Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FIQIH MUAMALAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas mata

Kuliah Fiqih muamalah

Dosen

Dr.Salma, M.HI.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 12

1. GILANG MAULANA (23111015)


2. NADIA NABILA LALENO (23111027)

FAKULTAS SYARIAH
PRODI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
IAIN MANADO
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang sudah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-nya sehingga kami bisa menyusun tugas ini dengan baik serta tepat
waktu. Makalah ini kami buat dengan guna untuk memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah Fiqih muamalah dengan judul : “Hukum dhoman”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dan informasi dari
berbagai pihak sehingga dapat memprlancar pembuatan dan penyusunan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbukakami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini
dengan baik sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “makalah fiqih muamalah ” ini dapat
memberikan informasi maupun ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................

1.1Latar Masalah .......................................................................................


1.2Rumusan Masalah .................................................................................

1,3Tujuan ....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................

2.1PengertianKafalah............................................................................................
2.2 Hukum Khafalah.............................................................................................
2.3 Rukun dan Syarat khafalah..............................................................................

BAB III PENUTUP ..............................................................................................

3.1 Kesimpulan ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Shalat merupakan kewajiban yang tidak dapat di tinggalkan bagi umat muslim yang
sudah mukalaf, dalam syariat islam shalat itu terbagi menjadi dua macam yaitu shalat
fardhu dan shalat sunah.
Shalat sunah sendiri merupakan rangkaian shalat yang apabila dilaksanakan mendapat
pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa. Shalat sunah bermanfaat untuk
menambal kekurangan yang mungkin terdapat pada shalat fardhu. Nabi Muhammad
SAW mengerjakan shalat sunah selain untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Juga
mengharapkan tambahan pahala dari Allah SWT.

Shalat sunah terbagi menjadi dua, yaitu shalat sunah muakkad dan shalat sunah ghairu
muakkad. Shalat sunah muakkad adalah shalat sunah yang dianjurkan dengan penekanan
yang kuat (hampir mendekati wajib), Sedangkan shalat sunah ghairu muakkad adalah
shalat sunah yang dianjurkan tanpa anjuran dengan penekanan yang kuat.
Pelaksanaan shalat sunah sendiri ada yang mengikuti shalat lima waktu, yakni dilakukan
pada waktu-waktu pelaksanaan shalat fardu, ketika sebelum melakukan shalat lima
waktu atau setelah melaksanakan shalat lima waktu. Shalat sunah juga ada yang
dikerjakan tidak terikat dengan sholat lima waktu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan Pengertian Shalat sunah


2. Jelaskan pengertian shalat sunah muakkad dan shalat sunah ghairu muakkad
3. Jelaskan contoh – contoh shalat sunah muakkad dan shalat sunah ghairu muakkad

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari shalat sunah


2. Untuk mengetahui pengertian dari shalat sunah muakkad dan shalat sunah ghairu
muakkad
3. Untuk mendeskripsikan apa saja contoh – contoh dari shalat sunah muakkad dan
shalat sunah ghairu muakkad
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Shalat ‘idayn


Shalat ‘id termasuk sunah mu’akkadah, disyari’atkan berdasarkan Al-Quran.

‫َفَص ِّل ِلَر ِّبَك َو اْنَح ْر‬


Maka dirikanlah shalat, karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (al- Kautsar/108: 2).

Shalat dalam ayat tersebut ditafsirkan sebagai perintah untuk melakukan Shalat ‘id Al-adha.
Perintah ini tidak menunjukan wajib sebab adanya hadits riwayat bukhari dan muslim.
Mengenai pelaksanaanya para ulama sepakat (ijma) bahwa pelaksanaan shalat ‘id itu dituntut
untuk berjamaah. Waktu untuk shalat ‘id ialah sejak terbit matahari sampai kepada waktu
zawal dan sebaiknya dilaksanakan setelah matahari naik setinggi tombak. Shalat ini
dilakukan sebanyak 2 rakaat dengan ketentuan tambahan mengucapkan takbir sebelum
membaca Al-fatihah 7 kali pada rakaat pertama setelah takbirat Al-ihran dan 5 kali pada
rakaat kedua setelah takbir bangkit dari sujud rakaat pertama, membaca tahlil, takbir dan
tahmid, disunahkan menyampaikan 2 khutbah seperti halnya khutbah jum’at setelah selesai
Shalat sesuai dengan hadist.

‫َاَّن َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َو َاَبا َبْك ٍر َو ُع َم َر َرِض َي هللا‬
‫َع ْنُهَم ا َك اُنوا ُيَص ُّلْو َن الِع ْيد َقْبَل الُخ ْطَبة‬
Bahwasanya Rasulullah saw., Abu Bakr dan Umar ra. selalu melaku gaskan shalat id
sebelum berkhutbah. (Muttafaq 'Alayh).

2.2 Shalat Istisqa


Shalat istisqa merupakan shalat yang dilakukan dalam rangka memohon untuk turunya hujan.
Para ulama sendiri sepakat bila kebutuhan air menjadi sulit karena lama tidak turunya hujan
sidunahkan melakukan istisqa pergi keluar kota untuk berdoa memohonkan agar Allah
menurunkan hujan. Sebagian besar dari mereka memasukan shalat sebagai bagian dari
upacara istisqa.
Dalil yang dikemukakan oleh jumhur bahwa shalat istisqa itu sunah ialah hadits Abbad ibn
Tamim yang berbunyi

‫َأَّن َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َخ َرَج ِبالَّناِس َفَص َّلى ِبِهْم‬
‫َر ْك َع َتْين َج َهَر ِفْيِهَم ا ِباْلِقَر اَء ِة َو َر َفَع َيَد ْيِه َح ْذ َو َم ْنِكَبْيِه َو َح َّو َل ِرَد اَءُه‬
‫َو اْسَتْقَبَل اْلِقْبَلَة َو اْسَتْس َقى‬
Bahwasanya Rasulullah saw. membawa orang-orang keluar untuk memohon hujan, lalu
beliau melakukan shalat dua raka'at dengan menjabarkan bacaan pada keduanya,
mengangkat kedua tangan be- liau setinggi bahu, membalikkan selendangnya, menghadap
qiblat dan memohonkan turunnya hujan. (HR. Bukhari dan Muslim).

Shalat istisqa itu dilakukan 2 rakaat dan cara melaksanakanya sama dengan shalat ‘id,
bertakbir 7 kali pada rakaat pertama dan 5 kali pada rakaat kedua, membaca surah Qaf pada
rakaat pertama dan Iqtarabat pada yang kedua. Akan tetapi waktunya tidak ditentukan, jadi
shalat istisqa dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, siang atau malam. Setelah selesai
shalat, imam menyampaikan 2 khutbah diawali dengan istigfar 9 kali pada khutbah pertama
dan 7 kali pada khutbah kedua. Ketika imam telah selesai menyampaikan kira-kira sepertiga
khutbah yang kedua ia berpaling mengahadap ke kiblat seraya membalikan selendang
(rida)nya, bagian atas kebawah dan bagian kiri ke kanan serta para jamaah juga ikut
membalikan selendang mereka bersama-sama dengan imam.

2.3 Shalat Gerhana


Shalat gerhana juga termasuk sunah mu’akkadah yang dilakukan bila terjadi peristiwa
gerhana matahari (kusuf) atau gerhana bulan (khusuf). Dasar hukumnya ialah hadits:

‫ِإَّن الَّش ْمَس َو اْلَقَم َر اَل َيْنَك ِس َفاِن ِلَم ْو ِت َاَح ٍد َو اَل ِلَح َياِتِه َفِإَذ ا َر َأْيُتْم‬
‫ذِلَك َفَص ُّلْو ا َو اْدُع ْو ا َهَّللا َتَع اَلى‬
Sesungguhnya matahari dan bulan tidak tertutup (gerhana) karena amati atau karena
hidupnya seseorang. Oleh karena itu, bila kamu melihat peristiwa gerhana, maka lakukanlah
shalat dan berdo’alah kepada Allah ta’ala. (Muttafaq ‘alayh)

.
Mengenai cara pelaksanaanya terdapat perbedaan diantara para ulama. Abu hanifah dan para
ulama kufah berpendapat bahwa shalat gerhana itu sama pelaksanaanya dengan shalat ‘id dan
shalat jumat. Akan tetapi imam syafi’i, malik dan para ulama hijaz berpendapat bahwa shalat
gerhana itu dilakukan dengan tata cara yang khas, yakni 2 rakaat masing-masing dengan 2
kali berdiri dan 2 kali ruku. Pendapat kedua ini didasarkan kepada hadits yang berasal dari
ummu Al-Mukminin ‘A’isyah.

Dengan demikian pada shalat gerhana terdapat 4 kali berdiri dan 4 kali ruku, dan disunahkan
memanjangkan bacaan Al-Quran setelah membaca Al-Fatihah pada tiap-tiap kali berdiri dan
demikian pula bacaan tasbih pada tiap-tiap ruku.

Pada shalat gerhana matahari imam membaca dengan sirr seperti pada umumnya bacaan
shalat yang dikerjakan pada siang hari, tetapi pada gerhana bulan bacaan dijaharkan seperti
shalat malam lainnya. Setelah selesai shalat imam menyampaikan 2 khutbah seperti khutbah
jumat yang berisi anjuran terhadap jamaah agar melakukan perbuatan kebajikan.

2.4 Shalat Tarawih


para ulama sepakat bahwa anjuran untuk melakukan shalat pada malam-malam bulan
ramadhan lebih ditekankan melebihi anjuran pada bulan-bulan lainnya berdasarkan hadits:

‫َم ْن َقاَم َر َم َض اَن ِإْيَم اَنا َو اْح ِتَس اًبا ُغ ِفَر َلُه َم ا َتَقَّد َم ِم ْن َذْنِبِه‬
Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan meng- harapkan pahala, maka
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.

shalat tarawih tersebut berjumlah 20 rakaat, dilakukan dua-dua rakaat dengan istirahat setiap
kali selesai 4 rakaat kemudian dilanjutkan dengan witir sebanyak 3 rakaat sehingga
keseluruhannya menjadi 23 rakaat. Cara inilah yang dilakukan pada masa umar ibn al-khatab.
Namun, ada riwayat dari malik yang mengatakan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih itu 36
rakaat dan ditambah 3 rakaat witir seperti yang pernah dipraktikan di madinah pada zaman
umar ibn Abd Al-Aziz.

2.5 Shalat Witr


Shalat witr ialah shalat sunah yang dilakukan dengan bilangan rakaat ganjil misalkan satu,
tiga, lima dan sebagainya. Yang menjadi dasar hukumnya ialah hadits:
‫ِإَّن َهللا َقْد َز اَد ُك ْم َص اَل َة َو ِهَي الِوْتُر َفَح اِفُظْو ا َع َلْيَها‬
‫الِوْتُر َح ٌّق َع َلى ُك ِّل ُم ْس ِلٍم َفَم ْن َأَح َّب َأْن ُيْو ِتَر ِبَخ ْم ٍس َفْلَيْفَع ْل َو َم ْن‬
‫َأَح َّب َأْن ُيْو ِتَر ِبَثاَل ٍث َفْلَيْفَع ْل َو َم ْن َاَح َّب َأْن ُيْو ِتَر ِبَو اِح َد ٍة َفْلَيْفَع ْل‬
Sesungguhnya Allah menambahkan satu shalat bagi kamu, yaitu witr. Maka hendaklah kamu
memeliharanya. Shalat witr itu hak atas setiap muslim, maka siapa yang ingin berwitr
dengan lima raka’at ia boleh melakukannya, siapa yang ingin berwitr dengan tiga raka’at ia
boleh melakukannya, dan siapa yang ingin ber- witr dengan satu raka’at ia pun boleh
melakukan demikian. (HR. Abu Dawud).

Berdasarkan beberapa hadits seperti ini abu hanifah dan para pengikutnya berpendapat
bahwahukum shalat witr itu wajib tetapi para ulama lainnya sepakat bahwa shalat witr
termasuk shalat sunah mu’akkadah. Menurut mereka, shalat witr itu tidak wajib karena
adanya hadits yang menyatakan bahwa shalat yang diwajibkan itu hanya ada lima. Shalat witr
dapat dilakukan sekurang-kurangnya satu rakaat dan untuk mendapatkan kesempurnaan dil
akukan tiga rakaat tetapi lebih sempurnah lagi bila ditambah menjadi lima, tujuh, sembilan
atau sebanyak-banyaknya sebelas rakaat.

Pengertian shalat witr adalah shalat malam yang pelaksanaanya diarahkan oleh nabi
muhammad SAW. Waktu shalat witr ialah setelah shalat isya sampai terbit fajar sadiq. Bagi
mereka yang selalu shalat tahajud sebaiknya melambatkan witr dan melakukannya setelah
selesai tahajud sebagai penutup shalat malamnya tetapi bagi yang tidak bertahajud hendaklah
melakukan witr pada awal malam setelah shalat isya.

2.6 Shalat Rawatib


Ialah shalat sunah yang dilakukan beriringan dengan shalat fardhu sebelum atau sesudahnya.
Shalat rawatib ini terbagi 2, ada yang sunah mu’akkadah dan ada yang tidak mu’akkadah.
Yang mu’akkadah ialah:

a) Dua rakaat sebelum zuhur dan dua sesudahnya


b) Dua rakaat sesudah maghrib
c) Dua rakaat sesudah isya dan
d) Dua rakaat sebelum subuh

Shalat rawatib ini didasarkan atas hadits yang diriwayatkan oleh ibn umar ra:

‫َص َّلْيُت َم َع َر ُسْو ِل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقْبَل الُّظْهِر َس ْج َد َتْيِن‬
‫َو َبْع َدَها َس ْج َد َتْيِن َو َبْع َد الَم ْغ ِرِب َس ْج َد َتْيِن َو َبْع َد اْلِع َش اء َس ْج َد َتْيِن‬
‫َو َح َّد َلِتِني َح ْفَص ُة بنُت ُع َم َر َرِض َي ُهَّللا َع ْنُهَم ا َأَّن َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى‬
‫ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َك اَن ُيَص ِّلي َس ْج َد َتْيِن َخ ِفْيَفَتْيِن ِإَذ ا َطَلَع اْلَفْج ُر‬
Saya melakukan shalat bersama Rasulullah saw. Sebelum zuhur dua raka’at, sesudahnya
dua rakaa’at, sesudah magrib dua raka’at, dan qui sesudah isya dua raka’at. Dan Hafsah
binti Umar ra., menceritakan lai padaku bahwa Nabi saw. Selalu melakukan shalat ringkas
dua raka’at: bila fajar telah terbit.

Shalat rawatib sebelum shalat fardhu dapat dilakukan setelah masuk waktu shalat fardhu
tersebut sedangkan rawatib sesudahnya dapat dikerjakan sesudah mengerjakan shalat fardhu
yang bersangkutan sampai ke akhir waktu shalat tersebut.

2.7 Shalat Dhuha


Shalat dhuha dapat dilakukan sekurang-kurangnya dua rakaat, nabi muhammad SAW
bersabda :

‫َع َلى ُك ِّل َس اَل ِم ي ِم ْن َأَح ِد ُك ْم َص َد َقٌة َو ُيْج ِزُئ ِم ْن ذِلَك َر ْك َع َتان‬
‫ُيَص ِّلْيِهَم ا ِم َن الُّض َح ى‬
Atas tiap-tiap persendian kamu itu dibebankan satu shadaqah, dan untuk itu memadailah
dengan melakukan dua raka’at shalat Dhuha.

Jumlah rakaat yang sebaik-baiknya bagi shalat dhuha ialah delapan rakaat sesuai dengan
hadist umm hani binti abi thalib bahwa nabi melakukannya delapan rakaat. Waktu shalat
dhuha sendiri berlangsung mulai dari terbit matahari sampai waktu tergelincirnya matahari.

2.8 Shalat Tahajud


Salah satu shalat sunah yang utama ialah shalat tahajud yang dilakukan pada waktu malam
setelah tidur terlebih dahulu. Keutamaan itu terkait dengan beratnya melakukan shalat setelah
tidur dan juga terkait dengan waktu melaksanakannya yakni pada saat-saat kebanyakan orang
sedang tidur dan lalai dari mrngingat Allah. Abu hurairah mengatakan bahwa nabi
muhammad SAW bersabda:

‫َأْفَض ُل الَّص َلَو اِت َبْع َد اْلَم ْفُرْو َض ِة َص اَل ُة الَّلْيِل‬


Sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu ialah shalat malam.

Waktu yang terbaik baginya ialah pada akhir malam sesuai dengan ayat:

‫ َك اُنوا َقِلْيًال ِم َن الَّلْيِل َيْهَج ُعْو َن َو ِباَأْلْس َح اِر ُهْم َيْسَتْغ ِفُرْو َن‬.
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon
ampun (kepada Allah). (al-Dzariyat/51: 17-18).

Bila malam dibagi 3 maka sepertiga bagian setelah tengah malam adalah lebih baik.

‫َاَح ُّب الَّص َالِة ِإَلى ِهللا َع َّز َو َج َّل َص اَل ُة َد اُوَد َع َلْيِه الَّس اَل ُم َك اَن َيَناُم‬
‫ِنْص َف الَّلْيِل َو َيُقْو ُم ُثُلَثُه َو َيَناُم ُس ْد َس ُه‬
Shalat yang paling disukai Allah ialah shalat Nabi Dawud as. Ia tidur separuh malam,
kemudian bangkit berdiri(shalat) sepertiganya, dan tidur kembali seperenamnya.

2.9 Shalat Tahiyyat Al-Masjid


Orang yang masuk masjid disunahkan melakukan shalat dua rakaat sebelum duduk sebagai
penghormatan (tabiyyah) masjid, berdasarkan hadits:

‫ِإَذ ا َج اَء َأَح ُد ُك ُم الَم ْس ِج َد َفْلَيْر َك ْع َر ْك َع َتْيِن‬


Apabila seseorang kamu datang ke masjid, maka hendaklah ia melakukan shalat dua
raka’at.

Apabila seseorang masuk ke masjid pada hari jumat ketika imam sedang menyampaikan
khutbah, hendaklah ia melakukan shalat dua rakaat tahiyyat Al-Masjid itu dengan ringkas .
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sholat sunnah adalah ibadah sholat yang diajarkan oleh Rasulullah SAW di luar
sholat yang hukumnya wajib. Sholat sunnah dikerjakan guna mendekatkan diri
kepada Allah SWT, menyempurnakan sholat fardhu, bertaubat kepada Allah SWT
agar hajatnya dikabulkan, meningkatkan derajat dan martabat serta menjernihkan
akal pikiran setiap pelakunya.
Dasar pelaksanaan sholat sunnah sangat kuat dan mendasar. Sholat sunnah didasari
oleh hadis dan sunah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam. Dalil tersebut
yang kemudian dijabarkan oleh para ulama dan umara untuk disampaikan pada
seluruh umat muslim, baik itu jenis maupun tata cara pelaksanaannya yang sesuai
dengan hadis dan sunnah.
Sholat sunnah terbagi menjadi 2 yaitu : Muakad, adalah salat sunah yang dianjurkan
dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti shalat dua hari raya,
dan shalat sunah witir. Ghairu Muakad, adalah shalat sunah yang dianjurkan tanpa
penekanan yang kuat, seperti shalat sunah Rawatib dan salat sunah yang sifatnya
insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf khusuf hanya
dikerjakan ketika terjadi gerhana). Dalam pengerjaannya, sholat sunnah dapat
dilakukan secara berjamaah maupun munfarid, harus sesuai dengan tata cara yang
telah ditentukan serta pada waktu dan tempat yang afdhal.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Lahmuddin Nasution. MA : FIQH 1


http://id.wikipedia.org/wiki/Salat_sunah
http://orgawam.wordpress.com/ 2008 / 05 / 27 /macam-macam-shalat-sunnah/
http://id.wikipedia.org/wiki/Salat_sunah
http://abangdani.wordpress.com/ 2010 / 11 / 15 /panduan-shalat-idain-shalat-pada-dua-
hari-raya/
http://el.ibbien.com/index.php/kajian-fiqh/215-tata-cara-shalat-hari-raya-idul-fitri-dan-idul-
adha-
http://id.wikipedia.org/wiki/Salat_Tarawih
http://www.alkhoirot.net/ 2012 / 07 /shalat-tarawih.html
http://lbm.mudimesra.com/ 2012 / 07 /shalat-witir.html

Anda mungkin juga menyukai