melihat bahwa perilaku pengusaha yang mengejar
kepentingan pribadi sangat bertolak belakang dengan tujuan keseluruh. Sebaliknya demi
mengejar kepentingan pribadi ada pengusaha yang menghambat dan mematikan
kepentingan orang banyak. pengusaha absentee ownership memperoleh keuntungan
dengan cara saling menguntungkan yang berpontensi melahirkan golongan leisure class
yaitu memperoleh suatu keringat tidak begitu menghargai sesuatu yang di perolehnya
(Conspicuous Consumption). Perilaku usaha pemilik mahzab institusi dapat sangat
bervariasi tergantung pada lingkungan, budaya, dan sejarah institusi tersebut. Prinsip
utamanya adalah bahwa pemilik institusi akan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
dan berusaha untuk mempertahankan atau meningkatkan legitimasi dan keberlangsungan
institusi mereka.

2.6 Perilaku Konsumen Mahzab Institusionalisme


Perilaku konsumen dalam konteks mahzab institusional mengacu pada bagaimana
individu mengambil keputusan konsumen mereka berdasarkan norma, nilai, aturan, dan
struktur sosial yang ada dalam suatu institusi atau masyarakat tertentu. Sebagai contoh,
dalam masyarakat yang sangat religius, nilai-nilai keagamaan dapat mempengaruhi pilihan
konsumsi, seperti makanan halal atau mematuhi larangan tertentu. Inilah yang dimaksud
dengan pengaruh mahzab institusional dalam perilaku konsumen.
Menurut vablen, Pada masa dahulu perilaku orang terikat dengan masyarakat
sekeliling, dan orang dalam tingkah lakunya berusaha ikut menyumbang perkembangan
masyatakat. Menghindari perbuatan yang merugikan. tetapi di lihat sekarang dalam

14
masyarakat kapitalis finansial orang-orang mementingkan kepentingan pribadi dan tidak
dengan kepetingan orang banyak cenderung bersifat Money Oriented.

2.7 Kelemahan Mahzab Institusionalisme


Mahzab institusional, atau pandangan yang melihat perilaku konsumen dari sudut
pandang institusi dan normal sosial. Donaldson (1995), merupakan salah satu tokoh yang
mencetuskan kelemahan dari institusional. Dalam bukunya American Anti-Management
Theories Of Organization. Mahzab yang di terapkan tidak mendukung bentuk stuktur
seragam. Stuktur yang ada hanya di dukung kelompok berpaham institusional tanpa
dukungan kelompok non-instutisional. Pandangan institusional, tidak memiliki pandangan
yang sama. hal ini terlihat dari:
1. Model parsons
Organisasi yang menangani proses transformasi input menjadi output yang
dilegitimasi masyarakat.
2. Model Meyer dan Scott
Pengaruh institusional yang di pengaruhi oleh stuktur dan kondisi pasar (market
driven) yang di tentukan oleh penciptaan tugas situasional.
3. Model Powel
Stuktur elit kekuasaan lewat aturan-aturan yang di ciptakan oleh sekolompok
organisasi yang bersifat Taken For Granted yang menentukan dinamika stuktur
organisasi.
Paham institusional pun tidak terlalu spesifik dalam menjabarkan teorinya. Hal ini di
sebabkan oleh konsep analisis mekanistis untuk perusahaan yang bersifat transnasional
sehingga perusahaan multinasional dalam hal metodologi dan epistemologi yang berbeda
pola kerja manajemen multinasional.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, Mahzab Historismus memiliki pokok - pokok ajaran seperti :
1. Dalam menetapkan ide, hendaknya ditinjau tingkat perekonomian masyarakat
menurut sejarahnya, tidak melihat keadaan pada saat itu.
2. Kepentingan nasional harus di utamakan. Manusia harus di pandang sebagai individu
dalam sebuah masyarakat, sehingga kepentingan pribadi dipengaruhi oleh norma
– norma lain misalnya adat istiadat, kesusilaan, dan agama.
3. Dalam mengadakan penelitian masalah - masalah ekonomi harus didasarkan pada
peristiwa - peristiwa ekonomi yang nyata.
Serta terdapat tokoh - tokoh dalam Mahzab Historismus, seperti Frederich List, Bruno
Hildebrand, Karl Bucher, Karl Marx, dan Collinh Clark.
Sedangkan Mahzab Institusionalisme secara keseluruhan adalah sebuah mahzab
dengan pemikiran dalam ilmu ekonomi yang berisi pandangan bahwa perilaku ekonomi
seseorang atau suatu pihak sangat dipengaruhi oleh institusi tertentu. Institusi itu sendiri
didefinisikan sebagai aturan main dalam suatu kelompok masyarakat, baik yang sifatnya
formal maupul informal. Terdapat tokoh - tokoh dalam Mahzab Institusionalisme, seperti
Thorstein Bunde Veblen, Wesley Clair, Gunnar Karl Myrdal, dan Joseph S. Schumpeter.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ariwibowo, Prasetio. 2017. Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Unindra Press

17

Anda mungkin juga menyukai