Anda di halaman 1dari 9

KARYA TULIS ILMIAH

ETIKA DALAM BERBAHASA INDONESIA

Dosen: Ferawati Puspitorini


Diajukan Oleh:
Fitria Herawati
NIM: 201870176

JURUSAN AKUNTANSI
TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT
BEKASI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Bahasa adalah salah satu ciri khas manusiawi yang membedakannya dari
makhluk-makhluk yang lain. Selain itu, bahasa mempunyai fungsi sosial, baik
sebagai alat komunikasi maupun sebagai suatu cara mengidentifikasikan
kelompok sosial. Bahasa adalah salah satu lembaga kemasyarakatan, yang sama
dengan lembaga kemasyarakatan lain, seperti perkawinan, pewarisan harta
peninggalan, dan sebagainya telah memberi isyarat akan pentingnya perhatian
terhadap dimensi sosial bahasa. Namun, kesadaran tentang hubungan yang erat
antara bahasa dan masyarakat baru muncul pada pertengahan abad ini. Para ahli
bahasa mulai sadar bahwa pengkajian bahasa tanpa mengaitkannya dengan
masyarakat akan mengesampingkan beberapa aspek penting dan menarik, bahkan
mungkin menyempitkan pandangan terhadap disiplin bahasa itu sendiri.
Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa dengan dimensi
kemasyarakatan. Apabila kita mempelajari bahasa tanpa mengacu ke masyarakat
yang menggunakannya sama dengan menyingkirkan kemungkinan ditemukannya
penjelasan sosial bagi struktur yang digunakan. Dari perspektif sosiolinguistik
fenomena sikap bahasa (language attitude) dalam masyarakat multi bahasa
merupakan gejala yang menarik untuk dikaji, karena melalui sikap bahasa dapat
menentukan keberlangsungan hidup suatu bahasa. Kemajuan teknologi yang
menyebabkan memudarnya kebudayaan timur dan lunturnya norma-norma
kesantunan dalam segala hal, sehingga memberikan pengaruh buruk bagi
masyarakat. Selain itu, kemajuan teknologi juga menyebabkan rendahnya etika
dan moral masyarakat, sehingga bukan kesantunan berbahasa yang terjalin
melainkan kekerasan fisik, yaitu tawuran.
Dalam nilai-nilai yang terbentuk tersebut terdapat beberapa kaidah yang
bertujuan mengatur tata cara kita bekomunikasi antar sesama tanpa menyakiti hati
dan mejunjung tinggi etika sebagai sebuah tanda penghargaan pada lawan bicara
kita. Namun terkadang cara berkomunikasi atau pemakaian suatu kata atau
kalimat yang kita anggap sebuah etika, dapat pula berakibat pada sesuatu yang
tidak menyenangkan dan menimbulkan suatu kesalahpahaman antar sesama.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa masalah pada pembahasan
karya ilmiah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan sikap dalam berbahasa?
2. Bagaimana etika dalam berbahasa?

1.3 Tujuan Penelitian


Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai penulis dalam pembuatan karya tulis ini.
Tujuan – tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memahami maksud dari sikap berbahasa.
2. Mengetahui etika dalam berbahasa.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan baik bagi penyusun maupun bagi pembaca tenatang Sikap dan Etika
Komunikasi dalam Berbahasa dan mampu menjelaskan serta sebisa mungkin
mempraktekkan dan pengembangannya di dunia nyata (masyarakat) tentang sikap
dan etika dalam berkomunikasi.
BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian, Peranan, dan Fungsi Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia yang
sudah memiliki makna dan bersifat arbitrer, konvensional, universal, unik, produktif,
variatif, dinamis yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi. Bahasa berperan
sebagai jembatan makna atau gagasan yang ingin disampaikan. Selain itu juga bahasa
berperan sebagai bahasa nasional atau bahasa persatuan dan sebagai bahasa negara.
Fungsi bahasa di antaranya:
1. Sebagai alat komunikasi antara sesama manusia. Di dalam hubungan bahasa
Indonesia sebagai alat untuk memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa
dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam
kesatuan kebangsaan Indonesia, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku
bangsa itu dapat mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan
tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai
sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan.

2. Sebagai bahasa resmi negara. Bahasa Indonesia dipakai di dalam segala kegiatan
kenegaraan, baik secara lisan maupun tulisan. Untuk melaksanakan fungsi
sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia perlu senantiasa dibina dan
dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan sebagai salah satu
faktor yang menentukan di dalam pengembangan ketenagaan, baik di dalam
penerimaan pegawai baru, kenaikan pangkat, maupun pemberian tugas tertentu
kepada seseorang.
3. Sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan. Bahasa Indonesia berfungsi pula
sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan., mulai lembaga
pendidikan terendah sampai lembaga pendidikan tertinggi, diseluruh Indonesia
kecuali di daerah tertentu, seperti Jawa, Sunda, Batak, Bali, Aceh, dan Madura.
Di daerah itu, bahasa daerah yang bersangkutan boleh dipakai sebagai bahasa
pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar samapai dengan tahun
ketiga.
4. Sebagai bahasa perhubungan dalam hal mewujudkan kepentingan nasional.
Bahasa bukan hanya dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara
pemerintah dengan masyarakat luas dan bukan saja sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarsuku, tetapi juga sebagai alat perhubungan di dalam
masyarakat yang sama latar sosial budaya serta bahasanya. Dengan kata lain,
apabila pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah nasional, bukan
tingkat daerah, terdapatlah kecenderungan untuk mempergunakan bahasa
Indonesia bukan bahasa daerah.
5. Sebagai bahasa pengembang ilmu pengetahuan teknologi dan budaya. Bahasa
Indonesia adalah alat satu-satunya yang memungkinkan kita membina serta
mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga bahasa
Indonesia memiliki ciri-ciriserta identitasnya sendiri, yang membedakan dari
kebudayaan daerah. Saat itu kita juga mempergunakan bahasa Indonesia sebagai
alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya nasional kita.

2.1.2 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar


Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia yang beraku. Pemakaian lafal daerah, sepeti bahasa Jawa,
Sunda, Bali, dan Batak dalam berbahasa Indonesia pada situasi resmi sebaiknya
dikurangi. Kata memuaskan yang diucapkan memuasken bukanlah lafal bahasa
Indonesia.

2.1.3 Sikap Bahasa


Sikap bahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri
atau bahasa orang lain. Dalam bahasa Indonesia kata sikap dapat mengacu pada
bentuk tubuh, posisi berdiri yang tegak, perilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan
atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan (pendirian, keyakinan, atau
pendapat) sebagai reaksi atas adanya suatu hal atau kejadian. Sikap merupakan
fenomena kejiwaan,yang biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan atau
perilaku. Sikap tidak dapat diamati secara langsung. Untuk mengamati sikap dapat
dilihat melalui perilaku, tetapi berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa apa
yang nampak dalam perilaku tidak selalu menunjukkan sikap. Begitu juga
sebaliknya, sikap seseorang tidak selamanya tercermin dalam perilakunya.

2.2 Pembahasan
2.2.1 Etika Berbahasa
Sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi
manusia di dalam masyarakat, maka berarti di dalam tindak laku berbahasa
haruslah disertai norma-norma yang berlaku di dalam budaya itu. Sistem tindak
laku berbahasa menurut norma-norma budaya ini disebut etika berbahasa atau tata
cara berbahasa.
Etika berbahasa ini erat berkaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-
norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam satu masyarakat.
Oleh karena itu, etika berbahasa ini antara lain “mengatur”:
a) Apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada seorang
partisipan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam
masyarakat itu.
b) Ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan dalam situasi
sosiolingustik dan budaya tertentu.
c) Kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita,dan menyela
pembicaraan orang lain.
d) Kapan kita harus diam.
e) Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita di dalam berbicara itu.
Seseorang baru dapat disebut pandai berbahasa kalau dia menguasai tata
cara atau etika berbahasa itu. Kajian mengenai etika berbahasa ini lazim disebut
etnografi berbahasa. Dalam kajian antropologi istilah etnografi digunakan untuk
pemerian kebudayaan. Dalam hal ini memang tidak bertentangan, sebab etika
berbahasa itu juga merupakan subsistem kebudayaan.
Butir-butir “aturan” dalam etika berbahasa yang disebutkan di atas tidaklah
merupakan hal yang terpisah, melainkan merupakan hal yangmenyatu di dalam
tindak laku berbahasa. Apa yang disebutkan pada butir a) dan b) kiranya sudah
jelas dari bab-bab terdahulu yang menjelaskan aturan sosial berbahasa, sebagai
sesuatu yang menjadi inti persoalan sosiolinguistik: “Siapa berbicara, dengan
bahasa apa, kepada siapa, tentang apa, kapan, dimana, dan dengan tujuan apa”.
Sebagai contoh, umpamanya, kita hendak menyapa seseorang, maka harus kita
ketahui siapa orang itu, dimana, kapan,dan dalam situasi bagaimana. Baru
kemudian kita memilih kata sapaan yang tersedia.
Butir c) dan d) yang juga merupakan aturan dalam etika berbahasa perlu
pula dipahami agar kita bias disebut sebagai orang yang dapat berbahasa. Kita
tidak bias seenaknya menyela pembicaraan seseorang; untuk menyela harus
diperhatikan waktunya yang tepat, dan tentunya juga dengan memberikan isyarat
terkebih dahulu.
Butir e) dalam aturan etika berbahasa menyangkut masalah kualitas suara
dan gerak-gerik anggota tubuh ketika berbicara. Kualitas suara berkenaan dengan
volume dan nada suara. Setiap budaya mempunyai aturan yang berbeda dalam
mengatur volume dan nada suara. Para penutur dariSumatra Utara dalam
berbahasa batak terlihat menggunakan volume suara yang lebih tinggi dibanding
dengan para penutur bahasa Sunda dan Jawa. Selain itu, untuk tujuan-tujuan
tertentu volume dan nada suara ini juga biasanya berbada.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Sikap bahasa adalah adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa
sendiri atau bahasa orang lain. Keadaan dan proses terbentuknya sikap bahasa
tidak jauh dari keadaan dan proses terbentuknya sikap pada umumnya. Sikap itu
terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan
komponen konatif. Gejala bahasa yang dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan bahasa Indonesia dianggap sebagai penyimpangan terhadap
bahasa. Kurangnya kesadaran untuk mencintai bahasa di negeri sendiri berdampak
pada tergilasnya dan lunturnya bahasa Indonesia dalam pemakaiannya dalam
masyarakat terutama dikalangan remaja.

3.2 Saran
Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan, Besar
harapan saya makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang
akan datang.
DAFTAR REFERENSI

Septemberini, Cintia, dkk. 2007. Sikap dan Etika Bahasa. Dalam: Academia
24 Juni,
https://www.academia.edu/34457550/MAKALAH_BAHASA_INDONESI
A

Anda mungkin juga menyukai