Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TEORI SOSIOLOGI

“SOSIOLOGI DALAM PERSPEKTF GEORGE SIMMEL”


Disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Teori Sosiologi
Dosen pengampu: Cut Dhien Nourwahida, M.A.

Disusun oleh:
Alifia Fitrah A 11220150000004
Ibrahim Rifqi 11220150000005
Muhammad Hijrian Haikal 11220150000008
Sifa Nurfadilah 11220150000014

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023
I
II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori adalah sebuah alat penting untuk mengungkapkan hubungan sistematis dalam
fenomena sosial atau alam yang ingin diteliti. Teori terdiri dari kumpulan konsep,
definisi, dan proposisi yang saling terkait, memberikan penjelasan dan prediksi atas
fenomena tersebut. Teori sosiologi klasik adalah hasil pemikiran dari para tokoh terkenal
pada masa menjelang abad ke-20, seperti Emile Durkheim, Max Weber, Karl Marx,
Georg Simmel, dan lain-lain.
Georg Simmel, seorang sosiolog dan filsuf Jerman, dikenal sebagai tokoh sosiologi
formal. Pendekatan Simmel terhadap sosiologi lebih menekankan pada bentuk-bentuk
interaksi sosial, bukan pada isi dari interaksi tersebut. Ia melihat masyarakat sebagai
sebuah bentuk interaksi sosial yang berpola, seperti jaringan laba-laba. Simmel
berpandangan bahwa sosiologi harus memiliki tujuan untuk mendeskripsikan,
mengklasifikasikan, menganalisis, dan melakukan penyelidikan tentang bentuk-bentuk
hubungan sosial yang terjadi di dalam masyarakat.
Simmel juga menggunakan pendekatan dialektis dalam mengembangkan teori
sosiologinya dengan mengaitkan hubungan sosial yang dinamis dengan konflik yang
terjadi. Menurutnya, konflik merupakan hal yang esensial dalam kehidupan sosial sebagai
suatu yang tidak dapat dihindari di dalam komponen kehidupan sosial. Simmel melihat
fenomena sosial sebagai elemen formal yang bersifat ganda, antara kerjasama dan
konflik.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang akan diidentifikasi dalam
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Biografi George Simmel?
2. Apa saja konseptual teori G. Simmel?
3. Bagaimana batasan sosiologi harus ditentukan?
4. Bagaimana munculnya masyarakat melalui interaksi timbal-balik?
5. Bagaimana proses Interaksi bentuk versus isi?
6. Apa Superordinasi dan subordinasi?
7. Apa Konflik dan Kekompakan?

C. Tujuan Penulisan
Setelah mengetahui latar belakang dan rumusan masalah diatas, adapun tujuan dalam
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui Biografi George Simmel


2. Mengetahui konseptual teori G. Simmel
3. Mengetahui batasan sosiologi harus ditentukan
4. Mengetahui masyarakat melalui interaksi timbal-balik
5. Mengetahui proses Interaksi bentuk versus isi
6. Mengetahui Superordinasi dan subordinasi n
7. Mengetahui Konflik dan Kekompakan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup George Simmel

George Simmel
George Simmel lahir tahun 1858 di pusat kota Berlin. Ayahnya seorang pedagang Yahudi
kaya, yang masuk agama Kristen, dan meninggal ketika Georg masih sangat kecil, dan
George memiliki hubungan yang agak jauh dengan ibunya. Sesudah kematian ayahnya,
seorang keluarga itu diminta untuk menjaga Georg, dan beberapa kekayaan berupa uang.

Ditinggalkan seperti itu memungkinkan dia untuk mempertahankan suatu gaya hidup
borjuis yang enak, yang meskipun selama karirnya Simmel bahkan tidak menerima gelar
doktor dari Universitas Berlin tahun 1881 dan mulai mengajar di sana tahun 1885. Dia
merupakan seorang guru yang cemerlang, peka, sangat dalam pengetahuannya mengenai
pelbagai macam hal.

Kuliahnya begitu intelektual di Berlin tidak hanya mahasiswa saja yang menghadirinya
tetapi juga kaum elit. Meskipun pengetahuannya luas, kecemerlangan kuliahnya yang
diakui dan banyaknya serta mutu tulisannya, pengakuan profesional yang diberikan
kepada Simmel selama kehidupan profesionalnya itu sangatlah sedikit. Selama lima belas
tahun dia tetap sebagai dosen-privat (Privatdozent, yakni dosen yang tidak dibayar
yang gajinya berdasarkan pembayaran mahasiswa). Kemudian dia menerima gelar
Profesor Luar Biasa", tetapi hanya merupakan kehormatan belaka tanpa kompensasi
uang. Simmel akhirnya meninggalkan Universitas Berlin tahun 1914, untuk menerima
posisi sebagai profesor penuh pada Universitas Strasbourg, namun malang kehidupan
akademisnya segera terhenti karena pecah perang.

Meskipun pengakuan profesional yang resmi kurang, keahlian Simmel dalam


memberikan kuliah menghasilkan banyak pengagum, dan persahabatannya dengan
kalangan intelektual akademis, menyenangkan dia. Bersama dengan Tönnies dan Weber,
Simmel mengharapkan untuk mendirikan perkumpulan German Society for Sociology.
Weber berusaha supaya Simmel dipromosikan lebih cepat, namun tidak berhasil. Simmel
tentu bukan berada di luar lingkungan akademis seperti halnya dengan Comte di Prancis

4
di awal abad itu, namun statusnya jelas bersifat marginal. Ada beberapa alasan untuk
posisi marginalnya Simmel ini. Coser dan Spykmann mengatakan bahwa darah Yahudi
Simmel mungkin merupakan salah satu alasan.

Selain sikap anti-Semit di Jerman, Simmel sendiri memperbesar marginalitasnya dengan


menolak untuk menyesuaikan diri dengan suatu spesialisasi yang sudah diakui dalam
dunia akademis. Minatnya sangat luas, dan dari titik pandangan kaum yang berkuasa pada
waktu itu, hal ini memperlihatkan suatu penolakan untuk mengambil suatu bagian tertentu
dalam suatu spesialisasi yang sudah diakui dan untuk mengabdikan dirinya dalam bidang
ilmu pengetahuan secara penuh. Simmel tidak tertarik pada usaha membangun suatu jenis
filsafat atau sosiologi yang komprehensif.

Sebaliknya, seperti Coser kemukakan, Simmel nampaknya mengikuti dorongan hatinya,


mulai dari epistemologi Kant sampai ke sosiologi mengenai makanan atau mode atan
topik apa saja lainnya yang mungkin muncul dalam fantasinya. Dalam proses itulah dia
mengembangkan sejumlah sketsa yang analitis dan brilian, namun hasil keseluruhannya
bersifat fragmen-fragmen saja. Juga perserikatan Simmel sebagai calon di bidang
sosiologi tidak banyak membantu. Tradisi kaum historisi Jerman nampaknya menyangkal
legitimasi sosiologi sebagai ilmu pengetahuan tersendiri, khususnya seperti yang nampak
dalam sistem komprehensif Comte misalnya. Kaum historisi Jerman menekankan bahwa
setiap masyarakat memiliki etos budayanya sendiri, dan bahwa perilaku individu dan
proses sosial harus dimengerti sebagai suatu manifestasi etos ini. Tambahan pula,
cendekiawan Jerman seperti Wilhelm Dilthey, yang hidup semasa Simmel, mengadakan
pembedaan yang tajam antara dunia alam (nature) dan dunia perilaku manusia dan
budayanya serta mengemukakan bahwa hukum deterministik yang universal tidak berlaku
untuk dunia manusia dan budaya. Singkatnya, mereka yang dipengaruhi oleh posisi
historisi tidak menerima ide bahwa sosiologi dapat memberikan suatu penjelasan yang
komprehensif mengenai dunia sosial menurut hukum-hukum deterministik yang
universal. Mereka kuatir bahwa usaha serupa itu akan menyebabkan penyangkalan
terhadap kebebasan manusia dan keunikan individu serta masyarakat. Simmel tidak setuju
dengan pendekatan sistem (ala Comte), dan gaya kerja simmel menghindari pendekatan
seperti ini. Namun demikian, Simmel sangat setuju bahwa sosiologi itu merupakan suatu
disiplin ilmiah tersendiri. Juga Jesser mengemukakan, kehidupan akademis lebih tertutup
dan karena itu kurang terbuka untuk kritikan-kritikan sosial dan intelektual. Sebagai

5
hasilnya, tipe kehidupan intelektual yang bebas dan bertentangan dengan kebudayaan
muncul dikalangan orang pinggiran dari dunia akademis itu. Simmel yang termasuk
dalam orang pinggiran ini dengan demikian menambah kesulitan untuk diterima di
kalangan akademis yang sudah mapan.

B. Konseptual Teori Sosiologi menurut George Simmel

Simmel menyatakan obyek sosiologi adalah bentuk-bentuk hubungan antar manusia.


Menurut Simmel, seseorang menjadi warga masyarakat tentu mengalami proses
individualisasi dan sosialisasi. Tanpa menjadi warga masyarakat tak akan mungkin
seseorang mengalami proses interaksi antara individu dengan kelompok. Masyarakat itu
ada ketika individu mengadakan interaksi dengan individu-individu lainnya.

Dalam analisanya mengenai kelompok-kelompok sosial, ia mulai dengan bentuk terkecil


yang terdiri dari satu orang yang dinamakan monad. Kemudian monad dikembangkan
dengan meneliti kelompok-kelompok yang terdiri dari dua orang, dyad, atau tiga orang,
triad dan kelompok-kelompok kecil lainnya. Minat Simmel pada dampak jumlah orang
terhadap kualitas interaksi dapat dilihat dalam bahasannya tentang perbedaan antara dyad
dan triad.

dalam sosiologinya, Simmel mene- rapkan pendekatan Kant. Dalam teorinya, Kant
mengatakan bahwa pengetahuan adalah hasil dari sintesa kategori a priori dan
pengalaman. Demikian juga Simmel mempunyai tiga aprioritas (apriorities) dalam
sosiologi. Tiga kategori meliputi: "gambaran tentang orang lain yang diperoleh seseorang
lewat kontak per- sonal berdasarkan distorsi tertentu", ("setiap unsur dari suatu kelompok
bukan hanya merupakan bagian sosietal melainkan le- bih daripada itu"), dan
"masyarakat adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak imbang".5
Dengan ketiga aprioritas inilah kita memahami gejala sosial dan akhirnya akan mewarnai
apa yang kita sebut the social. Ketiga aprioritas ini merupakan bentuk-bentuk sosiasi
(forms ofsociation). Oleh karena itu sosiologi Simmel termasuk sosiologi formal (sejajar
dengan filsafat transendental Kantian) atau fenomenologis (sosiologi yang lebih
memusatkan pada gejala sosial sekalipun tidak mengingkari adanyahal yang lebih
esensial, yaitu pribadi). Dengan pendekatan ini Simmel ingin mengatasi dua cara ekstrim
memandang masya- rakat: individu dan masyarakat. Dia mengambil jalan tengah. Dia
menemukan bahwa apa yang kita sebut masyarakat adalah interaksi atau, menggunakan

6
istilah kuncinya, sosiasi (sociation). Masyarakat yang mesti menjadi kajian sosiologi tidak
terletak pada subyek, juga tidak pada totalitas sosial, melainkan pada bentuk-bentuk
hubungan. Keluarga, misalnya, tidak lain adalah kristalisasi dari interaksi dari individu-
individu. Masyarakat semacam ini merupakan hasil pertautan antara bentuk-bentuk
apriori dengan gejala sosial. Masyarakat berarti proses menjadi masyarakat. Tugas
sosiologi adalah menganalisa asal-usul ben- tuk-bentuk interaksi sosial dan
perkembangannya. Atau, lebih tepat, menganalisa cara bekerjanya kategori-kategori
tersebut dalam masyarakat tertentu.

Dyad

Bentuk duaan memperlihatkan ciri khas yang unik sifatnya yang tidak terdapat dalam satu
an sosial apapun yang lebih besar. Hal ini muncul dari kenyataan bahwa masing masing
individu dikonfrontasikan oleh hanya seorang yang lainnya, tanpa adanya suatu
kolektivitas yang bersifat superpersonal (suatu kolektivias yang kelihatannya mengatasi
para anggota  individu).

Keunikan bentuk duaan yang lain adalah dengan adanya  istilah berdua itu sepasang,


bertiga menjadi kerumunan (two is company, three is a crowd). Semua orang percaya
bahwa rahasia dapat dijaga oleh satu orang dan tidak lebih dari itu. Akibatnya hubungan
duaan memiliki sifat yang lebih intim dan unik secara emosional yang tidak mungkin
terjadi dalam bentuk sosial lainnya.

Hubungan duaan tidak selalu disertai oleh perasaan- perasaan Postitif. Dalam situasi
konflik, apapun masalah dan  sebab musababnya, hubungan yang sangat intim
seringkali membuat konflik malah menjadi lebih parah. Masalah Komflik yang terlihat
sepele ditanggapi secara emosional. Sesungguhnya keterbukaan mereka satu sama lain
pada tingkat yang dalam malah membuat mereka saling menyerang.

Contohnya adalah, suami dan isteri, dua orang sahabat karib dan seterusnya. Kalau
seseorang individu memilih untuk keluar dari suatu kelompok dyad (duaan) maka satuan
sosial itu sendiri akan hilang lenyap.

Tryad

Triad disini diartikan  sebagai  pihak  ketiga.  Salah satu pokok pikiran Simmel yang


terkenal adalah diskusinya mengenai berbagai peran yang dapat dilakukan oleh

7
pihak ketiga. Peran-peran ini yang tak mungkin kita temukan dalam  bentuk  duaan,
meliputi  penengah,  wasit,  tertius  gaudens  (pihak  ketiga yang menyenangkan) dan
orang yang memecah belah  dan menaklukan (divider and conqueror). Dalam
berbagai situasi, peran penengah lah yang muncul karena ikatan antara kedua anggota
dalam bentuk duaan itu didasarkan terutama pada hubungan mereka bersama pada pihak
ketiga. Artinya, ikatan duaan bersifat tidak langsung. Misalnya, hubungan seorang
menantu dengan mertuanya yang terhubung karena adanya pernikahan dengan anak
mertuanya(suaminya).

C. Batasan Sosiologi Harus Ditentukan

Untuk menentukan batasan sosiologi, Simmel mengusulkan pendekatan formalistik. Ia


berpendapat bahwa sosiologi harus memfokuskan perhatiannya pada bentuk-bentuk
eksternal dari hubungan sosial, seperti pola-pola interaksi, struktur sosial, dan institusi-
institusi sosial. Dengan demikian, sosiologi tidak akan bersaing dengan disiplin ilmu lain
yang lebih memfokuskan pada konten atau substansi dari hubungan sosial.

Namun, Simmel juga menyadari bahwa pendekatan formalistik ini memiliki kelemahan.
Ia khawatir bahwa dengan terlalu fokus pada bentuk-bentuk eksternal dari hubungan
sosial, sosiologi akan kehilangan nuansa dan kompleksitas dari kehidupan sosial manusia.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pendekatan kualitatif dalam sosiologi yang
memperhatikan pengalaman subjektif individu dalam hubungan sosial.

George Simmel berpendapat bahwa batasan sosiologi harus ditentukan oleh fokusnya
pada bentuk-bentuk eksternal dari hubungan sosial, namun juga harus memperhatikan
pengalaman subjektif individu dalam kehidupan sosial. Dengan demikian, sosiologi dapat
membedakan dirinya dari disiplin ilmu lain dan tetap relevan dalam mempelajari
masyarakat.

D. Munculnya Masyarakat Melalui Proses Interaksi Timbal Balik

Bagaimana munculnya masyarakat, Munculnya masyarakat menurut Simmel dikenal


dengan istilah vergesellschaftung yang secara harfiah berarti “proses terjadinya
masyarakat”, atau disebut juga dengan istilah “Sosiasi” (sociation). Jadi munculnya
masyarakat terjadi karena adanya interaksi timbal balik yang mana dalam proses tersebut
individu akan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Masyarakat lebih daripada

8
jumlah individu yang membentuknya lalu ditambah dengan pola interaksi timbal balik
dimana mereka saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Akan tetapi masyarakat
tidak akan pernah ada sebagai suatu benda objektif yang terlepas dari anggota-
anggotanya. Kenyataan itu terdiri dari kenyataan proses interaksi timbal balik.

Contoh terbentuknya masyarakat menurut Simmel, misalnya sejumlah individu yang


terpisah satu sama lain atau berdiri sendir isendiri saja, yang sedang menunggu dengan
tenang di terminal lapangan udara tidak membentuk jenis masyarakat atau kelompok.
Tetapi kalau ada pengumuman yang mengatakan bahwa kapal akan tertunda beberapa
jam karena tabrakan, beberapa orang mungkin mulai berbicara dengan orang
disampingnya, dan disanalah muncul masyarakat. Dalam hal ini masyarakat (sosietalisasi)
yang muncul akan sangat rapuh dan sementara sifatnya, dimana ikatan-ikatan interaksi
timbal baliknya itu bersifat sementara saja.

Proses munculnya masyarakat sangat banyak macam- nya, mulai dari pertemuan sepintas


lalu antara orang-orang asing ditempat-tempat umum sampai ke ikatan
persahabatan yang lama dan intim atau hubungan keluarga. Tanpa memandang tingkat
variasinya, proses sosiasi ini mengubah suatu kumpulan individu saja menjadi
masyarakat.

Proses terbentuknya masyarakat, menurut Simmel adalah sangat simple dan banyak


didiskusiksn oleh para sosiolog karena persyaratannya hanya satu yaitu
interaksi sedang persyaratan terbentuknya masyarakat harus memenuhi beberapa syarat
seperti: Sejumlah manusia yang hidup bersama dalam waktu yang relatif lama,
Merupakan satu kesatuan dan Merupakan suatu sistem hidup bersama yang menimbulkan
kebudayaan dimana setiap anggota masyarakat merasa dirinya terikat dengan
kelompoknya.

E. Superordinasi Dan Subordinasi

Diskusi Simmel mengenai bentuk-bentuk superordinasi dan subordinasi (atau dominasi


dan ketaatan) menggambarkan strateginya mengenai analisa formal. Meskipun bentuk-
bentuk ini nampaknya terutama mencakup arus pengaruh satu arah dari superordinasi ke
subordinasi, Simmel berpendirian bahwa elemen yang penting dalam sosiasi, yakni
interaksi timbal-balik, bukan tidak ada. Hanya dalam hal-hal yang jarang sifatnya,
superordinat tidak perlu memperhatikan pentingnya subordinat.

9
Dalam banyak hal, superordinat memperhitungkan kebutuhan atau keinginan subordinat,
meskipun hanya bertujuan untuk mengontrol subordinat sekalipun. Dalam hal ini
superordinat dipengaruhi oleh subordinat. Bentuk-bentuk ini juga sekaligus
mengungkapkan dengan jelas bahwa proses sosiasi mengatasi individu. Perilaku
superordinat dan subordinat tidak merupakan manifestasi belaka dari karakteristik pribadi
atau kemauan individu belaka; perilaku itu mencerminkan tenggelamnya sebagian
kepribadian pada pengaruh bentuk sosial.

Adapun bentuk bentuk Subordinasi diantaranya ;

1) Subordinasi di Bawah Seorang Individu dan Struktur Kelompok.

Simmel membedakan antara subordinasi di bawah seorang individu, subordinasi di


bawah suatu pluralitas individu, dan subordinasi di bawah suatu prinsip umum.
Subordinasi di bawah seorang individu secara khas memberikan akibat yang
mempersatukan pada pihak subordinat. Sering pemimpin mampu mempersatukan
subordinat ke dalam satu kelompok yang kompak dengan memberikan mereka perasaan
akan tujuan bersama dan menciptakan simbol persatuan itu pada dirinya. Tetapi
subordinasi di bawah seorang individu sering memancing oposisi terhadap si pemimpin,
dan oposisi bersama bisa merupakan sumber kesatuan kelompok lebih daripada
identifikasi bersama dari mereka terhadap pemimpin itu. Kedua hal ini nampaknya
memperlihatkan kecenderungan yang berbeda melalui identifikasi bersama terhadap
pemimpin, lawan unifikasi melalui oposisi bersama sebenarnya bisa digabung. Anggota-
anggota kelompok bisa bersatu dalam identifikasinya terhadap pemimpin secara abstrak
sebagai simbol kelompok dan dalam kerelaan mereka untuk mengikuti pimpinannya
dalam hal-hal tertentu, tetapi sekaligus mereka bisa bersatu dalam keinginan mereka
untuk menentang kekuasaan pemimpin itu. Oposisi terhadap seorang pemimpin tidak
harus mempersatukan subordinat. Kalau satu kelompok (atau masyarakat) terdiri dari
orang-orang yang heterogen sifatnya, permusuhan dan antagonisme yang dibangkitkan
pemimpin itu mungkin dibelokkan ke anggota-anggota lainnya, karena takut akan
pemimpin itu atau karena kebijaksanaan atau kurangriya kesempatan menyerang
pemimpin itu. Misalnya, seorang anak yang mengalami kegagalan dalam studi mungkin
mengungkapkan kemarahannya terhadap teman kelasnya yang berhasil daripada
melawan gurunya. Sama halnya, orang yang frustrasi di kelas menengah-bawah atau
kelas pekerja, mungkin bermusuhan dengan mereka yang makmur, atau dengan anggota

10
kelompok minoritas daripada dengan struktur kekuasaan yang sudah mapan itu.
Pengaruh yang memecah ini bisa diatasi kalau pemimpin itu dapat memberikan suatu
ikatan bersama di antara orang-orang yang heterogen itu atau kelompok yang tunduk
padanya.

Misalnya, kelompok-kelompok etnis yang saling bertentangan bisa dipersatukan dengan


adanya suatu agama yang sama, dan kelas-kelas sosial yang bertentangan dapat
dipersatukan dalam oposisinya melawan musuh dari luar. Simmel juga membedakan
antara subordinasi di bawah seorang individu melalui penyamarataan dan melalui
gradasi. Pola penyamarataan meliputi penghilangan semua pembedaan dalam jenjang
dan kekuasaan di kalangan subordinat sedemikian sehingga mereka semua sama dalam
pelayanannya terhadap penguasa. Simmel menunjukkan bahwa pola ini bakal menuju ke
penguasaan yang bersifat despotik di mana kekuasaan penguasa itu bersifat mutlak. Ini
disebabkan karena penyamaan di kalangan

subordinat menghindari siapa pun dari mereka untuk memperoleh posisi yang
berpengaruh dalam menggencarkan suatu gerakan oposisi yang berhasil. Sebaliknya,
subordinasi melalui gradasi meliputi pemantapan (atau membiarkan) pelbagai jenjang
kekuasaan dan otoritas antara. Ini merupakan bentuk hirarki yang terkenal seperti dalam
organisasi birokratis, meskipun tidak terbatas pada birokrasi yang secara formal
berstruktur. Kelompok-kelompok antara bisa bertindak sebagai penyangga antara
penguasa dan anggota-jenjang-bawahnya, dan posisi dominasi mereka serta jenjangnya
yang lebih tinggi itu terhadap anggota-anggota yang

lebih rendah memungkinkan mereka untuk menantang penggunaan kekuasaan dari pihak
penguasa yang sewenang-wenang. Dalam pola gradasi ini, Simmel membedakan antara
apakah pola ini dibentuk secara sadar oleh si penguasa atau apakah merupakan hasil dari
ketidakmampuannya untuk menghilangkan atau mengontrol kekuasaan kelompok-kelompok
menengah ini.

Simmel juga membedakan antara apakah subordinasi suatu kelompok adalah terhadap salah
satu dari anggota mereka sendiri, Contoh dari sejarah mengenai kedua pola ini ada banyak,
dan setiap pola ada untung ruginya. Subordinasi terhadap orang luar menguntungkan karena
orang luar lebih cenderung untuk tidak memihak, sedangkan subordinasi di bawah seorang
teman seanggota menguntungkan karena dia memiliki pengertian yang lebih besar. Simmel

11
mengemukakan bahwa semakin rendah status kelompok secara relatif dalam keseluruhannya,
semakin kurang kerelaan para anggotanya untuk memilih salah seorang dari antara mereka
untuk memimpin dan semakin besar kemungkinan mereka memilih orang luar. Sebaliknya,
semakin tinggi status kelompok secara relatif, semakin besar para anggotanya
mempertahankan bahwa hanya orang dari mereka sendirilah yang bermutu untuk memimpin
mereka. Misalnya, kaum profesional mempertahankan hak mengontrol dan mengatur para
anggotanya sendiri.

2.) Subordinasi di Bawah Lebih dari Satu Orang: Untung-Ruginya

Subordinasi di bawah sejumlah orang berbeda dalam beberapa hal daripada subordinasi di
bawah seorang individu. Subordinasi di bawah sejumlah orang yang berbeda-beda cenderung
lebih obyektif dan kurang bersifat pribadi daripada di bawah satu orang. Obyektivitas yang
lebih besar ini bisa menghasilkan perlakuan yang lebih adil, lebih merata atau kurang kasar
terhadap subordinat. Di lain pihak, tingkat keterlibatan pribadi yang lebih rendah bisa
memungkinkan eksploitasi yang lebih parah lagi derajatnya daripada dengan satu orang
individu. Simmel memberikan beberapa contoh mengenai kedua pola yang bertentangan ini
dan mengatakan bahwa umumnya kalau situasi dari subordinat memperoleh keuntungan
banyak dari obyektivitas dan tidak memihak, maka subordinasi di bawah banyak orang lebih

disukai; tetapi kalau situasi dari subordinat adalah sedemikian sehingga kelembutan hati
pribadi dan altruisme menjadi penting, subordinasi di bawah satu orang lebih disukai. Ketika
anak-anak sekolah bergerak dari sekolah dasar ke perguruan tinggi, pola subordinasi bergeser
dari keadaan mendapat supervisi dari satu orang guru kelas ke supervisi dari beberapa guru
dalam bidang yang berbeda-beda. Meskipun beberapa faktor lain (misal bertambahnya usia
mahasiswa) jelas relevan, sebagian dari impersonalitas yang lebih besar dalam hubungan
guru-murid di perguruan tinggi dibandingkan dengan sekolah dasar dapat dijelaskan dengan
hal-hal di atas. Di lain pihak, kontrol yang datang dari kumpulan orang-orang yang tidak
karuan terhadap korban dalam suatu serangan, tidak obyektif seperti yang diharapkan dari

orang-orang itu sebagai individu. Hal ini memperlihatkan bahwa subordinasi di bawah
banyak orang tidak harus selalu lebih adil dan lebih obyektif daripada subordinasi di bawah
satu orang, Proses ini juga meliputi intensifikasi hubungan kekuasaan, kalau perintah-
perintah itu diteruskan ke bawah. Subordinat tingkat bawah dalam organisasi hiarkis
perintah-perintah yang terlampau kasar dari atasan langsungnya, kadang-kadang berhasil

12
dalam membentuk suatu koalisi dengan orang orang di tingkat atas untuk menentang mereka
yang di tengah. Kebijaksanaan pimpinan atas yang bersifat "pintu terbuka" merupakan suatu
undangan untuk mengg nakan strategi ini Dengan memperhatikan alasan atau saran dari
pihak yang paling bawah, para pimpinan tinggi itu dapat mengatur dirinya supaya kelihatan
baik dan kalau berhasil, berarti kekuasaan mereka dalam organisasi itu menjadi lebih kuat.
Tetapi strategi ini tidak selamanya berhasil. Karena pimpinan tinggi itu harus percaya pada
mereka di jenjang menengah untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
digariskan untuk memperbaiki kondisi mereka di tingkat paling bawah, personi di tingkat
menengah, kalau kepentingan mereka menuntut, mungkin berhasil dalam mengurangi
perbaikan yang direncanakan itu bagi mereka yang di bawah, atau membuatnya sebegitu rupa
sehinggakekuasaan mereka menjadi lebih besar.

Contoh lain mengenai subordinasi di bawah banyak orang adalah organisasi demokratis di
mana keputusan dibuat secara kolekti dengan pemungutan suara. Menurut ideologi
demokratis, suara rnayoritas merupakan cara yang paling baik untuk menentukan kemauan
kolektif. Karena kekuasaan mayoritas menjadi lebih besar daripada minoritas, dán karena
kepercayaan bahwa mayoritas membawa kelompok atau masyarakat sebagai satu
keseluruhan, ninoritas diharapkan menerima keputusan mayoritas itu secara mengikat.

3). Subordinasi di Bawah Suatu Prinsip Ideal: Peraturan Hati Nurani

Pola subordinasi dan superordinasi yang ketiga adalah subordinasi di bawah suatu prinsip
umum yang diungkapkan, misalnya pemerintahan berdasarkan hukum. Meskipun orang jelas
diminta untuk menjalankan hukum atau untuk mengambil keputusan dalam bidang yang tidak
termasuk dalam hukum itu, kesetiaan orang, dari presiden sampai ke rakyat kecil, adalah pada
hukum itu secara ideal. Kesetiaan yang sama dan kewajiban terhadap hukum atau peraturan
impersonal juga merupakan karakteristik organisasi birokratis. Subordinasi pada suatu prinsip
sering lebih disukai daripada subordinasi pada orang sebagai individu, karena membatasi
kemungkinan adanya kesewenangan dari seseorang. Di lain pihak, dalam kelompok
superordinat dan subordinat bersifat cukup transenden, maka hubungan mereka dapat
mendekati hubungan sederajat. Misalnya, ulama dianggap sebagai anak Allah bersama
dengan umatnya, dan sama-sama tunduk pada kemauan Allah yang transenden itu.
Sebenarnya ulama dapat dilihat tidak terlalu sebagai orang superordinat orang-orang dalam
perserikatannya, sepanjang dia hanya mengatur saja kebutuhan- kebutuhan anggotanya.

13
4). Subordinasi dan Kebebasan Individu

Simmel juga menganalisa hubungan antara superordinasi dan subordinasi dan kebebasan
individu. Subordinasi sering dialami sebagai suatu keadaan yang menekan yang menyangkal
atau meniadakan kebebasan subordinat. Bagi mereka, memperoleh kebebasan itu
kelihatannya menuntut hilangnya pembedaan antara superordinat dan subordinat Karena
inilah, gerakan sosial yang mewakili perjuangan subordinat untuk memperoleh kebebasan
sering, sekaligus juga, merupakan perjuangan untuk persamaan. Ideologi gerakan pembaruan
atau revolusioner, kedua tujuan ini terjalin dengan sangat eratnya; persamaan dilihat sebagai
kondisi mutlak untuk kebebasan. Tetapi seperti yang ditunjukkan Simmel, kebebasan dan
persamaan tidak harus sejalan dalam suatu dasar jangka panjang. Bagi subordinat, kebebasan
berarti memiliki privilese yang ada pada superordinat, tetapi privilese-privilese ini meliputi
privilese untuk menguasai. Jadi tujuan yang sebenarnya dari gerakan pembaruan atau revolusi

itu adalah bukan untuk menghilangkan bentuk superordinasi dan subordinasi, tetapi untuk
memungkinkan subordinat itu memperoleh posisi superordinat. Pengalaman sejarah
memperlihatkan bahwa keberhasilan suatu gerakan revolusioner pada umumnya tidak diikuti
oleh persamaan, tetapi oleh pergantian sejumlah orang yang berkuasa dengan orang lain.

Juga Simmel menunjukkan bahwa tuntutan suatu kelompok dalam masyarakat untuk bebas
dari dominasi negara, sesungguhnya merupakan suatu tuntutan bahwa kelompok itu mampu
mengontrol warganya sendiri. Dengan kata lain, tujuan yang sebenarnya dari kelompok yang
menuntut kebebasan bukan kebebasan bagi individu tetapi kebebasan bagi kelompok untuk
menguasai para anggotanya. Sering dominasi terhadap individu oleh suatu kelompok kecil
dalam masyarakat jauh lebih ketat daripada dominasi oleh negara.

Perbedaan antarmanusia sudah diterima sebagai sesuatu yang alamiah dan tak dapat
dihindari, karena itu persamaan yang mutlak bukanlah merupakan suatu tujuan yang realistik.
Tambahan pula, eksistensi masyarakat mengandaikan suatu pola superordinasi dan
subordinasi. Tetapi pola sosial yang mengharuskan ini dapat diwujudkan sedemikian rupa
sehingga subordinat tidak ditekan. Simmel menunjukkan beberapa pola subordinasi yang
melindungi subordinat dari perasaan rendah diri.

14
Misalnya, pemisahan antara posisi sosial dan kepribadian dapat memungkinkan subordinat
itu untuk mempertahankan perasaan kebebasan pribadi, walaupun sementara itu tetap ada
suatu posisi subordinasi sebagai keharusan teknis atau organisasional untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu. Dengan kata lain, bentuk superordinasi dan subordinasi merupakan suatu
strategi untuk mengorganisasi

masyarakat lebih daripada suatu kepercayaan akan perbedaan-perbedaan individu. Juga,


akibat-akibat subordinasi yang merendahkan itu dapat dihilangkan dengan mengasumsikan
bahwa superordinasi dan subordinasi merupakan dua posisi yang bersifat timbal-balik.
Artinya, dalam hal tertentu orang itu memiliki superordinat dan dalam bidang lain dan di
kesempatan lain sebagai subordinat.

Hal indemokratis secara periodik. Diskusi Simmel mengenai hal ini mengandung dapat kita
lihat dalam sistem pemilihan umum dan pergantian pimpinan dalam negar: kepercayaan yang
sangat besar akan proses demokratis dan akan kebijaksanaan suatu masyarakat terbuka di
mana ada jalan yang terbuka untuk posisi kepemimpinan.

F. KONFLIK DAN KEKOMPAKAN/

Hubungan antara superordinat dan subordinat terganggu karena adanya kemungkinan untuk
konflik. Kita akan mendiskusikan di sini konflik sebagai salah satu bentuk dasar interaksi.
Konflik sangat erat terjalin dengan pelbagai proses yang mempersatukan dalam
kehidupan ,orang-orang atau kelompok-kelompok bisa menyusun prosedur-prosedur untuk
membatasi atau menghilangkan persaingan. Hal ini bisa, karena tidak adanya antagonisme
pribadi dan karena kesepakatan yang melandasi tujuan bersama dari mereka yang bersaing
itu. Misalnya, perusahaan dagang mungkin mengurangi atau meniadakan persaingan dengan
memberikan harga pasti, standardisasi produksi, dan lain-lain. Atau pola persaingan mungkin
dihapus dalam bentuk eksternalnya, melalui organisasi ekonomi sosialis. Dalam sistem
Amerika,

hukum dan pengaturan yang mengontrol persaingan dagang disusun untuk bahwa sekte
agama radikal mengalami kesulitan besar dalam mempertahankan karakteristik sekte
radikalnya itu dalam suatu masyarakat yang toleran dan heterogen seperti Amerika Serikat.

Akibatnya, sekte-sekte itu binasa karena toleransi dan Konflik juga bisa menghasilkan
pembentukan kelompok baru yang terdiri dari orang-orang (atau kelompok-kelompok) yang

15
sebelumnya acuh tak acuh atau malah saling bertentangan. Gejala ini jelas kelihatan apabila
kelompok-kelompok bangsa keramahan,suatu aliansi pertahanan bersama dan apabila
sejumlah serikat buruh membentukbergabung menjadi suatu organisasi buruh yang besar.
Semakin besar dan semakin heterogen kelompok dibentuk dengan cara ini, semakin sedikit
kepentingan bersamanya, namun semakin lebih mendasar sifat kepentin… dapat tercapai
dengan memberikan suatu hadiah "hiburan" kepada pihak yang menderita kekalahan.
Sesungguhnya konflik dapat diatasi oleh satu pihak dengan menyerahkan sesuatu yang
bernilai sebagai pengganti benda yang disengketakan.

Dalam hal ini Simmel mau menjelaskan secara singkat mengenai proses-proses pertukaran
pada umumnya di mana pihak-pihak yang mengalami konflik kepentingan menukarkan
benda-benda yang dapat digantikan dengan ukuran nilai obyektif daripada berusaha
menggunakan kekuatan untuk memperoleh apa yang mereka inginkan dari orang lain. Kalau
kemenangan atau kompromi meliputi usaha mengatasi konflik atas suatu dasar obyektif,
hiburan dan pengampunan merupakan elemen yang bersifat subyektif.

16
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari makalah ini kami bisa memahami lebih dalam terkait tokoh George Simmel,
teori yang dia kemukakan, bentuk bentuk interaksi, dan pengertian seputar
sosiologi menurut perspektif George Simmel.

Dan diperlukannya Batasan Batasan dalam mempelajari sosiologi agar tidak


tercampur dengan disiplin ilmu yang lain seperti pola interaksi, struktur social, &
institusi institusi social.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudijono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Hamalik, Oemar. 2015. Kurikulum Dan Pembelajaran . Jakarta: Bumi Aksara
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara

Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta


http://tikamarlena.blogspot.com/2016/01/makalah-hakekat-belajar-dan-pembelajaran.html?
m=1

18

Anda mungkin juga menyukai