Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERKEMBANGAN DAN PENAFSIRAN PADA MASA


TABI’IN DAN TADWIN

DISUSUN OLEH :
1. SHERVI ANDI RIANI
2. NUR HIDAYAH
3. ROBIATUL ZASKIA
4. DIAN PANORANGAN

KELAS : X IIK 1
GURU PEMBIMBING : ILHAM S.Pd

MAN 2 PASAMAN BARAT


SUMATERA BARAT
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan
kepada nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kita selaku
umatnya.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai tentang
PERKEMBANGAN DAN PENAFSIRAN PADA MASA TABI’IN DAN
TADWIN. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang penulis harapkan. Untuk
itu, penulis berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami dan dapat berguna bagi
penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan
datang.

Ujung Gading, Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 4
C. Tujuan...................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan dan Penafsiran Pada masa Tabi’in.................................. 5
B. Perkembangan Tafsir pada masa Periode Tadwin................................... 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 11
B. Saran........................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan Mukjizat Allah yang luar biasa dari sudut pandang manapun,
dalam mengkaji al-Qur’an memang tidak akan ada habisnya. Hal yang tidak bisa
dipungkiri bahwa dari pertama al-Qur’an diturunkan pada Muhammad SAW
penjelasan (tafsir) al-Qur’an sudah mulai bermunculan kendatipun pada saat itu hanya
Muhammad SAW yang mempunyai wewenang dalam menjelaskan isi al-Qur’an.
Pada awal pemerintahan khalifah yang pertama dari khulafaur rasyidin, yaitu Abu
Bakar Shiddiq, al-Qur’an telah dikumpulkan dalam mushaf tersendiri. Kemudian
pada zaman khalifah yang ketiga, ‘Utsman bin ‘Affan, penjelasan (penafsiran) al-
Qur’an masih belum berkembang atau mengacu kepada penjelasan (penafsiran)
Rasulallah SAW.
Setelah pada masa tabi’ tabi’in penjelasan (penafsiran) al-Qur’an mulai bermunculan,
yang berusaha untuk menuliskan, membukukan, mengartikan dan menjelaskan al-
Qur’an pada seluruh sudut pandang yang disebut dengan penafsiran pada masa tadwin
al-Qur’an.
Penafsiran pada masa tadwin merupakan masa kemajuan dalam bidang tafsir. Di
sinilah merupakan awal mula kemunculan penulisan penafsiran-penafsiran al-Qur’an,
dari menyatukan hadis dengan penafsiran al-Qur’an, memisahkan hadis dengan tafsir,
sampai terbentuknya suatu penafsiran bi’ra’yi.
B.     Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan dan Penafsiran pada Masa Tabi’in?
2. Bagaimana Sejarah Tafsir Masa Sahabat?

C.    Tujuan Pembahasan
1. Untuk Memahami Perkembangan dan Penafsiran pada Masa Tabi’in.
2. Untuk Memahami Perkembangan Tafsir pada Masa Periode Tadwin

4
BAB II
PEMBAHASAN

A Perkembangan dan Penafsiran pada Masa Tabi’in

Setelah kepemimpinan khulafatur Rosyidin berakhir, masa pemerintahan kemudian dipegang


oleh generasi berikuynya yaitu generasi Tabi’in yang tentunya segala urusan yang terjadi
pada masa sahabat berganti alih kepada masa Tabi’in. Begitu juga mengenai hal ilmu-ilmu
yang telah berkembang pada masa itu yang tentunya diteruskan oleh para Tabi’in sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Khususnya juga dalam hal ilmu tafsir yang akan dibahas
pada makalah ini. Dalam hal penafsiran yang pada masa ke masa telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dikarenakan penafsiran pada masa sahabat diterima
baik oleh para ulama dari kaum Tabi’in di berbagai daerah kawasan Islam. Dan pada
akhirnya mulai muncul kelompok-kelompok ahli tafsir di Makkah, Madinah, dan di daerah
lainnya yang merupakan tempat penyebaran agama Islam pada masa Tabi’in. Masa ini terjadi
kira-kira dari tahun 100 H/723 M-181 H/812 M yang ditandai dengan wafatnya Tabi’in
terakhir, yaitu Khalaf bin Khulaifat (w.181 H), sedangkan generasi Tabi’in berakhir pada
tahun 200 H.

1. Tokoh-tokoh Ahli Tafsir pada masa Tabi’in


Seperti halnya pada masa sahabat telah ada para ahli tafsir seperti, empat kholifah, Ibnu
Mas’ud, Ibnu abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Anas bin Malik, dan lainnya, begitu
juga pada masa Tabi’in. Banyak dari mereka yang menjadi ahli tafsir. Di bawah ini mereka
Tabi’in yang ahli tafsir al-qur’an yang tentunya telah begitu besar pengorbanannya dalam
mengembangkan ilmu tafsir pada saat itu, mereka adalah :
1. Muhammad bin Ka’ab
2. Abil ‘Aliyah
3. Hasan Bashri
4. Qatadah
5. Al Rabi’in Anas
6. Ad Dhahhak bin Muzaahim,
7. Imam Abu Malik
8. Dan lain-lain

5
Mereka itulah para ulama ahli tafsir di masa sesudah para shabat Nabi Muhammad saw dan
mereka itulah oleh para ulama Islam dikenal sebagai para tafsir yang terdahulu dan menjadi
bahan rujukan pada masa-masa selanjutnya.

3. Ciri-ciri Tafsir Tabi’in dan Keistimewaannya

a. Ciri-ciri Tafsir Tabi’in


 Memuat banyak cerita Israiliyat. Hal ini disebabkan banyak ahli kitab yang masuk Islam,
padahal mereka masih terikat oleh pemikiran lamayang tidak menyangkut soal hokum
syariat.
 Terdapat kebiasaan menerima riwayat dari orang-orang tertentu atau yang hanya
meriwayatkan tafsir dari orang yang disenangi, seperti Mujahid yang hanya meriwayatkan
tafsir dari Ibn Abbas, demikian pula dengan ahli tafsir lainnya yng mengkhususkan gurunya
tertentu.
 Mulai tumbuh benih-benih fanatisme madzhab sehingga sebagian tafsir Tabi’in ada yang
cenderung mempertahankan pendapat ulama madzhabnya secara kelebihan.

b. Keistimewaan Tafsir Tabi’in


Secara umum keistimewaan tafsir di masa tabiin diwarnai dengan 3 macam warna yang
menjadi tolak ukur perbedaan dengan Tafsir lainnya, yaitu diantaranya:
a. Masuknya cerita israiliyat yang dibawa oleh ahli Kitab Yahudi dan Nasrani yang telah
masuk Islam,
b. Periwayatan terjadi antar tokoh madrasah tafsir di suatu kota dengan murid-muridnya, dan
c. Terjadi perbedaan pendapat madzhabiyah yang timbul karena perbedaan pemahaman para
tabi’in.
c. Kedudukan Tafsir Tabi’in

B. Perkembangan Tafsir pada Masa Periode Tadwin

1.     Pengertian Tadwin
Tadwin secara bahasa bermakna (‫ )المتشتت في ديوان‬artinya : ”mengikat yang terpisah
dan mengumpulkan yang terurai (dari tulisan-tulisan) pada suatu diwaan. ”Dalam kamus Al-

6
Bisri, tadwin merupakan bentuk masdar dari   ‫دوّن‬ yang berarti menulis dan mencatat.
[1] Dan “diwaan” (‫ديوان‬T‫)ال‬ adalah kumpulan kertas-kertas atau kitab (buku) yang biasanya
dipakai untuk mencatat keperluan tertentu, misalnya diw︢aan ahlu jaisy (buku daftar keluarga
militer) yang dalam sejarah Islam untuk pertama kalinya dilakukan Umar.[2]
Jadi dapat pemakalah simpulkan bahwa tafsir pada masa tadwin adalah suatu tulisan
atau catatan untuk menafsirkan beberapa pengrtian makna dalam al-Qur’an, atau bisa di
perjelas masa dimana tafsir al-Qur’an ditulis, atau dibukukan.

2  Sejarah Tafsir Pada Periode Tadwin


Periode ini dimulai pada akhir abad pertama dan awal abad ke-2 Hijriyah. Masa
tadwin ini dimulai dari awal zaman Abbasiah. Para ulama saat itu mengumpulkan hadis-hadis
yang mereka peroleh dari para sahabat dan tabi’in. Mereka menyusun tafsir dengan
menyebutkan sepotong ayat, kemudian menyebutkan riwayat dari para sahabat dan tabi’in.
Namun demikian, ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsiri ini masih belum tersusun sesuai dengan
susunan mushaf.
Untuk memisahkan hadis-hadis tafsir dari hadis yang lain, para ulama
mengumpulkan hadis-hadis yang marfu’ dan hadis-hadis mauquf tentang tafsir. Mereka
mengumpulkan hadis bahkan dengan mengambilnya dari berbagai kota. Di antara ulama yang
mengumpulkan hadis dari berbagi daerah ini adalah : Sufyan Ibnu ‘Uyainah, Waki’ Ibnu
Jarrah, Syu’bah Ibnu Hajjaj, Ishaq Ibnu Rahawaih.
Pada akhir abad kedua barulah hadis-hadis tafsir dipisahkan dari hadis-hadis lainnya dan
disusun tafsir berdasarkan urutan mushaf. Menurut penelitian Ibnu Nadim, orang yang
pertama kali menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an menurut tertib mushaf adalah al-Farra’. Ia
melakukannya atas permintaan ‘Umar Ibnu Bakir. Ia mendiktekan tafsirnya kepada murid-
muridnya di masjid setiap hari Jum’at.
Pada masa Abbasiyah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan berkembang pula
ilmu tafsir. Para ulama’ nahwu seperti Sibawaihi dan al-Kisaiy mengi’rabkan al-Qur’an. Para
ahli nahwu dan bahasa menyusun kitab yang dinamakan dengan Ma’ani al-Quran.
Pembukuan tafsir dilakukan dalam lima periode yaitu Para ulama saat itu
mengumpulkan hadis-hadis yang mereka peroleh dari para sahabat dan tabi’in. Mereka
menyusun tafsir dengan menyebutkan sepotong ayat, kemudian menyebutkan riwayat dari
para sahabat dan tabi’in. Namun demikian, ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsiri ini masih belum
tersusun sesuai dengan susunan mushaf.
Pembukuan tafsir dilakukan dalam lima periode yaitu :

7
a)    Periode Pertama
Pada zaman Bani Muawiyyah dan permulaan zaman Abbasiyah yang masih
memasukkan ke dalam sub bagian dari hadis yang telah dibukukan sebelumnya.
[3] Pembukuan tafsir dilakukan secara bersama-sama dengan pembukuan hadis. Hadis
dibukukan dengan beberapa bab dan tafsir merupakan salah satu dari bab-bab tersebut.
Seperti kitab toharoh, bab shalat, bab zakat, kitabu haji, dan yang lainnya, namun dalam salah
satu babnya terdapat bab tentang penafsiran al-Qur’an[4].  Bahkan dikatakan bahwa hampir
seluruh himpunan hadis yang banyak sekali jumlahnya dan tersusun menurut materinya pasti
memuat bab tafsir al-Qur’an, yakni Sekumpulan kabar yang keluar dari Rasulullah dalam
menafsirkan al-Qur’an.
b)   Periode Kedua
Pemisahan tafsir dari hadis dan dibukukan secara terpisah menjadi satu buku
tersendiri. Dengan meletakkan setiap penafsiran ayat dibawah ayat tersebut, setiap ayat al-
Qur'an diberi tafsiran dan dibukukan menurut urutannya dalam mushaf (tartib mushafi).
Pembukuan seperti ini selesai dilakukan oleh sejumlah ulama, antara lain Ibnu Majah (w: 273
H), Ibnu Jarir at-Thobary (w: 310 H) dan Ibnu Hatim (w: 327 H) dan lain-lain.[6] Semua
tafsir ini mereka tulis berdasarkan pertautan periwayatan (isnad) kepada Rasulullah, sahabat,
tabi'in dan tabi'it tabi'in; dan sebagian besar yang dimuat dalam tafsir-tafsir tersebut adalah
tafsir bil-ma'tsur. Kecuali Ibnu Jarir at-Thobary yang dalam tafsirnya menyebutkan berbagai
pendapat yang kemudian diperbandingkan dan dinilai kebenarannya. Dia juga membahas
i'rab (analisa bahasa Arab berdasarkan fungsi katanya) di mana perlu mengemukakan
kesimpulan hukum (istimbath) yang bisa ditarik dari suatu teks (nash) al-Qur'an.
c)    Periode Ketiga
Membukukan tafsir dengan meringkas sanadnya dan menukil pendapat para ulama’
tanpa menyebutkan orangnya. Hal ini menyulitkan dalam membedakan antara sanad yang
shahih dan yang dhaif yang menyebabkan para mufassir berikutnya mengambil tafsir ini
tanpa melihat kebenaran atau kesalahan dari tafsir tersebut.[8] Sampai terjadi ketika
mentafsirkan ayat :
‫لين‬ ‫غير المغضوب عليهم والالضا‬

Ada sepuluh pendapat, padahal para ulama’ tafsir sepakat bahwa maksud dari ayat tersebut
adalah orang-orang Yahudi dan Nasroni.
Pada tahap ini tafsir belum keluar dari garis tafsir bil-ma'tsur. Akan tetapi berbeda
dengan keadaan sebelumnya yang dilengkapi dengan penulisan sanad secara lengkap, pada

8
tahap ini para ulama menghilangkan sanad tersebut. Mereka meriwayatkan tafsir dari
para mufassir sebelumnya tanpa menyebutkan nama mufassir yang dimaksud. Setiap orang
yang mengatakan sesuatu atau terbetik di hatinya sesuatu yang diyakini kemudian perkara itu
diambil oleh orang yang datang setelahnya dengan mengira bahwa itu adalah asli tanpa
melihat dari mana perkara itu diambil. Sehingga sejak saat itu tafsir mulai dipalsukan dan
sulit untuk dilacak kebenarannya dan ketidak benarannya. Tahap ini merupakan permulaan
munculnya pemasukan dan perembesan dongeng-dongeng israiliyyat ke dalam tafsir.
         
d)   Periode Keempat
Pembukuan tafsir banyak diwarnai dengan buku-buku tarjamahan dari luar Islam.
Sehingga metode penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih dominan dibandingkan dengan
metode bin naqly (dengan periwayatan). Pada periode ini juga terjadi spesialisasi tafsir
menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakar fiqih menafsirkan ayat al-Qur’an dari segi
hukum seperti Al-Qurtuby. Pakar sejarah melihatnya dari sudut sejarah seperti ats-Tsa’laby
dan Al-Khozin dan seterusnya.[10]
Gabungan dari tiga sumber di atas, yaitu penafsiran Rasul SAW, penafsiran sahabat-
sahabat, serta penafsiran tabi’in, dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamaiTafsir
bi al-Ma’tsûr. Dan masa ini dapat dijadikan periode pertama dari perkembangan tafsir.
Berlakunya periode pertama tersebut dengan berakhirnya masa tabi’in, sekitar tahun 150 H,
merupakan periode kedua dari sejarah perkembangan tafsir.
Pada periode kedua ini, hadis-hadis telah beredar sedemikian pesatnya, dan
bermunculanlah hadis-hadis palsu dan lemah di tengah-tengah masyarakat. Sementara itu
perubahan sosial semakin menonjol, dan timbullah beberapa persoalan yang belum pernah
terjadi atau dipersoalkan pada masa Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan tabi’in.
Kalau yang digambarkan di atas tentang sejarah perkembangan Tafsir dari segi corak
penafsiran, maka perkembangan dapat pula ditinjau dari segi kodifikasi (penulisan), hal mana
dapat dilihat dalam tiga periode: Periode I, yaitu masa Rasul saw., sahabat, dan permulaan
masa tabi’in, di mana Tafsir belum tertulis dan secara umum periwayatan ketika itu tersebar
secara lisan. Periode II, bermula dengan kodifikasi hadis secara resmi pada masa
pemerintahan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (99-101 H). Tafsir ketika itu ditulis bergabung dengan
penulisan hadis-hadis, dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadis, walaupun
tentunya penafsiran yang ditulis itu umumnya adalah Tafsir bi Al-Ma’tsur. Dan periode III,
dimulai dengan penyusunan kitab-kitab Tafsir secara khusus dan berdiri sendiri, yang oleh

9
sementara ahli diduga dimulai oleh Al-Farra (w. 207 H) dengan kitabnya yang
berjudul Ma’ani Al-Qur’an.[11]
 Kegiatan penafsiran semata tanpa mengindahkan kaidah-kaidah dan kriteria-kriteria
inilah yang diharamkan Ibn Taimiyah, bahkan Imam ibn Hanbal menyatakannya
sebagai 'tidak berdasar', sebagai hasil dari pemahaman hadist Ibnu Abbas yang diriwayatkan
secara marfu’:
‫ر‬ ‫من قال القرآن برأيه فليتبوأ مقعده من النا‬

Atau hadist Jundub yang diriwayatkan secara marfu’ juga:

‫من قال فى القرآن برأيه فأصاب فقد أخطأ‬

Sebaliknya keduanya sepakat membolehkan penafsiran al-Qur'an dengan sunnah


Rasul serta kaidah-kaidah yang mu'tabarah. 
  Sebagian ulama’ mensyaratkan bagi penafsir jenis ini (bi ra’yi) sejumlah ilmu yang
harus dikuasai. Diantaranya adalah bahasa arab: dari nahwu, syorof, isytiqaq, lughah,
balaghah, qira’at, ushuluddin, ushul fiqh, asbabun nuzul, nashikh mansukh, hadis-
hadis penjelas ayat-ayat al-Qur’an, fiqih dan terakhir: ilmu mauhibah Adz-Dzahabi
menambahkan satu syarat lagi yaitu ilmu sejarah.
.
e)    Periode Kelima
Tafsir maudhu’i yaitu membukukan tafsir menurut suatu pembahasan tertentu sesuai
disiplin bidang keilmuan seperti yang ditulis oleh Ibnu Qoyyim dalam bukunya At-Tibyan fi
Aqsamil Al-Qur’an, Abu Ja’far An-Nukhas dengan Nasih wal Mansukh, Al-Wahidi Dengan
Asbabun Nuzul dan Al-Jassos dengan Ahkamul Qur’annya.[13]

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsir al-Qur'an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang
bersangkutan dengan al-Qur’an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi
penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan al-Qur’an, khususnya
menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya, dalam memahami dan
menafsirkan al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa Arab saja tetapi
juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut al-Qur’an dan
isinya.Sedangkan tadwin adalah kumpulan kertas-kertas atau kitab (buku) yang
biasanya dipakai untuk mencatat keperluan tertentu. Maka tafsir pada masa tadwin
adalah suatu tulisan atau catatan untuk menafsirkan beberapa pengrtian makna dalam
al-Qur’an, atau bisa di perjelas masa dimana tafsir al-Qur’an ditulis, atau
dibukukan           
B.     Saran
Dalam makalah ini tentunya ada banyak sekali koreksi dari para pembaca, karena kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca yang dengan itu semua kami
harapkan makalah ini akan menjadi lebih baik lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Rosihon. Ulumul Al-Qur’an, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2007.

------------------ Ilmu Tafsir, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2005.

Arifin Zainal. Studi Kitab Hadits, Surabaya : Al-Muna, 2010.

Ash Shiddieqy Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran/Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang,


1972.

Bisri Adib. Kamus Indonesia Arab, Arab Indonesia, Surabaya, 1999.

http://www.zulfanafdhilla.com/2013/10/sejarah-tafsir-al-quran-pada periode_7607.html

Fahri bin Abdurrahman. Usul Tafsir wa manhaj, Kitab Taubat.

Program Pascasarjana STAIN KEDIRI. Pedoman Penulisan Tesisi dan Karya Ilmiyah
Program Pascasarjana, Kediri : Pascasarjana STAIN KEDIRI, 2012.

Ushama Thameem. diterjemahkan oleh Hasan Basri dan Amroeni,Tafsir Al-Qur’an. Jakarta :
Riora Cipta, 2000.

12

Anda mungkin juga menyukai