Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FIQH IBADAH

Tentang :

Shalat Jama`dan Qashar

DOSEN : DRA.RUKIAH,M.H

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

 SYAHRINI SYARIF/2320203861211094
 NUR HAERA/2320203861211087
 DIAH AYU MARGI UTAMI /2320203861211080
 MUHAMMAD FARHAN HAIRUL/2320203861211073

KELAS : MKS 2901 C

PRODI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE

2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt karena telah memberikan kesempatan dan
kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini dengan judul Fiqh ibadah.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari Ibu Dra.RUKIAH,M.H pada mata kuliah
Fiqh ibadah. Selain itu, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan
bagi para pembaca tentang Fiqh ibadah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra.RUKIAH,M.H selaku dosen mata
kuliah Fiqh ibadah karena tugas yang telah diberikan sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Parepare, 13 september 2023

PENULIS

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................1

KATA PENGANTAR........................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................4

A. Latar Belakang................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................5

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................6

1. Pengertian Shalat Jama` Dan Qashar...............................................................6

2. Syarat Shalat Jama` Dan Qashar......................................................................9

3. Landasan Hukum Shalat Jama` Dan Qashar....................................................10

BAB III PENUTUP............................................................................................11

A. Kesimpulan.....................................................................................................11

B. Saran................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kegiatan yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia, apa lagi
pada jaman modern ini adalah perjalanan. Perjalanan selalu membutuhkan tenaga dan
menyita waktu kita, entah itu banyak atau sedikit. Demi sebuah perjalanan, banyak hal
dan kadang kewajiban yang dengan terpaksa meski kita tinggalkan atau pun kita tunda.
Namun ada kewajiban-kewajiban yang tidak boleh kita tinggalkan meski dengan alasan
perjalanan. Salah satunya adalah kewajiban terhadap sang khalik, yaitu Shalat 5 waktu.
Dalam Islam sudah ditentukan aturan-aturan yang sangat mempermudah bagi para
musafir. Shalat yang dilaksanakan dalam perjalanan biasa disebut sholatus safar.

Islam adalah agama Allah SWT yang banyak memberikan kemudahan kepada para
pemeluknya didalam melakukan berbagai ibadah dan amal sholihnya.

Islam juga dibangun dengan lima pilar. Salah satu pilarnya adalah shalat. Karenanya
shalat merupakan tiang agama. Ketika seorang meninggalkan shalat ia disebut
penghancur agama tetapi sebaliknya ketika ia melaksanakan shalat dengan sebaik-
baiknya maka ia disebut sebagai penegak agama. Karenanya, seorang muslim tidak boleh
meninggalkan shalat walau bagaimanapun juga tak terkecuali dalam bepergian.

Seperti halnya seorang yang tidak memiliki air untuk berwudhu maka ia diperbolehkan
bertayammum, begitu pula dengan shalat yang dapat dilakukan dengan cara dijama’
(dirangkap) maupun diqashar (dipotong).

4
B. Rumusan Masalah

1.Apakah yang dimaksud Shalat Jama` Dan Qashar?

2.Apakah syarat Shalat Jama` Dan Shalat Qashar?

3. Apakah Landasan hukum Shalat Jama` Dan Shalat Qashar?

C.Tujuan

Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi
tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasisswa pada
umumnya mampu memahami tentang shalat jama` dan shalat qashar

BAB II

5
PEMBAHASAN

1. Pengertian Shalat Jama` Dan Qashar

 Pengertian Shalat Jama` Dan Qashar

1. Shalat jama’

Shalat jama’adalah mengumpulkan shalat Dzuhur dan shalat Ashar atau shalat Maghrib
dan shalat Isya’ di waktu shalat yang pertama yang disebut jama’ taqdim atau di waktu
shalat kedua yang disebut jama’ ta’khir.

Pada prinsipnya dalam situasi dan kondisi yang normal, shalat wajib harus dikerjakan
sesuai dengan waktunya yang sudah ditentukan. Akan tetapi apabila dalam keadaan
bepergian (musafir) yang jauhnya antara kurang lebih 81 Km, atau dalam keadaan
masyaqqat, boleh dilakukan dengan cara jama’.

Hukum melaksanakan jama’ adalah boleh. Sebagaimana seseorang yang melakukan


jama’ bila shalat sendirian dan tidak jama’ bila shalat berjamaah. Namun lebih utama
tidak melakukan jama’.

Menurut Yusuf Qaradhawi, sesungguhnya kebolehan menjama’ itu jarang dan


kemungkinannya sangat kecil, ha nya dalam rangka menghilangkan “masyaqqat” serta
kesulitan yang kadang-kadang dihadapi manusia.[4] Jama’ terbagi menjadi dua:

a. Jama’ Taqdim

Ialah penggabungan shalat yang dilaksanakan pada waktu shalat yang pertama,

misalnya shalat Dzuhur dengan shalat Ashar dikerjakan pada saat waktu shalat Dzuhur.

Syarat-syarat jama’Taqdim

1) Jarak perjalanan minimal 2 marhalah

2) Dalam perjalanan yang diperbolehkan (bukan perjalanan haram)

3) Urut (memulai dengan shalat yang pertama), yakni memulai shalat Dzuhur atau shalat
Maghrib terlebih dahulu kemudian diikuti shalat Ashar atau shalat Isya’

4) Niat jama’ sebelum selesai salam shalat yang pertama

6
5) Waktu shalat yang pertama masih cukup untuk melaksanakan dua shalat yang di-
jama’

6) Melakukan shalat yang pertama dan shalat yang kedua secara berkesinambungan
menurut pandangan umum atau tidak melebihi kadar shalat dua rakaat dengan cepat

7) Ada dugaan sahnya shalat yang pertama

8) Masih dalam perjalanan (uzur) hingga takbiratul ihram shalat yang kedua sempurna

9) Meyakini telah diperbolehkan jama’, sekiranya telah terpenuhi seluruh syarat-


syaratnya.

b. Jama’ Ta’khir

Shalat jamak yang dilaksanakan pada waktu shalat yang terakhir, misalnya shalat Dzuhur
dengan shalat Ashar dilaksanakan pada saat waktu shalat Ashar.

Syarat-syaratnya, yaitu:

1) Niat jama’ta’khir di waktu shalat yang pertama sekiranya masih tersisa kadar waktu
untuk melakukan satu rakaat shalat

2) Masih dalam perjalanan (uzur) hingga shalat yang kedua selesaQadha ialah kepastian,
dan Qadar adalah ketentuan. Keduanya ditetapkan oleh Allah SWT untuk seluruh
makhluknya. Menurut bahasa Qadha memiliki beberapa arti yaitu hukum, kepastian,
ketetapan, perintah, kehendak, pemberitahuan, dan penciptaan. Sedangkan menurut
istilah, Qadha adalah ketentuan atau ketetapan Allah SWT dari sejak zaman azali tentang
segala sesuatu yang berkenaan dengan makhlukNya sesuai dengan iradah (kehendak-
Nya), meliputi baik dan buruk , hidup dan mati, dan seterusnya.

Menurut bahasa Qadar berarti, peraturan, dan ukuran. Sedangkan menurut istilah Qadar
adalah perwujudan ketetapan (Qadha) terhadap segala sesuatu yang berkenaan dengan
makhluk-Nya sesuai dengan iradah (kehendak-Nya). Qadar disebut juga takdir Allah
SWT yang berlaku bagi semua makhluk hidup, baik yang telah, sedang, maupun yang
akan terjadi

2. Shalat Qashar

7
Shalat Qashar adalah melaksanakan shalat Dzuhur, Ashar atau Isya’ dengan dua rakaat
oleh seorang musafir.

Para Imam telah sepakat bahwa musafir boleh meng-qashar shalat yang empat rakaat
menjadi dua rakaat. Namun, mereka berbeda pendapat tentang apakah qashar shalat itu
merupakan rukhsah (keringanan) atau ‘azimah (ketetapan mutlak).Selain itu, ulama’
berbeda pendapat dalam beberapa hal yaitu: Mengqashar shalat dan hukumnya, Jarak
tempuh perjalanan yang membolehkan qashar, Jenis perjalanan yang membolehkan
qashar, Tempat dibolehkannya qashar, Batas perjalanan dan kebolehan qashar.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa qashar itu wajib ‘ain atas tiap-tiap musafir. Maka
fardhunya hanya 2 rakaat saja, sehingga apabila ia berniat 4 rakaat dan tidak duduk
sesudah 2 rakaat pertama, batallah shalatnya, karena ia meninggalkan fardhu duduk
terakhir. Dan apabila ia duduk sesudah dua rakaat pertama, shalat fardlunya dan dua
rakaat yang akhir dihitung sunat. Dan itu juga madzhab Hadawiyyah. Berkata al-
Khaththaby dalam: ma’alimu ‘s-Sunan:

“Madzhab kebanyakan mala salaf dan fuqoha beberapa kota, qashar shalat dalam
perjalanan adalah wajib. Dan itu pendapat ‘Ali, ‘Umar, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, dan
pendapat ‘Umar bin Abd. ‘Aziz, Qataadan, dan al-Hasan”

Tiga Imam (Malik, Syafi’i, dan Ahmad Ibnu Hanbal) berpendapat bahwa qashar bukan
wajib ‘ain, melainkan hanya rukhsah (dispensasi), maka si mukallaf dapat memilih
tentang menggugurkan fardhu itu antara ‘azimah menyempurnakan 4 rakaat dan rukhshah
qashar. Tetapi mereka berbeda pendapat mengenai hukum rukhshah ini:

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa qashar sunat muakkad yang kalau ditinggalkan
dengan sengaja wajib i’adah dalam waktunya, dan ketinggalan karena lupa wajib sujud
sahwi.

Berkata ulama Hanabilah, bahwa qashar itu lebih utama dan tidak makruh dengan
‘azimah. Dan itulah yang masyhur dari mazhab Syafi’i apabila perjalanan itu 3 hari. Jika
perjalanan kurang dari 3 hari, maka menyempurnakan adalah lebih utama . kata mereka:
itu untuk keluar dari ikhtilaf Abu Hanifah dan orang-orang yang sependapat dengannya.

Kaitannya dengan hal di atas dalam hal perjalanan dan kebolehan mengqashar Imam
Syafi’i dan Imam Malik berpendapat bahwa jika seseorang berniat hendak bermukim
lebih dari empat hari maka haurus mencukupkan shalat dan kalau kurang dari 4 hari maka
boleh mengqashar shalat. Kata Imam Abu Hanifah, tidak boleh qashar kalau Safar itu
kurang dari 3 marhalah, yakni perjalanan 24 farsakh.

 SYARAT SHALAT JAMA` DAN QASHAR

8
A. Perjalanan Jauh bukan untuk Kemaksiatan

Bepergian itu disyaratkan bukan karena maksiat. Jadi meliputi pergi yang wajib seperti
pergi untuk melaksanakan ibadah haji dan membayar hutang dan semacamnya, demikian
pergi yang mubah seperti pergi untuk berdagang dan berpesiar, juga meliputi pergi yang
makruh seperti orang yang pergi sendirian dan terpisah dari kawannya.

B. Jarak perjalanan mencapai 16 farsakh

Al-Bukhari menambahkan komentar pada riwayatnya: “Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas r.a.
meong-qashar shalat dan tidak berpuasa dalam sepanjang perjalanan empat bard, yaitu 19
fasakh, setara dengan 81 kilometer. Yang dilakukan keduanya berdasarkan petunjuk Nabi
(tauqifi) atau sepengetahuan Nabi Saw., (Al-Bukhari, Taqshir al-Shalah, Bab I “Fi Kam
Taqshir al-Shalah”).

Para ulama juga berbeda pendapat berapa lama perjalanan yang membolehkan musafir
melaksanakan sholat jama’ dan qashar. Imam Malik, As-Syafi’i dan Ahmad berpendapat
bahwa maksimal 3 hari bagi muhajirin yang akan mukim (tinggal) di tempat tersebut.
Sementara ada juga yang berpendapat maksimal 4 hari, 10 hari (Muttafaq ‘alayh, dari
Anas bin Malik), 12 hari (H.R. Ahmad, dari ‘imran), 15 hari (pendapat Abu Hanifah), 17
hari, dan 19 hari (Muttafaq ‘alayh, dari Ibn ‘Abbas).

C. Shalat yang diqashar adalah empat rakaat

D. Berniat meng-qashar shalat ketika takbiratul ihram

E. Tidak bermakmum pada orang yang mukmin (penduduk setempat)

Madzhab Hanafi, dibolehkan meong-qashar shalat bagi siapa pun yang berniat
melakukan perjalanan dan bermaksud untuk tujuan tertentu meskipun ia bermaksiat
dalam perjalanannya selama ia telah melewati rumah-rumah di daerah yang menjadi
tempat tinggalnya, melewati bangunan yang menyatu dengan desa. Selain itu disyaratkan
untuk sahnya niat perjalanan dalam tiga hal berikut: bebas untuk menentukan bermukim
atau bepergian, balig, dan perjalanan tiga kurang dari tiga hari.

Sedangkan hal-hal yang menghalangi qashar adalah (1) berniat untuk tinggal di suatu
tempat selama 4 hari, tanpa termasuk 2 hari datang dan pergi. (2) ketika telah kembali ke
tempat asalnya. (3) niat kembali, sebelum menempuh jarak perjalanan yang
diperbolehkan untuk qashar, dan ini telah diketahui di awal pembahasan syarat-syarat
qashar.

 Landasan Hukum shalat jama' dan Qashar

9
Ada beberapa dasar hukum yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis, yaitu:

‫صلَ ٰو ِة ِإ ۡن ِخ ۡفتُمۡ َأن يَ ۡفتِنَ ُك ُم ٱلَّ ِذينَ َكفَ ُر ٓو ۚ ْا ِإنَّ ۡٱل ٰ َكفِ ِرينَ َكانُو ْا لَ ُكمۡ َع ُد ٗ ّوا‬ ُ ‫اح َأن ت َۡق‬
َّ ‫ص ُرو ْا ِمنَ ٱل‬ ِ ‫ض َر ۡبتُمۡ فِي ٱَأۡل ۡر‬
َ ‫ض فَلَ ۡي‬
ٌ َ‫س َعلَ ۡي ُكمۡ ُجن‬ َ ‫َوِإ َذا‬
١٠١ ‫ُّمبِ ٗينا‬

Artinya:“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar
sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir
itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (Q.S. An-Nisa’ [4]: 101)

Dan sabda Rasulullah Saw: Telah bercerita Ya’la bin Umaiyah, “Saya telah berkata kepada
Umar, Allah berfirman jika kamu takut, sedangkan sekarang telah aman (tidak takut lagi). Umar
menjawab, “Saya heran juga sebagaimana engkau, maka saya tanyakan kepada Rasulullah Saw.,
dan beliau menjawab: “Shalat qasar itu sedekah yang diberikan Allah kepada kamu, maka
terimalah olehmu sedekah-Nya (pemberian-Nya) itu”. (HR. Muslim)[12])

Berdasarkan ayat dan hadis di atas, shalat dua rakaat dalam perjalanan menurut Abu Hanifah,
bukanlah rukhsah (pelaksanaan kewajiban yang mendapat keringanan karena ada kesulitan),
melainkan ‘azimah (pelaksanaan kewajiban yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan,
tidak mendapat keringanan). Dengan demikian, shalat dalam perjalanan cukup dilakukan dua
rakaat saja.

Abu Ya’la berkata: “kebolehan menjama’kan shalat di dalam safar, adalah dikala orang yang
menjama’kan itu menghadapi halangan-halangan yang membolehkan ia meninggalkan jama’ah
dan Jum’at, umpamanya belum singgah di suatu tempat.

Diberitakan oleh Kuraib dari Ibnu ‘Abbas RA. berkata: “apakah tidak lebih baik saya kabarkan
kepadamu tentang shalat Rasulullah SAW. dalam safar ?” Kami menjawab: “Baik sekali” kata
Ibnu ‘Abbas: “Adalah Nabi SAW. dan apabila telah tergelincir matahari sedang beliau masih di
rumah (di tempat yang beliau singgah) beliau kumpulkan antara dhuhur dan ‘ashar sebelum
berangkat, dan apabila matahari belum tergelincir waktu beliau masih di rumah, beliaupun terus
berangkat sehingga apabila telah datang waktu ‘ashar, beliaupun berhenti, menjama’kan antara
dhuhur dan ‘ashar. Dan apabila datang waktu maghrib, sedang beliau belum berangkat, beliau
mengumpulkan antara maghrib dan ‘isya. Apabila belum datang waktu maghrib beliaupun terus
berangkat dan pada waktu ‘isya beliau berhenti lalu beliau mengumpulkan antara keduanya.”
(HR. Ahmad dan Asy-Syafi’y)

BAB III

10
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Shalat jama’ adalah mengumpulkan shalat Dzuhur dan shalat Ashar atau shalat Maghrib
dan shalat Isya’ di waktu shalat yang pertama yang disebut jama’ taqdim atau di waktu
shalat kedua yang disebut jama’ ta’khir. Sedangkan shalat Qashar adalah melaksanakan
shalat Dzuhur, Ashar atau Isya’ dengan dua rakaat oleh seorang musafir

Dan sabda Rasulullah Saw:Telah bercerita Ya’la bin Umaiyah, “Saya telah berkata kepada
Umar, Allah berfirman jika kamu takut, sedangkan sekarang telah aman (tidak takut lagi).
Umar menjawab, “Saya heran juga sebagaimana engkau, maka saya tanyakan kepada
Rasulullah Saw., dan beliau menjawab: “Shalat qasar itu sedekah yang diberikan Allah
kepada kamu, maka terimalah olehmu sedekah-Nya (pemberian-Nya) itu”. (HR. Muslim)

Syarat sahnya adalah perjalanan Jauh bukan untuk Kemaksiatan, Jarak perjalanan mencapai
16 farsakh, Shalat yang diqashar adalah empat rakaat, Berniat meng-qashar shalat ketika
takbiratul ihram, dan Tidak bermakmum pada orang yang mukmin (penduduk setempat).

Sedangkan, hal-hal yang memperbolehkan shalat jama’: bermukim di Arafah dan


Muzdalifah, Safar (Bepergian), Hujan, Sakit, Takut, dan Keperluan (kepentingan)
Mendesak.

B.SARAN

Keimanan sesesorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari. Oleh karena itu,
penulis menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kira kepada ALLAH
SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut pandangan ALLAH SWT.

DAFTAR PUSTAKA

11
al-Bugha, Musthafa Dib. 2012.Al-Tadzhib fi Adillati Matn al-Ghayah Kwa al-Taqrib,
diterjemahkan oleh Toto Edidarmo, Ringkasan Fikih Madzhab Syafi’i Penjelasan Kitab
Matan Abu Syuja’ dengan Dalil al-Qur’an dan Hadis.Jakarta: Naoura Books.

al-Dimasyiqi, Syaikh al-Alamah Muhammad bin ‘Abdurrahman. 2015. Fikih Empat


Madzhab.Bandung: Hasyimi.

al-Husaini, Al-Imam Taqiyyudin Abu Bakar. 1983.Kifayatl Akhyar, alih bahasa: Anas
Thohir Syamsuddin. Surabaya: Bina Ilmu.

ar-Rahbawi, Syaikh Abdul Qadir. 2007. as-Sholah ala al-Madzahib al-‘Arba’ah, alih
bahasa: Ahmad Yaman, Panduan Lengkap Shalat menurut Empat Madzhab.Jakarta:
Pustaka al-Kautsar.

ash-Shiddiqie. 2001. Teungku Muhammad Hasbi.Hukum-hukum Fiqh Islam Tinjauan


Antar Madzhab.Semarang: Pustaka Rizki Putera.

az-Zuhaili, Wahbah. 2010.Fiqih Islam Kwa Adilatuhu Jil. II. Jakarta: Gema Insani

12

Anda mungkin juga menyukai