NIM : 236060003
2023
STUDI KRITIS PEMIKIRAN NASR HAMID ABU ZAID
Abstrak
Tulisan sederhana ini mendiskripsikan pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid. Beliau adalah seorang
pemikir kontemporer yang memiliki perhatian besar terhadap Al- Qur’an. Dengan latar belakang
kajian sastra, ia beranggapan bahwa Al;Qur’an adalah teks manusiawi.Beberapa buah
pemikirannya melahirkan pro dan kontra karena ia menganggap bahwa Al- Qur’an sebagai
Muntaj al Tsaqafi ( produk budaya ) dan Muntij al- tsaqafi ( produsen budaya ) .
Menurutnya,karena Al-Qur’an menggunakan bahasa kultural dan terbentuk dalam konteks
kultural, maka Al;Qur’an adalah produk sebuah budaya.Konsekwensinya, diperlukan kajian
tekstual dan sosiohistoris terhadap teks Al-Qu’ran untuk mendapatkan pemahaman yang
benar.Dengan dasar ini, ia mengatakan bahwa Al-Qur’an harus dipahami dengan bantuan
linguistik modern termasuk hermeunetika sebagaimana teks kitab suci agama lain.
Pendahuluan
Nasr Hamid Abu Zaid adalah salah seorang tokoh kontroversial abad 21. Beliau
mempunyai pandangan yang ekstrim tentang Islam yang memicu reaksi keras dari kalangan umat
muslim konservatif pada waktu itu.Pandangannya dianggap melenceng dari prinsip- prinsip
ajaran Islam. Penelitian dan tulisannya tentang penafsiran Al-Qur’an termasuk Critique of
Islamic Discourse menyinggung beberapa fundamentalis Islam1 , rekannya mencelanya di
sebuah masjid besar Di Kairo dan kelompok Islam radikal berhasil meminta pengadilan untuk
membatalkan pernikahannya di Pengadilan Keluarga Mesir dengan sebab tulisan- tulisannya
menunjukkan kemurtadannya.Oleh karena itu beberapa ulama Mesir memberi vonis
murtad( Keluar dari Islam) kepada beliau. Tetapi bagi kalangan akademisi, Nasr Hamid
dianggap tokoh revolusioner dan pembaharu dalam Qur’an Studies.
Nasr Hamid Abu Zaid mencoba menawarkan suatu metodologi/ pembacaan baru
terhadap Al- Qur’an. Hal ini dimaksudkan untuk melahirkan penafsiran yang sesuai dengan
semangat zaman. Beliau berupaya mengkontektualisasi pesan – pesan Al- Qur’an agar tidak
1
Editor Ensiklopedia Britannica, Nasr Hamid Abu Zaid,Sarjana Mesir, https://www.britannica.com/biography/Nasr-
Hamid-Abu-Zayd, diakses pada 12 November 2023.
semata – mata berpegang kepada makna lahiriah teks (literal ) tetapi menekankan pada dimensi
konteks yang menyertainya terutama nilai -nilai subtantif teks, 2 Hasil karya pemikiran beliau
sangat menarik untuk dilakukan kajian lebih lanjut. Oleh karena itu, makalah ini akan mengkaji
pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd.
Pembahasan
Abu Zayd setidaknya menulis empat belas buku dalam bahasa Arab termasuk karya
tentang Mu’tazilah, Ibnu ‘Arabi, Al,Syafi’i, dan beberapa naskah artikel baik dalam
bentuk bahasa Arab maupun bahasa Inggris, diantaranya:
5
Fikri Hamdani, 194.
Women in the Discourse of Crisis ( al-Mar'ah fī Khiṭāb al-Azmah ), Kairo 1995.
Lihat kutipan dalam bahasa Inggris di sini : Dossier 17: Women in the Discourse of
Crisis , September 1997, Diterjemahkan oleh Marlene Tadros.
Berpikir di Saat Anathema ( al-Tafkīr fī Zaman al-Takfīr ), Kairo, edisi 3ed 1998.
Kekhalifahan dan Kekuasaan Rakyat ( al-Khilāfah wa-Sulṭat al-Ummah ), Kairo,
1995.
Teks, Otoritas, Kebenaran ( al-Naṣṣ, al-Sulṭah, al-Haqīqah ), Beirut dan Casablanca
1995, edisi kedua 1997.
Lingkaran Ketakutan: Membaca Wacana Tentang Wanita ( Dawā'ir al-Khawf:
Qirā'ah fī Khiṭāb al-Mar'ah ) Beirut dan Casablanca 1999.
Wacana dan Hermeneutika ( al-Khiṭāb wa-al-Ta'wīl ), Beirut dan Casablanca 2000.
Teori Interpretasi Al-Ghazali , Jurnal Universitas Kajian Luar Negeri Osaka, Jepang,
72, 1986, hlm.1–24.
Manusia Sempurna dalam Al-Qur'an: Analisis Tekstual , Jurnal Kajian Luar Negeri
Universitas Osaka, Jepang, no. 73, 1988, hlm.111–133.
Kasus Abu-Zaid , Indeks Sensor, London, 4, 1996, hlm. 30–39.
Eksposisi Linguistik Tuhan dalam Al-Qur'an dalam Fundamentalismus der Moderne,
Christen und Muslime im Dialog, Evangelische Akademie, Loccum, Jerman, 75/94,
1996, hlm. 97–110.
Tekstualitas Al-Quran dalam Islam dan Eropa di Masa Lalu dan Sekarang, NIAS
(Netherlands Institute for Advanced Study in The Humanities and Social Sciences),
1997, hlm. 43 – 52.
Atribut Ilahi dalam Al-Qur'an: Beberapa aspek puitis dalam Islam dan Modernitas,
diedit oleh John Cooper, Ronald Nettler dan Mohammed Mahmoud, IB Tauris,
London, 1998, hlm. 120–211.
Pengadilan Inkuisisi di Mesir , dalam Hak Asasi Manusia dalam Islam 15, RIMO,
Maastricht 1998, hal. 47–55.
Islam, Muslim dan Demokrasi , dalam Agama und Politik, Konrad-Adenauer-
Stiftung, intere Studie Nr. 151/1998, hlm.103–12.
Sastra dan Bidah–Sastra dan Keadilan: Potensi Kritis Agama yang
Tercerahkan dalam Literatur, Menschenrechte in Islamischen Gesellschaften und
Staaten, Evangelische Akademie Loccum 22/96, 1998, hlm. 18–32.
Konsep Hak Asasi Manusia, Proses Modernisasi dan Politik Dominasi Barat , dalam
Politik und Gesellschaft: Politik dan Masyarakat Internasional, Herausgegeben von
der Friedrich-Ebert-Stiftung, 4/1998, hlm. 434–437.
Modernisasi Islam atau Islamisasi Modernitas , dalam Kosmopolitanisme, Identitas
dan Keaslian di Timur Tengah, ed. Roel Meijer, Curzon Press, Inggris 1999, hlm 71–
86.
Kosmologi Islam dan Tafsir Al-Qur'an , dalam Religion Wandel der Kosmologien,
diedit oleh Dieter Zeller, Sonderdruck 1999, hlm.217–230.
The Sectarian and the Renaissance Discourse , diterjemahkan dan diperkenalkan oleh
Mona Mikhail, ALIF, Journal of Comparative Poetics, The American University of
Cairo, no 19, 1999, hlm. 203–222
Citra Eropa dalam Narasi Mesir Modern , dalam Penjajah dan Terjajah, Eds. Theo
D'haen dan Patricia Krüs, Rodopi, Amsterdam-Atlanta 2000, vol. 2, hal.627–643.
Al-Qur'an: Tuhan dan Manusia dalam Komunikasi: Kuliah Perdana
Ketua Cleveringa di Universitas Leiden (27 November 2000)
Konsep Keadilan Al-Qur'an , Polilog, forum Filsafat Antarbudaya', No. 3 (Juni
2001).
Al-Qur'an, Islam dan Muhammad , Reset-Dialog Peradaban.
Surga, Ke Arah Mana? Mingguan Al-Ahram, terbitan No. 603.
Dilema Pendekatan Sastra terhadap Al-Qur'an , ALIF, Journal of Comparative
Poetics, American University Cairo (AUC), No. 23, Literature and the Sacred, 2003,
hlm. 8–47.
Spricht Gott nur Arabisch? ( Apakah Tuhan Berbicara Bahasa Arab? ), dalam
Michael Thumann (ed), Der Islam und der Westen, Berliner Taschenbuch Verlag,
Berlin 2003, hlm.117–126.
Entri dalam Ensiklopedia Al-Qur'an , Brill, Leiden-Boston-Köln:
o Kesombongan , Jil. Saya (2001), hlm.158–161.
o Kehidupan Sehari-hari: Quran Dalam, Vol. II (2002), hlm.80–97.
o Penyakit dan Kesehatan , Vol. II (2002), hlm.501–502.
o Niat , Jil. II (2002), hlm.549–551.
o Penindasan , Vol III (2003), hlm.583–584.
Islam di Eropa/Eropa Melawan Islam! Eropa, Buka Mata Anda , dalam: Robertson-
von Trotha, Caroline Y. (ed.): Eropa: Wawasan dari Luar (= Kulturwissenschaft
interdisziplinär/Interdisciplinary Studies on Culture and Society, Vol. 5), Baden-
Baden 2011, hal .67–73.6
6
Wikipedia, The Free Enclypedia, Nasr Hamid Abu Zayd, https://en.wikipedia.org/wiki/Nasr_Abu_Zayd#cite_note-
49, diakses pada 13 November 2023.
7
Hermeneutika adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna, Konsep ini terbawa
pada tradisi beberapa agama ketika memasuki abad pertengahan (medieval age). Hermeneutika diartikan sebagai
tindakan memahami pesan yang disampaikan Tuhan dalam kitab suci-Nya secara rasional. Dalam tradisi Kristen,
sejak abad 3 M, Gereja yang kental dengan tradisi paripatetik menggunakan konsep tawaran Aristoteles ini untuk
menginterpretasikan Alkitab. Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, ulama kalam menggunakan
istilah Takwil sebagai ganti dari hermeneutika, untuk menjelaskan ayat-ayat Mutasyabbihat,
https://id.wikipedia.org/wiki/Hermeneutika, diakses pada 24 November 2023.
Mutakallam , yaitu orang yang diajak bicara , karena Al Qur’an tidak ada huruf dan tidak
ada suara , maka “makna” yang kita tangkap, yang disampaikan Nabi Muhammad
Ittishol artinya penyampai, karena Allah, Malaikat Jibril, Nabi Muhammad mempunyai
posisi masing – masing yang sangat berbeda.
Kalimah/ Longue, dalam hal ini tidak mungkin keluar dari kontesk budaya.
Ats tsaqafah( Budaya).8 Penjelasannya sebagai berikut :
Teks- Teks agama ( Al-Qur’an dan Hadist) membutuhkan interpretasi dan merupakan salah
satu mekanisme yang sangat penting bagi wacana agama. Interpretasi yang sejati menghasilkan
makna teks , menuntut pengungkapan makna lewat analisis atas berbagai level konteks.Namun
wacana agama mengabaikan level konteks ini demi memproteksi makna yang telah ditentukan
sebelumnya. Pengabaian ini disebabkan oleh norma- norma pembentukan teks bahasa dan ada
anggapan bahwa teks agama adalah teks yang berbeda dengan teks bahasa lainnya. 9
Bagaimanapun teks agama tidak terlepas dari unsur budaya setempat, teks terkait ruang dan
waktu dalam pengertian historis dan sosiologis.Nasr lebih sutuju pandangan Mu’tazilah bahwa
Al-Qur’an itu ciptaan Allah , hal tersebut memunculkan pemahaman bahwa Al-Qu’an adalah
fenomena historis dan mempunyai konteks spesifikya sendiri. Ia berargumen sekali ia
diwahyukan kepada Nami Muhammad,Al-Qur’an menjadi sejarah manusia dan menjadi sebuah
teks.10
Maka menurut beliau , perlu sebuah metodologi baru, yaitu membaca Al-Quran dengan
melihat aspek-aspek diluar dari teks Al-Qu’an dengan pendekatan kebahasaan( al manhajul
tahlii lughowi).11 Pada dasarnya pemikiran Nasr ini tidak murni pemikirannya sendiri, tetapi
dipengaruhi oleh pemikiran Amin al Khulli yang menjadi peletak pertama metode sastra dalam
kajian Al- Qur’an. Menurut Al Khulli, tafsir sastra bertujuan mengurangi dan membatasi
subyektifitas penafsir yang cenderung teologis dan idiologis.Inilah yang menjadi dasar Nasr
Hamid dalam kajian Al- Qur’an yang membuat metodologi mengungkapkan makna asli Al-
Qur’an, yang kemudian melahirkan makna yang baru ( signifikasi makna). Sebagai landasan
metodologi yang dibangun oleh Nasr hamid, ia membedakan antara konsep tafsir dan ta’wil.
8
Nasr Abu Zaid, Rethingking the Qur’an: Towards a Humanistic Hermeneutics, Makalah disampaikan Konferensi
9
Nasr hamid Abu Zayd, Teks Otoritas Kebenaran, ( Lkis Yogyakarta ,2003) 111
10
Mun’im Sirri,Tradisi Intelektual Islam “Rekonfigurasi Sumber Otoritas Agama. (Malang: Madani, 2015), 17.
11
Sunarwoto dkk, Hermenetika al-Qur’an Madzhab Yogya, (Yogyakarta: Islamika, 2003), 107
Tafsir memiliki pengertian menyingkap sesuatu yang tersembunyi atau tidak diketahui yang bisa
diketahui karena adanya media tafsirah. Sedangkan ta’wil adalah kembali ke asal usul sesuatu
untuk mengungkapkan ma’na dan maghza. Ma’na merupakan dalalah yang dibangun
berdasarkan gramatikal teks, sehingga makna yang dihasilkan adalah makna-makna gramatik.
Sedangkan maghza menunjukkan pada makna dalam konteks sosio historis. Dalam proses
penafsiran kedua hal ini sangat berhubungan kuat satu sama lain, maghza selalu mengikuti ma’na
begitu pula sebaliknya. Penafsiran al-Qur’an sebagai teks bahasa tidak bisa digali hanya dengan
menganalisis bahasa secara inheren. Bagaimanapun juga teks al- Qur’an turun bukan dalam
masyarakat yang sama sekali tidak memiliki budaya. Paling tidak keberadaan asbab al-nuzul
merupakan bukti bahwa teks al-Qur’an telah merespon terhadap kondisi masyarakat saat itu. 12
Nasr Hamid menguraikan cara penafsiran Al- Qur’an sebagai berikut:
1. Menganalisa struktur linguistic ayat-ayat al-Qur’an dan mencari fakta - fakta sejarah yang
mengelilinginya (sabab al-Nuzul makro dan sabab al- Nuzul mikro).
2. Menentukan tingkatan makna teks.13
3. Menentukan makna asli teks (The original Meaning).
4. Menentukan makna signifikansi (significance).
5. Mengkontekstualisasikan makna historis dengan berpijak pada makna yang tidak
terkatakan.
Untuk mengatasi problematika penafsiran yang ada saat ini, Abu Zayd memandang perlu
untuk menggunakan pijakan Hermeneutika sebagai tawaran konsep interpretasi baru dalam dunia
pemikiran Islam. Menurut Abu Zayd, metode analisis paling tepat untuk memahami AlQur’an
sebagai teks yang tidak terpisahkan dari sistem bahasa yang berfungsi informatif dan
komunikatif, adalah metode analisis bahasa (minhaj al-tahlil al-lughawi). Untuk menjelaskan
teori tentang kedua fase yang dilalui al-Qur’an, Abu Zayd menggunakan kajian semiotika, salah
satu cabang dari hermeneutika.
Penutup
15
Fatkul Chodir, Tafsir Hermeneutikan Nasr Hamid Abu Zayd, Jurnal SCHOLASTICA, Volume 1, Nomor 1,
November 2019 | 211.
Daftar Pustaka
Abu Zaid, Nasr Hamid , Rethingking the Qur’an: Towards a Humanistic Hermeneutics,
Makalah disampaikan Konferensi Kuliah Perdana Akademisi Ibnu Rusyd, Alexanderia , 2004.
Abu Zayd, Nasr Hamid Nasr Teks Otoritas Kebenaran, ( Lkis Yogyakarta ,2003)
Alfian,Muhammad, Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd,Islamika, Jurnal Ilmu Ilmu
keislaman,Vol 18, No 1, 2018
Chodir, Fathur,Tafsir Hermeneutikan Nasr Hamid Abu Zayd, Jurnal SCHOLASTICA, Volume
1, Nomor 1.
Dkk, Sunarwoto Hermenetika al-Qur’an Madzhab Yogya, (Yogyakarta: Islamika, 2003)
Ensiklopedia Britannica, Editor, Nasr Hamid Abu Zaid,Sarjana Mesir,
https://www.britannica.com/biography/Nasr-Hamid-Abu-Zayd, diakses pada 12 November 2023.
Hamdani, Fikri, Teori Interpretasi Nasyr Hamid Abu Zayd, Jurnal Farabbi, Jurnal iain
Gorontalo, Volume 13, No 1, 2016.
Ichwan, Nur, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur’an , Teori Hermeneutika Nasr Abu Zaid,
(Teraju , Bandung, 2003), 20.
The Free Enclypedia, Wikipedia,Nasr Hamid Abu Zayd,
https://en.wikipedia.org/wiki/Nasr_Abu_Zayd#cite_note-49.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hermeneutika
Sirri, Mun’im ,Tradisi Intelektual Islam “Rekonfigurasi Sumber Otoritas Agama. (Malang:
Madani, 2015).