Anda di halaman 1dari 11

STUDI KRITIS PEMIKIRAN NASR HAMID ABU ZAID

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata kuliah: Studi Qur’an Hadist Kontemporer

Dosen Pengampu: Dr Mahmudah, M.Ag

Disusun oleh : Edi Sutrisno

NIM : 236060003

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS PASCA SARJANA

PRODI STUDI ISLAM

2023
STUDI KRITIS PEMIKIRAN NASR HAMID ABU ZAID

Abstrak

Tulisan sederhana ini mendiskripsikan pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid. Beliau adalah seorang
pemikir kontemporer yang memiliki perhatian besar terhadap Al- Qur’an. Dengan latar belakang
kajian sastra, ia beranggapan bahwa Al;Qur’an adalah teks manusiawi.Beberapa buah
pemikirannya melahirkan pro dan kontra karena ia menganggap bahwa Al- Qur’an sebagai
Muntaj al Tsaqafi ( produk budaya ) dan Muntij al- tsaqafi ( produsen budaya ) .
Menurutnya,karena Al-Qur’an menggunakan bahasa kultural dan terbentuk dalam konteks
kultural, maka Al;Qur’an adalah produk sebuah budaya.Konsekwensinya, diperlukan kajian
tekstual dan sosiohistoris terhadap teks Al-Qu’ran untuk mendapatkan pemahaman yang
benar.Dengan dasar ini, ia mengatakan bahwa Al-Qur’an harus dipahami dengan bantuan
linguistik modern termasuk hermeunetika sebagaimana teks kitab suci agama lain.

Kata Kunci: Al- Qur’an, Nasr Hamid Abu Zaid

Pendahuluan

Nasr Hamid Abu Zaid adalah salah seorang tokoh kontroversial abad 21. Beliau
mempunyai pandangan yang ekstrim tentang Islam yang memicu reaksi keras dari kalangan umat
muslim konservatif pada waktu itu.Pandangannya dianggap melenceng dari prinsip- prinsip
ajaran Islam. Penelitian dan tulisannya tentang penafsiran Al-Qur’an termasuk Critique of
Islamic Discourse menyinggung beberapa fundamentalis Islam1 , rekannya mencelanya di
sebuah masjid besar Di Kairo dan kelompok Islam radikal berhasil meminta pengadilan untuk
membatalkan pernikahannya di Pengadilan Keluarga Mesir dengan sebab tulisan- tulisannya
menunjukkan kemurtadannya.Oleh karena itu beberapa ulama Mesir memberi vonis
murtad( Keluar dari Islam) kepada beliau. Tetapi bagi kalangan akademisi, Nasr Hamid
dianggap tokoh revolusioner dan pembaharu dalam Qur’an Studies.

Nasr Hamid Abu Zaid mencoba menawarkan suatu metodologi/ pembacaan baru
terhadap Al- Qur’an. Hal ini dimaksudkan untuk melahirkan penafsiran yang sesuai dengan
semangat zaman. Beliau berupaya mengkontektualisasi pesan – pesan Al- Qur’an agar tidak

1
Editor Ensiklopedia Britannica, Nasr Hamid Abu Zaid,Sarjana Mesir, https://www.britannica.com/biography/Nasr-
Hamid-Abu-Zayd, diakses pada 12 November 2023.
semata – mata berpegang kepada makna lahiriah teks (literal ) tetapi menekankan pada dimensi
konteks yang menyertainya terutama nilai -nilai subtantif teks, 2 Hasil karya pemikiran beliau
sangat menarik untuk dilakukan kajian lebih lanjut. Oleh karena itu, makalah ini akan mengkaji
pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd.

Pembahasan

1. Biografi Nasr Hamid Abu Zayd


Nasr Hamid Abu Zayd lahir di sebuah Quhafa, sebuah desa kecil sekitar 120 Km dari
Kairo pada 10 Juli 1943. Ia merupakan seorang Qori’ dan Hafidz pada usia delapan
tahun.Diluar pendidikan formal, ia menulis kitab Mafhumun Nas ( membaca kembali
teks). Ia menempuh sekolah SD dikampung halamannya (1951). Kemudian melanjutkan
di sekolah tehnologi di distrik Kafru Yayyad, Provinsi Garbiyyah dengan meraih ijazah
diploma (setingkat SMU). Setelah itu beberapa waktu ia bekerja di perusahaan kabel
(1961- 1968).3
Pada usia 12 tahun , ia dipenjara karena diduga bersimpati dengan Ikhwanul
Muslimin.Pada tahun 1968 ia melanjutkan pendidikan di Fakultas ‘Adab, Universitas
Kairo dan lulus pada tahun 1972 dan melanjutkan paska sarjana di universitas yang
sama . Ia menulis tesis dengan judul Qadhiat Al- Majaz fi Al- Qur’an Inda Mu’tazilah.
Pada tahun 1981, dia berhasil meraih gelar doktor dengan judul ta’wilu Al-Qur’an Inda
Muhyiddin Al ‘Arabi dengan nilai memuaskan penghargaan tingkat pertama. Selam dua
tahun (1978- 1980) ia pernah tinggal di Amerika untuk penelitian doktoralnya di Institut
of Middle Eastern Studies, Universitas of Pennsylvania Philadelphia. 4Pada tahun 1982 ia
bergabung dengan Fakultas Departemen Bahasa dan Sastra Arab Ia juga pernah menjadi
dosen tamu di Universitas Osaka Jepang dengan mengajar Bahasa Arab( 1985-1989).
Belakangan ia divonis murtad yang dikenal dengan peristwa Qadiyyah Nasr
Hamid Abu Zayd.Ceritanya ketika di Mei 1992, Nasr Hamid Abu Zayd mengajukan
promosi guru besar di Fakultas Sastra , Kairo University. Bukannya terkabul tetapi pada
3 Desember 1992 promosinya ditolak, dan tidak layak menjadi profesor.Ia dihukumi
2
Fikri Hamdani, Teori Interpretasi Nasyr Hamid Abu Zayd, ( Jurnal Farabbi, Jurnal iain Gorontalo, Volume 13, No 1,
2016) ,31 https://core.ac.uk/download/pdf/290043441.pdf, diakses pada 12 November 2023.
3
Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur’an , Teori Hermeneutika Nasr Abu Zaid, (Teraju , Bandung, 2003),
20.
4
Muhammad Alfian,Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd,Islamika, Jurnal Ilmu Ilmu keislaman,Vol 18, No 1, 2018,
https://ejournal.iainkerinci.ac.id/index.php/islamika/article/view/268/217, diakses pada 13 November 2023.
Kafir oleh Mahkamah dengan dukungan lebih dari 2000 Ulama. Pada 10 Juni 1993 M.
Samida Abdushamad dan sejumlah pengacara memperkarakan Abu Zayd di Pengadilan
Giza.Pada tanggal 27 Januari 1994 tuntutan tersebut dibatalkan, namun ditingkat banding
, tuntutan tersebut dikabulkan oleh keputusan Mahkamah Isti’naf Mahkamah Cairo yang
menyatakan Abu Zayd telah murtad dan wajib mentalaq istrinya. Dengan catatan apabila
ia tidak mau maka ia harus dihukum mati.Akhirnya, dengan berbagai teror pembunuhan
23 Juli 1995 ia pindah ke Netherland. Awalnya beliau menjadi Profesor tamu Studi Islam
pada Universitas Leyden, kemudian pada 27 Desember 2000 ia dikukuhkan menjadi
Guru Besar Tetap di Universitas tersebut.5 Di Eropa ia juga menjabat Ibnu Rusyd Chair
of Humanism and Islam di University for Humanistics, Utrecht, Belanda.
2. Karya – karya pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd

Abu Zayd setidaknya menulis empat belas buku dalam bahasa Arab termasuk karya
tentang Mu’tazilah, Ibnu ‘Arabi, Al,Syafi’i, dan beberapa naskah artikel baik dalam
bentuk bahasa Arab maupun bahasa Inggris, diantaranya:

 Rasionalisme dalam Tafsir: Kajian Masalah Metafora Dalam Penulisan Kaum


Mutazilah ( Al-Ittijāh al-'Aqlī fī al-Tafsīr: Dirāsah fī Qadīyat al-Majāz fī al-Qur'ân
'inda al-Mu'tazilah ) , Beirut dan Casablanca 1982, edisi ke-4 1998.
 Filsafat Hermeneutika: Kajian Hermeneutika Al-Qur'an karya Ibn al-'Arabī ( Falsafat
al-Ta'wīl: Dirâsah fi Ta'wīl al-Qur'ān 'inda Muḥyī al-Dīn ibn al-'Arabī ), Beirut dan
Casablanca 1983, edisi ke-4, 1998.
 Sistem Tanda: Pengantar Semiotika (' Ilm al-'Alāmāt ), co-editor, Kairo 1986.
 Konsep Teks: Kajian Ilmu Al-Qur'an ( Mafhūm al-Naṣṣ: Dirāsah fī 'Ulūm al-
Qur'an ), Beirut dan Kairo 1991, edisi ke-5 1998.
 Masalah Membaca dan Alat Tafsir ( Ishkālīyāt al-Qirā'ah wa-Āliyāt al-Ta'wīl ),
Beirut dan Casablanca 1995, edisi ke-5 1999.
 Imam al-Syafi'i dan Landasan Ideologi Jalan Tengah [Wasatiyya] ( al-Imâm al-
Shāfi'ī wa-Ta'sīs al-Īdiyūlūjīyah al-Wasaṭīyah ), Kairo, edisi ke-3 1998.
 Kritik Wacana Keagamaan ( Naqd al-Khiṭāb al-Dīnī ), Kairo, edisi ke-4 1998.

5
Fikri Hamdani, 194.
 Women in the Discourse of Crisis ( al-Mar'ah fī Khiṭāb al-Azmah ), Kairo 1995.
Lihat kutipan dalam bahasa Inggris di sini : Dossier 17: Women in the Discourse of
Crisis , September 1997, Diterjemahkan oleh Marlene Tadros.
 Berpikir di Saat Anathema ( al-Tafkīr fī Zaman al-Takfīr ), Kairo, edisi 3ed 1998.
 Kekhalifahan dan Kekuasaan Rakyat ( al-Khilāfah wa-Sulṭat al-Ummah ), Kairo,
1995.
 Teks, Otoritas, Kebenaran ( al-Naṣṣ, al-Sulṭah, al-Haqīqah ), Beirut dan Casablanca
1995, edisi kedua 1997.
 Lingkaran Ketakutan: Membaca Wacana Tentang Wanita ( Dawā'ir al-Khawf:
Qirā'ah fī Khiṭāb al-Mar'ah ) Beirut dan Casablanca 1999.
 Wacana dan Hermeneutika ( al-Khiṭāb wa-al-Ta'wīl ), Beirut dan Casablanca 2000.

 Demikianlah Ucapan Ibnu al-'Arabī ( Hākadhā Takallama Ibn al-'Arabī ) Organisasi


Buku Nasional Mesir, Kairo
 Reformasi Pemikiran Islam: Analisis Sejarah Kritis . Amsterdam: Pers Universitas
Amsterdam, 2006.
 Memikirkan Kembali Al-Qur'an: Menuju Hermeneutika Humanistik . Utrecht:
Humanistik University Press, 2004.
 Voice of an Exile: Refleksi Islam (bersama Esther R. Nelson). New York: Penerbit
Praeger, 2004.

 Teori Interpretasi Al-Ghazali , Jurnal Universitas Kajian Luar Negeri Osaka, Jepang,
72, 1986, hlm.1–24.
 Manusia Sempurna dalam Al-Qur'an: Analisis Tekstual , Jurnal Kajian Luar Negeri
Universitas Osaka, Jepang, no. 73, 1988, hlm.111–133.
 Kasus Abu-Zaid , Indeks Sensor, London, 4, 1996, hlm. 30–39.
 Eksposisi Linguistik Tuhan dalam Al-Qur'an dalam Fundamentalismus der Moderne,
Christen und Muslime im Dialog, Evangelische Akademie, Loccum, Jerman, 75/94,
1996, hlm. 97–110.
 Tekstualitas Al-Quran dalam Islam dan Eropa di Masa Lalu dan Sekarang, NIAS
(Netherlands Institute for Advanced Study in The Humanities and Social Sciences),
1997, hlm. 43 – 52.
 Atribut Ilahi dalam Al-Qur'an: Beberapa aspek puitis dalam Islam dan Modernitas,
diedit oleh John Cooper, Ronald Nettler dan Mohammed Mahmoud, IB Tauris,
London, 1998, hlm. 120–211.
 Pengadilan Inkuisisi di Mesir , dalam Hak Asasi Manusia dalam Islam 15, RIMO,
Maastricht 1998, hal. 47–55.
 Islam, Muslim dan Demokrasi , dalam Agama und Politik, Konrad-Adenauer-
Stiftung, intere Studie Nr. 151/1998, hlm.103–12.
 Sastra dan Bidah–Sastra dan Keadilan: Potensi Kritis Agama yang
Tercerahkan dalam Literatur, Menschenrechte in Islamischen Gesellschaften und
Staaten, Evangelische Akademie Loccum 22/96, 1998, hlm. 18–32.
 Konsep Hak Asasi Manusia, Proses Modernisasi dan Politik Dominasi Barat , dalam
Politik und Gesellschaft: Politik dan Masyarakat Internasional, Herausgegeben von
der Friedrich-Ebert-Stiftung, 4/1998, hlm. 434–437.
 Modernisasi Islam atau Islamisasi Modernitas , dalam Kosmopolitanisme, Identitas
dan Keaslian di Timur Tengah, ed. Roel Meijer, Curzon Press, Inggris 1999, hlm 71–
86.
 Kosmologi Islam dan Tafsir Al-Qur'an , dalam Religion Wandel der Kosmologien,
diedit oleh Dieter Zeller, Sonderdruck 1999, hlm.217–230.
 The Sectarian and the Renaissance Discourse , diterjemahkan dan diperkenalkan oleh
Mona Mikhail, ALIF, Journal of Comparative Poetics, The American University of
Cairo, no 19, 1999, hlm. 203–222
 Citra Eropa dalam Narasi Mesir Modern , dalam Penjajah dan Terjajah, Eds. Theo
D'haen dan Patricia Krüs, Rodopi, Amsterdam-Atlanta 2000, vol. 2, hal.627–643.
 Al-Qur'an: Tuhan dan Manusia dalam Komunikasi: Kuliah Perdana
Ketua Cleveringa di Universitas Leiden (27 November 2000)
 Konsep Keadilan Al-Qur'an , Polilog, forum Filsafat Antarbudaya', No. 3 (Juni
2001).
 Al-Qur'an, Islam dan Muhammad , Reset-Dialog Peradaban.
 Surga, Ke Arah Mana? Mingguan Al-Ahram, terbitan No. 603.
 Dilema Pendekatan Sastra terhadap Al-Qur'an , ALIF, Journal of Comparative
Poetics, American University Cairo (AUC), No. 23, Literature and the Sacred, 2003,
hlm. 8–47.
 Spricht Gott nur Arabisch? ( Apakah Tuhan Berbicara Bahasa Arab? ), dalam
Michael Thumann (ed), Der Islam und der Westen, Berliner Taschenbuch Verlag,
Berlin 2003, hlm.117–126.
 Entri dalam Ensiklopedia Al-Qur'an , Brill, Leiden-Boston-Köln:
o Kesombongan , Jil. Saya (2001), hlm.158–161.
o Kehidupan Sehari-hari: Quran Dalam, Vol. II (2002), hlm.80–97.
o Penyakit dan Kesehatan , Vol. II (2002), hlm.501–502.
o Niat , Jil. II (2002), hlm.549–551.
o Penindasan , Vol III (2003), hlm.583–584.
 Islam di Eropa/Eropa Melawan Islam! Eropa, Buka Mata Anda , dalam: Robertson-
von Trotha, Caroline Y. (ed.): Eropa: Wawasan dari Luar (= Kulturwissenschaft
interdisziplinär/Interdisciplinary Studies on Culture and Society, Vol. 5), Baden-
Baden 2011, hal .67–73.6

3. Pokok – Pokok Pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd


Untuk memahami Islam secara utuh ( kaffah) menurut Abu Zayd, Al Qur”an harus
dipahami dengan pendekatan Hermeneutika7. Bagaimana agar manusia paham dengan Al
Qur’an, ( mafhumun nas) :
 Risalah yaitu , Al Qur’annya sendiri secara tekstual.
 Mutakallim Yaitu Allah itu sendiri sama yang yang berbicara

6
Wikipedia, The Free Enclypedia, Nasr Hamid Abu Zayd, https://en.wikipedia.org/wiki/Nasr_Abu_Zayd#cite_note-
49, diakses pada 13 November 2023.
7
Hermeneutika adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna, Konsep ini terbawa
pada tradisi beberapa agama ketika memasuki abad pertengahan (medieval age). Hermeneutika diartikan sebagai
tindakan memahami pesan yang disampaikan Tuhan dalam kitab suci-Nya secara rasional. Dalam tradisi Kristen,
sejak abad 3 M, Gereja yang kental dengan tradisi paripatetik menggunakan konsep tawaran Aristoteles ini untuk
menginterpretasikan Alkitab. Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, ulama kalam menggunakan
istilah Takwil sebagai ganti dari hermeneutika, untuk menjelaskan ayat-ayat Mutasyabbihat,
https://id.wikipedia.org/wiki/Hermeneutika, diakses pada 24 November 2023.
 Mutakallam , yaitu orang yang diajak bicara , karena Al Qur’an tidak ada huruf dan tidak
ada suara , maka “makna” yang kita tangkap, yang disampaikan Nabi Muhammad
 Ittishol artinya penyampai, karena Allah, Malaikat Jibril, Nabi Muhammad mempunyai
posisi masing – masing yang sangat berbeda.
 Kalimah/ Longue, dalam hal ini tidak mungkin keluar dari kontesk budaya.
 Ats tsaqafah( Budaya).8 Penjelasannya sebagai berikut :

Teks- Teks agama ( Al-Qur’an dan Hadist) membutuhkan interpretasi dan merupakan salah
satu mekanisme yang sangat penting bagi wacana agama. Interpretasi yang sejati menghasilkan
makna teks , menuntut pengungkapan makna lewat analisis atas berbagai level konteks.Namun
wacana agama mengabaikan level konteks ini demi memproteksi makna yang telah ditentukan
sebelumnya. Pengabaian ini disebabkan oleh norma- norma pembentukan teks bahasa dan ada
anggapan bahwa teks agama adalah teks yang berbeda dengan teks bahasa lainnya. 9
Bagaimanapun teks agama tidak terlepas dari unsur budaya setempat, teks terkait ruang dan
waktu dalam pengertian historis dan sosiologis.Nasr lebih sutuju pandangan Mu’tazilah bahwa
Al-Qur’an itu ciptaan Allah , hal tersebut memunculkan pemahaman bahwa Al-Qu’an adalah
fenomena historis dan mempunyai konteks spesifikya sendiri. Ia berargumen sekali ia
diwahyukan kepada Nami Muhammad,Al-Qur’an menjadi sejarah manusia dan menjadi sebuah
teks.10

Maka menurut beliau , perlu sebuah metodologi baru, yaitu membaca Al-Quran dengan
melihat aspek-aspek diluar dari teks Al-Qu’an dengan pendekatan kebahasaan( al manhajul
tahlii lughowi).11 Pada dasarnya pemikiran Nasr ini tidak murni pemikirannya sendiri, tetapi
dipengaruhi oleh pemikiran Amin al Khulli yang menjadi peletak pertama metode sastra dalam
kajian Al- Qur’an. Menurut Al Khulli, tafsir sastra bertujuan mengurangi dan membatasi
subyektifitas penafsir yang cenderung teologis dan idiologis.Inilah yang menjadi dasar Nasr
Hamid dalam kajian Al- Qur’an yang membuat metodologi mengungkapkan makna asli Al-
Qur’an, yang kemudian melahirkan makna yang baru ( signifikasi makna). Sebagai landasan
metodologi yang dibangun oleh Nasr hamid, ia membedakan antara konsep tafsir dan ta’wil.
8
Nasr Abu Zaid, Rethingking the Qur’an: Towards a Humanistic Hermeneutics, Makalah disampaikan Konferensi
9
Nasr hamid Abu Zayd, Teks Otoritas Kebenaran, ( Lkis Yogyakarta ,2003) 111
10
Mun’im Sirri,Tradisi Intelektual Islam “Rekonfigurasi Sumber Otoritas Agama. (Malang: Madani, 2015), 17.
11
Sunarwoto dkk, Hermenetika al-Qur’an Madzhab Yogya, (Yogyakarta: Islamika, 2003), 107
Tafsir memiliki pengertian menyingkap sesuatu yang tersembunyi atau tidak diketahui yang bisa
diketahui karena adanya media tafsirah. Sedangkan ta’wil adalah kembali ke asal usul sesuatu
untuk mengungkapkan ma’na dan maghza. Ma’na merupakan dalalah yang dibangun
berdasarkan gramatikal teks, sehingga makna yang dihasilkan adalah makna-makna gramatik.
Sedangkan maghza menunjukkan pada makna dalam konteks sosio historis. Dalam proses
penafsiran kedua hal ini sangat berhubungan kuat satu sama lain, maghza selalu mengikuti ma’na
begitu pula sebaliknya. Penafsiran al-Qur’an sebagai teks bahasa tidak bisa digali hanya dengan
menganalisis bahasa secara inheren. Bagaimanapun juga teks al- Qur’an turun bukan dalam
masyarakat yang sama sekali tidak memiliki budaya. Paling tidak keberadaan asbab al-nuzul
merupakan bukti bahwa teks al-Qur’an telah merespon terhadap kondisi masyarakat saat itu. 12
Nasr Hamid menguraikan cara penafsiran Al- Qur’an sebagai berikut:

1. Menganalisa struktur linguistic ayat-ayat al-Qur’an dan mencari fakta - fakta sejarah yang
mengelilinginya (sabab al-Nuzul makro dan sabab al- Nuzul mikro).
2. Menentukan tingkatan makna teks.13
3. Menentukan makna asli teks (The original Meaning).
4. Menentukan makna signifikansi (significance).
5. Mengkontekstualisasikan makna historis dengan berpijak pada makna yang tidak
terkatakan.

Analisis pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd

Abu Zayd cenderung menggunakan pendekatan hermeneutika dalam penafsiran Al-


Qur’an dengan mengesampingkan hukum hukum qot’i , semua digeneralisasi menjadi ayat- ayat
mutasyabihat.14Pemikiran ini sering dinilai sebagai model kebebasan berfikir namun dalam
12
Fikri Hamdani, 8
13
Menurut Nasr Hamid, ada tiga tingkatan makna yang perlu diperhatikan dalam teks-teks keagamaan (al-Qur’an),
tingkatan yang pertama adalah makna yang menuju kepada fakta-fakta historis, yang tidak dapat diinterpretasikan
secara metaforis. Tingkatan yang kedua adalah suatu makna yang dapat diinterpretasikan secara metaforis. Dan
tingkatan yang ketiga makna yang bisa diperluas berdasarkan atas “signifikansi” yang dapat diungkap dari konteks
sosio cultural di mana teks itu berada. Lihat, Moch. Nur Ichwan, 90.
14
Muḥkam dan Mutasyābih (bahasa Arab: ‫ابه‬ZZ‫ )محکم و متش‬dalam tafsir Al-Qur'an adalah pembagian kategori ayat
berdasarkan status kejelasannya (muhkam) atau ketidakjelasannya (mutasyābih). Pengertian atas kedua istilah itu
masih kontroversial. Beberapa mufassir menganggap perbedaannya adalah apakah ayat-ayat tersebut memerlukan
interpretasi atau refleksi lebih lanjut atau tidak jika hendak dibaca. Pada umumnya, orang memaknai
ayat muhkam sebagai ayat-ayat dengan satu makna dan mutasyabih sebagai ayat dengan lebih dari satu makna (dan
yang maknanya paling tepat perlu ditakwil).
15
kasusnya, Abu Zayd terutama otoritas Universitas Cairo , dinilai sebagai teroris pemikiran. .
Abu Zayd mengawali kajian teks Al-Qur’an, yaitu dengan menempatkan teks AlQur’an sebagai
produk budaya (muntaj al-tsaqafat), sekaligus ia memproduksi budaya (muntij li al-tsaqafat).
Hal ini menurutnya terjadi dalam dua fase, yakni fase keterbentukan(marhalah al-tasyakkul)
dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun, yaitu ketika al-Qur’an membentuk dan
mengkonstruksikan diri secara struktural dalam sistem budaya yang melatarinya, dan fase
pembentukan budaya “baru” (marhalah altasykil), ketika teks Al-Qur’an membentuk dan
mengkonstruksikan ulang sistem budayanya.

Untuk mengatasi problematika penafsiran yang ada saat ini, Abu Zayd memandang perlu
untuk menggunakan pijakan Hermeneutika sebagai tawaran konsep interpretasi baru dalam dunia
pemikiran Islam. Menurut Abu Zayd, metode analisis paling tepat untuk memahami AlQur’an
sebagai teks yang tidak terpisahkan dari sistem bahasa yang berfungsi informatif dan
komunikatif, adalah metode analisis bahasa (minhaj al-tahlil al-lughawi). Untuk menjelaskan
teori tentang kedua fase yang dilalui al-Qur’an, Abu Zayd menggunakan kajian semiotika, salah
satu cabang dari hermeneutika.

Penutup

‫وكل ما بعد اذا زائدة‬

15
Fatkul Chodir, Tafsir Hermeneutikan Nasr Hamid Abu Zayd, Jurnal SCHOLASTICA, Volume 1, Nomor 1,
November 2019 | 211.
Daftar Pustaka

Abu Zaid, Nasr Hamid , Rethingking the Qur’an: Towards a Humanistic Hermeneutics,
Makalah disampaikan Konferensi Kuliah Perdana Akademisi Ibnu Rusyd, Alexanderia , 2004.
Abu Zayd, Nasr Hamid Nasr Teks Otoritas Kebenaran, ( Lkis Yogyakarta ,2003)
Alfian,Muhammad, Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd,Islamika, Jurnal Ilmu Ilmu
keislaman,Vol 18, No 1, 2018
Chodir, Fathur,Tafsir Hermeneutikan Nasr Hamid Abu Zayd, Jurnal SCHOLASTICA, Volume
1, Nomor 1.
Dkk, Sunarwoto Hermenetika al-Qur’an Madzhab Yogya, (Yogyakarta: Islamika, 2003)
Ensiklopedia Britannica, Editor, Nasr Hamid Abu Zaid,Sarjana Mesir,
https://www.britannica.com/biography/Nasr-Hamid-Abu-Zayd, diakses pada 12 November 2023.
Hamdani, Fikri, Teori Interpretasi Nasyr Hamid Abu Zayd, Jurnal Farabbi, Jurnal iain
Gorontalo, Volume 13, No 1, 2016.
Ichwan, Nur, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur’an , Teori Hermeneutika Nasr Abu Zaid,
(Teraju , Bandung, 2003), 20.
The Free Enclypedia, Wikipedia,Nasr Hamid Abu Zayd,
https://en.wikipedia.org/wiki/Nasr_Abu_Zayd#cite_note-49.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hermeneutika
Sirri, Mun’im ,Tradisi Intelektual Islam “Rekonfigurasi Sumber Otoritas Agama. (Malang:
Madani, 2015).

Anda mungkin juga menyukai