Anda di halaman 1dari 8

RUKUN HAJI DAN UMRAH

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu pada Mata Kuliah Fiqih Ibadah pada
Program Studi Perbandingan Madzhab Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA)
Makassar

Oleh:
NUR ANITA
NIM. 20742332280

Dosen Pengampu:

Sirajuddin, S.Pd.I., S.H., M.H.

SEKOLAH TINGGI ILMU ISLAM DAN BAHASA ARAB (STIBA)


MAKASSAR
2022
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Secara bahasa haji adalah menuju kesuatu tempat secara berulang-ulang, atau
menuju kesuatu tempat yang dimuliakan atau diagungkan oleh suatu kaum peradaban.
Adapun menurut istilah, kalangan ahli fiqh mengartikan bahwa haji adalah niatan datang
ke Baitullah untuk menunaikan ritua libadah tertentu.
Adapun umrah menurut bahasa bermakna ‘ziarah’. Sedangkan menurut syara’ umrah ialah
menziarahi ka’bah, melakukan tawaf dise-kelilingnya, bersa’I antara shafa dan marwah dan
mencukur atau menggunting rambut dengan cara tertentu dan dapat dilaksanakan setiap
waktu

"Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah menunaikan ibadah haji ke
Baitullah bagi orang yang mampu mengerjakan perjalanan ke sana. (Qs. Aali 'lmraan [3]:97)
ibadah haji memiliki tiga jenis: haji Ifrad, Tamattu' dan Qiran. Ketiga macam haji tersebut
memiliki beberapa perbuatan khusus, tempat-tempat dan waktu-waktu yang khusus untuk
melaksanakannya Dan dalam haji juga ada amalan yang wajib dan tidak, serta beberapa hal
yang harus ditinggalkan. Dan setiap amalan memiliki hukum-hukum tertentu, baik ketika
terjadi pelanggaran maupun ketika terjadi sesuatu yang menghalanginya.
Rukun haji adalah kegiatan-kegiatan yang apabila tidak dikerjakan, maka hajinya dianggap
batal. Berbeda dengan wajib Haji, wajib Haji adalah suatu perbuatan yang perlu dikerjakan,
namun wajib Haji ini tidak menentukan sahnya suatu ibadah haji, apabila wajib haji tidak
dikerjakan maka wajib digantinya dengan dam(denda).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah pada tulisan ini adalah
sebagai berikut:
a. Apa rukun haji dan umrah ?
2

BAB II
PEMBAHASAN
Rukun Haji dan Umrah
1. Ihram
A. Syarat-Syarat lhram
Syarat-syarat ihram terkait dengan tempat dan waktu. Adapun syarat-syarat tempat
dikenal dengan istilah mawaaqiitul hajj (waktuwaktu untuk berhaji).
1. Miqat tempat Para ulama telah bersepakat bahwa mowaaqiit (miqat-miqat) tempat
yang ditentukan untuk berihram adalah:
a. Dzul Hulaifah bagi penduduk kota Madinah.
b. AlJuhfah bagi penduduk Syam.
c. Qarn bagi penduduk Najd dan Yalamlam bagi penduduk Yaman. Itu semua telah
ditetapkan oleh Nabi SAW dalam hadits dari Ibnu Umar RrA727 dan perawi
lainnya.
2. Miqat waktu Adapun tentang miqat waktu, perkara ini juga ditentukan untuk ketiga
jenis ibadah haji di atas. Yaitu: bulan Syawwal, Dzulqa'dah, dan sembilan hari di
bulan Dzulhijjah, menurut kesepakatan ulama.
a. Malik berkata: Tiga bulan tersebut seluruhnya adalah waktu pelaksaan ibadah
haji.
b. Syaf i berkata: Dua bulan sembilan hari di bulan Dzulhijjah.
c. Sedangkan Abu Hanifah berkata: (Dua bulan) sepuluh hari. Dalil pendapat Malik
adalah keumuman firman Allah SWT,

"(Musim) haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi. " (Qs. Al Baqarah [2j: 197),
Ayat ini maknanya harus digeneralisir hingga mencakup semua bilangan hari-hari
selama bulan Dzulhijjah. Karena, pijakan asalnya adalah seluruh bilangan hari-hari bulan
Syawwal dan Dzulqa'dah.
B. Larangan-larangan (hal-hal yang mubah dilakukan saat berihram) Yang menjadi dasar
pembicaraan dalam pembahasan ini adalah hadits Malik, dari Nafi' dari Abdullah bin
Umar RA, bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Pakaian apakah yang
layak dikenakan oleh seorang yang berihram?" Rasulullah SAW menjawab,
3

"Janganlah kalian memakai gamis (baju panjang), tudung kepala, celana panjang,
mantel dan sepatu, kecuali orang yang tidak memiliki sandal maka dia boleh
memakai sepatu namun (hendaknya) dia potong bagian bawah mata kakinya,
dan jangonlah kalian ntemakai pakaian yang dibubuhi minyak zafaran, serta
yang dicelup cairan berwarna.
2. Wukuf di'Arafah Pembahasan di syarat-syaratnya.
a) Hukum wukuf di arafah termasuk rukun haji, dan tidak termasuk rukun umrah. sini
terfokus pada hukum wukuf, tata cara dan 'Arafah wukuf di 'Arafah, para ulama
bersepakat bahwa itu Jika seseorang meninggalkannya, maka dia harus haji di tahun
mendatang dan membawa hewan Ini menurut pendapat mayoritas ulama,
berdasarkan sabda Rasulullah SAW,

"Haji itu hari 'Arafah”


b) .Tata cara wukuf Tentang tata caranya, hendaknya seorang imam sampai di padang
'Arafah pada hari 'Arafah (9 Dzulhijjah) sebelum matahari tergelincir ke barat. Jika
matahari telah tergelincir, maka imam hendaknya berkhutbah kepada khalayak, lalu
mendirikan shalat dzuhur dan Ashar dengan jama' pada waktu dzuhur Qoma'
taqdim). Kemudian berwukuf di sana hingga terbenamnya matahari. Para ulama
bersepakat bahwa tata cara inilah yang merupakan ijma' para ulama dari tradisi
sikap Rasulullah SAW. Dan mereka juga tidak berbeda pendapat untuk menyatakan
bahwa penyelenggaraan ibadah haji merupakan wewenang pemimpin tertinggi
kaum muslimin, atau orang yang dipercayai untuk mengurusinya.
3. Thawaf di Baitullah Pembahasan ini mencakup tata cara, syarat-syarat, hukum, wajib
atau sunah, serta jenis-jenis thawaf.
1) Tata cara thawaf Jumhur ulama sepakat bahwa tata cara thawaf, baik thawaf wajib
maunpun yang sunah, hendaknya dimulai dari Hajar Aswad. Jika seseorang sanggup
mencium Hajar Aswad, hendaknya dia mencium, atau menyentuh dan menciumnya,
4

serta memposisikan Ka'bah di sebelah kiri dirinya. Lalu berputar ke arah kanan Ka'bah.
Thawaf (mengelilingi Baitullah) dilakukan dengan tujuh kali putaran. Tiga putaran
pertama dengan berlari-lari kecil (berjalan cepat) dan berjalan seperti biasa pada
empat putaran terakhir. Hal itu dilakukan saat thawaf Qudum (datang memasuki
Baitullah) bagi orang yang menunaikan haji dan umrah, selain haji Tamattu'.
Sementara wanita tidak perlu berlari-lari kecil (pada tiga putaran pertama)
2) Syarat-syarat thawaf Adapun syarat-syarat thawaf, termasuk diantaranya
menentukan tempat (mulaithawaf).
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa Hijr Ismail termasuk bagian dari Baitullah.
Sehingga siapa saja yang berthawaf mengelilingi Ka'bah, dia harus memasukkan Hijr
Isma'il ke dalam bagian Ka'bah. Dan Hijr merupakan syarat sahnya thawaf lfadhah.
2. Sedangkan Abu Hanifah dan pengikutnya mengatakan bahwa hal itu hanyalah
sunah.
4. Sa'i antara Shafa dan Marwa
Pembahasan ini mencakup hukum, tata cara, syarat-syarat dan urutannya.
a. Hukum sa'i
Tentang hukum sa'i: l. Malik dan Syaf i berpendapat: Hukumnya wajib bagi orang
yang belum mengerjakannya. Wajib baginya untuk mengulang haji di tahun
mendatang. Inijuga pendapat yang dipegang oleh Ahmad bin Hanbal dan Ishaq. 2.
Sedangkan ulama-ulama Kufah menilai: Hukumnya sunah. Jika seseorang kembali ke
negerinya dan belum mengerjakan sa'i, maka dia wajib membayar denda. 3.
Sebagian ulama lainnya berpendapat: Sa'i hanya sekedar ibadah tambahan, dan jika
ditinggalkan maka tidak akan terkena sanksi apa-apa. Dasar pegangan mereka yang
mewajibkannya adalah sebuah riwayat bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan
sa'i, seraya bersabda,

"Bersa'ilah kalian. Karena sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan atas kalian
kewajiban sa'i."
b. Tata cara sa'i
Tentang tata caranya, jumhur ulama berpendapat dan menyatakan bahwa hal yang
sunah dalam mengerjakan sa'i antara Shafa dan Marwa adalah dengan terlebih
5

dahulu mendaki bukit Shafa kemudian berdoa. Selepas itu, dia menuruninya lalu
berjalan mengikuti jalurnya hingga mencapai Bathn Al Masil dan berlari-lali kecil
hingga sampai pada tanda berikutnya menuju bukit Marwa. Jika telah melewatinya
dia dapat berjalan seperti biasa hingga sampai ke bukit Marwa. Kemudian dia
mendakinya hingga dapat melihat Ka'bah, lalu berdoa dan mengucapkan takbir
seperti yang dilakukannya saat berada di bukit Shafa. Jika dia hanya berdiri di kaki
bukit Marwa itu pun cukupi baginya, menurut pendapat mayoritas ulama. Setelah itu
dia kembali menuruni bukit Marwa, dan berjalan seperti biasa hingga mencapai
Bathn AI Masil, kemudian kembali berlari-lari kecil hingga melewatinya menuju bukit
Shafa, kemudian kembali berjalan seperti biasa hingga mencapai bukit Shafa. Itu
semua dikerjakan sebanyak tujuh putaran. Dihitung sejak putaran pertama dari
Shafa sampai ke Marwa.
5. Tahalul
Adalah mencukur atau menggunting rambut sedikitnya tiga helai.Pihak yang menga-
takan bercukur sebaga irukun haji, beralasan karena tidak dapat diganti dengan
penyem-belihan.
6

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian serta penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut:
Dalam pelaksanaan haji dan umrah merupakan masalah yang penting, karena bagian dan
rukun islam kelima. Pelaksanaan haji dan umrah harus sesuai dengan tata cara yang telah
diatur dalam syari’at islam oleh karena itu seseorang yang ingin melaksanakan ibadah
tersebut wajib mengetahui Rukun, Syarat, hal hal yang diwajibkan dalam ibadah Haji dan
Umrah serta sunnah sunnahnya.
7

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Al Karim
Rusyd, Ibnu. 1198. Bidayah Al Mujtahid wa Nihayah al Muqtashid.

Anda mungkin juga menyukai