Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH IJAZ ILMY FI QUR’AN

Tentang

FENOMENA ALAM

Disusun Oleh:

Muhammad Hafizh al-Aziz : 1915020118

Wilda Sari Nasution : 1915020117

Muhammad Ridwan : 1915020120

Rahmad Hamid Simbolon : 2015050127

Dosen Pengampu :

Dr. Faizin, MA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG


2021 M/1443 H

KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat karunia dan
hidayahnya sehingga makalah yang kami buat ini dapat diselesaikan dengan baik, yakni
mengenai materi yang telah kami dapatkan dalam tugas kelompok kami yang berjudul
IJAZ ILMY FI AL-QUR’AN

Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian
kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah memberikan berbagai
macam bimbingan sehingga kami telah menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan tidak
lupa juga kami ucapkan kepada teman-teman sekalian yang sudah memberikan masukan
dan semangat sehingga makalah ini telah selesai.

Padang , 19 Januari 2022

Pemakalah
BABI

PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Fenomena alam sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Alam memberikan suatu


penghidupan manusia, namun disisi lain. Alam dapat menyebabkan dampak yang
menguntungkan dan merugikan. Dampak yang merugikan ini bisa di artikan sebagai
bencana. Bencana merupakan suatu rangkaian atau peristiwa yang mengancam kehidupan
manusia baik faktor alam, faktor non-alam dan faktor manusia sehingga mengakibatkan
korban jiwa manusia, kerusakkan lingkungan, kerugian harta benda, maupun dampak
psykologis. Untuk mengatasi dampak kerugian maka manusia diharuskan memiliki
pengetahuan dan keterampilan kesiapsiagaan untuk mencegah, mendeteksi dan
mengantisipasi bencana sejak dini, (Krishna S. Pribadi, Engkon K. Kertapati, Diah
Kusumastuti, Hamzah latief, Eng.Imam A. Sadisun, Soebagiyo Soekarnen, Harman
Ajiwibowo, Retno Dwi, Ayu Krishna Juliawati, Farah Mulyasari, Novya Ekawati dan Bayu
Novianto, 2008).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pergantian siang dan malam dalam Qs. 3:190, 14:3, 16:12, 22:61, 10:67,
78:9-11?
2. bagaimana perhitungan waktu dalam Qs. 10:5, 25:61, 71:16, 35:13, 36:39, 2:189,
9:36?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pergantian siang dan malam dalam Qs. 3:190, 14:3, 16:12, 22:61,
10:67, 78:9-11
2. Untuk mengetahui perhitungan waktu dalam Qs. 10:5, 25:61, 71:16, 35:13, 36:39,
2:189, 9:36

BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN MALAM DAN SIANG


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan
siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (Ali
‘Imrān/3: 190)
Ikhtilāf
Kata ikhtilāf merupakan bentuk masdar (kata benda) yang bersumber pada
kata kerja ikhtalafa yang artinya menjadi khalifah (pengganti), menjadikan di
belakang, datang secara berulang kali atau terus menerus, dan berbeda pendapat.
Dengan demikian ikhtilāf artinya adalah yangdatang bergantian, perbedaan
pendapat, dan ini berlaku secara terus-menerus. Pada ayat ini, kata ikhtilāf
dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang pergantian malam dan siang
yang terjadi secara terus-menerus. Pergantian ini terjadi secara berurut, yang artinya
masing-masing akan datang sesudah yang lainnya, tanpa saling mendahului.
Fenomena ini merupakan salah satu kekuasaan Allah yang telah menciptakan
sesuatu dan menyempurnakan dengan aktivitas sesuai dengan prosesnya.
Sehubungan dengan pergantian malam dan siang, Allah telah menetapkannya secara
demikian, sehingga tidak akan pernah di antara keduanya terjadi saling mendahului
(lihat Surah Yāsīn/36: 40).
Di antara kekuasaan Allah yang langsung dapat dirasakan dan disaksikan adalah
terjadinya pergantian malam dan siang. Informasi tentang hal ini dapat dilacak pada
ayat-ayat yang tersebar dalam berbagai surah. Di antaranya adalah yang terdapat
dalam Surah Āli ‘Imrān/3: 190 sebagai berikut:
A. QS Ali 'Imran : 190

‫ب‬ ٍ ‫ار اَل ٰ ٰي‬


ِ ۙ ‫ت اِّل ُولِى ااْل َ ْلبَا‬ ِ َ‫ف الَّ ْي ِل َوالنَّه‬
ِ ‫اختِاَل‬ ِ ْ‫ت َوااْل َر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫اِ َّن فِ ْى خَ ْل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

Tafsir

Di antara fenomena alam yang paling sering kita rasakan dan saksikan adalah
terjadinya malam dan siang. Pergantian keduanya disebabkan oleh perputaran bumi pada
porosnya dan perjalanan matahari pada orbitnya.bAkibat dari perputaran (rotasi) bumi ini,
sebagian dari wilayah bumi akan menghadap matahari sehingga terkena sinar yang
dipancarkannya. Bagian ini pun menjadi terang dan inilah yang disebut siang. Sebaliknya,
bagian yang membelakangi matahari tidak terkena sinarnya, sehingga wilayah ini menjadi
gelap, dan saat itu daerah tersebut disebut malam. Fenomena seperti ini berlangsung secara
terus menerus, sesuai dengan perputaran dan pergerakan bumi dalam mengelilingi
matahari.

Dalam ayat lain dikemukakan bahwa pergantian malam dan siang itu diungkapkan
dengan kata-kata ‘memasukkan malam ke dalam siang, dan memasukkan siang ke dalam
malam’. Ini merupakan isyarat bahwa hanya Allah yang dapat melakukan hal ini dengan
kekuasaan-Nya yang telah didelegasikan pada hukum alam.
B. QS Al-Hajj : 61
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ َ‫ار َويُوْ لِ ُج النَّهَا َر فِى الَّ ْي ِل َواَ َّن َ َس ِم ْي ۢ ٌع ب‬
C. ‫صيْر‬ ٰ
ِ َ‫ذلِكَ بِا َ َّن َ يُوْ لِ ُج الَّ ْي َل فِى النَّه‬
Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah (kuasa) memasukkan malam
ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan bahwasanya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Di atas telah dipaparkan bahwa terjadinya malam dan siang merupakan akibat dari
perputaran bumi pada porosnya dan perjalanan matahari pada orbitnya. Perputaran bumi
menyebabkan terjadinya malam dan siang, sedang pegerakan bumi pada orbitnya untuk
mengelilingi matahari menyebabkan perbedaan rentang waktu malam dan siang yang tidak
sama pada waktu-waktu tertentu. Seperti diketahui bahwa bumi mengelilingi matahari telah
menyebabkan perubahan letak dan jaraknya dari matahari. Kadang-kadang benda ini berada
di tengah belahan bumi (katulistiwa), kadang-kadang di selatan atau di utaranya. Bila
matahari di bagian utara, maka belahan bumi di wilayah itu akan terkena sinar yang lebih
banyak, sehingga siang hari terasa lebih panjang dari malamnya. Pada puncaknya siang
dapat terjadi selama 16 jam dan malam hanya 8 jam. Sedang di belahan selatan terjadi
sebaliknya, yaitu malam lebih panjang dari siangnya. Sebaliknya, bila matahari tampak di
belahan selatan katulistiwa, maka yang terjadi di bagian ini adalah kebalikan dari yang
telah dijelaskan tadi, yaitu siangnya lebih panjang dari pada malam hari. Inilah yang
dimaksud dengan memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam
malam’.

D. QS Ibrahim : 33

‫س َو ْالقَ َم َر د َۤا ِٕٮبَ ْي ۚنِ َو َس َّخ َر لَـ ُك ُم الَّ ْي َل َوالنَّهَا ۚ َر‬


َ ‫َو َس َّخ َر لَـ ُك ُم ال َّش ْم‬

Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus
beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.
Pergantian malam dan siang yang secara terus menerus ini, merupakan karunia
Allah bagi semua makhluk. Dia Mahatahu akan keadaan makhluk-Nya, karena Dia yang
menciptakan. Dengan ilmu-Nya itu, Allah mengetahui jika bumi berhenti berputar,
akibatnya adalah tidak ada pergantian malam dan siang, maka dipastikan makhluk akan
punah. Karena itulah, Allah menegaskan bahwa penetapan pergantian malam dan siang
adalah benar-benar untuk kepentingan makhluk, termasuk di antaranya manusia. Informasi
seperti ini dapat ditemukan pada Surah Ibrāhīm/14: 33:

Ayat lain dengan penegasan yang serupa adalah sebagai berikut:

E. QS An-Nahl : 12

َ‫ت لِّـقَوْ ٍم يَّ ْعقِلُوْ ۙن‬ َ ِ‫ت بِۢا َ ْم ِر ٖ ۗها ِ َّن فِ ْى ٰذل‬
ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬ ٌ ‫س َو ْالقَ َم ۗ َر َوالنُّجُوْ ُم ُم َس َّخ ٰر‬
َ ‫َو َس َّخ َر لَـ ُك ُم الَّ ْي َل َوالنَّهَا ۙ َر َوال َّش ْم‬

Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-
bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memahami(nya),

Demikian penjelasan tentang persoalan yang berkaitan dengan pergantian malam


dan siang. Dalam hal ini terdapat petunjuk tentang kekuasaan Allah yang telah ditetapkan
bagi makhluk-Nya, kemudian merupakan fenomena alam yang selalu dapat disaksikan. Apa
yang diciptakan Allah selalu sarat dengan makna dan manfaat bagi makhluk, sehingga dari
sini dapat pula dijelaskan betapa Allah Mahakasih terhadap seluruh makhluk.

F. QS Yunus : 67

ٍ ‫صر ًۗااِ َّن فِ ْى ٰذلِكَ اَل ٰ ٰي‬


َ‫ت لِّـقَوْ ٍم يَّ ْس َمعُوْ ن‬ َ َ‫هُ َو الَّ ِذىْ َج َع َل لَـ ُك ُم الَّ ْي َل لِتَ ْس ُكنُوْ ا فِ ْي ِه َوالنَّه‬
ِ ‫ار ُم ْب‬
Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan
(menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah).
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang mendengar.

Segala sesuatu yang dicipta Allah pasti ada manfaatnya dan tidak ada yang sia-sia.
Demiki juga halnya dalam pergantian malam dan siang. Di antara manfaatnya,
diciptakannya malam adalah untuk istirahat dan siang untuk beraktivitas, mencari rezeki
untuk memenuhi hajat hidup. Untuk keperluan dirinya, manusia perlu bekerja dalam rangka
mendapatkan rezeki, dan ini dilaksanakan pada siang hari, ketika suasana terang benderang.
Namun demikian, manusia juga memerlukan istirahat, dan waktu terbaik untuk ini adalah
malam hari, ketika suasana gelap. Istirahat ini diperlukan. Pada ayat lain, Allah berfirman,

QS An-Naba' : 9

‫َّو َج َع ْلنَا نَوْ َم ُك ْم ُسبَاتً ۙا‬

dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat,

QS An-Naba' : 10

‫َّو َج َع ْلنَا الَّ ْي َل لِبَاس ًۙا‬

dan Kami jadikan malam sebagai pakaian,

QS An-Naba' : 11

‫َّو َج َع ْلنَا النَّهَا َر َم َعا ًش ۚا‬

dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,

Manfaat lain dari pergantian malam dan siang adalah munculnya kehidupan di bumi secara
merata. Bila bumi tidak berputar pada porosnya, maka bagian yang menghadap matahari
akan terus berada dalam keadaan terang. Hal seperti ini tentu akan berdampak negatif
terhadap kawasan tersebut. Daerah yang terkena sinar matahari secara terus-menerus, lama
kelamaan akan menjadi kering, karena semua cairan akan menguap. Pada akhirnya, daerah
ini menjadi tandus, gersang, tanpa air, dan mungkin saja akan mudah terbakar. Akibat lain,
makhluk hidup tidak akan dapat bertahan di daerah seperti ini. Sebaliknya, daerah yang
membelakangi matahari, karena bumi tidak berputar, akan terus-menerus berada dalam
kegelapan. Cuaca menjadi dingin dan semakin dingin. Air akan membeku dan tidak dapat
dimanfaatkan oleh makhluk hidup. Akibat lebih jauh, kehidupan akan musnah. Karena itu,
dengan berputarnya bumi pada porosnya, yang mengakibatkan terjadinya pergantian malam
dan siang, mempunyai pengaruh positif bagi kehidupan makhluk.1

Kajian Astronomis

Siang dan malam silih berganti. Secara sederhana orang akan berkata bahwa malam
dan siang terjadi karena terbit dan terbenamnya matahari. Siang terjadi karena matahari
menerangi bumi. Dan malam terjadi karena cahaya matahari telah menghilang. Orang-
orang dulu pernah berpikir bahwa terbit dan terbenamnya matahari disebabkan oleh
peredaran matahari mengitari bumi. Ternyata pendapat demikian ini salah. Matahari tidak
mengitari bumi, tetapi sebaliknya, bumilah yang mengitari matahari. Hasil-hasil
pengamatan bumi dari angkasa luar dengan menggunakan pesawat antariksa menunjukkan
dengan jelas bahwa bumi kita ini bulat dan selalu berputar.

Bagian dari bumi yang menghadap matahari menjadi daerah terang, dan bagian
bumi yang membelakangi matahari menjadi gelap. Kawasan yang terang disebut siang,
yang gelap disebut malam. Untuk mengetahui secara jelas tentang perputaran bumi dan
terjadinya malam dan siang, dapat dibuktikan dengan percobaan mempergunakan sebuah
1
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI Dengan Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, 2010. "Penciptaan Jagat Raya Dalam Perspektif Al-Qur'an Dan Sains" ,
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Hal 87-90
bola dan lampu. Jika bola dihadapkan ke arah lampu lalu diputar, maka akan terlihat
kejadian yang berbeda. Lampu diumpamakan sebagai matahari yang menyinari bola bumi.
Bagian bola yang menghadap lampu akan menjadi terang, sedangkan bagian yang
membelakanginya terlihat gelap. Ketika bola diputar bagian terang dan gelap akan bergeser
dan menunjukkan pergantian keadaannya. Begitu pulalah proses terjadinya malam dan
siang.Perputaran bumi disebut juga rotasi bumi. Akibat rotasi bumi itu, bukan hanya
matahari yang terlihat terbit dan terbenam tetapi juga semua benda-benda langit.

Bulan dan bintang-bintang tampak terbit dari timur dan terbenam di sebelah barat.
Bintang-bintang sebenarnya kedudukannya di langit tidak terlalu berubah. Hanya karena
rotasi bumi itulah maka bintang-bintang tampak bergerak dari timur ke barat. Pada waktu
siang, cahaya matahari sangat terang sehingga bintang-bintang tidak terlihat. Yang terlihat
hanya matahari. Pada pagi hari, bulan bisa nampak, tetapi terlihat pucat, tidak bercahaya.
Dengan terbenamnya matahari, hari mulai gelap. Bintang-bintang sedikit demi sedikit
mulai tampak. Makin malam bintang yang dapat dilihat semakin banyak dan tampak
semakin terang. Bulan pun makin bercahaya. Allah yang menjadikan bumi berotasi hingga
malam dan siang datang silih berganti. Matahari, bulan, dan bintang-bintang tampak terbit
dan terbenam disebabkan karena perputaran bumi pada sumbunya.

Orang-orang sejak zaman dahulu kala menjadikan malam dan siang sebagai ukuran
waktu, karena jam belum dikenal pada saat itu. Hanya tanda-tanda di alam yang bisa
dijadikan sebagai penanda waktu. Malam dan siang jelas bedanya, gelap dan terang. Jadi,
bisa dijadikan ukuran. Dalam kehidupan sehari-hari kini pun ukuran itu masih digunakan.
Kita kenal sebutan: «sehari», «semalam», atau «sehari semalam», dan sebagainya.

Dalam hadis pun Nabi memberikan petunjuk tentang waktu salat dengan
memberikan tanda-tanda dari alam. Waktu salat Subuh itu dimulai dari munculnya cahaya
fajar di ufuk timur, dan berakhir pada waktu matahari terbit. Waktu salat Zuhur dimulai
ketika matahari lingsir, yaitu mulai condong ke barat. Bila panjang bayangan suatu benda,
misalnya tongkat, yang ditegakkan di tanah sama dengan panjang tongkatnya itu, maka
berarti telah masuk waktu salat Ashar. Waktu salat Magrib bila matahari telah terbenam.
Bila cahaya merah di ufuk barat mulai hilang, itulah tandanya awal waktu salat Isya. Semua
tanda-tanda penunjuk waktu salat itu sebenarnya berdasarkan posisi matahari di langit.2

2. PERHITUNGAN WAKTU
a. Surah Yunus ayat 5.

ِّ ‫س ِضيَاۤءً َّوالْ َق َمَر نُ ْو ًرا َّوقَد ََّرهٗ َمنَ ا ِز َل لَِت ْعلَ ُم ْوا َع َد َد‬
َ ۗ ‫الس نِنْي َ َواحْلِ َس ا‬
‫ب َم ا َخلَ َق‬ َ ‫َّم‬
ْ ‫الش‬ ‫ل‬
َ ‫ع‬
َ ‫ج‬
َ ‫ي‬
ْ
ِ َّ‫هو ال‬
‫ذ‬ َُ
‫ت لَِق ْوٍم يَّ ْعلَ ُم ْو َن‬
ِ ٰ‫صل ااْل ٰي‬ِّ ‫ف‬ ‫ي‬ ِّ
‫ق‬ ۗ ‫ال ٰلّه ٰذلِك اِاَّل بِاحْل‬
ُ َ ُ َ َ ُ

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang
menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan
perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”

Selain menciptakan langit dan bumi sebagai bukti kebesaran dan kekuasaan-Nya,
Dialah yang menjadikan matahari bersinar sangat terang yang menghasilkan kehangatan
untuk alam raya dengan energi dari dirinya sendiri dan bulan bercahaya karena pantulan
energi dari matahari, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, yakni tempat
peredaran perjalanan bumi mengitari matahari dan bulan mengitari bumi agar kamu
mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan hal yang
demikian sempurna itu melainkan dengan benar, yakni dengan hikmah yang besar. Melalui

2
Ibid, hal. 90-91
penciptaan tersebut, Dia menjelaskan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya kepada orang-
orang yang mengetahui, yakni yang mau mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan
Allah di alam raya ini.

Ayat ini menerangkan bahwa Allah yang menciptakan langit dan bumi dan yang
bersemayam di atas Arsy-Nya. Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya. Matahari dengan sinarnya merupakan sumber kehidupan, sumber panas dan
tenaga yang dapat menggerakkan makhluk-makhluk Allah yang diciptakan-Nya. Dengan
cahaya manusia dapat berjalan dalam kegelapan malam dan beraktivitas di malam hari.

Ayat ini membedakan antara cahaya yang dipancarkan matahari dan yang
dipantulkan oleh bulan. Yang dipancarkan oleh matahari disebut "dhiya" (sinar), sedang
yang dipantulkan oleh bulan disebut "nur" (cahaya) Pada firman Allah yang lalu dijelaskan:
Dan di sana Dia menciptakan bulan yang bercahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita
(yang cemerlang)? (Nuh/71: 16)

Dari ayat-ayat ini dipahami bahwa matahari memancarkan sinar yang berasal dari
dirinya sendiri, sebagaimana pelita memancarkan sinar dari dirinya sendiri yakni dari api
yang membakar pelita itu. Lain halnya dengan bulan, yang cahayanya berasal dari pantulan
sinar yang dipancarkan matahari ke permukaannya, kemudian sinar itu dipantulkan kembali
berupa cahaya ke permukaan bumi.

Matahari dan bulan adalah dua benda langit yang banyak disebut dalam Al-Quran.
Kata bulan terdapat dalam 27 ayat dan matahari disebut dalam 33 ayat. Seringkali kedua
benda ini disebut secara bersamaan dalam satu ayat. Sejumlah 17 ayat menyebut matahari
dan bulan secara beriringan. Biasanya ayat yang menyebut matahari dan bulan secara
beriringan adalah ayat yang menjelaskan aspek kauniyah dari kedua benda langit ini. Di
dalam 3 ayat, kedua benda langit ini disebut bersamaan dengan bintang, benda langit
lainnya.
Ayat 5 Surah Yunus di atas adalah contoh ayat yang menyebutkan matahari dan
bulan secara beriringan. Ayat ini mengisyaratkan tiga aspek penting dari terciptanya
matahari dan bulan.

Pertama, dalam ayat ini Allah menyebut matahari dan bulan dengan sebutan yang
berbeda. Meskipun kedua benda langit ini sama-sama memancarkan cahaya ke bumi,
namun sebutan cahaya dari keduanya selalu disebut secara berbeda. Pada ayat ini, matahari
disebut dengan sebutan dhiya dan bulan dengan sebutan nur. Hal ini untuk membedakan
sifat cahaya yang dipancarkan oleh kedua benda ini. Dewasa ini, ilmu pengetahuan telah
menunjukkan bahwa cahaya matahari berasal dari reaksi nuklir yang menghasilkan panas
yang sangat tinggi dan cahaya yang terang benderang. Sementara itu cahaya bulan hanya
berasal dari pantulan cahaya matahari yang dipantulkan oleh permukaan bulan ke bumi.
Istilah yang berbeda ini menunjukkan bahwa memang Al-Quran berasal dari Allah sang
Pencipta, karena pada waktu Al-Quran diturunkan pengetahuan manusia belum mencapai
pemahaman seperti ini.

Di ayat lain, matahari disebut sebagai siraj (lampu) dan bulan disebut sebagai munir
(cerah berbinar-binar). Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan
bintang dan Dia menjadikan padanya siraj (matahari) dan bulan yang bercahaya (al-
Furqan/25: 61)

Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari
sebagai pelita (yang cemerlang) (Nuh/71: 16)

Lebih tegas lagi di ayat lain matahari disebut sebagai siraj dan wahhaj (terang
membara).

Dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, dan Kami jadikan
pelita yang amat terang (matahari). (an-Naba/78: 12-13)
Kedua, penegasan dari Allah bahwa matahari dan bulan senantiasa berada pada
garis edar tertentu (wa qaddarahu manazila). Garis edar ini tunduk pada hukum yang telah
dibuat Allah, yaitu hukum gravitasi yang mengatakan bahwa ada gaya tarik menarik antara
dua benda yang memiliki masa. Besarnya gaya tarik menarik ini berbanding lurus dengan
massa dari kedua benda tersebut dan berbanding terbalik dengan jarak antara keduanya.

Adalah Newton yang memformulasikan hukum gravitasi pada abad ke-18.


Perhitungan menggunakan hukum gravitasi ini telah berhasil menghitung secara akurat
garis edar yang dilalui oleh bulan ketika mengelilingi bumi, maupun bumi ketika
mengelilingi matahari. Hukum gravitasi inilah yang dimaksud oleh Allah ketika Dia
berfirman dalam Surah al-Araf/7: 54: "... (Dia ciptakan) matahari, bulan, dan bintang-
bintang tunduk kepada perintah-Nya¦." Matahari, bulan, dan bintang tunduk kepada
ketentuan Allah, yakni hukum gravitasi yang mengendalikan gerak benda. Di berbagai ayat
lainnya sering disebutkan bahwa Allah-lah yang telah menundukkan bulan dan matahari
bagi manusia (Lihat misalnya Surah ar-Rad/13: 2, Ibrahim/14: 33, an-Nahl/16: 12,
Luqman/31: 29, Fathir/35: 13, az-Zumar/39: 5). Yang dimaksud adalah bahwa Allah-lah
yang telah menetapkan bahwa matahari dan bulan serta bintang-bintang tunduk kepada
hukum gravitasi yang telah dia tetapkan.

Ketiga, ketentuan Allah tentang garis edar yang teratur dari bulan dan matahari
dimaksudkan agar supaya manusia mengetahui perhitungan tahun dan ilmu hisab (litalamu
adad as-sinina walhisab). Bisa dibayangkan, seandainya bulan dan matahari tidak berada
pada garis edar yang teratur, atau dengan kata lain beredar secara acak, bagaimana kita
dapat menghitung berapa lama waktu satu tahun atau satu bulan? Maha Suci Allah yang
Maha Pengasih yang telah menetapkan segalanya bagi kemudahan manusia.

Hal ini dijelaskan pula oleh firman Allah: Mahasuci Allah yang menjadikan di
langit gugusan bintang dan Dia juga menjadikan padanya matahari dan bulan bersinar. (al-
Furqan/25: 61)
Dalam hakikat dan kegunaannya terdapat perbedaan antara sinar matahari dan
cahaya bulan. Sinar matahari lebih keras dari cahaya bulan. Sinar matahari itu terdiri atas
tujuh warna dasar sekalipun dalam bentuk keseluruhannya kelihatan berwarna putih,
sedang cahaya bulan adalah lembut, dan menimbulkan ketenangan bagi orang yang melihat
dan merasakannya. Demikian pula kegunaannya. Sinar matahari seperti disebutkan di atas
adalah sumber hidup dan kehidupan, sumber gerak tenaga dan energi. Sedang cahaya bulan
adalah penyuluh di waktu malam.

Tidak terhitung banyak kegunaan dan faedah sinar matahari dan cahaya bulan itu
bagi makhluk Allah pada umumnya, dan bagi manusia pada khususnya. Semuanya itu
sebenarnya dapat dijadikan dalil tentang adanya Allah Yang Maha Esa bagi orang-orang
yang mau menggunakan akal dan perasaannya.

Allah menerangkan bahwa Dia telah menetapkan garis edar dari bulan dan
menetapkan manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan-Nya. Pada tiap malam,
bulan melalui suatu manzilah. Sejak dari manzilah pertama sampai manzilah terakhir
memerlukan waktu antara 29 atau 30 malam atau disebut satu bulan. Dalam sebulan itu
bulan hanya dapat dilihat selama 27 atau 28 malam, sedang pada malam-malam yang lain
bulan tidak dapat dilihat, sebagaimana firman Allah:

Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai
tempat peredaranya yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.
(Yasin/36: 39)

Maksud ayat ini ialah bulan itu pada awal bulan adalah kecil berbentuk sabit,
kemudian setelah melalui manzilah ia bertambah besar sampai menjadi purnama, setelah itu
kembali berangsur-angsur kecil, dan bertambah kecil yang kelihatan seperti tandan yang
melengkung, akhirnya menghilang dan muncul kembali pada permulaan bulan.Allah
berfirman: Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan. (ar-Rahman/55: 5)
Allah menciptakan bulan dan menjadikannya beredar menjalani garis edar dalam
manzilah-manzilah-Nya agar dengan demikian manusia dengan mudah mengetahui
bilangan tahun, perhitungan waktu, perhitungan bulan, penentuan hari, jam, detik dan
sebagainya, sehingga mereka dapat membuang rencana untuk dirinya, untuk keluarganya,
untuk masyarakat, untuk agamanya serta rencana-rencana lain yang berhubungan dengan
hidup dan kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan sebagai hamba Allah. Allah
berfirman.

Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran Kami), kemudian
Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang benderang, agar
kamu (dapat) mencari karunia dari Tuhanmu, dan agar kamu mengetahui bilangan tahun
dan perhitungan (waktu). Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.
(al-Isra/17: 12)

Dengan mengetahui perhitungan tahun, waktu hari dan sebagainya, dapatlah


manusia menetapkan waktu-waktu salat, waktu puasa, waktu menunaikan ibadah haji,
waktu turun ke sawah, dan sebagainya.

Allah menciptakan matahari bersinar dan bulan bercahaya yang bermanfaat bagi
hidup dan kehidupan semua makhluk itu adalah berdasarkan kenyataan, keperluan, dan
mempunyai hikmah yang tinggi. Dan Allah menerangkan tanda-tanda kekuasaan-Nya itu
kepada orang-orang yang mau menggunakan akal pikirannya dengan benar dan kepada
orang-orang yang mau mengakui kenyataan dan beriman berdasarkan bukti-bukti yang
diperolehnya itu. Dengan perkataan lain, tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah ini
tidak akan berfaedah sedikit pun bagi orang-orang yang tidak mau mencari kebenaran, yang
hatinya dipenuhi oleh rasa dengki dan rasa fanatik kepada kepercayaan yang telah
dianutnya.
Keterangan mengenai QS. Yunus: Surat Yunus terdiri atas 109 ayat, termasuk
golongan surat-surat Makkiyyah kecuali ayat 40, 94, 95, yang diturunkan pada masa Nabi
Muhmmad s.a.w. berada di Madinah. Surat ini dinamai surat Yunus karena dalam surat ini
terutama ditampilkan kisah Nabi Yunus a.s. dan pengikut-pengikutnya yang teguh
imannya.

b. Q.S AL-FURQAN

)‫ٱلس َماِۤء بُُر ࣰجوا َو َج َع َل فِ َیها ِسَرٰ  ࣰجا َوقَ َما ࣰر ُّمنِری ࣰرا‬
َّ ‫(َتبَ َار َك ٱلَّ ِذی َج َع َل فِی‬
[Surat Al-Furqan 61]
Artinya: Maha Suci yang menjadikan di langit gugusan bintang dan
menjadikan padanya pelita (matahari) dan bulan bercahaya.
Maha memberkahi (Allah) yang menjadikan gugusan bintang di langit serta
padanya pelita (matahari) dan bulan yang bercahaya.
(Maha Suci) yakni Maha Agung (Allah yang telah menjadikan di langit
gugusan-gugusan bintang) yang ada dua belas, yaitu: Aries, Taurus, Gemini,
Cancer, Leo, Virgo, Libra, Scorpio, Sagitarius, Capricornus, Aquarius dan Pisces.
Gugusan-gugusan tersebut merupakan garis edar dari tujuh planet yang beredar,
yaitu planet Mars mempunyai Aries dan Scorpio, Gemini dan Virgo, planet Bulan
mempunyai Cancer, planet Matahari mempunyai Leo, planet Yupiter mempunyai
Sagitarius dan Pisces, planet Uranus mempunyai Capricornus dan Aquarius (dan
Dia menjadikan padanya) juga (lampu) yakni matahari (dan bulan yang bercahaya)
menurut suatu qiraat lafal Siraajan dibaca Suruujan dengan ungkapan jamak. Arti
Muniiran adalah Nayyiraatin yakni yang bercahaya. Sengaja di sini hanya
disebutkan bulan di antara planet-planet tersebut karena mengingat keutamaan yang
dimilikinya.
c. Q.S Nuh: 16
)‫س ِسَرا ࣰجا‬ َّ ‫( َو َج َع َل ٱ ۡل َق َمَر فِی ِه َّن نُو ࣰرا َو َج َع َل‬
َ ‫ٱلش ۡم‬
Artinya: disana dia menjadikan bulan bercahaya dan matahari
sebagai pelita (yang cemerlang).
Nabi Nuh menerangkan kepada kaumnya bahwa Allah yang
disembah itu menciptakan bulan bercahaya dan matahari bersinar. Dari ayat
itu dapat dipahami bahwa:
1) Matahari memancarkan sinar sendiri, sedang bulan mendapat
cahaya dari matahari. Cahaya yang dipancarkan bulan berasal dari
sinar matahari yang dipantulkannya ke bumi. Oleh karena itu, sinar
matahari lebih keras dan terang dari cahaya bulan.
2) Sinar dan cahaya itu berguna bagi manusia, tetapi bentuk
kegunaannya berbeda-beda.;Ayat yang membedakan cahaya dan
sinar dari dua benda langit, matahari dan bulan telah berkali-kali
dikemukakan. Bintang mempunyai sumber sinar, sedangkan planet
tidak. Penjelasan mengenai hal ini dapat dilihat pada Surah
Yunus/10: 5.

Uraian mengenai hal ini secara ilmiah adalah demikian: Dalam


membicarakan benda-benda angkasa, Al-Qur’an juga sudah membedakan
bintang dan planet. Bintang adalah benda langit yang memancarkan sinar,
sedangkan planet hanya memantulkan sinar yang diterima dari bintang.

‫ق‬ ْ ‫ق هّٰللا ُ ٰذلِــكَ اِاَّل بِـ‬


ِّ ۗ ‫ـال َح‬ َ ۗ ‫السـنِ ْينَ َو ْال ِح َسـ‬
َ ‫اب َمـا َخلَـ‬ ۤ ِ ‫س‬
ِ ‫ضيَا ًء و َّْالقَ َم َر نُوْ رًا َّوقَ َّد َر ٗه َمن‬
ِّ ‫َاز َل لِتَ ْعلَ ُمــوْ ا َعـ َد َد‬ َ ‫ه َُو الَّ ِذيْ َج َع َل ال َّش ْم‬
ِ ‫ص ُل ااْل ٰ ٰي‬
٥ َ‫ت لِقَوْ ٍم يَّ ْعلَ ُموْ ن‬ ِّ َ‫يُف‬

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan


Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui
bilangan tahun, dan perhitungan waktu. Allah tidak menciptakan demikian
itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui. (Yunus/10: 5)
Matahari adalah benda angkasa terbesar dalam tata surya kita. Ia
merupakan gumpalan gas yang berpijar, dengan garis tengah sekitar 1,4 juta
km. Jarak rata-rata antara titik pusat bumi dan matahari sekitar 150 juta km.
Di pusat matahari, suhu mencapai sekitar 20.0000C.
d. Q.S fatir: 13

(‫س َوٱ ۡل َق َم َۖر ُك ࣱّل‬ ‫ۡم‬ ‫ٱلش‬


َّ ‫ر‬ ‫خ‬
َّ ‫س‬ ‫و‬ ِ ‫َّه َار فِی ٱلَّ ۡی‬
‫ل‬ ‫ٱلن‬ ‫ج‬ ِ‫ی ولِج ٱلَّ ۡیل فِی ٱلنَّه ا ِر وی ول‬
َ َ َ َ َ ُ َُ َ َ ُ ُ
‫ین تَ ۡدعُو َن ِمن ُدونِِهۦ َم ا‬ ِ َّ ُ ۚ ‫جَی ِرۡجی َأِلج ࣲل ُّمس ࣰّم ۚى َذٰ لِ ُكم ٱللَّه ربُّ ُكمۡ لَ ه ٱ ۡلم ۡلـ‬
َ ‫ك َوٱلذ‬ ُ ُ َُ ُ َ َ
‫مَی ۡم لِ ُكو َن ِمن قِ ِۡم‬
‫ط ٍری‬ )

Atrinta; Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke


dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar
menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah
Tuhanmu, milik-Nyalah segala kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru
(sembah) selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.
Pada ayat ini diterangkan bahwa Allah yang memasukkan malam ke
dalam siang, maka jadilah siang itu lebih panjang dari malam, begitu pula
sebaliknya. Dia memasukkan siang ke dalam malam maka jadilah malam itu
lebih panjang dari siang. Silih bergantinya siang dengan malam merupakan
suatu rahmat dari Allah. Pada waktu siang, manusia bekerja mencari rezeki
dan pada waktu malam mereka beristirahat untuk melepaskan lelah dan
mengumpulkan tenaga baru untuk dipergunakan lagi esok harinya.
Allah menundukkan siang dan malam, dan menjadikan matahari dan
bulan beredar menurut ketentuan yang telah digariskan. Tidak satu pun di
antaranya yang menyalahi ketentuan itu, sehingga tidak terjadi tabrakan. Ini
semua merupakan rahmat dari Allah, karena dengan demikian bilangan
tahun dan perhitungan waktu dapat diketahui, sebagaimana ditegaskan Allah
dalam ayat yang lain:
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan
Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui
bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). (Yunus/10: 5)
Hanya Allah yang melakukan semua itu. Tuhan yang mempunyai
kekuasaan yang sempurna dan mutlak. Dialah Tuhan yang wajib disembah.
Semua yang ada di langit dan di bumi adalah hamba-Nya dan di bawah
kekuasaan-Nya. Berbeda dengan berhala-berhala yang disembah orang-
orang musyrik, yang tidak memiliki daya kemampuan sedikit pun, sekalipun
setipis kulit ari. Bahkan, sembahan mereka itu adalah milik Allah Pencipta
semesta alam.
e. Q.S Yaasin: 39-40

ُۡ ‫ون ٱ ۡلـَق ِد ِمی ۝ اَل ٱلش‬


‫َّسم یَ ۢـنـ بَغِی هَلَاۤ َأن ۡتدُِر َك‬ ِ ‫(وٱ ۡـلـ َق م ر قَ َّۡدنَٰرـه منَ ا ِز َل حىَّت ٰ ع اد َك ٱ ۡـلـ ع ۡجر‬
ُُ َ َ َ َُ ََ َ
)‫َّهاكَو ُك ࣱّل فِی َفلَ ࣲك یَ ۡـسـبَ ُحو َن‬ ۡ
َ ‫ـلـۡـی ۚ ِرٱل َق َم َر َواَل ٱلَّ ّ ُل َسابِ ُق ٱلن‬

Artinya: (Begitu juga) Kami tetapkan bagi nya tempat-tempat peredaran


sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembali lah
ia seperti bentuk tandanya yang tua. Tidakkah mungkin bagi matahari
mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masih-masing
beredar pada garis edaran nya.

Allah telah menetapkan jarak-jarak tertentu bagi peredaran bulan,


sehingga pada setiap jarak tersebut ia mengalami perubahan, baik dalam
bentuk dan ukurannya, maupun dalam kekuatan sinarnya. Mula-mula bulan
itu timbul dalam keadaan kecil dan cahaya yang lemah. Kemudian ia
menjadi bulan sabit dengan bentuk melengkung serta sinar yang semakin
terang. Selanjutnya bentuknya semakin sempurna bundarnya, sehingga
menjadi bulan purnama dengan cahaya yang amat terang. Tetapi kemudian
makin menyusut, sehingga pada akhirnya ia menyerupai sebuah tandan
kering yang berbentuk melengkung dengan cahaya yang semakin pudar,
kembali kepada keadaan semula.

Jika diperhatikan pula benda-benda angkasa lainnya yang bermiliar-


miliar banyaknya, dengan jarak dan besar yang berbeda-beda, serta
kecepatan gerak yang berlainan pula, semua berjalan dengan teratur rapi,
semua itu akan menambah keyakinan kita tentang tak terbatasnya ruang
alam ini dan betapa besarnya kekuasaan Allah yang menciptakan dan
mengatur makhluk-Nya.

Dengan memperhatikan semua itu, tak akan ada kata-kata lain yang
ke luar dari mulut orang yang beriman, selain ucapan "Allahu Akbar, Allah
Mahabesar, lagi Mahabesar kekuasaan-Nya."

(Dan bagi bulan) dapat dibaca Wal Qamaru atau Wal Qamara, bila
dibaca nashab yaitu Wal Qamara berarti dinashabkan oleh Fiil sesudahnya
yang berfungsi menafsirkannya yaitu (telah Kami tetapkan) bagi
peredarannya (manzilah-manzilah) sebanyak dua puluh delapan manzilah
selama dua puluh delapan malam untuk setiap bulannya. Kemudian
bersembunyi selama dua malam, jika bilangan satu bulan tiga puluh hari,
dan satu malam jika bilangan satu bulan dua puluh sembilan hari (sehingga
kembalilah ia) setelah sampai ke manzilah yang terakhir, menurut
pandangan mata (sebagai bentuk tandan yang tua) bila sudah lanjut masanya
bagaikan ketandan, lalu menipis, berbentuk sabit dan berwarna kuning.

(Tidaklah mungkin bagi matahari) tidak akan terjadi (mendapatkan


bulan) yaitu matahari dan bulan bersatu di malam hari (dan malam pun tidak
dapat mendahului siang) malam hari tidak akan datang sebelum habis waktu
siang hari. (Dan masing-masing) matahari, bulan dan bintang-bintang.
Tanwin lafal Kullun ini merupakan pergantian dari Mudhaf Ilaih (pada garis
edarnya) yang membundar (beredar) pada garis edarnya masing-masing. Di
dalam ungkapan ini benda-benda langit diserupakan sebagai makhluk yang
berakal, karenanya mereka diungkapkan dengan lafal Yasbahuuna.

f. Q.s Al-Baqarah: 189

۟ ُ‫وا ۡٱلبُیُوتَ ِمن ظُهُورهَا َولَ ٰـ ِك َّن ۡٱلب َّر من ٱتَّقَ ٰ ۗى َو ۡأت‬
۟ ُ‫س ۡٱلبرُّ بَأن ت َۡأت‬ ۗ
‫وا‬ ِ َ ِ ِ ِ ِ َ ‫اس َو ۡٱل َح ِّج َولَ ۡی‬ ُ ِ‫(۞ یَ ۡسـَٔلُونَكَ َع ِن ٱَأۡل ِهلَّ ۖ ِة قُ ۡل ِه َی َم َو ٰق‬
ِ َّ‫یت لِلن‬
۟ ُ‫ۡٱلبُیُوتَ ِم ۡن َأ ۡب َو ٰبهَ ۚا َوٱتَّق‬
) َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون‬ ِ
Artinya ; Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:
"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat)
haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya,
akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan
masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada
Allah agar kamu beruntung.
Pada ayat ini Allah mengajar Nabi Muhammad saw menjawab
pertanyaan sahabat tentang guna dan hikmah "bulan" bagi umat manusia,
yaitu untuk keperluan perhitungan waktu dalam melaksanakan urusan
ibadah mereka seperti salat, puasa, haji, dan sebagainya serta urusan dunia
yang diperlukan. Allah menerangkan perhitungan waktu itu dengan
perhitungan bulan kamariah, karena lebih mudah dari perhitungan menurut
peredaran matahari (syamsiah) dan lebih sesuai dengan tingkat pengetahuan
bangsa Arab pada zaman itu.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa banyak dari kaum Ansar,
apabila mereka telah mengerjakan ihram atau haji, maka mereka tidak mau
lagi memasuki rumah dari pintu yang biasa, tetapi masuk dari pintu
belakang, dan itu dianggap sebagai suatu kebajikan.
Ayat ini menerangkan bahwa kebajikan itu bukanlah menurut
perasaan dan tradisi yang berbau khurafat, seperti memasuki rumah dari
belakang atau dari atas, ) tetapi kebajikan itu ialah bertakwa kepada Allah,
dan ditetapkan kepada mereka agar memasuki rumah dari pintunya.
Menurut saintis, bulan adalah satelit bumi yang berukuran sekitar
seperempat dari ukuran bumi. Ia beredar mengelilingi bumi pada jarak rata-
rata 384,400 kilometer di bawah tarikan gaya gravitasi bumi. Akibat
peredarannya inilah bulan mengalami fase-fase dan di antaranya terjadi
fenomena bulan sabit, bulan purnama, bulan baru dan bulan mati. Semuanya
terjadi karena posisi bulan dan bumi yang bergeser secara teratur terhadap
posisi matahari. Ketika bulan berada diantara bumi dan matahari, sisinya
yang gelap menghadap ke bumi sehingga bulan tidak terlihat oleh kita yang
berada di bumi. Fase ini dinamakan fase bulan baru. Kemudian bergeser dari
fase bulan baru ke fase bulan purnama dan dan dari fase bulan purnama
menuju ke fase bulan mati. Pada fase bulan mati bulan kembali tidak
nampak sama sekali.
Sementara bulan sabit terjadi antara fase bulan baru ke fase bulan
separuh pertama (minggu pertama, sebelum bulan purnama) dan antara fase
bulan separuh yang kedua (minggu ke empat, setelah purnama) menuju fase
bulan mati.
Dari fase bulan baru menuju fase bulan purnama maka yang terjadi
fase bulan sabit yang nampak seperti benang yang bisa kita lihat di langit
barat sesudah matahari tenggelam. Lama kelamaan bulan sabit tersebut
menjadi lebar hingga menjadi separuh. Fase bulan ini kita sebut dengan fase
bulan separuh. Kemudian tujuh hari setelah fase bulan separuh, kita bisa
melihat gambaran penuh dari bulan. Fase bulan ini kita sebut dengan bulan
purnama. Tujuh hari kemudian penampakan bulan kembali menyusut
sehingga kembali lagi kepada fase bulan separuh. Begitulah seterusnya
hingga bulan kembali mengalami fase bulan sabit yang kemudian pada
akhirnya dia menghilang. Fase ini kita sebut dengan fase bulan mati. Jadi
fase bulan sabit terjadi 2 kali dalam sebulan, yakni di minggu pertama dan
minggu ke empat.
Jarak antara fase bulan baru ke bulan baru berikutnya atau dari bulan
purnama ke bulan purnama berikutnya adalah 29,5306 hari yang kita sebut
dengan periode sinodik. Inilah menjadi dasar penanggalan yang dibuat
dengan menggunakan sistem kalender peredaran bulan yang kita kenal
dengan kalender kamariah. Maha Bijaksana Allah yang telah menciptakan
bulan dengan hikmah yang luar biasa terkandung di dalamnya.
Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah, telah
sampai sebuah hadis kepada kami bahwa mereka pernah bertanya, "Wahai
Rasulullah, mengapa Allah menciptakan hilal (bulan sabit)?" Maka Allah
menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia." (Al
Baqarah:189) Maksudnya, Allah menjadikan bulan sabit sebagai tanda-tanda
waktu puasa kaum muslim dan waktu berbuka mereka, bilangan idah istri-
istri, dan tanda waktu agama (ibadah haji) mereka. Hal yang sama
diriwayatkan pula dari Ata, Ad-Dahhak, Qatadah, As-Saddi, dan Ar-Rabi'
ibnu Anas.
g. Q.s Al-taubah: 36

ِ ‫الش ُه ِۡرو ِع ۡـنـَد ال ٰلّ ِه ا ۡـثـ نَ ا َع َش ر َش ۡه را ىِف ۡى كِت‬


َّ ‫ٰب ال ٰلّ ِه يََۡمو َخلَ َق‬
‫الس ٰم ٰو ِت‬ ُّ ‫ة‬
َ َّ
‫د‬ ِ ‫اِ َّن‬
‫ع‬
ً َ
ؕ ‌ۡ‫ِّن ا ۡل َقيِّ ُم ۙ فَاَل تَ ۡظلِ ُم ۡوا فِ ۡي ِه َّن اَ ۡن ُف َس ُكم‬ۡ ‫ك‬
ُ ‫الدي‬
ِ ‫َوا ۡـلـ اَ َۡر‬
َ ‫ض ِم ۡـنـ َه اۤ ۡاَبرَع ةٌ ُح ُر ٌ‌م ؕ ٰذ ل‬

‫عَ ُم ۡۤوا اَ َّن ال ٰلّ هَ َم َع‬ ‫َوقَ اتِلُوا ا ۡـلـ ُم ۡـ ِر‬


‫شـــكِ ۡـيـ َن َكٓافَّةً َك َم ا يُ َق اتِ ۡلُو نَ ُۡمك َكٓافَّ‌ةً   ؕ َوا ۡل‬

‫ا ۡـلـ ُم ت َِّق ۡيـ َن‬


Artinya; Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan,
(sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit
dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama
yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam (bulan yang
empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka
pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-
orang yang takwa.
Setelah ayat yang lalu menjelaskan keburukan akidah para tokoh
Ahli Kitab, maka ayat ini kembali menginformasikan keburukan perilaku
kaum musyrik, yakni mengubah hukum Allah. Di antara hukum Allah yang
diubah adalah menambah hitungan bulan dalam setahun. Ayat menyatakan,
bahwa sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah dalam satu tahun ialah
dua belas bulan dengan mengikuti perputaran bulan, sebagaimana dalam
ketetapan Allah sejak penciptaan alam ini, yakni pada waktu Dia
menciptakan langit dan bumi. Di antaranya, yakni dua belas bulan tersebut,
ada empat bulan haram atau yang dimuliakan, yaitu Zulqa'dah, Zulhijjah,
Muharram, dan Rajab. Itulah ketetapan agama yang lurus, yaitu bahwa
empat bulan yang dimuliakan itu sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan
oleh Allah dan menjadi syariat agama-Nya, maka janganlah kamu
menzalimi dirimu, baik melakukan peperangan (Lihat : Surah al-Baqarah/2:
217), maupun perbuatan dosa lainnya, terlebih lagi dalam bulan yang empat
itu, karena dosanya akan dilipatgandakan. Namun, larangan peperangan di
bulan-bulan haram ini lalu dinasakh atau dihapus hukumnya dengan firman-
Nya, dan perangilah kaum musyrik semuanya, sebagaimana mereka pun
memerangi kamu semuanya di mana saja dan kapan saja meski bertepatan
dengan empat bulan yang semestinya dilarang untuk berperang itu. Dan
ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah menetapkan jumlah bulan
itu dua belas, semenjak Dia menciptakan langit dan bumi. Yang dimaksud
dengan bulan di sini ialah bulan Qamariah karena dengan perhitungan
Qamariah itulah Allah menetapkan waktu untuk mengerjakan ibadah yang
fardzu dan ibadah yang sunat dan beberapa ketentuan lain. Maka
menunaikan ibadah haji, puasa, ketetapan mengenai 'iddah wanita yang
diceraikan dan masa menyusui ditentukan dengan bulan Qamariah.
Di antara bulan-bulan yang dua belas itu ada empat bulan yang
ditetapkan sebagai bulan haram yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam
dan Rajab. Keempat bulan itu harus dihormati dan pada waktu itu tidak
boleh melakukan peperangan. Ketetapan ini berlaku pula dalam syariat Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail sampai kepada syariat yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw. Salah satu hikmah diberlakukannya bulan-bulan haram ini,
terutama bulan Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam adalah agar pelaksanaan
haji di Mekah bisa berlangsung dengan damai. Rentang waktu antara
Zulkaidah dan Muharam sudah cukup untuk mengamankan pelaksanaan
ibadah haji.

Anda mungkin juga menyukai