Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rahmawati

Npm : 2020001036
Mata Kuliah : Qiratul Kutub
Jurusan : Hukum Keluarga

Syarat Sah Shalat III

1. Menghadap Kiblat
Mengharap arah kiblat dalam merupakan syarat sah shalat dan menjadi sesuatu yang
penting bagi umat islam. Tidak sah shalat tanpa menghadap kiblat, kecuali ketika shalat
khouf, atau ketika shalat sunah dalam safar maka dibolehkan baginya untuk menghadap
selain kearah kiblat. Menghadap kiblat menjadi persoalan yang sudah banyak
diperbincangan oleh kalangan para ulama. Para ulama dengan latar belakang dan kondisi
pada waktu itu memberikan pendapat masing-masing terhadap kiblat, pendapat para ulama
tentang menghadap kiblat ada dua bagian yaitu:

Yang pertama, Arah kiblat bagi mereka yang dapat melihat ka’bah secara langsung bahwa
orang yang melihat ka’bah secara langsung ketika sholat, maka wajib baginya menghadap
ke bangunan ka’bah (‘ain al-ka’bah). Ibnu qudamah al-maqdisiy mengatakan bahwa,”jika
seseorang langsung melihat ka’bah, wajib baginya menghadap langsung ke ka’bah”.

Yang kedua, Arah kiblat terhadap mereka yang tidak dapat melihat ka’bah secara langsung
bahwa adanya perbedaan letak geografis dengan makkah, maka para ulama berselisih
tentang hal ini Yang pertama, Mahzab Hanafi ketika orang yang tidak melihat ka’bah
secara langsung dalam shalat,maka ia wajib baginya menghadap kearahnya, yaitu
menghadap ke dinding-dinding mihrab (tempat shalatnya) yang dibangun dengan tanda-
tanda yang menunjuk ke arah ka’bah, bukan menghadap tepat kepada bangunan ka’bah.
Maka kiblatnya merupakan arah ka’bah bukan bangunan ka’bah. Yang kedua, Mahzab
Maliki bahwa bagi mereka yang tidak dapat atau tidak mampu untuk melihat ka’bah, maka
ia wajib menghadap ke arah ka’bah. Yang ketiga, Mahzab Syafi’i pada mahzab ini terdapat
dua pendapat bahwa menghada ke arah bangunan ka’bah dan menghadap kearah ka’bah
akan tetapi yang wajib dalam berkiblat adalah menghadap secara tepat ke bangunan ka’bah.
Karena orang yang diwajibkan untuk menghadap kiblat, ia wajib menghadap ke bangunan
ka’bah, seperti halnya orang mekkah. Yang keempat, Mazhab Hanbali bahwa orang yang
berada jauh dari mekkah cukup baginya menghadap ke arah ka’bah dan itu cukup dengan
berprasangka kuat.

2. Ketentuan arah kiblat

Khalilurrahman Al-Mahfani dan Abdurrahim Hamdi dalam kitab Lengkap panduan


shalat menjelaskan, menghadap kiblat dalam shalat berarti menghadap ka’bah yang terletak
dimekkah. Apabila tidak melihatnya, maka harus menghadap kearah ka’bah. Arah kiblat
sendiri mengacu pada ka’bah yang bertempat di masjidil Haram, kota mekkah, Arab Saudi.
Bagi muslim di indonesia, arah kiblat berpatokan disekitar arah kiblat laut. Untuk
menemukan arah tersebut, umumnya umat muslim memiliki pedoman pada arah
terbenamnya matahari.

3. Pembatal atau syarat sah

Hal yang membatalkan shalat ialah berhadas, baik hadas besar maupun hadas kecil.
Hadas dalam hal ini ialah: keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang telah baliqh.
Hal yang dapat membatalkan shalat ialah berhadas, terbuka aurat, berbicara dengan
sengaja, niat salat berubah, mengurangi rukun shalat dengan sengaja, membelakangi kiblat,
banyak bergerak, dan murtad dari agama islam. Syarat sah adalah hal-hal yang harus
terpenuhi sebelum seorang mengerjakan shalat agar ibadahnya sah. Syarat sah shalat
menurut Mazhab Syafii yang terdiri dari: suci, suci fisik dari hadas, suci badan dari najis,
suci pakaian dari najis, dan suci tempat dari najis. Mengetahui waktu shalat. Lalu, menutup
aurat; segala sesuatu yang wajib ditutup dan tak boleh dilihat.

4. Berdiam diri

I’tikaf adalah ibadah yang dicirikan dengan berdiam diri di dalam masjid. Berdiam diri
merujuk pada tidak keluar masjid karena sibuk melaksanakan berbagai ibadah wajib dan
sunah.
5. Tidak bergerak diluar gerakan shalat

Imam Syafii menyatakan, banyak bergerak dalam shalat maka hukumnya batal.
Demikian juga dengan pendapat Imam Malik , Hanbali, dan Hanafi. Perbuatan gerak yang
membatalkan shalat itu menurut kesempakatan pada ulama mazhab ini, apabila perbuatan
gerak tersebut diluar gerakan shalat. Sementara ulama mazhab malikiyah menyatakan
gerakan banyak membatalkan shalat, baik itu sengaja ataupun dalam keadaa lupa, seperti
menggaruk anggota tubuh, menyela-nyela jenggot, memperbaiki posisi serban diatas
pundak, atau mendorong orang lewat ketika dia shalat.

6. Tidak makan

Jika perut terasa lapar sementara shalat telah tiba, maka dianjurkan untuk makan terlebih
dahulu. Karena rasa lapar dikhawatirkan akan mengganggu konsentrasi atau kekhusyukan
shalat. Hal ini dijadikan alasan untuk mengulur waktu shalat.

Anda mungkin juga menyukai