JURUSAN AKUNTANSI
TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT
BEKASI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
2. Sebagai bahasa resmi negara. Bahasa Indonesia dipakai di dalam segala kegiatan
kenegaraan, baik secara lisan maupun tulisan. Untuk melaksanakan fungsi
sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia perlu senantiasa dibina dan
dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan sebagai salah satu
faktor yang menentukan di dalam pengembangan ketenagaan, baik di dalam
penerimaan pegawai baru, kenaikan pangkat, maupun pemberian tugas tertentu
kepada seseorang.
3. Sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan. Bahasa Indonesia berfungsi pula
sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan., mulai lembaga
pendidikan terendah sampai lembaga pendidikan tertinggi, diseluruh Indonesia
kecuali di daerah tertentu, seperti Jawa, Sunda, Batak, Bali, Aceh, dan Madura.
Di daerah itu, bahasa daerah yang bersangkutan boleh dipakai sebagai bahasa
pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar samapai dengan tahun
ketiga.
4. Sebagai bahasa perhubungan dalam hal mewujudkan kepentingan nasional.
Bahasa bukan hanya dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara
pemerintah dengan masyarakat luas dan bukan saja sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarsuku, tetapi juga sebagai alat perhubungan di dalam
masyarakat yang sama latar sosial budaya serta bahasanya. Dengan kata lain,
apabila pokok persoalan yang dibicarakan menyangkut masalah nasional, bukan
tingkat daerah, terdapatlah kecenderungan untuk mempergunakan bahasa
Indonesia bukan bahasa daerah.
5. Sebagai bahasa pengembang ilmu pengetahuan teknologi dan budaya. Bahasa
Indonesia adalah alat satu-satunya yang memungkinkan kita membina serta
mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga bahasa
Indonesia memiliki ciri-ciriserta identitasnya sendiri, yang membedakan dari
kebudayaan daerah. Saat itu kita juga mempergunakan bahasa Indonesia sebagai
alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya nasional kita.
2.2 Pembahasan
2.2.1 Etika Berbahasa
Sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi
manusia di dalam masyarakat, maka berarti di dalam tindak laku berbahasa
haruslah disertai norma-norma yang berlaku di dalam budaya itu. Sistem tindak
laku berbahasa menurut norma-norma budaya ini disebut etika berbahasa atau tata
cara berbahasa.
Etika berbahasa ini erat berkaitan dengan pemilihan kode bahasa, norma-
norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam satu masyarakat.
Oleh karena itu, etika berbahasa ini antara lain “mengatur”:
a) Apa yang harus kita katakan pada waktu dan keadaan tertentu kepada seorang
partisipan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam
masyarakat itu.
b) Ragam bahasa apa yang paling wajar kita gunakan dalam situasi
sosiolingustik dan budaya tertentu.
c) Kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita,dan menyela
pembicaraan orang lain.
d) Kapan kita harus diam.
e) Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita di dalam berbicara itu.
Seseorang baru dapat disebut pandai berbahasa kalau dia menguasai tata
cara atau etika berbahasa itu. Kajian mengenai etika berbahasa ini lazim disebut
etnografi berbahasa. Dalam kajian antropologi istilah etnografi digunakan untuk
pemerian kebudayaan. Dalam hal ini memang tidak bertentangan, sebab etika
berbahasa itu juga merupakan subsistem kebudayaan.
Butir-butir “aturan” dalam etika berbahasa yang disebutkan di atas tidaklah
merupakan hal yang terpisah, melainkan merupakan hal yangmenyatu di dalam
tindak laku berbahasa. Apa yang disebutkan pada butir a) dan b) kiranya sudah
jelas dari bab-bab terdahulu yang menjelaskan aturan sosial berbahasa, sebagai
sesuatu yang menjadi inti persoalan sosiolinguistik: “Siapa berbicara, dengan
bahasa apa, kepada siapa, tentang apa, kapan, dimana, dan dengan tujuan apa”.
Sebagai contoh, umpamanya, kita hendak menyapa seseorang, maka harus kita
ketahui siapa orang itu, dimana, kapan,dan dalam situasi bagaimana. Baru
kemudian kita memilih kata sapaan yang tersedia.
Butir c) dan d) yang juga merupakan aturan dalam etika berbahasa perlu
pula dipahami agar kita bias disebut sebagai orang yang dapat berbahasa. Kita
tidak bias seenaknya menyela pembicaraan seseorang; untuk menyela harus
diperhatikan waktunya yang tepat, dan tentunya juga dengan memberikan isyarat
terkebih dahulu.
Butir e) dalam aturan etika berbahasa menyangkut masalah kualitas suara
dan gerak-gerik anggota tubuh ketika berbicara. Kualitas suara berkenaan dengan
volume dan nada suara. Setiap budaya mempunyai aturan yang berbeda dalam
mengatur volume dan nada suara. Para penutur dariSumatra Utara dalam
berbahasa batak terlihat menggunakan volume suara yang lebih tinggi dibanding
dengan para penutur bahasa Sunda dan Jawa. Selain itu, untuk tujuan-tujuan
tertentu volume dan nada suara ini juga biasanya berbada.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sikap bahasa adalah adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa
sendiri atau bahasa orang lain. Keadaan dan proses terbentuknya sikap bahasa
tidak jauh dari keadaan dan proses terbentuknya sikap pada umumnya. Sikap itu
terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan
komponen konatif. Gejala bahasa yang dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan bahasa Indonesia dianggap sebagai penyimpangan terhadap
bahasa. Kurangnya kesadaran untuk mencintai bahasa di negeri sendiri berdampak
pada tergilasnya dan lunturnya bahasa Indonesia dalam pemakaiannya dalam
masyarakat terutama dikalangan remaja.
3.2 Saran
Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan, Besar
harapan saya makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang
akan datang.
DAFTAR REFERENSI
Septemberini, Cintia, dkk. 2007. Sikap dan Etika Bahasa. Dalam: Academia
24 Juni,
https://www.academia.edu/34457550/MAKALAH_BAHASA_INDONESI
A