Anda di halaman 1dari 12

TAFSIR II

Di Syari’atkannya Menghadap Kiblat

Dosen Pengampu: Habibudin,Lc.MA

Disusun Oleh:

Tiarni Lubis 210101033


Tria Setia Ningsih 210101034

ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

INSTITUT SAINS AL-QUR’AN SYEKH IBRAHIM

ROKAN HULU

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................

A. Latar Belakang..................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kiblat...............................................................................................................
B. Arah qiblat bagi mereka yang ada di Makkah maupun luar Makkah...............................
C. Ayat dan tafsir Al-Qur’an tentang arah qiblat...................................................................

BAB II PENUTUP......................................................................................................................

A. Simpulan...........................................................................................................................
B. Saran .................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Men ghadap arah kiblat dalam shalat merupakan syarat sah shalat, dan juga
menjadi sesuatu yang sangat penting bagi umat islam. Hal ini terkait dengan ibadah
kaum muslim, Ka’bah juga dianggap sebagai simbol persatuan umat muslim seluruh
dunia. Tidak sah shalat tanpa menghadap kiblat, kecuali ketika shalat khouf ,atau
ketika shalat sunnah dalam safar maka dibolehkan untuk menghadap selain kearah
kiblat. Tidak ada perbedaan diantara para ulama berkaitan dengan wajibnya
menghadap kiblat dalam shalat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian qiblat ?
2. Bagaimana arah qiblat bagi mereka yang ada di makkah maupun luar
makkah?
3. Tafsir ayat-ayat tentang arah qiblat
4. Baagaimana membandingkan penafsiran ayat tentang ketentuan arah qiblat
bagi mereka yang hendak melaksanakan shalat ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian qiblat
2. Untuk mengetahui arah qiblat bagi mereka yang ada di makkah maupun luar
makkah
3. Untuk mengetahui tafsir ayat-ayat tentang arah qiblat
4. Untuk mengetaui perbandingan penafsiran ayat tentang ketentuan arah qiblat
bagi orang yang hendak melaksanakan shalat

iii
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian kiblat
Kata qiblat berasal dari bahasa arab ‫ قِ ْبلَة‬sinonimnya adalah ٌ‫ َوجْ هَة‬yang artinya adalah
keadaan arah yang dihadapi, kemudian pengertiannya di khususkan pada suatu arah, dimana
semua orang yang mendirikan shalat menghadap kepadanya.

Pengalihan qiblat kaum muslimin dari Baitul maqdis ke ka’bah terjadi pada bulan
sya’ban, tepatnya pada awal bulan keenam belas sertelah kedatangan rasulullah di Madinah.
Ada riwayat yang menyebutkan ketujuh belas bulan. Keduanya tercantum dalam shahih
bukhari dan shahih muslim.

B. Arah qiblat bagi mereka yang ada di Makkah maupun luar Makkah
Firmannya :
ْ ‫َو َح ْيثُ َما ُك ْنتُ ْم فَ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم َش‬
ُ‫ط َره‬
Dan dimana saja kalian berada, palingkanlah mukamu kearahnya.
(Al-Baqarah:144)
Madzhab Maliki menyimpulkan dalil ayat ini , bahwa orang yang shalat harus
memandang kearah depannya bukan kearah tempat sujudnya. Seperti juga yang dikatakan
imam Ahmad, imam Abu Hanifah. Madzhab Maliki mengatakan sehubungan dengan
firmannya : palingkanlah mukamu kearah masjidil haram
Seandainya seseorang menghadapkan pandangannya ketempat sujudnya, niscaya hal ini
memerlukan sedikit menunduk, padahal hal ini bertentangan dengan kesempurnaan berdiri.
Sebagian ulama mengatakan bahwa seorang yang berdiri dalam shalatnya memandang
kearah dadanya.
Syekh Zainuddin Al- Malibari dalam Fathul Mu’in menjelaskan, disunnahkan
melanggengkan pandangan mata kearah tempat sujud supaya lebih khusyu’, sekalipun tuna
netra, sedang shalat dekat ka’bah, shalat ditempat yang gelap, ataupun shalat jenazah. Nmaun
disunnahkan mengarahkan pandangan mata kejari telunjuk, terutama ketika mengangkat jari
telunjuk saat tasyahud akhir, karna ada dalil shahih tentang kesunnahan itu.
Syuraik Al-Qadi mengatakan bahwa orang yang berdiri dalam shalatnya memandang
kearah tempat sujudnya. Hal yang sama dikatakan oleh jumhur ulama, karna hal ini lebih
menampilkan rasa tunduk dan lebih kuat kepada ke khusyukan, dan memang ada keterangan

4
hadits yang menganjurkannya. Dalam keadan ruku’ pandangan mata diarahkan ketempat
kedua telapak kaki, dan dalam keadaan sujud pandangan matya ditujukan kearah hidung,
sedangkan dalam keadaan duduk pandangan mata diarahkan ke pangkuan.
Potongan ayat diatas diulang sebanyak tiga kali dalam Al-Qur’an, terdapat pada surat
Al-Baqarah ayat 144, 149 dan 150. Mufassirin berbeda pendapat mengenai hikmah yang
terkandung dalam pengulangan sebanyak tiga kali ini. Menurut satu pendapat hal ini
merupakan taukid (pengukuhan), mengingat ia merupakan nasakh yang terjadi dalam islam,
menurut apa yang di-nas-kan oleh Ibnu Abbas dan lainnya.
Menurut pendapat yang lain bahkan hal ini merupakan tahapan dari berbagai keadaan:
1. Ditujukan kepada orang yang menyaksikan ka’bah
2. Ditujukan kepada orang yang berada didalam kota Makkah tetapi tidak melihat
ka’bah
3. Ditujukan keoada orang yang berada dikota-kota lainnya

Demikianlah menurut pengarahan yang diketengahkan oleh Fakhruddin Arrazi

Sedangkan menurut Al Qurtubhi :

1. Ditujukan kepada orang yang berada dalam kota Makkah


2. Ditujukan pada orang yang tinggal dikota-kota lainnya
3. Ditujukan kepada orang yang berada dalam perjalanannya.

Adapun qiblat orang islam ketika shalat, baik orang itu melihat ka’bah ataupun jauh
daripadanya. Qiblatnya adalah syathar ka’bah, yakni arah jurusan ka’bah yang tepat. Al-
Qurtubhi menerangkan bahwa ulama telah ijma’ mengatakan, menghadap keka’bah itu
sendiri , yakni ain-nya adalah fardhu bagi otrang yang dapat melihat ka’bah, sedangkan bagi
orang yang jauh memadailah kalua dia menghadap kearah ka’bah. Begitu juga keterangan
Baidhawi dari madzhab Syafi’i, tetapi keterangan itu masuk perkataan dho’if dalam madzhab
itu. Menurut nadzhab Syafi’I, wajib menghadap kepada ain ka’bah, dan kewajiban itu cukup
kalua dilakukannya dengan ijtihadnya saja.
Baihaqi dalam sunannya telah meriwayatkan hadits marfu’ dari Ibnu Abbas, bahwa
Nabi Muhammad telah bersabda :
Baitullah itu qiblat bagi orang yang berada dalam masjid, dan masjid itu qiblat bagi
penduduk bumi dari ummatku yang berada ditimur dan di barat.

5
Allah SWT memerintahkan menghadap kearah ka,bah dari segenap penjuru dunia,
baik dari timur, barat, utara, maupun selatan. Semua diperintahkan agar menghadap
kearahnya. Dalam hal ini tiada yang di kecualikan selain dari beberapa sebab :
1. Orang yang mengerjakan shalat Sunnah diatas kendaraannya dalam perjalanan.
ia diperbolehkan mengerjakan shalat Sunnah menghadap kearah manapun
kendaraannya menghadap, tetapi hatinya harus tetap tertuju kearah ka’bah.
2. shalat kouf .
Disaat perang berkecamuk orang-orang yang terlibat didalamnya diperbolehkan
shalat dalam keadaan apapun. Begitu juga pada saat benar-benar takut akan
keselamatan diri dan harta benda . pada saat itu, orang yang takut itu boleh
menghadap kearah mana saja yang dia mampu lakukan.
3. Orang yang tidak mengetahui arah qiblat.
boleh shalat menghadap kearah yang menurut ijtihadnya adalah arah qiblat,
sekalipun pada hakikatnya keliru, karna sesungguhnya Allah SWT tidak sekali-
kali memberatkan seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.
4. Orang yang tidak mampu.
misalnya orang yang buta, yang tidak mengetahui arah qiblat dan tidak juga
mampu menentukannya, orang sakit yang tidak dapat bergerak dan tidak ada
orang yang membantu menghadapkan wajahnya ke qiblat. Demikian juga orang
yang ditawan dan diikat dengan menghadap kearah selain qiblat. Dengan
demikian, qiblat ketiga orang tersebut adalah arah mana saja yang mereka mampu
menghadapkan wajahnya

C. Ayat dan tafsir Al-Qur’an tentang arah qiblat


1. QS.Al-Baqarah: 142

ُ ‫اس َما َوالهُ ْم َع ْن قِ ْبلَتِ ِه ُم الَّتِي َكانُوا َعلَ ْيهَا قُلْ هَّلِل ِ ْال َم ْش ِر‬
‫ق‬ ِ َّ‫َسيَقُو ُل ال ُّسفَهَا ُء ِم َن الن‬
‫اط ُم ْستَقِ ٍيم‬ ِ ‫َو ْال َم ْغ ِربُ يَ ْه ِدي َم ْن يَ َشا ُء ِإلَى‬
ٍ ‫ص َر‬
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata, "Apakah yang
memalingkan mereka (muslim) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka
telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. (QS. Al-
Baqarah :142)

6
Tafsir muyassar:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani yang bodoh akan berkata kepada umat Islam
"kenapa meninggalkan kiblat kalian (Baitul maqdis) dan berganti menghadap ke Ka'bah ?"
dengan nada menuduh bahwa hal ini merupakan bukti kebimbangan dan keraguan umat
Islam. Maka, Allah menjawab bahwa semua arah itu adalah milik Allah termasuk di
antaranya adalah arah timur dan barat dialah yang telah menciptakan semua arah itu sehingga
dia berhak mengarahkan hamba-hambanya untuk menghadap ke mana saja yang ia
kehendaki. Lantas apa hak orang-orang yang bodoh tersebut mencela kehendak Allah ini?
Ayat ini mengisyaratkan bahwa orang yang menentang syariat adalah orang yang
bodoh orang yang tidak mengetahui tentang hakikat sesuatu niscaya akan selalu
menentangnya sesungguhnya setiap ketidaktahuan akan suatu masalah harus dibantah dan
dijelaskan mana yang benar dalam masalah tersebut, termasuk kepada orang bodoh
sesungguhnya orang yang menentang sesuatu yang sudah tetap itu akan binasa dan
bahwasanya berserah diri dan patuh kepada Allah itu merupakan suatu kewajiban kehendaki
dalam perkara yang tidak diketahui tujuan dan hikmahnya.

Fi zilalittafsir:
Ayat di atas ini adalah pendahuluan dari pernyataan pemindahan kiblat, dan sebagai
jawaban atas perkataan dan pertanyaan yang diketahui Allah subhanahu wa ta'ala bahwa
orang-orang bodoh yaitu Yahudi itu akan berkata seperti ayat di atas, sekaligus sebagai
penolakan atas fitnahan orang Yahudi. ayat di atas juga tampak sebagai jawaban dan
penolakan dengan ucapan Rasulullah terhadap apa yang diajukan orang-orang Yahudi
padanya. Dan penetapan hakikat yang standar serta pada waktu yang sama membenarkan
gambaran umum terhadap perkara-perkara yang lain.
.
Katakanlah, kepunyaan Allah lah timur dan barat dia memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendakinya ke jalan yang lurus. (QS. Al- Baqarah: 142)
Sesungguhnya barat dan timur itu kepunyaan Allah setiap apa orang yang menghadap
ke arah manapun tentu akan menghadap Allah maka arah-arah di manapun juga dan tempat-
tempat yang ada semua itu tidak tidak ada keutamaannya bila dilihat dari zatnya dan
sesungguhnya yang menentukan menjadi utama atau tidak serta yang mengkhususkannya
adalah pilihan dan ketentuan Allah semata. Allah lah yang menunjuki seorang hamba yang

7
dikehendakinya ke jalan yang lurus. maka jika Allah memilih untuk hambanya suatu arah lalu
memilihnya dan menentukannya sebagai kiblat, maka itulah kiblat yang dipilihnya lewat
jalan itulah mereka berjalan menuju ke jalan yang lurus. dengan demikian ditetapkanlah
hakikat penggambaran bagi tempat-tempat dan arah-arah dan hakikat sumber yang diberikan
kepada manusia dengan suatu arah, serta hakikat penghadapan yang benar yakni menghadap
kepada Allah pada setiap keadaan.

Studi Analitik :
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang menentang ayat-ayat Allah adalah
orang yang bodoh. Dan pemalingan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke masjidil haram bukan
karena kebimbangan atau keraguan umat islam terhadap agamanya. Melainkan karna murni
perintah Allah.
2. QS.Al-Baqarah:144
ْ ‫ك َش‬
‫ط َر‬ َ َ‫ضاهَا فَ َو ِّل َوجْ ه‬ َ َّ‫ك فِي ال َّس َما ِء فَلَنُ َولِّيَن‬
َ ْ‫ك قِ ْبلَةً تَر‬ َ ‫ب َوجْ ِه‬ َ ُّ‫ق ْد نَ َرى تَقَل‬
َ َ‫ين ُأوتُوا ْال ِكت‬
‫اب‬ ْ ‫ْج ِد ْال َح َر ِام َو َح ْيثُ َما ُك ْنتُ ْم فَ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم َش‬
َ ‫ط َرهُ َوِإ َّن الَّ ِذ‬ ِ ‫ْال َمس‬
‫ون‬ ُّ ‫ون َأنَّهُ ْال َح‬
َ ُ‫ق ِم ْن َربِّ ِه ْم َو َما هَّللا ُ بِ َغافِ ٍل َع َّما يَ ْع َمل‬ َ ‫لَيَ ْعلَ ُم‬

Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh


Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke
arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, palingkanlah muka kalian ke
arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu
adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah :144)

Tafsir muyassar:
Allah telah melihat rasulnya shallallahu alaihi wasallam selalu menengadahkan muka
ke setiap penjuru langit dengan penuh kerinduan menanti turunnya perintah Allah untuk
mengharap ke Ka'bah, karena beliau sangat menginginkan untuk menghadap ke arah kiblat
Ibrahim alaihissalam, sebagaimana dia berada di atas agamanya yang lurus lagi toleran.
Maka, sekarang kami ( Allah ) akan memindahkan arah kiblat mu ke kiblat yang engkau
sukai, engkau harapkan, dan engkau inginkan. Sekarang menghadaplah ke arah Masjidil

8
haram, bait Ibrahim dan negerimu. Demikian pula seluruh umatmu, hendaklah mereka
menghadap ke Ka'bah ini, di manapun mereka berada. Baik di darat, di laut, atau di udara,
semampu mereka.
Sebenarnya para ahli kitab mengetahui bahwa engkau berada di atas kebenaran
dalam menghadap ke Ka'bah ini. Karena engkau, di dalam kitab mereka disebutkan sebagai
yang jujur di mata mereka. Selain itu, karena perkara ini juga sudah mereka ketahui dari
ajaran para rasul yang diutus kepada mereka. Namun mereka adalah orang-orang yang
sombong yang hatinya dipenuhi dengan kedurhakaan dan kerugian. Allah akan selalu
menghitung apa yang mereka lakukan dan mencatat semua kedustaan dan perbuatan jahat
mereka. Dan di negeri akhirat kelak, Allah pasti akan membalas mereka.
Tafsir ibnu katsir :
Ali Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, mula-mula ayat Al-qur’an yang
di Mansukh adalah masalah qiblat. Demikian itu terjadi ketika rasulullah hijrah kemadinah,
kemudian penduduk Madinah saat itu terdiri atas orang-orang yahudi. Maka Allah
memerintahkannya agar menghadap kearah Baitul Maqdis. Melihat hal ini orang-orang
yahudi merasa gembira. Rasulullah menghadap ke baitul maqdis selama belasan bulan,
padahal beliau senduuuuuru menyukai qiblat nabi Ibrahim AS. Beliau SAW selalu berdoa
kepada Allah serta sering memandang kelangit (menunggu-nunggu wahyu). Maka Allah
menurunkan firmannya : sungguh kami (sering melihat) mukamu menengadah kelangit. (Al-
Baqarah :144) Sampai dengan firmannya: palingkanlah muka kalian kearahnya. (Al-
Baqarah:144).
Firmannya :
ْ ‫َو َح ْيثُ َما ُك ْنتُ ْم فَ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم َش‬
ُ‫ط َره‬
Dan dimana saja kalian berada, palingkanlah mukamu kearahnya.

Allah memerintahkan menghadap kearah ka’bah dari segenap penjuru dunia baik dari
timur, barat, utara maupun selatan, semua diperintahkan agar menghadap kearahnya.
3. QS.Al-Baqarah:148

ِ ‫ت َأ ْينَ َما تَ ُكونُوا يَْأ‬


‫ت بِ ُك ُم هَّللا ُ َج ِميعًا ِإ َّن‬ ’ِ ‫َولِ ُكلٍّ ِوجْ هَةٌ هُ َو ُم َولِّيهَا فَا ْستَبِقُوا ْال َخ ْي َرا‬
ٌّ‫هَّللا َ َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدير‬
Dan setiap umat mempunyai qiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-
lombalah kamu dalam kebaikan. Dimana saja kamu berada, pasti Allah akan

9
mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah maha kuasa atas segala sesuatu.
(QS. Al-Baqarah:148)

Tafsir Ibnu Katsir:


Al aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang dimaksud dengan pengertian tiap-tiap
umat mempunyai kiblatnya yang ia menghadap kepadanya ialah semua pemeluk agama.
Dengan kata lain tiap-tiap kabilah mempunyai kiblatnya sendiri yang disukainya, dan kiblat
yang diridhoi oleh Allah ialah kiblat yang orang-orang mukmin menghadap kepadanya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai kiblatnya sendiri
yang mereka menghadap kepadanya, dan orang-orang Nasrani mempunyai kiblatnya sendiri
yang mereka menghadap kepadanya, Allah memberikan petunjuk kepada kalian hai umat
Muhammad kepada kiblat yang merupakan kiblat yang sesungguhnya.
Tafsir muyassar:
Setiap umat memiliki kiblat sendiri-sendiri, dan terkadang kiblat tersebut berubah
dengan nakaskh (penghapusan). Hanya saja perlu digariste Bali bahwasanya persoalan besar
dan paling penting yang sesungguhnya adalah bukan masalah kiblat, tetapi masalah
pelaksanaan syariat yang membawa kepada berbagai kebaikan dan mencegah berbagai
kemungkaran.
Yang dimaksud dengan berlomba-lomba dalam kebaikan adalah senantiasa
bersegera dan bersaing untuk berbuat kebaikan dengan cara menyempurnakan semua rukun,
syarat, dan adab serta sunah-sunah dari kebaikan tersebut.
Al Khoirot yang dimaksud di sini adalah sebutan-sebutan yang mewakili segala
bentuk amal ibadah yang disyariatkan.
Kemudian Allah mengingatkan mereka bahwasanya kelak di akhirat dia akan
mengumpulkan semua umat manusia dari segenap penjuru, untuk membalas setiap
perbuatan mereka dia akan memberi pahala kepada orang-orang yang berbuat baik dan
menyiksa orang yang fasik.

Menghadap kearah Baitul Haram merupakan salah satu syarat sahnya shalat. Hal itu
didasarkan pada sabda Nabi :

10
ْ‫صالَ ِة فَا َ ْسبِ ِغ ْال ُوضُوْ َء ثُ َّم ا ْستَ ْقبِ ِل ْالقِ ْبلَةَ فَ َكبِّر‬ ُ ‫اِ َذا قُ ْم‬
َّ ‫ت اِلَى ال‬

“Jika engkau hendak mengerjakan shalat, sempurnakanlah wudhu’ kemudian


menghadaplah keqiblat dan bertakbirlah”

Juga didasarkan pada hadits Ibnu ‘Umar r.a, tentang penduduk Quba’ pada saat
memindahkan arah qiblat mereka, dia bercerita: “ketika orang-orang di Quba’ tengah shalat
shubuh, tiba-tiba ada seseorang yang mendatangi mereka seraya berkata: ‘sesungguhnya telah
turun tadi malam ayat al-Qur’an kepada Rasulullah Saw, beliau diperintahkan untuk
menghadap kearah ka’bah. Mereka pun segera menghadap kearah ka’bah, yang sebelumnya
wajah mereka mengarah ke Syam (palestina/Baitul Maqdis), lalu mereka mengarahkan wajah
mereka ke ka’bah”.

Serta didasarkan pada hadits al-Bara’ Bin ‘Azib r.a, dia bercerita: “kami pernah mengerjakan
shalat bersama Nabi Saw menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas bulan (atau tujuh
belas bulan). Kemudian kami menghadap wajah kami ke ka’bah.”

Orang yang bisa melihat ka’bah secara langsung, wajib menghadap persis ke arahnya,
meskipun antara dirinya dengan ka’bah terhalang sesuatu atau berada di posisi yang sangat
jauh darinya. Dia harus menghadap kearahnya dan berusaha semaksimal mungkin untuk
melakukan hal tersebut. Namun demikian, kemelencengan yang tidak terlalu banyak tidak
membatalkan sholat. Hal itu didasarkan pada hadits Abu Hurairah r.a dfia berkata:
“Rasulullah Saw pernah bersabda: .

ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ٌ‫ب قِ ْبلَة‬ ِ ‫َمابَ ْينَ ْال َم ْش ِر‬
“Antara timur dan barat terdapat qiblat”

11
12

Anda mungkin juga menyukai