Anda di halaman 1dari 24

Kekerabatan Bahasa-bahasa Nusantara dalam Penyebutan Bilangan dari

Angka 1-10

Kajian Fonologi

A. Pendahuluan
Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi
dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan.
Perkiraan jumlah bahasa di dunia beragam antara 6.000–7.000 bahasa. Namun,
perkiraan tepatnya bergantung pada suatu perubahan sembarang yang mungkin
terjadi antara bahasa dan dialek. Bahasa alami adalah bicara atau bahasa isyarat,
tetapi setiap bahasa dapat disandikan ke dalam media kedua menggunakan
stimulus audio, visual, atau taktil, sebagai contohnya, tulisan grafis, braille, atau
siulan. Hal ini karena bahasa manusia bersifat independen terhadap modalitas.
Sebagai konsep umum, "bahasa" bisa mengacu pada kemampuan kognitif untuk
dapat mempelajari dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, atau
untuk menjelaskan sekumpulan aturan yang membentuk sistem tersebut atau
sekumpulan pengucapan yang dapat dihasilkan dari aturan-aturan tersebut.
Semua bahasa bergantung pada proses semiosis untuk menghubungkan isyarat
dengan makna tertentu.
Bahasa manusia unik karena memiliki sifat-sifat produktivitas, rekursif,
pergeseran, dan karena secara keseluruhan bahasa manusia bergantung pula
pada konvensi serta edukasi sosial. Strukturnya yang kompleks mampu
memberikan kemungkinan ekspresi dan penggunaan yang lebih luas daripada
sistem komunikasi hewan yang diketahui. Sejak zaman hominin, bahasa
diperkirakan mulai secara bertahap mengubah sistem komunikasi antarprimata.
Primata kemudian mulai memperoleh kemampuan untuk membentuk suatu
teori pikiran dan intensionalitas. Perkembangan tersebut terkadang diperkirakan
bersamaan dengan meningkatnya volume otak, dan banyak ahli bahasa
berpendapat bahwa struktur bahasa berkembang untuk melayani fungsi sosial
dan komunikatif tertentu. Bahasa diproses pada banyak lokasi yang berbeda
pada otak manusia, terutama di area Broca dan area Wernicke.
Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan
perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh

1
perubahan dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan
pengguna bahasa. Seperti halnya kehidupan yang ada di alam, bahasa pun
ternyata memiliki sejarah Perkembangannya sendiri. Jika dilihat berdasarkan
sejarahnya, ternyata bahasa yang satu memiliki kesamaan dengan bahasa yang
lain, terutama jika kedua bahasa itu hidup dalam komunitas yang berdekatan
secara geografis. Kajian-kajian tentang bahasa dari sisi sejarahnya dalam kajian
linguistik termasuk dalam kajian linguistik historis komparatif atau linguistik
bandingan historis
Manusia mengakuisisi bahasa lewat interaksi sosial pada masa balita, dan
anak-anak sudah dapat berbicara secara fasih kurang lebih pada umur tiga
tahun. Penggunaan bahasa telah berakar dalam kultur manusia. Oleh karena itu,
selain digunakan untuk berkomunikasi, bahasa juga memiliki banyak fungsi
sosial dan kultural, misalnya untuk menandakan identitas suatu kelompok,
stratifikasi sosial, dan untuk dandanan sosial dan hiburan.
Bahasa-bahasa berubah dan bervariasi sepanjang waktu, dan sejarah
evolusinya dapat direkonstruksi ulang dengan membandingkan bahasa modern
untuk menentukan sifat-sifat mana yang harus dimiliki oleh bahasa leluhurnya
supaya kita dapat mengetahui perubahan unsur yang nantinya dapat terjadi.
Sekelompok bahasa yang diturunkan dari leluhur yang sama dikenal sebagai
rumpun bahasa.
Bahasa yang digunakan dunia sekarang tergolong pada keluarga Indo-
Eropa. Termasuk di dalamnya adalah bahasa seperti Inggris, Spanyol, Portugis,
Rusia, dan Hindi; Bahasa Sino-Tibet, yang melingkupi Bahasa Mandarin,
Cantonese, dan banyak lainnya; Rumpun bahasa Afro-Asiatik yang melingkupi
Arab, Amhar, Somali, dan Hebrew; dan bahasa Bantu, yang melingkupi
Swahili, Zulu, Shona, dan ratusan bahasa lain yang digunakan di Afrika.
Konsensusnya adalah antara 50–90% bahasa yang digunakan sejak awal abad
ke-21 kemungkinan akan punah pada tahun 2100.
Rumpun bahasa Austronesia (atau kadang disebut "bahasa kepulauan")
adalah sebuah rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia. Dari
Taiwan dan Hawaii di ujung utara sampai Selandia Baru (Aotearoa) di ujung
selatan dan dari Madagaskar di ujung barat sampai Pulau Paskah (Rapanui) di

2
ujung timur. Kebanyakan bahasa-bahasa Austronesia tidak mempunyai sejarah
panjang dalam bentuk tertulis, sehingga upaya untuk merekonstruksi bentuk-
bentuk yang lebih awal, yaitu sampai pada Proto-Austronesia, menjadi lebih
sulit. Prasasti tertua dalam bahasa Cham, yaitu Prasasti Dong Yen Chau yang
diperkirakan dibuat pada abad ke-4 Masehi, sekaligus merupakan contoh bukti
tertulis tertua pula bagi rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Indonesia adalah
varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa
Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara
kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut penulis dapat merumuskan beberapa
rumusan makalah sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan bahasa di Nusantara ini?
2. Apa saja jenis bahasa Nusantara?
3. Bagaimana hubungan kekerabatan bahasa di Nusantara?
4. Bagaimana contoh kesamaan dan perbedaan bahasa dalam penyebutan
bilangan 1-10?
5. Bagaimana kajian silabe kata pada penyebutan angka 1-10 dalam bahasa
Nusantara?

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Hubungan bahasa di Nusantara ini.
2. Macam bahasa Nusantara.
3. Kekerabatan bahasa di Nusantara.
4. Contoh kesamaan dan perbedaan bahasa dalam penyebutan bilangan 1-
10.
5. Bagaimana kajian silabe kata pada penyebutan angka 1-10 dalam bahasa
Nusantara.

3
4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Bahasa Nusantara


Linguistik Historis Komparatif sebagai salah satu cabang linguistik
mempunyai tugas utama, antara lain menetapkan fakta dan tingkat keeratan dan
kekerabatan antarbahasa yang berkaitan erat dengan pengelompokan bahasa-
bahasa sekerabat. Bahasa-bahasa sekerabat yang termasuk dalam anggota suatu
kelompok bahasa pada dasarnya memiliki sejarah perkembangan yang sama.
Penelitian sejarah bahasa adalah mencari hubungan yang ada di antara
bahasa-bahasa dan merekonstruksi bahasa-bahasa proto yang telah menurunkan
bahasa-bahasa yang ada pada saat ini. Pembuktian hubungan kekerabatan dan
keseasalan itu pada umumnya bertolak dari pengelompokkan bahasa-bahasa
rekontruksi proto bahasannya. Dengan demikian, melalui pengelompokan dan
rekonstruksi dapat diperoleh kejelasan hubungan kekerabatan dan keseasalan
sesuai dengan jenjang struktur dan silsilah kekerabatan bahasa.
Kridalaksana (2008:116) dalam kamus linguistik mengatakan kekerabatan
adalah hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber
bahasa induk yang sama yang disebut bahasa purba. Kekerabatan dalam istilah
linguistik diartikan sebagai hubungan antara dua bahasa atau lebih yang
diturunkan dari sumber yang sama (KBBI, 2008:23). Bahasa berkerabat adalah
bahasa yang memiliki hubungan antara bahasa yang satu dengan yang lain.
Hubungan ini bisa jadi merupakan asal dari induk yang sama sehingga terdapat
kemiripan atau karena adanya ciri-ciri umum yang sama. Dalam hal bahasa,
kemiripan ini terlihat dari segi fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Dua bahasa atau lebih dapat dikatakan kerabat apabila bahasa-bahasa
tersebut berasal dari satu bahasa yang dipakai pada masa lampau. Selama
pemakaiannya, semua bahasa mengalami perubahan dan bahasa bisa pecah
menjadi dua atau lebih bahasa turunan. Adanya hubungan kekerabatan antara
dua bahasa atau lebih ditentukan oleh adanya kesamaan bentuk dan makna.
Bentuk-bentuk kata yang sama antara berbagai bahasa dengan makna yang
sama, diperkuat lagi dengan kesamaan-kesamaan unsur-unsur tata bahasa, dapat

5
dijadikan dasar penentuan bahwa bahasa-bahasa tersebut berkerabat, yang
diturunkan daru satu bahasa proto yang sama.
Kemiripan atau kesamaan bentuk dan makna sebagai akibat dari
perkembangan sejarah yang sama atau perkembangan dari suatu bahasa proto
yang sama. Bahasa-bahasa yang mempunyai hubungan yang sama atau berasal
dari suatu bahasa proto yang sama, kemudian berkembang menjadi bahasa-
bahasa baru, maka dimasukkan dalam satu keluarga bahasa (language
family) yang berarti bentuk kerabat.
Bahasa dianggap berkerabat dengan kelompok bahasa tertentu apabila
secara relative memperlihatkan kesamaan yang besar bila dibandingkan
kelompok-kelompok lainnya. Perubahan fonemis dalam sejarah bahasa-bahasa
tertentu memperlihatkan pula sifat yang teratur. Semakin dalam kita menelusuri
sejarah bahasa-bahasa kerabat, maka akan semakin banyak didapat kesamaan
antar pokok-pokok bahasa yang dibandingkan.
Bahasa yang ada di Indonesia ini adalah Bahasa Austronesian yang
dituturkan oleh 5,9% populasi dunia dan membentang dari Madagaskar sampai
Asia Tenggara Laut mencapai Oseania. Ia mengikutkan beberapa bahasa seperti
Bahasa Malagsy, Bahasa Maori, Bahasa Samoan, dan banyak bahasa pribumi
di Indonesia dan Taiwan. Bahasa Austronesian dianggap berasal dari Taiwan
sekitar 3000 SM. dan tersebar lewat wilayah Oseanik lewat perpindahan-pulau,
berdasarkan pada kemajuan teknologi kelautan. Rumpun bahasa padat lainnya
adalah Bahasa Dravidian dari Asia Selatan (di antaranya Bahasa Tamil dan
Bahasa Telugu), Bahasa Turkic dari Asia Tengah (seperti Bahasa Turki),
Austroasiatic (di antaranya Khmer), dan Bahasa Tai-Kadai dari Asia Tenggara
(termasuk Bahasa Thai).
Rumpun bahasa Austronesia (atau kadang disebut "bahasa kepulauan")
adalah sebuah rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia. Dari
Taiwan dan Hawaii di ujung utara sampai Selandia Baru (Aotearoa) di ujung
selatan dan dari Madagaskar di ujung barat sampai Pulau Paskah (Rapanui) di
ujung timur. Kebanyakan bahasa-bahasa Austronesia tidak mempunyai sejarah
panjang dalam bentuk tertulis, sehingga upaya untuk merekonstruksi bentuk-

6
bentuk yang lebih awal, yaitu sampai pada Proto-Austronesia, menjadi lebih
sulit.
Metode yang digunakan untuk mengetahui kekerabatan dalam bahasa maka
kita menggunakan metode historis komparatif
Metode Historis Komparatif
Linguistik Historis Komparatif adalah ilmu bahasa yang
mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu tertentu, serta mengkaji
perubahan unsure bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tertentu (Keraf,
1990:22). Tujuan dan Manfaat Linguistik Historis Komparatif, dengan
memperhatikan luas lingkupnya adalah:
a) Menekankan hubungan-hubungan antara bahasa-bahasa serumpun
dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang
menunjukkan hubungan dan tingkat kekerabatan antar bahasa-bahasa
itu.
b) Mengadakan rekontruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini kepada
bahasa-bahasa yang dianggap lebih tua atau menemukan bahasa-bahasa
proto yang menurunkan bahasa kontemporer.
c) Mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-bahasa yang
termasuk dalam suatu rumpun bahasa. Ada beberapa bahasa yang
memperlihatkan keanggotannya lebih dekat satu sama lain apabila
dibandingkan dengan beberapa anggota lainnya (Keraf,1990:23).

Aspek bahasa yang tepat dijadikan objek perbandingan adalah bentuk dan
makna. Kesamaan-kesamaan bentuk dan makna itu akan lebih meyakinkan,
karena bantuk-bentuk tersebut memperlihatkan kesamaan semantik. Kesamaan
bentuk dan makna tersebut sebagai pantulan dari sejarah warisan yang sama.
Bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari bahasa proto yang sama selalu akan
memperlihatkan kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi
(fonologis).

Asumsi mengenai kata kerabat yang berasal dari sebuah bahasa proto yang
didasarkan pada beberapa kenyataan berikut. Pertama, ada sebuah kosa kata
dari kelompok bahasa tertentu secara relative memperlihatkan kesamaan yang
besar apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kedua, perubahan

7
fonetis dalam sejahar bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang
terstur. Keteraturan ini oleh Grimm dinamakan Hukum Bunyi. Ketiga, semakin
dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat akan semakin banyak
kesamaan antara pokok-pokok yang dibandingkan.

Kegiatan perbandingan bahasa dengan metode komparatif oleh para


ilmuwan adalah untuk mengetahui bahwa bahasa di asia tenggara ini banyak
bahasa yang mengandung persamaan, para ahli yang umumnya berasal dari
eropa itu makin giat menyelidiki. Mula-mula mereka hanya menyelidiki
bahasa-bahasa yang saling berdekatan dalam arti geografis. Misalnya bahasa
indonesia/melayu, bahasa batak, minangkabau, sunda, dan lain-lain. Bahasa-
bahasa tersebut mereka perbandingkan antara yang satu dengan yang lain.
Mereka selidiki perbedaan dan persamaannya, mereka tentukan hukum bunyi
yang berlaku dalam tiap-tiap bahasa.

Melalui cara-cara itu mereka sampai pada kesimpulan bahwa karena begitu
banyak persamaan antara bahasa-bahasa tersebut maka tak boleh tidak, pastilah
bahasa-bahasa tersebut mempunyai hubungan kekeluargaan dan berasal dari
satu induk bahasa.

Lama-kelamaan bahasa yang mereka selidiki dan mereka perbandingkan


makin banyak dan wilayahnya makin luas. Walaupun begitu, kesimpulan
mereka tetap, bahkan makin mantap. Pastilah bahasa-bahasa itu mempunyai
hubungan kekeluargaan dan berasal dari induk bahasa yang sama,
dipergunakan secara umum oleh suatu masyarakat dalam suatu wilayah.
Wilhelm von Humboldt mengungkapkan bahwa antara bahasa-bahasa di
indonesia dengan bahasa-bahasa di polinesia, kepulauan lautan teduh, terdapat
banyak persamaan. Kemudian H.C. van der gabelents menemukan pula bahwa
hubungan itu lebih luas lagi, yaitu meliputi bahasa-bahasa Melanesia.

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari
banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau
(wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya
ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di
lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal

8
abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya
Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme
bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan
berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang
digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata
baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan
bahasa asing.

Demikianlah, bahasa-bahasa yang mempunyai hubungan kekeluargaan


makin lama makin luas wilayahnya dan makin banyak jumlahnya. Bahasa-
bahasa di Filipina dan bahasa yang dipergunakan penduduk asli di kepulauan
taiwan juga ternyata berkekeluargaan dengan bahasa-bahasa di Indonesia. Dan
masih banyak lagi bahasa yang memiliki hubungan kekeluargaan di dunia ini
jika di teliti dan dibandingkan antara satu bahasa dengan bahasa yang lainnya.

B. Macam Bahasa Nusantara


Bahasa-bahasa yang masih berkerabatan di Nusantara ini dapat ditelusuri
dengan relasi bahasa satu dengan bahasa lainnya dengan mempertimbangkan
bentuk; fonologi, morfologi dan semantik. Keunikan serta keragaman alam dan
suku budaya yang ada di nusantara ini mengakibatkan keragaman bahasa terjadi
di nusantara menjadi sangat banyak, di Indonesia saja bahasa daerah yang di
setujui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini berjumlah 668
jenis bahasa dalam satu negara itu belum termasuk dialek-dialek yang
digunakan dalam masyarakat sekitar kita.
Berikut bahasa-bahasa yang ada di Indonesia:
1. Bahasa Jawa
Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk bersuku bangsa
Jawa di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain itu, bahasa Jawa
juga digunakan oleh penduduk yang tinggal di beberapa daerah lain seperti
Banten (terutama Serang, Cilegon, dan Tangerang) serta Jawa Barat
(terutama kawasan pantai utara meliputi Karawang, Subang, Indramayu,
dan Cirebon). Dalam bahasa jawa terdapat tingkat tutur dibagi menjadi tiga
yaitu tingkat tutur ngoko, tingkat tutur madya dan tingkat tutur karma.

9
Atau secara umum dibagi menjadi dua saja yaitu tingkat tutur ngoko dan
tingkat tutur karma. Bahasa ini dituturkan oleh setidaknya 100 juta orang
dan merupakan bahasa Ibu dengan penutur terbanyak pertama di Indonesia.
2. Bahasa Sunda
Bahasa Sunda adalah sebuah bahasa dari cabang Melayu-Polinesia
dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini dituturkan oleh setidaknya
42 juta orang dan merupakan bahasa Ibu dengan penutur terbanyak kedua
di Indonesia setelah Bahasa Jawa. Bahasa Sunda dituturkan di hampir
seluruh provinsi Jawa Barat dan Banten, serta wilayah barat Jawa Tengah
mulai dari Kali Brebes (Sungai Cipamali) di wilayah Kabupaten Brebes dan
Kali Serayu (Sungai Ciserayu) di Kabupaten Cilacap, di sebagian kawasan
Jakarta, serta di seluruh provinsi di Indonesia dan luar negeri yang menjadi
daerah urbanisasi Suku Sunda. Dari segi linguistik, bersama bahasa Baduy,
bahasa Sunda membentuk suatu rumpun bahasa Sunda yang dimasukkan ke
dalam rumpun bahasa Melayu-Sumbawa.
3. Bahasa Madura
Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan Suku Madura. Bahasa
Madura mempunyai penutur kurang lebih 14 juta orang, dan terpusat di
Pulau Madura, Ujung Timur Pulau Jawa atau di kawasan yang disebut
kawasan Tapal Kuda terbentang dari Pasuruan, Surabaya, Malang, sampai
Banyuwangi, Kepulauan Masalembo, hingga Pulau Kalimantan. Bahasa
Kangean, walau serumpun, dianggap bahasa tersendiri. Di Pulau
Kalimantan, masyarakat Madura terpusat di kawasan Sambas, Pontianak,
Bengkayang dan Ketapang, Kalimantan Barat, sedangkan di Kalimantan
Tengah mereka berkonsentrasi di daerah Kotawaringin Timur,
Palangkaraya dan Kapuas. Namun kebanyakan generasi muda Madura di
kawasan ini sudah hilang penguasaan terhadap bahasa ibu mereka.
Bahasa Madura merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia ranting
Melayu-Polinesia, sehingga mempunyai kesamaan dengan bahasa-bahasa
daerah lainnya di Indonesia. Bahasa Madura banyak terpengaruh oleh
bahasa Jawa (terutama Jawa Suroboyoan), Melayu, Arab, Tionghoa, dan
beberapa bahasa lainnya. Pengaruh bahasa Jawa sangat terasa dalam bentuk

10
unggah-ungguh (tingkatan) bahasa sebagai akibat pendudukan kerajaan
Mataram Islam atas Pulau Madura. Sebagian besar kata-kata dalam bahasa
Madura berakar dari bahasa Melayu, bahkan ada beberapa kata yang mirip
dengan yang ada pada dengan bahasa Minangkabau, tetapi sudah tentu
dengan lafal yang berbeda. Minangkabau mengucapkan "a" sebagai "o"
pada posisi akhir, sedangkan pada bahasa Madura, diucapkan "ə" ("e" pepet)
atau "a".

4. Bahasa Minangkabau

Bahasa Minangkabau adalah salah satu bahasa dari rumpun bahasa


Melayu yang dituturkan oleh Orang Minangkabau sebagai bahasa ibu
khususnya di provinsi Sumatera Barat (kecuali kepulauan Mentawai),
pantai barat Aceh dan Sumatera Utara, bagian barat provinsi Riau, bagian
utara Jambi dan Bengkulu, serta Negeri Sembilan, Malaysia. Bahasa
Minang dihipotesiskan sebagai bahasa Melayik, seperti halnya Bahasa
Banjar, Bahasa Betawi, dan Bahasa Iban.

Sempat terdapat pertentangan mengenai hubungan Bahasa


Minangkabau dengan Bahasa Melayu. Sebagian pakar bahasa menganggap
Bahasa Minangkabau sebagai salah satu dialek Melayu, karena banyaknya
kesamaan kosakata dan bentuk tutur di dalamnya. Sementara yang lain
justru beranggapan bahwa bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang
berbeda dengan Bahasa Melayu.

Kerancuan ini disebabkan karena Bahasa Melayu dianggap satu bahasa.


Kebanyakan pakar kini menganggap Bahasa Melayu bukan satu bahasa,
tetapi merupakan satu kelompok bahasa dalam rumpun bahasa Melayik. Di
mana Bahasa Minangkabau merupakan salah satu bahasa yang ada dalam
kelompok Bahasa Melayu tersebut.

Bahasa Minang masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh


masyarakat Minangkabau, baik yang berdomisili di Sumatera maupun di
perantauan. Namun untuk masyarakat Minangkabau yang lahir di
perantauan, sebagian besar mereka telah menggunakan Bahasa Indonesia
atau Bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari.

11
5. Bahasa Banjar

Bahasa Banjar adalah sebuah bahasa Austronesia dari rumpun bahasa


Melayik yang dipertuturkan oleh suku Banjar di Kalimantan Selatan,
Indonesia, sebagai bahasa ibu. Sebagian ahli bahasa berpendapat Bahasa
Banjar termasuk kelompok Bahasa Melayu Lokal Borneo Timur. Bahasa
Banjar termasuk dalam daftar bahasa dominan di Indonesia. Di tanah
asalnya di Kalimantan Selatan, bahasa Banjar yang merupakan bahasa
sastra lisan terbagi menjadi dua dialek besar yaitu Banjar Kuala dan Banjar
Hulu.

Karena kedudukannya sebagai lingua franca, pemakai bahasa Banjar


lebih banyak daripada jumlah suku Banjar itu sendiri. Selain di Kalimantan
Selatan, Bahasa Banjar yang semula sebagai bahasa suku bangsa juga
menjadi lingua franca di daerah lainnya, yakni Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur serta di daerah Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, sebagai
bahasa penghubung antar suku. Di Kalimantan Tengah, tingkat
pemertahanan bahasa Banjar cukup tinggi tidak sekadar bertahan di
komunitasnya sendiri, bahkan menggeser (shifting) bahasa-bahasa orang
Dayak. Penyebaran bahasa Banjar sebagai lingua franca ke luar dari tanah
asalnya memunculkan varian Bahasa Banjar versi lokal yang merupakan
interaksi bahasa Banjar dengan bahasa yang ada di sekitarnya misalnya
bahasa Samarinda, bahasa Kumai dan lain-lain. Di sepanjang daerah hulu
sungai Barito atau sering disebut kawasan Barito Raya (Tanah Dusun) dapat
dijumpai bahasa Banjar versi logat Barito misalnya di kota Tamiang Layang
digunakan bahasa Banjar dengan logat Dayak Maanyan.

6. Bahasa Bali

Bahasa Bali adalah sebuah bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan
lebih spesifik dari anak cabang Bali-Sasak. Bahasa ini terutama
dipertuturkan di pulau Bali, pulau Lombok bagian barat, dan sedikit di ujung
timur pulau Jawa. Di Bali sendiri Bahasa Bali memiliki tingkatan
penggunaannya, misalnya ada yang disebut Bali Alus, Bali Madya dan Bali
Kasar. Hal ini terjadi karena pengaruh bahasa Jawa menyebar ke Bali sejak

12
zaman Majapahit, bahkan sampai zaman Mataram Islam, meskipun
kerajaan Mataram Islam tidak pernah menaklukkan Bali. Yang halus
dipergunakan untuk bertutur formal misalnya dalam pertemuan di tingkat
desa adat, meminang wanita, atau antara orang berkasta rendah dengan
berkasta lebih tinggi. Yang madya dipergunakan di tingkat masyarakat
menengah misalnya pejabat dengan bawahannya, sedangkan yang kasar
dipergunakan bertutur oleh orang kelas rendah misalnya kaum sudra atau
antara bangsawan dengan abdi dalemnya, Di Lombok bahasa Bali terutama
dipertuturkan di sekitar kota Mataram, sedangkan di pulau Jawa bahasa Bali
terutama dipertuturkan di beberapa desa di kabupaten Banyuwangi. Selain
itu bahasa Osing, sebuah dialek Jawa khas Banyuwangi, juga menyerap
banyak kata-kata Bali. Misalkan sebagai contoh kata osing yang berarti
“tidak” diambil dari bahasa Bali tusing. Bahasa Bali dipertuturkan oleh
kurang lebih 4 juta jiwa.

7. Bahasa Bugis

Bahasa Bugis adalah salah satu dari rumpun bahasa Austronesia yang
digunakan oleh etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di sebagian
Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Parepare,
Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten
Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten
Soppeng, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, sebagian
Kabupaten Bulukumba, dan sebagian Kabupaten Bantaeng.

Bahasa Bugis terdiri dari beberapa dialek. Seperti dialek Pinrang yang
mirip dengan dialek Sidrap. Dialek Bone (yang berbeda antara Bone utara
dan Selatan). Dialek Soppeng. Dialek Wajo (juga berbeda antara Wajo
bagian utara dan selatan, serta timur dan barat). Dialek Barru, Dialek Sinjai
dan sebagainya. Ada beberapa kosakata yang berbeda selain dialek.
Misalnya, dialek Pinrang dan Sidrap menyebut kata Loka untuk pisang.
Sementara dialek Bugis yang lain menyebut Otti atau Utti,adapun dialek
yang agak berbeda yakni kabupaten sinjai setiap Bahasa bugis yang

13
mengunakan Huruf "W" di ganti dengan Huruf "H" contoh; diawa di ganti
menjadi diaha.

Karya sastra terbesar dunia yaitu I Lagaligo menggunakan Bahasa Bugis


tinggi yang disebut bahasa Torilangi. Bahasa Bugis umum menyebut kata
Menre' atau Manai untuk kata yang berarti "ke atas/naik". Sedang bahasa
Torilangi menggunakan kata "Manerru". Untuk kalangan istana, Bahasa
Bugis juga mempunyai aturan khusus. Jika orang biasa yang meninggal
digunakan kata "Lele ri Pammasena" atau "mate". Sedangkan jika Raja atau
kerabatnya yang meninggal digunakan kata "Mallinrung".

8. Bahasa Aceh

Bahasa Aceh adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Aceh
yang terdapat di wilayah pesisir, sebagian pedalaman dan sebagian
kepulauan di Aceh. Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic,
cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa
Austronesia.

Bahasa Aceh termasuk dalam kelompok bahasa Chamic, cabang dari


rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa-bahasa yang memiliki kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh
adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rade dan 6 bahasa lainnya dalam
rumpun bahasa Chamic. Bahasa-bahasa lainnya yang juga berkerabat
dengan bahasa Aceh adalah bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau.

Bahasa Aceh tersebar terutama di wilayah pesisir Aceh. Bahasa ini


dituturkan mulai dari Manyak Payed, Aceh Tamiang di pesisir timur sampai
ke Trumon, Aceh Selatan di pesisir barat.

9. Bahasa Tetun

Bahasa Tetun merupakan anak cabang dari bahasa Austronesia, dengan


penutur utama di wilayah Timor. Di Timor Leste, bahasa ini merupakan
bahasa resmi, selain bahasa Portugis. Di bawah Konstitusi negara, bahasa
Indonesia dan Inggris merupakan bahasa-bahasa kerja. Bagi mereka, bahasa

14
Tetun berfungsi sebagai bahasa pemersatu dan antarsuku, seperti layaknya
bahasa Indonesia.

Bahasa Tetun yang berkembang di Timor Leste mengalami proses


percampuran dengan bahasa Portugis, sehingga banyak sekali ditemukan
kata pinjaman dalam bahasa tersebut. Bahasa ini kerap disebut "Tetun Dili"
karena bermula dari kota Dili.

Bahasa Tetun di wilayah Indonesia cukup berbeda karena hanya sedikit


terpengaruh Portugis dan justru banyak menyerap kata Indonesia dan
Belanda. Bahasa inilah yang dianggap sebagai bentuk asli bahasa Tetun,
yang sering disebut "Tetun Terik". Dituturkan di Kabupaten Belu, Nusa
Tenggara Timur, bahasa ini hanya digunakan sebagai bahasa sehari-hari,
sedangkan untuk urusan-urusan lainnya utamanya resmi digunakan bahasa
Indonesia.

15
C. Contoh Hubungan Kekerabatan Bahasa di Nusantara dalam Penyebutan Angka 1-10

Tabel Perbandingan Bahasa 1- 10

Bahasa 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Proto-
Austronesia əsa Dusa təlu səpat lima ənəm pito walu siwa (sa-)puluq

Aceh Noy Sa duwa Lhèë peuët limoŋ Nam tujôh lapan sikureuëŋ siplôh

Bali Nul Siki due tēlu papat lime nenem pitu kutus sia dasa

Banjar Puaŋ Asa Dua Talu ampat lima anam pitu walu saŋa sapuluh

Bugis nôlo' Séddi Dua tellu eppa lîma enneŋ pîtu aruwa aséra seppûlo
Indonesia-
Melayu Nol Satu Dua Tiga empat lima enam tujuh delapan sembilan sepuluh

Jawa Kósóŋ setuŋgal/siji kalih/loro tigó/telu sekawan/papat gaŋsal/limo ənem pîtu wOlu soŋO sədasa/sepuluh

Madura Nol settoŋ Duâ tellO' empa' lema' ennem pettoK ballu' saŋa' sapolo

16
Minangkabau ciêk Duo Tigo ampek limo anam tujuah salapan sambilan sapuluah

Sunda Kósóŋ hiji Dua Tilu opat lima gənep tujuh dalapan salapan sapuluh

Tetun ida Rua Tolu hat lima Nen hitu ualu sia sanulu

17
D. Analisis Silabe (Suku Kata)
Suku kata adalah suatu satuan ucapan terkecil yang bisa membentuk satu
pengucapan kata, yang merupakan hasil dari satu kali gerak buka mulut. Suku
kata ini terdiri dari huruf vokal dan huruf konsonan sebagai unsur pokoknya.
Silaba atau suku kata sudah lama dikenal, terutama dalam kaitanya dengan
sistem penulisan. Sebelum alfabet lahir, sistem penulisan didasarkan atas suku
kata ini, yang disebut tulisan silabari.
Bunyi vokal di dalam sebuah suku kata merupakan puncak penyaringan atau
sonority, sedangkan bunyi konsonan bertindak sebagai lembah suku. Di dalam
sebuah suku hanya ada sebuah puncak suku dan puncak ini di tandai dengan
bunyi vokal. Lembah suku yang di tandai dengan bunyi konsonan bisa lebih
dari satu jumlahnya. Bunyi konsonan yang berada di depan bunyi vokal disebut
tumpu suku, sedangkan bunyi konsonan yang berada di belakang bunyi vokal
disebut koda suku.

18
Bahasa 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Proto-
Austrone VKV
sia - VKV KVKV KVKV KVKVK KVKV K KVKV KVKV KVKV KV-KVKVK
KVKV KVKV KVKVKV
Aceh KVK KV KVKV KKVV KVVVK KVKVK KVK K K VVK KVKKVK
KVK KVKV
Bali KVK KVKV KVV KVKV KVKVK KVKV VK KVKV K KVV KVKV

KVV VKV VKV


Banjar K KVK KVKV VKKVK KVKV K KVKV KVKV KVKV KVKVKVK

KVK VKK VKVK


Bugis V KVKKV KVV KVKKV VKKV KVKV VK KVKV V VKVKV KVKKVKV

Indonesia VKV KVKV KVKV KVKKVK


-Melayu KVK KVKV KVV KVKV VKKVK KVKV K K KVK VK KVKVKVK

KVK KVKVKKVK/ KVKVK/K KVKV/K KVKVKVK/ KVKKVK/K VKV


Jawa VK KVKV VKV VKV KVKK VKV K KVKV KVKV KVKV KVKVKV/KVKVKVK

VKK KVKK KVKK


Madura KVK KVKKVK KVK KVKKV' VKKV' KVKV' VK VK V' KVKV' KVKVKV
Minangk VKV KVKV KVKV KVKKVK
abau KVVK KVV KVKV VKKVK KVKV K VK KVK VK KVKVKVVK
KVK KVK KVKV KVKV KVKVKV
Sunda VK KVKV KVV KVKV VKVK KVKV VK K KVK K KVKVKVK
KVK
Tetun VKV KVV KVKV KVK KVKV KVK V VVKV KVV KVKVKV
Keterangan

V = Huruf Vokal K = Huruf Konsonan

19
Analisa Deskripsi

20
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Bahasa manusia unik karena memiliki sifat-sifat produktivitas, rekursif, dan pergeseran,
dan karena secara keseluruhan bahasa manusia bergantung pula pada konvensi serta edukasi
sosial. Strukturnya yang kompleks mampu memberikan kemungkinan ekspresi dan bahasa
sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam
perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola
kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna bahasa.Seperti halnya kehidupan yang
ada di alam, bahasa pun ternyata memiliki sejarah Perkembangannya sendiri. Jika dilihat
berdasarkan sejarahnya, ternyata bahasa yang satu memiliki kesamaan dengan bahasa yang
lain, terutama jika kedua bahasa itu hidup dalam komunitas yang berdekatan secara
geografis.
Bahasa-bahasa berubah dan bervariasi sepanjang waktu, dan sejarah evolusinya dapat
direkonstruksi ulang dengan membandingkan bahasa modern untuk menentukan sifat-sifat
mana yang harus dimiliki oleh bahasa leluhurnya supaya perubahan nantinya dapat terjadi.
Sekelompok bahasa yang diturunkan dari leluhur yang sama dikenal sebagai rumpun
bahasa.
Bahasa berkerabat adalah bahasa yang memiliki hubungan antara bahasa yang satu
dengan yang lain. Hubungan ini bisa jadi merupakan asal dari induk yang sama sehingga
terdapat kemiripan atau karena adanya ciri-ciri umum yang sama. Dalam hal bahasa,
kemiripan ini terlihat dari segi fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Dua bahasa atau lebih dapat dikatakan kerabat apabila bahasa-bahasa tersebut berasal
dari satu bahasa yang dipakai pada masa lampau. Selama pemakaiannya, semua bahasa
mengalami perubahan dan bahasa bisa pecah menjadi dua atau lebih bahasa turunan.
Adanya hubungan kekerabatan antara dua bahasa atau lebih ditentukan oleh adanya
kesamaan bentuk dan makna.
Bahasa yang ada di Indonesia ini adalah Bahasa Austronesian yang dituturkan oleh
5,9% populasi dunia dan membentang dari Madagaskar sampai Asia Tenggara Laut
mencapai Oseania. Ia mengikutkan beberapa bahasa seperti Bahasa Malagsy, Bahasa
Maori, Bahasa Samoan, dan banyak bahasa pribumi di Indonesia dan Taiwan. Bahasa
Austronesian dianggap berasal dari Taiwan sekitar 3000 SM. dan tersebar lewat wilayah
Oseanik lewat perpindahan-pulau, berdasarkan pada kemajuan teknologi kelautan. Rumpun
bahasa padat lainnya adalah Bahasa Dravidian dari Asia Selatan (di antaranya Bahasa Tamil
21
dan Bahasa Telugu), Bahasa Turkic dari Asia Tengah (seperti Bahasa Turki), Austroasiatic
(di antaranya Khmer), dan Bahasa Tai-Kadai dari Asia Tenggara (termasuk Bahasa Thai).

Aspek bahasa yang tepat dijadikan objek perbandingan adalah bentuk dan makna.
Kesamaan-kesamaan bentuk dan makna itu akan lebih meyakinkan, karena bantuk-bentuk
tersebut memperlihatkan kesamaan semantik. Kesamaan bentuk dan makna tersebut
sebagai pantulan dari sejarah warisan yang sama. Bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari
bahasa proto yang sama selalu akan memperlihatkan kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan
susunan bunyi (fonologis).

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam
bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau
sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat
penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses
pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak
dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan
"imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini
menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang
digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui
penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Bahasa-bahasa yang masih berkerabatan di Nusantara ini dapat ditelusuri dengan relasi
bahasa satu dengan bahasa lainnya dengan mempertimbangkan bentuk; fonologi, morfologi
dan semantik. Keunikan serta keragaman alam dan suku budaya yang ada di nusantara ini
mengakibatkan keragaman bahasa terjadi di nusantara menjadi sangat banyak, di Indonesia
saja bahasa daerah yang di setujui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini
berjumlah 668 jenis bahasa dalam satu negara itu belum termasuk dialek-dialek yang
digunakan dalam masyarakat sekitar kita.
Bahasa yang di gunakan di Indonesia selain bahasa nasional yakni Bahasa Indonesia
bahasa daerah yang mempunyai vitalisas penggunaan bahasa yang banyak di Nusantara ini
adalah (1) Bahasa Jawa, (2) Bahasa Sunda, (3) Bahasa Madura, (4) Bahasa Banjar, (5)
Bahasa Bugis, (6) Bahasa Minangkabau, (7) Bahasa Aceh, (8) Bahasa Bali, (9) Bahasa
Melayu, (10) Bahasa Aceh, (11) Bahasa Tetun.
Silaba atau suku kata sudah lama dikenal, terutama dalam kaitanya dengan sistem
penulisan. Setiap bahasa pasti mempunyai silabe atau suku kata yang berbeda tetapi dengan

22
menganalisis silabe tersebut kita mengetahui kedekatan bahasa dari segi fonologinya
mudah.

B. Saran
Semoga dengan membaca makalah ini kecintaan dan kepedulian kita terhadap ilmu
bahasa semakin luas, sejatinya bahasa itu artbitrer dan konvensional, tetapi kalau kita jeli
bahasa adalah buah pikir manusia dalam merespon gejala alam yang diberikan dari Allah
SWT, melalui ayat qauniyyahnya, Nashrunminallah wa fathun qarib.

23
24

Anda mungkin juga menyukai