Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Harsia, S.Pd., M.Hum
Disusun Oleh :
IKSAH ANGGRAENI (2101403016)
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. Yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Masyarakat Aneka Bahasa”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk sara serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Pengertian Masyarakat Aneka Bahasa...........................................................3
2.2 Nasionalitas dan Nasion.................................................................................3
2.3 Peranan Bahasa dalam Nasionalisme dan Nasionanisme...............................3
2.4 Keanekabahasaan sebagai Masalah................................................................4
2.5 Efek Keanekabahsaan Kemasyarakat.............................................................4
2.6 Cara Bangsa Anekabahasa Berkembang........................................................5
2.7 Diglosia dalam Masyarakat Anekabahasa......................................................6
BAB III PENUTUP................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................9
3.2 Saran...............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
masyarakat dwibahasa atau multibahasa, baik secara korelasional maupun
impilikasional.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian masyarakat anekabahasa.
2. Mengetahui definisi nasionalitas dan nasion.
3. Mengetahui peranan bahasa dalam nasionalisme dan nasionanisme.
4. Mengetahui keanekabahasaan sebagai masalah.
5. Mengetahui efek keanekabahasaan dalam masyarakat.
6. Mengetahui masyarakat anekabahasa berkembang.
7. Mengetahui diaglosia dalam masyarakat anekabahasa.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Nasionalisme adalah perasaan yang berkembang dari dan mendukung
nasionalitas. Nasionismelebih mengacu kepada masalah-masalah kekuasaan yang
pragmatik. Menurut Fishman, peranan bahasa dalam nasionalisme itu sangat
gambling. Bahasa akan menjadi masalah bagi nasionisme dalam dua bidang, yaitu
bidang administrasi pemerintah dan pendidikan. Yang pertama, proses
memerintah itu memerlukan komunikasi, baik komunikasi antarlembaga maupun
komunikasi antara pemerintah dengan rakyat. Kedua, pendidikan memerlukan
bahasa pengantar yang mampu mengalihkan pengetahuan secara efisien kepada
anak.
Peranan bahasa dalam nasionalisme di lain pihak, lebih tidak kentara.
Bahasa, bersama dengan kebudayaan, agama dan sejarah, merupakan komponen
nasionalisme. peranan lain yang bisa dimainkan oleh bahasa dalam nasionalisme
adalah apa yang disebutkan Fishman “contrastive self-identifiction” (identifikasi -
diri yang konstratif) atau oleh Garvin dan Mathiot (1956) disebut “ unifying and
separating function ” (fungsi menyatukan dan sekaligus memisahkan).
Nasionalisme secara sadar berusaha membangun bahasa yang semula
merupakan ragam regional atau ragam ragam social yang dipakai tanpa kesadaran
dan tidak secara emosional mengikat para penuturnya, menjadi bahasa yang lebih
baku dan modern, yang otentik, dan menyatukan, yang harus dipergunakan secara
sadar pula dan ini diperjuangkan secara sungguh-sungguh.
4
bahasa yang telah dikuasi anak-anak, sehingga pelajaran bisa dimulai tanpa
menunggu sampai anak-anak belajar bahasa nasional.
5
Perkembangan masyarakat anekabahasa dipengaruhi oleh empat hal.
Empat hal tersebut yaitu: migrasi, penjajahan, federasi, dan keanekabahasaan di
wilayah perbatasan.
1. Migrasi
Migrasi atau perpindahan penduduk yang meninmbulkan masalah
kebahasaan hakikatnya dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama
adalah sekelompok besar penduduk yang melebarkan sayap ke wilayah
lain yang sudah dihuni oleh kelompok-kelompok lain. Kelompok migrasi
ini biasanya bisa menghapuskan bahasa dan budaya penduduk setempat
karena jumlah mereka lebih dominan dari penduduk setempat. Jenis
migrasi yang kedua ialah perpindahan sekelompok kecil anggota entik
memasuki wilayah yang sudah dibawah kontrol nasionalitas orang lain.
Merek tidak merubah atau menghapus bahasa produk setempat tetapi
mereka menambah jumlah keanekabahasaan dari nasion yang di datangi.
2. Penjajahan
Ragam-ragam penjajahan itu mempunyai pengaruh dalam pengenalan
bahasa penjajah ke masyarakat lain. Kadang-kadang orang-orang penjajah
itu pada akhirnya mungkin hanya sedikit seakali yang tinggal, tetapi
bahasanya itulah yang justru memegang peran penting. Dalam hal
penjajahan politik atau aneksasi, bahasa penjajah dipakai di bidang
pemerintahan dan pendidikan. Dalam penjajahan ekonomi bahasa penjajah
menjadi sangat diperlukan di bidang perdagangan internasional dan
diplomasi. Aneksasi dan khususnya penjajahan mempunyai pengaruh
lanjut pada keanekabahasaan berikutnya, yaitu federasi.
3. Federasi
Federasi ialah penyatuan berbagai etnik atau nasionalitas di bawah kontrol
politik satu negara baik secara sukarela atau paksaan.
4. Wilayah Tapal Batas
Asal mula keanekabahasaan bisa terjadi di wilayah perbatasan. Setiap
negara harus memiliki tapal batas yang jelas. Tetapi, kelompok-kelompok
sosiokultural kadang-kadang tidak mau meributkan batas politik itu.
6
Akibatnya di perbatasan bisa jadi ada penduduk yang menjadi warga
negara A tetapi secara sosiokultural menjadi warga negara B.
7
mengenai pemakaian bahasa yang benar ditulis dalam ragam H . Ragam L tidak
masuk ke dalam pembakuan bahasa.
Ciri ke-6 ialah stabilitas. Diaglosia itu biasanya merupakan gejala yang
stabil. Alasannya adalah, diaglosia itu memang dikehendaki agar selalu ada dua
ragam bahasa dipertahankan dalam satu guyup. Ketegangan antara H dan L itu
sedikit banyak dikurangi oleh munculnya bentuk-bentuk campuran yang
mengandung unsur-unsur H dan L. Peminjaman kata-kata ragam H ke L biasa;
pemakai kosakata L oleh H jarang tetapi bisa terjadi.
Ciri ke-7 ialah tatabahasa, dapat dikatakan ada banyak perbedaan kaidah
tatabahasa antara H dan L, meskipun keduanya merupkan bahasa yang sama.
Misalnya, ragam Jerman baku mngenal 4 kasus nomina dan 2 kala sederhana;
sedangkan dialek Jerman Swiss hanya mempunyai 3 kasus nomina dan satu kala
sederhana. Kalimat-kalimat kompleks yang berisi banyak anak kalimat lebih
banyak dalam ragam H, yang kalau dialihkan ke dalam L menjadi kaku dan terasa
“dibuat-buat”. singkatnya tatabahasa L terasa lebih sederhana daripada ragam H.
Dalam hal kosakata, sebagian besar kosakata H dan L memang sama.
Tetapi dalam situasi “berpasanag”. Ada pula kadang-kadang kata yang ada dalam
H tetapi tidak ada dalam L; begitu sebaliknya. Contoh dalam ragam H orang
memakaiasma (Tuhan) dalam L dipakai nama (manusia, hewan, tumbuhan).
Terakhir adalah ciri fonologi. Menurut Ferguson, “system bunyi H dan L
itu membentuk suatu struktur fonologi tunggal, fonologi L merupakan system
dasar dan unsur-unsur sebaran fonologi H merupakan subsistem (sistem bawahan)
atau parasistem.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat aneka bahasa adalah masyarakat yang menghuni suatu
wilayah dengan beragam bahasa. Negara Indonesia merupakan salah satu negara
yang memiliki masyarakat anekabahasa. Perkembangan masyarakat anekabahasa
dipengaruhi oleh empat hal. Empat hal tersebut yaitu: imigrasi, penjajahan,
federasi, dan wilayah tapal batas. Dengan adanya empat hal tersebut menjadikan
masyarakat yang terdapat dalam suatu wilayah itu menjadi beraneka ragam bahasa
dan budayanya.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, diharapkan
kedepannya dapat dibahas lebih terperinci dan detail mengenai masyarakat
anekabahasan agar makalah ini mampu digunakan dalam dunia pendidikan.
9
DAFTAR PUSTAKA
10